Anda di halaman 1dari 13

AKTIFITAS ILLEGAL DI

DALAM KAWASAN HUTAN

Penebangan Liar
Pencurian Kayu
Perambahan Hutan
Perladangan Liar
Pengembalaan Liar
HUTAN TERANCAM

• Indonesia Kehilangan hutan asli 72% (Walhi, 2009)


• Luas Hutan dan lahan yang rusak 101.73 juta Ha, 59.62
juta Ha berada dalam kawasan hutan (Badan Planologi,
Dephut, 2003)
• Pada periode tahun 1970 hingga 1990-an, laju
kerusakan hutan diperkirakan antara 0,6 sampai 1,2 juta
ha per tahun,
• Pemetaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan
World Bank, mengatakan bahwa laju kerusakan hutan
selama periode 1986 – 1997 sekitar 1,7 juta ha per
tahun, dan mengalami peningkatan tajam sampai lebih
dari 2 juta ha/tahun (FWI/GFW, 2001).
• Laju kersakan hutan pada periode 1997-2000 sebesar
3.8 juta Ha/tahun
HUTAN TERANCAM

• Selama periode 2000 - 2006 telah dipublikasi berbagai


versi perkiraan kerusakan hutan Indonesia. Angka dari
Departemen Kehutanan adalah 2,83 juta ha per tahun,
dalam kurun waktu 1997-2000 (2005).
• Pada tahun 2007, dalam buku laporan State of the
World’s Forests, FAO (Food and Agricultural
Organization) menempatkan Indonesia di urutan ke-8
dari sepuluh negara dengan luas hutan alam terbesar di
dunia. Dengan laju kerusakan hutan di Indonesia telah
mencapai 1,87 juta ha dalam kurun waktu 2000 – 2005,
mengakibatkan Indonesia menempati peringkat ke-2 dari
sepuluh negara, dengan laju kerusakan tertinggi dunia.
Pasal 47 UU No. 41 Tahun 1999
Perlindungan hutan dan kawasan hutan
merupakan usaha untuk:
a. mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan
hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya
alam, hama, serta penyakit; dan
b. mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan
hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Pasal 50 Ayat 3 UU No. 41 Tahun 1999

Setiap orang dilarang:


a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan
hutan secara tidak sah;
b. merambah kawasan hutan;
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius
atau jarak sampai dengan:
1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di
daerah rawa;
3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang
terendah dari tepi pantai.
d. membakar hutan;
e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil
hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari
pejabat yang berwenang;
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar,
menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan
yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan
hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi
atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan,
tanpa izin Menteri;
h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang
tidak dilengkapi bersamasama dengan surat keterangan
sahnya hasil hutan;
i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang
tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh
pejabat yang berwenang;
j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang
lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut
hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat
yang berwenang;22
k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk
menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam
kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan
kebakaran dan kerusakan serta membahayakan
keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam
kawasan hutan; dan
m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-
tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-
undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari
pejabat yang berwenang.
Pasal 67 Ayat 1
Masyarakat Hukum adat

(1) Masyarakat hukum adat sepanjang menurut


kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya berhak:
a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat adat yang bersangkutan;
b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan
berdasarkan hukum adat yang berlaku dan
tidak bertentangan dengan undang-undang; dan
c. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya.
Penyebab Penebangan Liar dan
Pencurian Kayu

• Tingkat Pemahaman dan Kesadaran rendah


(masyarakat dan pejabat)
• Mencuri, cara tercepat mendapatkan penghasilan
• Tingkat penghasilan masyarakat sekitar hutan rendah
• Penegakan Hukum Lemah
• Fasilitas dan SDM Kehutanan yang tidak memadai
• Lemahnya status kawasan hutan (tata batas tidak jelas,
alih fungsi yang makin tak terkendali)
• Komitmen petugas terhadap tugasnya yang lemah
(oknum petugas kehutanan dan penegak hukum turut
terlibat)
• Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
Penyebab Perambahan
1. Jumlah lahan yang dimiliki. Makin sempit lahan ,
makin besar kemungkinan pembukaan lahan baru
(mendorong perluasan lahan untuk meningkatkan
pendapatannya)
2. Persepsi tentang kesuburan. Makin terdapat ciri-ciri
kesuburan makin rentan lahan dibuka.
3. Pesepsi lahan hutan (yang jauh dari pengamatan)
dapat menghasilkan produksi melimpah. Makin sulit
areal hutan di monitor orang luar dan petugas, makin
rawan lahan di rambah.
4. Kebutuhan keluarga, bila kebutuhan keluarga sudah
mencukupi maka kecenderungan membuka lahan
baru akan menurun.
5. Ketersediaan tenaga kerja keluarga, makin banyak
tenaga keluarga yang tersedia makin tinggi
kecenderungan pembukaan lahan baru.
• Relatif mudahnya penguasaan lahan baru
tanpa ada pembatas-pembatas formal
• Tingkat pendapatan keluarga, untuk
meningkatkan pendapatan perolehan
penghasilan dengan membuka lahan baru.
(Sumber : Sulistyo, et al. 2003)
Dampak aktifitas illegal
• Kerusakan kenekaragaman hayati serta sumberdaya
tanah dan air (erosi, kesuburan tanah menurun,
meningkatnya air permukaan, rusaknya habitat satwa,
berubahnya ekosistem kawasan, pemadatan tanah)
• Bencana lingkungan (banjir, longsor, kekeringan sumber
air)
• Perubahan iklim lokal (meningkatnya suhu,
berkurangnya hujan, menurunnya kelembaban)
• Pencemaran lingkungan
• Perubahan nilai-nilai sosial (makin berani melanggar
norma adat dan hukum).
• Peningkatan aktifitas pengelolaan sumberdaya alam
tidak ramah lingkungan (pembakaran lahan, budidaya
lahan secara ekstensif, perladangan tanpa rotasi yang
cukup, budidaya ternak yang merusak tanaman dan
kawasan hutan.
Upaya mengurangi aktifitas illegal
• Pemberlakuan kembali hak ulayat atas hutan secara
lebih jelas
• Peningkatan penyadaran masyarakat dengan sistem
komunikasi yang sesuai dengan karakteristiuk sosial,
ekonomi dan budaya.
• Pengukuhan dan penentuan kembali batas hutan negara
secara lebih jelas dan kuat status hukumnya.
• Budidaya tanaman dan ternak yang intensif dan ramah
lingkungan(dengan penerapan tenologi budidaya untuk
meningkatkan produksi tanpa memperluas lahan dan
pengembalaan di luar kandang dan sistem)
• Penerapan sistem pertanian terpadu ramah lingkungan,
Agrosilvopastura (kombinasi tanaman tahunan, tanaman
semusim dan ternak)
• Peningkatan SDM petugas dan Fasilitas pengamanan
• Sertifikasi kepemilikan lahan penduduk
• Penegakan hukum

Anda mungkin juga menyukai