TESIS
TEKNIK SIPIL KONSENTRASI REKAYASA STRUKTUR
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2018
i
ii
DAFTAR ISI
ii
iii
iii
iv
iv
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Keruntuhan getas pada elemen kolom pasca gempa (dokumentasi gempa
Lombok, 2018) .............................................................................................................. 2
Gambar 2. 1 a) bagian – bagian bambu (http://www.bamboobotanicals.ca), b) potongan
melintang bambu (Morisco, 1999), c) potongan memanjang/ longitudinal bambu
(Lanang, 2017), d) distribusi serat bambu yang tidak merata (Ghavami, 2005) ........... 8
Gambar 2. 2 Hasil Pengujian Kuat Tarik Bambu dan Baja (Morisco, 1999); dalam (Lanang,
2017) ............................................................................................................................ 11
Gambar 2. 3 Pengujian kuat tekan bambu a) sejajar serat, b) tegak lurus serat (Setyo, et al.,
2014) ............................................................................................................................ 13
Gambar 2. 4 Hubungan elastisitas terhadap berat jenis material (Ghavami, 2005) ............ 15
Gambar 2. 5 Distribusi tegangan lekat antara tulangan dan beton (Nawy, 2010) ............... 16
Gambar 2. 5 Hubungan Panjang Tulangan (Ld) Yang Tertanam Dalam Beton ................. 17
Gambar 2. 6 Skema Uji Kuat Tekan Beton ......................................................................... 19
Gambar 2. 7 Alternatif penentuan titik leleh (yield point) (Park, 1988) ............................. 22
Gambar 2. 8 hubungan beban-perpindahan elemen beton bertulang (Park, et al., 1974).... 24
Gambar 2. 9 hubungan beban-perpindahan elemen beton bertulang pengujian siklik ........ 25
Gambar 2. 10 Kurva histersis dan Kurva Backbone (J. C. Alvarez, 2017) ......................... 26
Gambar 2. 11 Simplifikasi Non-linear Kurva Backbone (J. C. Alvarez, 2017) .................. 26
Gambar 2. 12 Daerah confined dan unconfined kolom beton penampang kotak
(Subramanian, 2011) ................................................................................................... 34
Gambar 2. 13 Parameter control kurva hubungan tegangan-regangan beton terkekang oleh
Kent dan Park (Kent, et al., 1971) ............................................................................... 37
Gambar 2. 14 Masalah umum kerusakan beton bertulang (Delatte, 2009) ......................... 39
Gambar 2. 15 Metode retrofit beton bertulang (JSCE, 1999) ............................................. 40
Gambar 2. 16 langkah – langkah Retrofit (Boen, et al., 2010) ............................................ 41
Gambar 2. 17 Konsep perbaikan metode concrete jacketing a) rencana perbaikan, b) detail
perbaikan (CPWD, 2002) ............................................................................................ 42
Gambar 2. 18 Input Material ............................................................................................... 43
Gambar 2. 19 View Solid Benda Uji ................................................................................... 44
Gambar 2. 20 View Wireframe Benda Uji .......................................................................... 44
Gambar 2. 21 Output Deformasi Benda Uji ........................................................................ 45
Gambar 2. 22 Output Deformasi Benda Uji (Julio, et al., 2008) ......................................... 48
v
vi
vi
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Energi yang dibutuhkan dalam memproduksi material terhadap tegangan material
yang dihasilkan (Janssen, 1981) .................................................................................... 7
Tabel 2. 2 Nilai rata – rata tegangan tarik bagian dalam dan luar bambu (Morisco, 1999) 12
Tabel 2. 3 Nilai rata – rata tegangan tarik bambu bagian buku dan tanpa buku (Morisco,
1999) ............................................................................................................................ 12
Tabel 2. 4 Nilai rata – rata tegangan tekan bambu bagian buku dan tanpa buku (Morisco,
1999) ............................................................................................................................ 14
Tabel 2. 5 Kuat lekat tulangan bambu dengan treatment (Ghavami, 2005) ........................ 17
Tabel 2. 5 Deskripsi model dan kekuatan axialnya (Julio, et al., 2005) .............................. 47
Tabel 2. 6 Deskripsi model dan kekuatan axialnya (Julio, et al., 2008) .............................. 48
Tabel 2. 7 Deskripsi model dan hasil pengujian (Saputra, et al., 2018) .............................. 51
Tabel 2. 8 Deskripsi model dan hasil pengujian (Akmal, et al., 2018) ............................... 52
Tabel 4. 1 Form Pengujuan Benda Uji Kolom .................................................................... 61
Tabel 4. 2 Perincian benda uji kolom yang akan diteliti ..................................................... 63
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang cukup tinggi seperti terlihat pada gambar 1.1. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu : perencanaan struktur yang kurang memperhatikan beban gempa, standar detailing
tulangan dan juga pelaksanaan konstruksi yang kurang baik menyebabkan mutu rencana
tidak tercapai. Detailing tulangan yang bagus akan lebih menjamin mekanisme terjadinya
keruntuhan dengan cukup baik, terutama terhadap pengekangan pada daerah sendi plastis.
Tidak semua bangunan yang telah mengalami kerusakan adalah tidak dapat
digunakan lagi (demolished). Tetapi masih dapat digunakan lagi dengan diawali dengan
penilaian forensik bangunan (assessment). Setelah itu hanya ada 2 kemungkinan yang dapat
dilakukan, yaitu penggantian elemen struktur (replacement) dan perkuatan struktur
(retrofitting). Namun hal yang lebih baik dilakukan adalah dengan perkuatan struktur
(retrofitting) karena ditinjau dari segi biaya yang lebih sedikit dibutuhkan dan juga lebih
mengurangi dampak lingkungan dari bagian struktur yang telah rusak menjadi limbah.
2
Telah banyak metode yang dikembangkan dalam hal upaya perkuatan (retrofitting
method) pada elemen beton bertulang, baik dari segi perkuatan internal, perkuatan eksternal
dan perkuatan dengan elemen lain. Hal tersebut bervariasi didalam desain struktur retrofit
diharuskan agar elemen struktur harus didesain sesuai dengan penggunaanya dan tahan lama
terhadap fungsi layanan (serviceability). Pertimbangan lainnya adalah dalam menentukan
metode retrofit dan pemeliharaannya pasca retrofit, hal ini secara langsung akan menentukan
biaya dan juga dampak terhadap lingkungan.
Salah satu metode yang sering digunakan oleh pelaku konstruksi adalah metode jaket
beton (concrete jacketing construction method). Hal ini dikarenakan metode tersebut lebih
mudah dikerjakan (konvensional) dan lebih murah jika ditinjau dari segi biaya. Perkuatan
pada elemen struktur dengan metode jacketing adalah dimana adanya penambahan luasan
tulangan baja dan beton yang diletakan pada sisi luar sekitar elemen beton eksisting.
Tujuannya adalah menaikkan performa dari elemen beton bertulang dalam menerima respon
beban dengan meningkatkan luasan penampang serta diharapkan akan terjadinya
peningkatan pengekangan pada elemen retrofit sehingga lebih daktail.
3
4. Bagaimana bentuk perilaku histerik dari kolom beton eksisting dengan perkuatan
concrete jacketing bertulangan bambu dengan pembebanan siklik.
1.5. Tujuan
4
4. Mendapatkan gambaran yang lengkap tentang bentuk perilaku histerik dari kolom beton
eksisting dengan perkuatan concrete jacketing bertulangan bambu dengan pembebanan
siklik.
