Anda di halaman 1dari 6

.

Definisi nyeri

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan

maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP),

nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat

terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan.

Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi

ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai

penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi

luka. Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang yang mengalami nyeri dan bila

yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Definisi ini tidak berarti

bahwa anak harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat diekspresikan melalui

menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc Caffrey & Beebe, 1989 dikutip

dari Betz & Sowden, 2002).

2.1 Jenis Nyeri

Jenis nyeri dapat dinyatakan dalam beberapa hal, seperti: berdasarkan mekanisme nyeri, berdasarkan
kemunculan nyeri dan berdasarkan klasifikasi nyeri wajah.

2.1.1 Berdasarkan Mekanisme Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu

1. Nyeri fisiologis, terjadinya nyeri oleh karena stimulasi singkat yang tidak merusak jaringan, misalnya
pukulan ringan akan menimbulkan nyeri yang ringan. Ciri khas nyeri sederhana adalah terdapatnya
korelasi positif antara kuatnya stimuli dan persepsi nyeri, seperti semakin kuat stimuli maka semakin
berat nyeri yang dialami.

2. Nyeri inflamasi, terjadinya nyeri oleh karena stimuli yang sangat kuat sehingga merusak jaringan.
Jaringan yang dirusak mengalami inflamasi dan menyebabkan fungsi berbagai komponen nosisept if
berubah. Jaringan yang mengalami inflamasi mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti:
bradikinin, leukotrin, prostaglandin, purin dan sitokin yang dapat mengakt ivasi atau mensensitisasi
nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung. Aktivasi nosiseptor menyebabkan nyeri, sedangkan
sensitisasi nosiseptor menyebabkan hiperalgesia. Meskipun nyeri merupakan salah satu gejala utama
dari proses inflamasi, tetapi sebagian besar pasien tidak mengeluhkan nyeri terus menerus. Kebanyakan
pasien mengeluhkan nyeri bila jaringan atau organ yang berlesi mendapat stimuli, misalnya: sakit gigi
semakin berat bila terkena air es atau saat makan, sendi yang sakit semakin hebat bila digerakkan.

3. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului dan disebabkan adanya disfungsi primer ataupun lesi
pada sistem saraf yang diakibatkan: trauma, kompresi, keracunan toksin atau gangguan metabolik.
Akibat lesi, maka terjadi perubahan khususnya pada Serabut Saraf Aferen (SSA) atau fungsi neuron
sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron
dengan lingkungannya, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan
tersebut dapat melalui perubahan molekuler sehingga akt ivasi SSA (mekanisme perifer) menjadi
abnormal yang selanjutnya menyebabkan gangguan fungsi sentral (mekanisme sentral).

Berdasarkan Klasifikasi Nyeri Wajah Nyeri pada wajah ataupun rongga mulut dapat diklasifikasikan
dalam 3 kategori yaitu

1. Nyeri somatik, nyeri yang dapat dihasilkan dari stimulasi reseptor-reseptor neural ataupun saraf-
saraf periferal. Jika stimulasi bermula dari bagian superfisial tubuh, karakteristik klinisnya, seperti: nyeri
dengan kualitas menstimulasi, lokalisasi nyeri yang tepat, adanya hubungan yang akurat antara tempat
lesi dan sumber nyeri serta cara menghilangkan nyeri yang temporer dengan aplikasi anestesi topikal.
Jika stimulasi bermula dari bagian dalam tubuh, karakteristik klinisnya, seperti: nyeri dengan kualitas
mendepresikan, lokalisasi beragam dari nyeri yang menyebar, lokasi dari nyeri bias ataupun tidak
berhubungan dengan tempat lesi, sering menunjukkan efek-efek sekunder dari perangsangan pusat.

2. Nyeri neurogenik, nyeri yang dihasilkan dalam sistem sarafnya sendiri, reseptor saraf ataupun
stimulasi serabut yang tidak diperlukan. Karakteristik klinis dari nyeri neurogenik, yaitu: nyeri seperti
membakar dengan kualitas menstimulasikan, lokalisasi baik, adanya hubungan yang tertutup diantara
lokasi dari nyeri dan lesi, pengantaran nyeri mungkin dengan gejala-gejala sensorik, motorik dan
autonomik.