1.6. Manfaat
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.6.1. Manfaat Penelitian Secara Umum
a) Laporan hasil penelitian yang telah dilaksanakan ini diharapkan dapat digunakan sebagai
kepustakaan, khususnya pada pengaplikasian retrofitting dengan metode concrete
jacketing pada elemen kolom.
b) Menambahkan dan memperluas informasi kepada masyarakat baik secara teoritis maupun
praktik terkait material bambu sebagai material alternatif pengganti baja yang dapat
digunakan sebagai tulangan retrofitting longitudinal pada konstruksi kolom beton
bertulang.
1.6.2. Manfaat Penelitian Secara Khusus
a) Menambahkan dan memperluas informasi terkait kapasitas ultimat sebelum dan setelah
perkuatan concrete jacketing bertulangan bambu dengan pembebanan siklik.
b) Memberikan informasi terkait titik performa dari kolom beton eksisting dengan
perkuatan concrete jacketing bertulangan bambu dengan beban aksial tekan dan
pembebanan siklik.
5
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2. 1 Energi yang dibutuhkan dalam memproduksi material terhadap tegangan material
yang dihasilkan (Janssen, 1981)
Energi Untuk Berat
Tegangan Rasio Energi Thdp
Material Memproduksi Volume
Tegangan Mekanis
MJ/kg MJ/m3 Kg/m3 N/mm2
Bambu merupakan material yang cukup potensi untuk digunakan pada konstruksi.
Bambu merupakan material tanaman alam yang perkembangannya sangat cepat, bahkan
dalam beberapa tahun (± 2 - 3 tahun) bambu telah dapat mencapai kapasitas mekanis ultimate
(Ghavami, 2005). Bambu sangat mudah ditemui di beberapa tempat di Indonesia, sangat
ekonomis. Bahkan jika ditinjau pada tabel 2.1 diatas dari segi produksi baja, maka
7
penggunaan bambu ditemukan dapat menggantikan 50 kali energi yang dibutuhkan dalam
memproduksi baja.
Dalam memilih bambu yang baik untuk digunakan sebagai bahan konstruksi harus
memperhatikan kualitas yang baik. (Lanang, 2017) memberikan beberapa cara teknis yang
perlu diperhatikan dalam memilih bambu, yaitu : a) Usia bambu berkisar antara 3 – 5 tahun,
b) bambu yang digunakan adalah bambu yang berada ± 1-1,5 meter diluar daerah pangkal
dan ujung bambu, c) memilih bambu pada daerah areal dengan kadar air tanah yang rendah.
Selain itu perlu juga untuk memperhatikan kondisi pada saat penenbangan (musim kering
atau penghujan).
2.1.1.2.Anatomi Bambu
(a) (b)
(c) (d)
8
Setiap jenis bambu memiliki sifat anatomi yang berbeda – beda namun masih
memiliki kesamaan ciri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Praptoyo, et al., 2012)
menunjukkan proporsi bahwa pada sel bambu apel tersusun atas serabut (23,85-58,81%),
pembuluh (5,04-19,43%), dan parenkim (36,15-59,11%). Sel-sel parenkim dan pembuluh
tapis sebagian besar terdapat pada 1/3 tebal batang bagian dalam, sedangkan serat terdapat
pada 1/3 tebal batang bagian luar (Liese, 1985 dalam (Praptoyo, et al., 2012)).
Serat sklerenkim adalah salah satu faktor yang akan mempengaruhi kekuatan dari
bambu. Bambu dengan kandungan serat sklerenkim yang tinggi berpengaruh positif terhadap
kekuatan. Serat sklerenkim tersebut jaringan yang bertanggungjawab terhadap kekuatan
pada tanaman berkayu. Kerapatan serat sel skelerenkim sangat dipengaruhi oleh usia bambu
walau tidak cukup signifikan. Pada bambu petung muda sebesar 0,4257 mm2/mm2, bambu
dewasa 0,4290 mm2/mm2 dan pada bambu tua 0,4282 mm2/mm2 (Mustafa, 2009).
9
Kadar air dalam bambu juga dipengaruhi oleh masa/ waktu penebangan bambu. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh (Haris, 2008) adalah pada masa penghujan, kadar air
dalam bambu adalah berkisar 24-30% hal ini juga akan berbeda – beda tiap lokasi batang
bambu. Akan tetapi pada saat musim kemarau (Nuriyatin, 2000 dalam (Haris, 2008))
menunjukkan hasil bahwa kadar air pada kondisi tersebut adalah berkisar 12-13%.
Perbedaan tingkat kadar air akan memberikan perbedaan terhadap sifat mekanik bambu,
semakin banyak kadar air dalam bambu maka semakin kecil sifat mekaniknya.
Dari hasil penelitian (Mustafa, 2009) massa jenis bambu petung muda sebesar 0,695
gr/cm³, bambu dewasa sebesar 0,809 gr/cm³ dan bambu tua sebesar 0,742 gr/cm³. Perbedaan
ini menunjukan bahwa terjadi pembentukan sel – sel didalam bambu dari masa usia muda
ke dewasa namun akan terjadi penurunan di masa dewasa ke tua karena beberapa sel telah
matang dan mati. Massa jenis dari bambu petung juga berbeda pada tiap lokasi peninjauan
batang.
10
P
σtarik = (N/mm2) (2-3)
A
Dengan :
Gambar 2. 2 Hasil Pengujian Kuat Tarik Bambu dan Baja (Morisco, 1999); dalam
(Lanang, 2017)
Kapasitas fisis maupun mekanik pada bambu tidak seragam dari tiap – tiap
bagiannya. Kapasitas mekanik bambu dalam menerima gaya tarik berbeda pada tiap bagian
batang bambu, bagian ujung memiliki kekuatan 12% lebih kecil dibandingkan dengan
bambu bagian pangkal (Rusli, et al., 2009). Selain itu, (Morisco, 1999) juga melakukan
11
pengujian spesimen pada beberapa macam bambu untuk mengetahui perbedaan kekuatan
tarik bambu bagian luar dengan bagian dalam. Dari hasil pengujian pada tabel 2.1 terlihat
bahwa bagian luar dari bambu memiliki nilai kuat tarik yang lebih dibandingkan dengan sisi
dalam bambu. Rasio perbandingan kondisi itu adalah sebesar 265%, kondisi ini jika kita
tinjau kembali dari segi anatomi bambu dimana pada sisi luar lebih banyak tersusun atas
serat bambu dan juga kulit bambu cukup untuk menyumbangkan kapasitas tarik bambu
seperti ditunjukan pada gambar 2.2.
Tabel 2. 2 Nilai rata – rata tegangan tarik bagian dalam dan luar bambu (Morisco, 1999)
Kuat Tarik Sejajar Serat (MPa) Rasio (%)
Jenis Bambu
Bagian Dalam (D) Bagian Luar (L) (L)/(D)
Ori 164 417 254
Petung 97 285 294
Hitam/ Wulung 96 237 247
Rata - rata 119 313 265
Pada buku – buku (nodia), serat-serat ini saling bertautan dan sebagian memasuki
diafragma dan cabang-cabang. Sebagai akibat dari diskontinyuitas serat ini maka umumnya
pada daerah buku – buku (nodia) merupakan titik terlemah dari batang bambu (Ghavami,
1988). Dari hasil pengujian pada tabel 2.2 terlihat bahwa bagian bambu tanpa buku dari
bambu memiliki nilai kuat tarik yang lebih besar dibandingkan dengan bambu dengan buku.
Rasio perbandingan kondisi itu adalah sebesar 202%.
Tabel 2. 3 Nilai rata – rata tegangan tarik bambu bagian buku dan tanpa buku (Morisco,
1999)
Kuat Tarik Sejajar Serat (MPa) Rasio (%)
Jenis Bambu
Tanpa Buku (TB) Buku (B) (TB)/(B)
Ori 291 128 227
Petung 190 116 164
Hitam/ Wulung 166 147 113
Legi 288 126 229
Galah 253 124 204
Apus 151 55 275
Rata – rata 223 116 202
12
b) Kuat Tekan Bambu
Pengujian mekanik yang cukup penting adalah pengujian kekuatan tekan. Pengujian
tekan dilakukan yaitu pada bagian ruas (internodia) dan pada bagian buku (nodia). Pengujian
tekan dilakukan dengan cara memberikan beban secara perlahan-lahan pada bambu dengan
kedudukan vertikal sampai contoh uji mengalami kerusakan. Bagian batang tanpa ruas
memiliki kekuatan tekan (8 – 45)% lebih tinggi dari pada batang bambu beruas (Rusli, et al.,
2009).
Sebagai material yang akan diaplikasikan pada elemen kolom, maka perlu
mengetahui kapasitas axial tekan dari bambu dan bentuk kegagalannya. Kegagalan yang
terjadi pada kolom akibat uji tekan adalah tiga jenis (Lanang, 2017) :
1. Kegagalan tekuk (buckling failure), kegagalan bambu berupa batang bambu menekuk akibat
yang kemudian ditandai bambu pecah (failure).
2. Kegagalan geser (split), kegagalan bambu langsung pecah dan terbelah arah longitudinal akibat
uji tekan.
3. Kegagalan tekuk dan geser, kegagalan bambu kombinasi tekuk dan geser yang terjadi bersamaan
saat bambu akan failure.
(a) (b)
Gambar 2. 3 Pengujian kuat tekan bambu a) sejajar serat, b) tegak lurus serat
(Setyo, et al., 2014)
13
P
σtekan = (N/mm2) (2-4)
A
Dengan :
Tabel 2. 4 Nilai rata – rata tegangan tekan bambu bagian buku dan tanpa buku (Morisco,
1999)
Bagian Bambu / Kuat Tekan
Rasio
(MPa)
Jenis Bambu
Tengah Ujung
Pangkal (P) P:T:U
(T) (U)
Petung 27,16 40,11 53,74 1 1,48 1,98
Galah 32,07 39,13 39,72 1 1,22 1,24
Apus 21,08 28,24 32,85 1 1,34 1,56
Rata - rata 26,77 35,83 42,10
Penelitian lain yang membahas terkait perbedaan kuat tekan arah sejajar dan tegak
lurus serat pada bambu lamina adalah yang dilakukan oleh (Setyo, et al., 2014). Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan hasil kuat tekan sejajar serat adalah sebesar 55,030 MPa
sedangkan pada kuat tekan tegak lurus serat adalah sebesar 17,96 MPa arah tangensial dan
17,34 arah radial.
14
c) Modulus Elastisitas (MoE)
Modulus elastisitas merupakan suatu besaran kekakuan lentur pada suatu bahan.
Besaran modulus elastisitas pada bambu lebih baik dari pada kayu, maka penggunaan
material bambu lebih tepat untuk rumah tahan gempa dibandingkan kayu. Karena
kemampuan deformasi material bambu pada masa inelastic cukup baik. Jika dilihat pada
gambar 2.4 maka adalah hubungan antara modulus young terhadap berat jenis material.
Material yang berada diatas garis merupakan material yang efektif dan efisien dimana
material tersebut memiliki modulus elastisitas yang cukup dan memiliki berat jenis yang
lebih kecil jika dibandingkan pada material dibawah garis miring tersebut. Bambu
merupakan salah satu material yang berada diatas garis miring tersebut, sehingga keberadaan
material bambu diharapkan dapat menjadi material konstruksi.
15
material tersebut. Gaya lekat pada struktur beton bertulang adalah gaya geser longitudinal
setiap satuan panjang tulangan yang terjadi pada permukaan tulangan dengan beton
sekelilingnya. Seperti model distribusi tegangan yang dikembangkan oleh (Nawy, 2010)
pada gambar 2.5 bahwa distribusi gaya lekat sepanjang tulangan tarik pada umumnya tidak
seragam.
Tulangan yang
mengalami beban
sentris T
Distribusi
Teg. lekat
Awal tes
Teg. lekat
rata-rata, µ
Akhir tes
Gambar 2. 5 Distribusi tegangan lekat antara tulangan dan beton (Nawy, 2010)
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi tegangan lekat antara tulangan dan beton
disekelilingnya adalah sebagai berikut (Nawy, 2010) :
1. Sifat adesi antara elemen beton dan tulangan
2. Efek cengkraman/ pegangan (gripping) akibat penyusutan beton pada masa
pengeringan
3. Tahanan gesek (friction) dan interlock pada saat elemen tulangan mengalami
tegangan tarik atau tekan
4. Mutu bahan, meliputi kuat tekan beton dan tegangan tarik tulangan
5. Efek penjangkaran tulangan yaitu seperti panjang penyaluran (development length),
panjang sambungan lewatan (lap splice) dan bengkokan tulangan (hooks)
6. Geometri penampang tulangan.
Sebagai material alam, bambu memiliki suatu kelemahan jika diaplikasikan sebagai
tulangan didalam beton. Tulangan bambu memiliki sifat kembang susut yang sangat tinggi,
sehingga hasil ini akan menghasilkan kuat lekat yang sangat kecil. Sehingga oleh beberapa
peneliti salah satunya (Nawy, 2010) dalam bukunya menyebutkan bahwa bambu, aluminium
atau karet tidak cocok untuk digunakan sebagai tulangan didalam beton. Akan tetapi,
beberapa penelitian tentang bambu untuk menaikkan kapasitas tegangan lekat bambu
16
semakin berkembang. Salah satu solusinya adalah dengan melakukan treatment pada sisi
luar bambu tersebut. Sehingga dalam penelitian ini nantinya akan melakukan treatment
dengan hal yang sama yang dilakukan oleh Ghavami, 2005 yaitu dengan pelapisan Sikadur
32-Gel pada sisi bambu.
b) Panjang Penyaluran
Panjang penyaluran (ld) adalah panjang tulangan yang tertanam di dalam beton
(embedment lenght) yang menjamin tulangan tertarik tepat saat tegangan elastis, mencapai
tegangan leleh (fy) dan saat tegangan putus (fr). Adapun model penanaman tulangan dalam
beton tampak seperti pada gambar 2.6.
As.f
y
ld
Gambar 2. 6 Hubungan Panjang Tulangan (Ld) Yang Tertanam Dalam Beton
17
T = Gaya Tarik (N)
µ = tegangan lekat (Mpa)
𝑙𝑑 = panjang penyaluran (mm)
𝑓𝑠 = tegangan leleh tulangan (Mpa)
db = diameter tulangan (mm)
c) Sambungan Lewatan
Adanya kemungkinan menyambung tulangan longitudinal didalam beton bertulang
harus disesuaikan dengan persyaratan sambungan lewatan yang ada. Sambungan lewatan
pada tulangan diharapkan mampu bekerja secara baik dan monolit sehingga ketika suatu
konstruksi kolom terkena beban dengan kekuatan nominal lentur maksimum tidak terjadinya
kegagalan pada daerah yang ada sambungan lewatannya dan juga agar penyaluran gaya
terhadap batang tulangan bekerja sempurna. Adapun itu diharapkan sambungan lewatan
tidak dilakukan pada daerah dengan momen lentur maksimum (momen lapangan).