3. Nyeri psikogenik, nyeri yang dapat memunculkan intensifikasi nyeri somatic atau neurogenik dan
juga merupakan suatu manifestasi psikoneurotik. Karakteristik dari nyeri psikogenik, seperti: lokasi
nyeri selalu tidak mempunyai hubungan dengan suatu penyebab yang mungkin, tindakan klinis dan
respon pada pengobatan mungkin non fisiologis, tidak diharapkan dan tidak biasa. Nyeri wajah Atipikal
adalah salah satu nyeri psikogenik.

Reseptor Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri. Organ tubuh yang
berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara
anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari
syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh
yaitu pada kulit (Kutaneus), somatic dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya
yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus
berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan
didefinisikan (Tamsuri, 2007). Impuls saraf yang dihasilkan oleh stimulus nyeri menyebar di sepanjang
saraf perifer aferen.

Menurut Jones dan Cory (1990), ada dua tipe serabut saraf perifer yang mengonduksi stimulus nyeri
yaitu:

a. Reseptor A-delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det). memungkinkan timbulnya nyeri
tajam, yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan (Tamsuri, 2007).

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang
lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri somatik dalam
meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan
penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang
tumpul dan sulit dilokalisasi. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliput i
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor
ini biasanya tidak sensitive terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan,
iskemia dan inflamasi (Tamsuri, 2007).

Contoh nyata adanya konduksi stimulus pada tubuh kita yaitu:

seseorang yang baru saja terpijak paku mula-mula akan merasakan nyeri yang terlokalisasi dan tajam,
yang merupakan hasil transmisi dari serabut A. dalam beberapa jam nyeri menjadi lebih difus dan
menyebar sampai seluruh kaki terasa sakit karena persarafan serabut C. Serabut C tetap terpapar pada
bahan-bahan kimia, yang dilepaskan ketika sel mengalami kerusakan ( Ketika serabut C dan A- delta
mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer terjadi pelepasan mediator biokimia yang mengakt
ifkan respons nyeri. Contoh sederhana Mediator biokimia adalah kalium dan prostaglandin yang
dilepaskan saat sel-sel lokal mengalami

kerusakan (Potter & Perry, 2005).

Ketika serabut C dan serabut A-delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer, maka akan
melepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan atau membuat peka terhadap respon nyeri. Misalnya,
kalium dan prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel lokal mengalami kerusakan. Transmisi stimulus nyeri
berlanjut disepanjang serabut saraf aferen sampai transmisi tersebut berakhir di bagian kornu dorsalis
medulla spinalis. Di dalam kornu dorsalis, neotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga
menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke saraf traktus spinotalamus (Paice,
1991 dalam Potter & Potter, 2005).
1.2.2 Neuroregulator

Neuroregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimuls saraf memegang peranan yang
penting dalam suatu pengalaman nyeri. Substansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf di
dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis. Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok, yakni
neurotransmitter dan neuromodulator. Neutransmitter, seperti substansi P mengirim impuls fisik
melewati celah sinaps di antara dua serabut. Serabut saraf tersebut adalah serabut eksitator atau
inhibitor. Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan
transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung mentransfer tanda saraf melalui sinaps.
Neurotransmitter diyakini tidak bekerja secara langsung, yakni dengan meningkatkan dan menurunkan
efek neurotransmitter tertentu. Endorphin merupakan salah satu contoh neuromodulator. Terapi
farmakologis untuk nyeri secara luas berdasarkan pada pengaruh obat-obat yang dipilih pada
neuregulator (Potter & Perry, 2005). beberapa neuregulator yang berperan dalam penghantaran impuls
nyeri antara lain:

a. Neurotransmitter

1). Substansi P (peptide)

Substansi P ditemukan di kornu dorsalis (peptide ektisator). Substansi ini diperlukan untuk mentransmisi
impuls nyeri dari perifer ke otak. Substansi P menyebabkan vasodiladatasi dan edema (Potter&Perry,
2005).

2). Serotonin

Serotonin dilepaskan oleh batang otak dan kornu dorsalis untuk menghambat transmisi nyeri
(Potter&Perry, 2005).