Daktilitas antara beton dan tulangan baja yang menggunakan sambungan lewatan
harus tetap sama dibandingkan dengan dengan yang tanpa sambungan lewatan. Kebutuhan
akan panjang lewatan bertambah sesuai dengan meningkatnya tegangan dan bertambahnya
jumlah luas penampang tulangan pada sambungan.
Sambungan lewatan merupakan salah satu cara dalam metode penyambungan
tulangan yang terpasang didalam beton. Menurut SNI 2847- 2013 mensyaratkan bahwa
panjang minimum lewatan dari tulangan yang disambung adalah terbagi kedalam 2 kelas
yaitu A dan B sedangkan pada SK SNI T-15-1991-03 mensyaratkan panjang minimum
sambungan lewata adalah terbagi kedalam 3 kelas yaitu A, B dan C.
Kelas A : panjang sambungan lewatan sebesar 1,0 ld
Kelas B : panjang sambungan lewatan sebesar 1,3 ld
Kelas C : panjang sambungan lewatan sebesar 1,73 ld
ld (length development) merupakan panjang penyaluran tarik tulangan yang tertanam
didalam beton sesuai dengan peraturan yang ada dengan menyesuaikan dengan kuat leleh
tulangan (Fy) yang terpasang.
Besar dari panjang lewatan dibedakan atas beberapa kelas sambungan dengan tujuan
mendapatkan hasil dari overlapping tulangan yang disambung sehingga memberikan gaya
tarik pada sambungan sama dengan kekuatan tulangan. Pada praktekan dikondisi lapangan
pekerjaan, biasanya tulangan yang disambung dan penyambungnya ditempelkan pada
18
daerah overlapping tersebut. Pada balok dengan tulangan yang disambung dengan cara
lewatan (overlapping), peraturan SNI maupun CSA Standard menyarankan hal yang sama
yaitu panjang lewatan sambungan sebesar 1,3 kali panjang penyaluran, untuk kondisi umum
atau dapat dipakai sebesar 1,0 kali panjang penyaluran, jika tulangan yang dipakai ≥ 2 kali
yang dibutuhkan, dan sambungan tidak dilakukan pada satu tempat.
Dengan :
P (k g )
A A
P o t. A -A
19
2.1.2.2. Modulus Elastisitas Beton
Modulus elastisitas merupakan suatu besaran berupa angka konstanta yang
digunakan untuk mengukur ketahanan bahan dalam mengalami deformasi elastis ketika
bahan tersebut dibebani gaya. Tiap bahan mempunyai modulus elastisitas yang berbeda
ketika mengalami gaya axial berupa beban tarik atau beban tekan.
Nilai modulus elastisitas pada beton didapatkan dari perbandingan antara tegangan
dan regangan beton. Nilai modulus elastisitas pada beton tidak dapat ditentukan dengan
pasti, hal ini disebabkan karena bervariasinya beton terkait mutu beton, umur beton, dan
model pembebanan. Oleh karena itu perhitungan perencanaan modulus elastisitas pada beton
harus menggunakan rumus yang berbeda dengan bahan – bahan elastisitas linear.
Menurut SNI 03-2847-2013 pasal 8.5, menyebutkan bahwa rumus modulus
elastisitas untuk beton dengan nilai wc antara 1440 sampai 2560 kg/m3 adalah sebagai
berikut :
Dengan :
Ec = modulus elastisitas beton (N/mm2)
Wc = berat beton (Kg/m3)
Fc’ = kuat tekan beton (MPa)
Sehingga untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas pada beton bisa dicari dengan
cara analisa teoritis (pada rumus diatas) maupun dengan cara eksperimen (pengujian benda
uji).
20
3. Tegangan pada tulangan yang nilainya lebih kecil daripada kekuatan leleh fy harus
diambil sebesar Es dikalikan regangan baja (fy = Es. εs). Untuk regangan yang
nilainya lebih besar dari regangan leleh yang berhubungan dengan fy, tegangan pada
tulangan harus diambil sama dengan fy. (SNI 03-2847-2013 pasal 10.2.4)
4. Dalam perhitungan aksial dan lentur beton bertulang, kekuatan tarik beton harus
diabaikan. (SNI 03-2847-2013 pasal 10.2.5)
5. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan beton boleh
diasumsikan berbentuk persegi, trapesium, parabola, atau bentuk lainnya yang
menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik bila dibandingkan dengan hasil
pengujian tekan. (SNI 03-2847-2013 pasal 10.2.6)
6. Diagram distribusi tegangan tekan beton yang berbentuk parabola dapat diasumsikan
menjadi persegi panjang dimana tegangan beton 0,85. fc terdistribusi merata
setinggi a = β1. c dimana c adalah jarak serat tekan terluar terhadap garis netral. Untuk
fc antara 17 dan 28 MPa, β1 harus diambil sebesar 0,85. Untuk fc diatas 28 MPa, β1
harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan kekuatan sebesar 7 MPa di
atas 28 MPa, tetapi β1 tidak boleh diambil kurang dari 0,65. (SNI 03-2847-2013 pasal
10.2.7)
2.1.3. Daktilitas
2.1.3.1. Pengertian Daktilitas
Daktilitas merupakan kemampuan material atau elemen struktur atau sistem struktur
secara kompleks dalam mengalami deformasi yang besar dan pada beberapa siklus dari
deformasi antara pasca leleh (elastic limit) dan masih mempertahankan kekuatan tanpa
terjadi penurunan yang signifikan. Daktilitas diperlukan sangat penting oleh struktur untuk
merespon beban gempa besar yang terjadi pada struktur (seismic loading) termasuk
menyerap energi (dissipation energy).
Pengertian daktilitas dapat ditinjau dari 2 jenis metode per
Daktilitas dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara deformasi pada saat
ultimat dan deformasi pada saat terjadi leleh pertama. Sedangkan penentuan nilai titik leleh
ditunjukan pada gambar XX. Dari beberapa alternatif yang disarankan dalam menentukan
titik leleh, banyak para penelitan yang telah menggunakan opsi D atau penentuan titik leleh
berdasarkan ekivalensi titik leleh pada saat elasto-plastis.
21
Δu
μ= (2-9)
Δy
Dengan :
μ = Faktor daktilitas
22
beban secara terus menerus, maka daerah tersebut harus didesain dengan daktilitas yang
tinggi.
Daktilitas adalah kempuan dari suatu struktur untuk tidak mengalami keruntuhan
secara tiba-tiba, tetapi masih mampu berdeformasi cukup besar pada saat beban maksimum
sebelum struktur tersebut mengalami keruntuhan. (Park & Paulay, 1975). Sedangkan
menurut (Park and Ruitong, 1988, Paulay and Priestlay, 1992) daktilitas menunjukkan
kemampuan struktur dalam menahan pengaruh deformasi akibat kondisi pembebanan yang
berlebihan. Daktilitas yang sering dijadikan parameter yang ingin dicapai oleh setiap
perencana yang menginginkan suatu struktur yang handal. Dengan terjadinya daktilitas pada
suatu struktur, terjadinya kerusakan atau bahkan korban jiwa akibat beban gempa dapat
dikurangi.
Suatu elemen struktur yang terdiri dai balok, kolom dan plat wajib di desain daktail.
Berikut beberapa klasifikasi daktilitas yang sering dipergunakan di dalam sejumlah literatur
adalah:
1. Daktilitas Material (Material Ductility)
Merupakan karakteristik material saat deformasi plastis dibawah pembebanan, yang
menghasilkan hubungan antara tegangan-regangan material tersebut. Daktilitas ini
merupakan rasio antara regangan ultimit terhadap regangan leleh pertama sesuai
Persamaaan 2.80.
𝜀𝑢
𝜇𝑚 = ................................................................................................. (2-80)
𝜀𝑦
23
3. Daktilitas Elemen (Rotation Ductility)
Daktilitas elemen tergantung dari properti elemen tersebut. Hubungan antara besaran
momen terhadap rotasi elemennya dipakai untuk menentukan nilai daktilitas elemen.
Daktilitas ini merupakan rasio antara rotasi ultimit terhadap rotasi leleh pertama, seperti
yang ditunjukkan oleh Persamaan 2.82.
θ𝑢
𝜇r = ................................................................................................... (2-82)
θ𝑦
24
sangat relevan terhadap hubungan antara beban/ kekuatan terhadap deformasi struktur. Pada
saat beban berulang (cyclic loading) dimasa respon elastic, maka kurva beban-perpindahan
dapat diidealisasikan menjadi kurva linear. Pembandingan kemiringan garis elastis antara
beban terhadap deformasi adalah yang disebut sebagai nilai kekakuan.
Sehingga pada struktur dengan pengujian beban 1 arah dapat digunakan rumus
kekakuan sebagai berikut :
Sy Py
K= = (2-10)
Δy Δy
Sedangkan pada struktur yang mengalami beban siklik maka kekakuan ditetapkan
sebagai kemiringan garis pada puncak – puncak beban maksimum pada tiap arah- arahnya
dirumuskan sebagai berikut :
25
Gambar 2. 11 Kurva histersis dan Kurva Backbone (J. C. Alvarez, 2017)
2.1.6. Kolom
2.1.6.1.Pengertian Kolom
Kolom (Column) menurut SNI-2847-2013 adalah komponen struktur dengan rasio
tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melampaui 3 yang digunakan terutama untuk
menumpu beban tekan aksial. Untuk komponen struktur dengan perubahan dimensi lateral,
dimensi lateral terkecil adalah ratarata dimensi atas dan bawah sisi yang lebih kecil. Apabila
rasio bagian tinggi dengan dimensi lateral terkecil kurang dari tiga disebut pedestal.
2.1.6.2.Perencanaan Kolom
Dalam menghitung komponen struktur terhadap beban lentur atau aksial atau
kombinasi beban lentur dan aksial, asumsi dalam perencanaan sebagai berikut.
1. Regangan dalam tulangan dan beton berbanding langsung dengan jarak dari sumbu
netral.
2. Regangan maksimum yang digunakan pada serat beton tekan terluar ɛc = 0,003.
26
3. Tegangan fs dalam tulangan dibawah kuat leleh yang ditentukan fy untuk mutu tulangan
yang digunakan adalah fs = Es* ɛs , dan untuk regangan yang lebih besar regangan yang
memberikan fy : fs = fy.
4. Distribusi tegangan tekan dianggap suatu distribusi tegangan beton persegi ekivalen
dengan ketentuan :
Tegangan beton sebesar 0,85f’c terdistribusi secara merata pada daerah tekan
ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan garis lurus yang sejajar dengan
sumbu netral sejajar a = β1.c dari serat dengan regangan tekan maksimum.
Jarak c dari serat dengan regangan maksimum ke sumbu netral diukur dalam arah
tegak lurus terhadap sumbu tersebut.
Faktor β1 = 0,85 untuk kuat tekan beton f’c hingga atau sama dengan 30 Mpa. Untuk
kekuatan diatas 30 Mpa, β1 direduksi secara menerus sebesar 0,008 untuk setiap
kelebihan 1 Mpa diatas 30 Mpa, tetapi β1 tidak boleh diambil kurang dari 0,65.
2.1.6.3.Analisis Kolom
Beban axial besar dengan mengabaikan momen (Axial
Murni)
Kegagalan terjadi ketika dimulai dari beton yang
hancur, kemudian batang tulangan di kolom telah
mencapai tegangan leleh tekan (McCormac, et al.,
2013).
Pada kondisi beban sentris pada kasus ini,
menyebabkan tegangan tekan yang bekerja pada
bidang adalah merata. Ini berarti bahwa regangannya
antara tulangan dan beton akan merata dan terjadi
secara bersamaan. Sehingga dalam kondisi aksial
murni dari segi konsep dapat mengabaikan konsep
kompatibilitas (compatibility) (Nawy, 2010).
Tegangan tekan aktual tekan beton adalah hanya
dapat dipertahankan sekitar 85% (Nawy, 2010).
Sehingga rumusan yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut :
P0 = 0,85 (Ag – Ast) f’c + Ast. Fy (2-12)
27
Dengan :
Ag = Luas Gross penampang kolom
Ast = Luas penampang tulangan dalam kolom
f’c = Kuat tekan beton
fy = Kuat tekan tulangan
Beban axial besar dengan momen kecil
Sangat sulit untuk melihat struktur secara actual
bahwa pada elemen kolom dengan eksentrisitas yang
nol (sentris). Sehingga dari segi perencanaan harus
mereduksi hal ini dengan mengasumsikan adanya
eksentrisitas kecil yang timbul (Nasution, 2009).
Ketika beban axial tidak sentris atau memiliki
eksentrisitas yang kecil maka akan timbul momen
lentur yang kecil.
Pada kondisi ini menyebabkan tegangan tekan pada
bidang kolom tidak merata. Disatu sisi mengalami
tegangan tekan yang lebih tinggi/ rendah
dibandingkan pada sisi lain. Sehingga perlu
dilakukan reduksi lagi terhadap kapasitas tekannya.
Sesuai yang diatur pada (SNI 2847:2013, 2013) pasal
10.3.6 terkait beban aksial dengan eksentrisitas kecil
maka koefisien reduksi yang digunakan adalah :
Untuk kolom bertulangan sengkang kotak
(20%) :
Pn = 0,80 [0,85 (Ag – Ast) f’c +
(2-13)
Ast. Fy]
Untuk kolom bertulangan sengkang spiral
(15%) :
Pn = 0,85 [0,85 (Ag – Ast) f’c +
(2-14)
Ast. Fy]
28
Eksentrisitas yang lebih besar
Jika eksentrisitas lebih besar dari kasus sebelumnya,
ketegangan akan mulai berkembang di satu sisi
kolom, dan baja di sisi itu akan mengalami tegangan
tarik walaupun belum mencapai maksimal. Di sisi
lain, baja akan mengalami tekan (McCormac, et al.,
2013)
Kegagalan akan terjadi sebagai akibat dari
kehancuran pada sisi tekan.
Kegagalan yang akan terjadi adalah kegagalan tekan
Kondisi pembebanan seimbang (balanced condition)
Ketika eksentrisitas semakin naik, akan terjadi
tegangan leleh tulangan yang pada saat bersamaan
pula pada sisi beton yang lain akan terjadi tegangan
tekan beton maksimum 0,85f’c (Nawy, 2010).