3). Prostaglandin

Prostaglandin dibangkitkan dari pemecahan pospolipid di membrane sel, prostaglandin dipercaya dapat
meningkatkan sensitivitas terhadap sel (tamsuri, 2007).

b. Neuromodulator

1). Endorfin (Morfin Endogen)

Endorfin (Morfin Endogen) merupakan substansi jenis morfin yang disuplai oleh tubuh (Potter&Perry,
2005). Endorfin diaktivasi oleh daya stress dan nyeri, lokasinya berada pada otak, spinal, dan traktus
gastrointestinal dan, endomorfin juga memberi efek analgesik (Tamsuri, 2007).

2). Bradikinin

Bradikinin dilepaskan dari plasma dan pecah di sekitar pembuluh darah pada daerah yang mengalami
cedera. Bradikinin bekerja pada reseptor saraf perifer menyebabkan peningkatan stimulus nyeri dan
bekerja pada sel menyebabkan reaksi berantai sehingga terjadi pelepasan prostaglandin (Tamsuri,2007).
Mekanisme Nyeri[2]
Menurut IASP(International Association for the Study of Pain), nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi.
Adapun jenis stimulus yang dapat merangsang reseptor nyeri adalah;
 Mekanik
 Thermal
 Polymodal yang meliputi elektik dan kimiawi

Ada 3 teori mengenai hipersensitivitas dentin, yaitu:


 Teori persarafan langsung
Lesi di email dentin perpanjangan saraf di odontoblas cornu medula spinalis
anterior neuron motorik gerak refleks & sensasi nyeri.

 Teori Persarafan Odontoblas


Lesi di email dentin serat tomes sel saraf pada lapisan odontoblas pulpa
(menerima kesan nyeri spesifik) serabut bermielin tipe A dan serabut tidak bermielin tipe
C) neuron sensorik cornu medula spinalis neuron motorik sensasi nyeri.

 Teori hidrodinamik
Lesi di email dentin cairan tubulus dentin begerak naik turun sel saraf pada
odontoblas pulpa serabut bermielin tipe A dan serabut tidak bermielin tipe C) neuron
sensorik cornu medula spinalis neuron motorik sensasi nyeri.
Adapun teori nyeri adalah:
 Teori Spesifitas
Teori ini diperkenalkan oleh Descrates yang menyatakan bahwa nyeri aberjalan dari
reseptor-reseptor nyeri spesifik melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri di otak
dan bahwa hubungan antara stimulus dam respon nyeri bersifat langsung dan invariabel.

 Teori Gate Control


Teori ini diperkenalkan oleh Melzack dan Wall yang menyatakan bahwa:
 Baik serat sensorik bermielin besar yang membawa informasi mengenai rasa raba dan
propriosepsi dari perifer (Serat A-α dan A-β) maupun serat kecil yang membawa informasi
mengenai nyeri (Serat A-δ dan C) menyatu di kornu medulla spinalis.
 Transmisi impuls saraf dari serat-serat aferen ke sel-sel transmisi medulla spinalis di kornu
dorsalis dimodifikasi oleh suatu mekanisme gerbang di sel-sel substansia gelatinosa.
 Mekanisme gerbang spinal dipengaruhi oleh jumlah relative aktivitas di serat aferen primer
berdiameter besar dan kecil. Serat aferen berdiameter besarakan menutup gerbang dan serat
aferen berdiameter kecil akan membuka gerbang.
 Mekanisme gerbang spinal akan dipengaruhi oleh impuls saraf yang turun dari otak.
 Apabila keluaran dari sel-sel transmisi medulla spinalis melebihi suatu ambang kritis, terjadi
pengaktifan “sistem aksi” untuk perasaan dan respon nyeri.
Ada 4 proses dalam mekanisme nyeri, yaitu:
 Transduksi
Proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri.
 Transmisi
Proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke medula
spinalis dan naik ke otak.
 Modulasi
Melibatkan aktivitas saraf melalui jalur desenden dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi
nyeri setinggi medula spinalis.
 Persepsi
Pengalaman subjektif nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.
Adapun mekanisme nyeri gigi:
Stimulus email dentin rangsangan nyeri pada pulpa gigi Pengeluaran mediator
inflamasi merangsang reseptor nyeri Neuron Aferen(Serat A-δ dan serat C)
Ganglion Trigeminus Cornu dorsalis medulla spinalis melalui jalur trigeminotalamik
Thalamus melalui jalur talamokortikal Corteks Cerebri Dipersepsi nyeri.

Anda mungkin juga menyukai