Atau dengan kata lain, tercapainya regangan beton
serat paling atas (beton) εc = 0,003 bersamaan pula
regangan tulangan tarik mencapai εs = εy = fy/Es
(Nasution, 2009)
Kondisi Momen Besar dan Axial Relative Kecil (pure
bending)
Ketika eksentrisitas semakin naik, kegagalan pada
kolom ditandai dengan lelehnya tulangan pada sisi
tarik penampang yang lemah dan akan terjadinya
spalling pada beton dan hancur.
Kondisi Lentur Murni (pure bending)
Pada kondisi lentur murni maka tegangan tekan pada
tulangan diabaikan (Nawy, 2010).
Analisa yang dilakukan pada kondisi ini sama halnya
pada analisa elemen balok lentur, hal ini dikarenakan
kegagalan yang terjadi pada kondisi ini adalah sama
dengan balok.
29
a) Perilaku Kolom Akibat Kondisi Aksial Murni
beban akhir kolom tidak bervariasi dengan pemuatan riwayat. ketika beban dinaikkan, baja
biasanya akan mencapai kekuatan luluh sebelum beton mencapai kekuatan penuhnya.
Namun, pada tahap ini kolom belum mencapai beban utamanya. kolom dapat membawa
beban lebih lanjut karena baja menopang tegangan luluh sementara deformasi dan beban
meningkat sampai beton mencapai kekuatan penuhnya
30
31
Kolom di sebut kolom pendek apabila pengaruh bentang atau lendutan saat di bebani kecil
dan dapat diabaikan. Kebanyakan kolom pada portal (kurang lebih 90%) atau kolom tanpa
kekanngan samping (kira-kira 40%) direncanakan sebagai kolom pendek. Bentang
maksimum kolom pendek tergantung dari bentuk deformasi. Pada kolom pendek, kapasitas
beban aksial kolom berkurang bila ada beban kerja momen. Diagram yang menyatakan
hubungan kapasitas aksial kolom terhadap momen lentur disebut diagram interaksi. Secara
skematis diagram ini digambarkan sebagai berikut:
Setiap pasangan beban (Mn,Pn) yang berada disisi dalam kurva merupakan
kombinasi pembebanan yang mampu di tampung penampang kolom, sedangkan setiap
kombinasi beban (Mn,Pn) pada sisi luar kurva menyatakan kombinasi beban melebihi
kapasitas penampang. Garis radial yang di Tarik dari titik O menyatakan konstanta
perbandingan Mn terhadap Pn, yaitu eksentrisitas e beban.
Kondisi Titik Mn(kN-m) Pn(kN) e(mm)
Aksial sentris 1 0 P0 -
Kontrol desak 2 Mna Pn(max) min e
Kondisi Seimbang 3 Mnb P1 b e
Kontrol tarik 4 Mnc 0 -
Lentur murni 5 0 P2 -
32
Dari lima kajian kondisi beban di tabel 2.6, dapat dibuat kurva diagram interaksi
kolom. Diagam interaksi kolom ini merupakam lengkung selimut (envelope) kapasitas
penampang. Setiap titik pada kurva menunjukan hubungan antara beban nominal aksial Pn
dengan momen nominal lentur Mn untuk penampang kolom yang telah ditetapkan luas
tulangan totalnya.
SNI 03-2847-2002 memberikan pembatasan tulangan untuk komponen struktur yang
di bebani kombinasi lentur dan aksial tekan. Untuk kuat rencana ΦP kurang dari nilai terkecil
antara 0,10fcAg dan ΦPb, maka rasio penulangan ρ tidak boleh melampaui nilai 0,75 ρb
dari penampang yang mengalami lentur tanpa beban aksial.
Komponen yang menahan lenturan murni, tanpa beban aksial, digunakan factor
reduksi kekuatan Φ= 0,8,untuk pembahasan kolom, digunakan factor reduksi kekuatan Φ =
0,70 untuk kolom dengan pengikat spiral, dan Φ = 0,65 untuk kolom dengan pengikat
sengkang. Tulangan minimum dipasang tidak boleh kurang dari 1% luas penampang beton
𝐴𝑡
atau ρ = > 0,01, mengingat sifat susut dan rangkak beton. Tulangan maksimum tidak
𝑏ℎ
𝐴𝑡
boleh di pasang lebih dari 8% luas penampang beton atau ρ = 𝑏ℎ. ≤ 0,08
33
leleh) dan berahir di deformasi geser (deformasi geser menjadi lebih dominan). Model
kegagalan ini disebut dengan kegagalan lentur-geser. Kegagalan lentur terjadi akibat
kerusakan yang disebabkan oleh deformasi lentur seperti tekuk tulangan longitudinal dan
hancur (crushing) atau mengelupasnya (spalling) beton.
Selain dari pola retak yang diamati dan strain bar yang sebenarnya, klasifikasi mode
kegagalan juga dapat dilakukan melalui pendekatan lain. Ini dilakukan dengan analisis
keadaan tegangan disepanjang tulangan utama. Konsep di balik teori model truss dan arch
digunakan dan perbandingan antara eksperimen dan distribusi regangan teoritis berdasarkan
pada berbagai mode kegagalan dilakukan. Sesuai teori garis baik untuk the shear and bond
splitting yang diturunkan menggunakan model the truss and arch dengan pertimbangan efek
beban aksial dengan asumsi bahwa batang utama berada dalam rentang elastis. Juga, untuk
pemisahan ikatan kapasitas kolom beton pracetak, diameter selimut digunakan sebagai nilai
kerja untuk diameter dari tulangan utama.
34
Rasio volume tulangan transversal terhadap inti beton, karena tekanan dari inti beton
akan mengekang sisi tulangan transversal (Park, et al., 1974).
Kekuatan tarik leleh dari tulangan transversal, karena kekangan akan menekan sisi
tulangan transversal (Park, et al., 1974).
Spasi dari tulangan transversal yang cukup kecil akan memberikan daerah tidak
terkekang yang lebih kecil pula sehingga nilai total kekangan cukup besar, begitupula
sebaliknya (Park, et al., 1974).
Rasio dari diameter tulangan transversal terhadap sisi panjang dari tulangan
transversal, karena tulangan transversal dengan diameter yang besar akan
memberikan efek kekangan yang lebih efektif (Park, et al., 1974).
Jumlah dan ukuran dari tulangan longitudinal, karena tulangan ini akan membantu
kekangan pada inti beton (Park, et al., 1974).
Mutu beton, karena beton mutu rendah lebih cenderung daktail dibandingkan beton
mutu tinggi (Park, et al., 1974).
Siklus pembebanan, karena tegangan dan regangan dalam beton tergantung dengan
waktu pembebanan (Park, et al., 1974).
Ketebalan penutup beton, sisi beton tidak terkekang terjadi pada areal penutup beton.
Ketika beban meningkat maka sisi penutup beton akan mulai pecah (spalling).
Bahkan ketika regangan tekan beton mencapai 0,003 – 0,005 maka beton sudah
kehilangan kekuatan. Maka pada kolom dengan cukup pengekeangan maka efek
rasio dari luas total (Ag) beton terhadap luas beton terkekang (Ac) tidak boleh
melewati 1,3 (Subramanian, 2011).
35
tranversal jika dibandingkan dengan beton yang tidak terpasang tulangan tranversal. Oleh
karena itu semakin tinggi beban aksial yang bekerja terhadap kolom, semakin banyak pula
tegangan lateral yang diperlukan agar struktur lebih kuat dan daktail. Namun, jarak sengkang
yang sangat kecil akan menyebabkan agregat kesulitan dalam memasukan pada proses
pemadatan.
(Gambar 2.5) memperlihatkan bahwa pada tegangan awal, modulus elastisitas beton
terkekang dengan beton yang tidak terkekang mempunyai bentuk yang sama. Artinya pada
tegangan awal tersebut, tulangan tranversal tidak memberikan tahanan lateral secara aktif.
Deformasi lateral yang disebabkan oleh beban aksial yang bekerja pada beton mendapatkan
tahanan dari ikatan antara partikel beton.
Pada saat tegangan mencapai 0,4 f’c, perilaku kurva tegangan - regangan beton mulai
menunjukan bentuk non-linier. Ditandai dengan mulai runtuhnya selimut beton dan
mempunyai perilaku tegangan – regangan yang berbeda dengan inti beton. Tulangann
tranversal yang terpasang dapat mengakibatkan kekangan lateral sebagai reaksi dari
deformasi lateral beton. Kekangan lateral yang terjadi dapat meningkatkan kekuatan dan
daktilitas beton terkekang dibanding dengan beton tidak terkekang.
Seperti pada grafik yang terlihat pada grafik, beton terkelang menunjukan yang lebih
landai setelah mencapai puncaknya. Artinya daktilitas yang dihasilkan lebih besar
dibandingkan dengan beton yang tidak terkekang. Hal ini disebabkn karena daya dukung
pada beton sebagian besar berasal dari tulangan lateral.
36
Gambar 2. 14 Parameter control kurva hubungan tegangan-regangan beton terkekang oleh
Kent dan Park (Kent, et al., 1971)
A. Kurva Menanjak (Ascending Branch), untuk Persegi
Bagian AB; εc ≤ 0,002
2𝜀𝑐 ε 2
fc = fc’ [ - ( c )] (2-15)
0,002 0,002
3 𝑏′′
ε50h = 𝜌𝑠 √ (2-18)
4 𝑠ℎ
2. Menurut Sabariman et al. (2004), kekuatan penampang kolom beton terkekang harus
dianalisis berdasarkan beberapa fase, penentuan letak fase ini ditinjau atas dasar
tegangan regangan beton yang terjadi (Gambar 2.7).
38
2.1.8. Rehabilitasi Beton Bertulang
2.1.8.1.Konsep Umum
Kerusakan pada struktur bisa terjadi secara sebagian (local) dan seluruh (global).
Kerusakan dari global akan terjadi jika beberapa elemen struktur telah mengalami kerusakan
lokal. Struktur yang telah mengalami kerusakan akan mengalami fase dimana kapasitas yang
dimilikinya sudah tidak dapat menahan beban yang ada. Kerusakan bisa terjadi pada 4
kondisi yaitu kesalahan pada masa perencanaan struktur, kesalahan pada masa pelaksanaan
(poor quality construction), Overloading pada keadaan dimasa layan (beban layan gravitasi
dan beban gempa) dan keadaan dimana terjadinya perubahan/ revisi standar perencanaan
bangunan gedung terbaru. Kerusakan – kerusakan pada beton kemudian oleh (Delatte, 2009)
disimpulkan kedalam bagan seperti gambar dibawah ini.
Secara ringkas, strategi yang dilakukan pada kegiatan retrofit dilakukan pada struktur
untuk meningkatkan keamanan bangunan eksisting. Secara konsep besar tingkat keamanan
bangunan ditinjau dari dua faktor besar yaitu demand dan capacity dari struktur tersebut.
Tujuan dari upaya retrofit yaitu meningkatkan kekakuan/ kekuatan, meningkatkan daktilitas,
memperbaiki energi disipasi struktur, meningkatkan fungsi layan bangunan (Boen, et al.,
39
2010). Agar struktur dapat berfungsi kembali maka perlu dilakukan retrofit berupa tindakan
– tindakan yang dapat dilakukan pada keadaan kerusakan secara struktur yaitu restorasi
(restoration) dan perkuatan (strengthening).
Banyak metode yang saat ini dapat dipilih sebagai metode untuk melakukan retrofit
pada elemen struktur. Tentunya pemilihan metode perkuatan dipengaruhi oleh beberapa
pertimbangan yaitu Efektivitas dari metode yang dipilih jika ditinjau dari segi teknis,
kemudahan pelaksanaan dan yang paling penting adalah biaya perbaikan retrofit.
40
4. Memilih metode perkuatan yang sesuai dengan material, spesifikasi struktur dan
metode konstruksi.
5. Mengevaluasi performa dari struktur hasil perkuatan dan memverifikasi terhadap
performa yang dibutuhkan struktur.
41
kemudian dibangun ulang dari awal. Walaupun memang kondisi ini sangat bervariatif, yaitu
tergantung dengan tingkatan kerusakan struktur (Rodriguez, et al., 1991).
Dalam metode ini adalah perbaikan struktur beton dilakukan dengan penambahan
luasan dari penampang eksisting dengan lapisan beton baru dan tulangan longitudinal serta
transversal. Metode ini cukup efektif dalam menaikan kapasitas mekanik elemen beton,
meningkatkan kekakuan dan elemen beton menjadi lebih terkontrol terhadap deformasi.
Elemen beton yang telah dilakukan perbaikan dan perkuatan dengan metode ini akan lebih
tahan terhadap permasalahan buckling/ tekuk lokal elemen. Hal ini dikarenakan beton akan
lebih memiliki sifak pengekangan (confinement) yang lebih baik karena diselimuti oleh
komponen beton yang baru. Metode inin sangat cocok untuk diterapkan pada perbaikan dan
perkuatan elemen kolom.
(a) (b)
42
2.2.8 Penyelesaian Simulasi Numerik
2.2.8.1 Konsep Simulasi Numerik
2.2.8.2 Perangkat Lunak (Abaqus)
Interface Program
43
Gambar 2. 20 View Solid Benda Uji
44
Gambar 2. 22 Output Deformasi Benda Uji
45
2.2. Beberapa Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan oeleh penelti lainnya
terhadap upaya retrofit pada beton yang dianggap relevan dalam mendukung penelitian ini.
Berbagai penelitian yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Perlakuan Retrofit
Tahun Peneliti Topik/ Judul
Beton Bertulang
46
1. Penelitian yang dilakukan oleh Eduardo N. B. S., Julio, Fernando A. B. Branco dan Vitor
D. Silva pada tahun 2005 yang berjudul “Reinforced Concrete Jacketing – Interface
Influence on Monotonic Loading Response” yang menyelidiki tentang kapasitas kolom
yang telah dilakukan retrofit dengan metode Concrete Jacketing pada beberapa
perlakuan yang spesifik terhadap hubungan antara beton lama/ eksisting dan beton baru/
jacketing terhadap beban uji satu arah. Adapun perlakuan model benda uji dan kapasitas
axialnya yang ada pada penelitian ini adalah sesuai pada tabel dibawah.
Dari hasil pengujian axial diatas menunjukan bahwa kolom dengan perlakuan pengasaran
pada daerah permukaan beton lama dan beton baru akan menghasilkan kapasitas mekanis
yang lebih baik dibandingkan lainnya. Hal ini adalah salah satu upaya untuk
meningkatkan ikatan komposit diantara material penyusunnya. Terlihat bahwa metode
yang paling efektif dalam penelitian ini adalah kolom yang diperkuat dengan jacketing
yang kemudian dilapisi dengan sandblasting dan ada baja connector.
47
Gambar 2. 23 Output Deformasi Benda Uji (Julio, et al., 2008)
Hasil eksperimen juga menunjukan bahwa kolom yang diperkuat dengan perlakuan
pemberian sandblasting dan konektor baja antara beton lama dan baru memiliki
kapasitas beban lateral dibandingkan dengan perkuatan beton biasa tanpa perlakuan
khusus.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Eduardo N. B. S., Julio dan Fernando A. B. Branco pada
tahun 2008 melakukan penelitian lanjutkan yang berjudul “Reinforced Concrete
Jacketing – Interface Influence on Cyclic Loading Response” yang menyelidiki tentang
kapasitas kolom yang telah dilakukan retrofit dengan metode Concrete Jacketing pada
beberapa perlakuan yang spesifik terhadap hubungan antara beton lama/ eksisting dan
beton baru/ jacketing terhadap beban uji siklik/ bolak – balik. Adapun perlakuan model
benda uji dan hasil pengujian yang ada pada penelitian ini adalah sesuai pada tabel
dibawah.
Tabel 2. 7 Deskripsi model dan kekuatan axialnya (Julio, et al., 2008)
48
Gambar 2. 24 Output Deformasi Benda Uji (Julio, et al., 2008)
Jika dilihat dari hasil diatas maka kolom dengan perkuatan rata – rata menunjukkan hasil
yaitu kapasitas disipasi energi yang lebih baik dibandingkan dengan kolom tanpa
perkuatan. Dari beberapa perlakuan pada benda uji, terlihat bahwa kolom yang diretrofit
dengan perlakuan memberi sandblasting pada sisi beton lama yang berkontak langsung
dengan beton baru akan memberikan hasil yang cukup baik. Hal ini dikarenakan friksi/
gesekan antara beton baru dan beton lama menjadi lebih baik. Selain itu, aksi komposit
nya juga lebih baik.
49
3. Penelitian yang dilakukan oleh Arifi Soenaryo, M. Taufik H dan Hendra Siswanto pada
tahun 2009 yang berjudul “Perbaikan Kolom Beton Bertulang Menggunakan Concrete
Jacketing Dengan Prosentase Beban Runtuh Yang Bervariasi” yang menyelidiki tentang
kapasitas kolom yang telah dilakukan retrofit dengan metode Concrete Jacketing
terhadap variasi beban runtuh awal (preloading). Hasil eksperimen menunjukan bahwa
kolom yang telah dilakukan retrofit dengan metode tersebut akan memberikan hasil
peningkatan kapasitas axial naik sebesar 336% - 502%. Sedangkan jika ditinjau terhadap
kemampuan berdeformasi, maka kolom yang telah diretrofit dengan metode tersebut
memiliki nilai lendutan sekitar 200% lebih kecil dibandingkan deformasi kolom
eksisting.
Terlihat pada gambar 2.18 diatas, menunjukan bahwa kolom beton bertulang paling
efektif untuk diperbaiki melalui concrete jacketing setelah menerima beban runtuh awal
(preloading) sebesar 75% dari nilai P axial maksimum. Dari hasil itu terlihat bahwa
kemungkinan dari kapasitas pada preloading 75% P paling besar dikarenakan adanya
kemungkinan yaitu pada kondisi pembebanan 85%P yaitu beton sudah banyak
mengalami kerusakan sehingga pada saat perbaikan ada beberapa spaling dan retak
mikro pada sisi dalam kolom yang tidak terjangkau sehingga membuat titik terlemah.
Sedangkan pada kondisi preloading 65%P harusnya memiliki kapasitas axial lebih baik
dibandingkan 65%, hal ini dimungkinkan dengan metode perbaikan retrofit pada 65%P
sulit dilakukan karena ada kemungkinan pada beberapa retak di inti beton yang tidak
dapat dijangkau.
50
4. Penelitian yang dilakukan oleh Rizky Adhi Perdana Saputra, Christin Remayanti dan Ari
Wibowo pada tahun 2018 yang berjudul “Pengaruh Jarak Sengkang Dari Metode Jaket
Beton Bertulang Bambu Pada Kolom Beton Bertulang Ringan” yang menyelidiki
tentang pengaruh dari spasi tulangan sengkang pada perbaikan kolom dengan metode
concrete jacketing. Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode
konvensional dalam hal peningkatan pengekangan pasca retrofit dengan konfigurasi
tulangan sengkang.
Tabel 2. 8 Deskripsi model dan hasil pengujian (Saputra, et al., 2018)
Benda Uji
Pengujian
A1 A2 B1 B2
Tulangan
utama 4 (10x10mm) 4 (10x10mm) 8 (10x5mm) 8 (10x5mm)
Deskripsi
retrofit
Benda
Tulangan
Uji
sengkang 9,3 cm 14 cm 9,3 cm 14 cm
retrofit
Kuat Tekan (Axial)
228,9 236 202,03 199,3
Kolom Asli (kN)
Kuat Tekan (Axial)
192,45 161,516 243,12 127,3
Kolom Retrofit (kN)
Defleksi Maksimum
9,6 6,0 15,3 5,5
Kolom Retrofit (mm)
Kekakuan Kolom
61,29 62,34 84,59 75,87
Retrofit (kN/mm)
Modulus Elastisitas
Kolom Retrofit 0,5675 0,5772 0,7832 0,7024
(kN/mm2)
Peningkatan
Daktilitas Kolom 35,84 88,62 75,55 48,86
Retrofit (%)
Jika ditinjau dari segi kapasitas axial maka benda uji kolom retrofit pendek dengan jarak
sengkang yang lebih rapat menghasilkan kapasitas kuat tekan beton yang lebih tinggi.
Kalau dilihat dari pengaruh jumlah tulangan utama/longitudinal juga akan berpengaruh
terhadap kapasitas axial, kekakuan dan modulus elastisitas dari kolom retrofit. Hal ini
dikarenakan pengekangan pada beton akan lebih maksimal jika daerah volumetrik pada
daerah terkekang pada beton menjadi lebih besar. Akan tetapi pengaruh daktilitas pada
benda uji kurang dapat terlihat karena pada jurnal laporan penelitian yang tersedia tidak
menjelaskan tentang pola keruntuhan dan mekanisme kerusakan dari benda uji. Namun
pada kesimpulan laporan menjelaskan bahwa kemungkinan dari nilai daktilitas yang
51
kurang sesuai dengan teori disebabkan adanya ketidakseragaman dari proses
pengecoran.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Ngakan Made Nabil Akmal, Ari Wibowo dan Christin
Remayanti pada tahun 2018 yang berjudul “Pengaruh Variasi Rasio Tulangan
Longitudinal Bambu Pada Kolom Retrofit Dengan Metode Jaket Beton” yang
menyelidiki tentang pengaruh dari spasi tulangan sengkang pada perbaikan kolom
dengan metode concrete jacketing. Metode yang digunakan pada penelitian ini
merupakan metode konvensional dalam hal peningkatan pengekangan pasca retrofit
dengan konfigurasi rasio penulangan tulangan utama.
Tabel 2. 9 Deskripsi model dan hasil pengujian (Akmal, et al., 2018)
Benda Uji
Pengujian
A1 B1 C1 D1
Tulangan
Deskripsi
Utama 4 (10x10mm) 8 (10x5mm) 4(10x20mm) 8 (10x10mm)
Benda
Retrofit
Uji
Rasio Tul. 1,23 1,23 2,47 2,47
Kuat Tekan (Axial)
197,2 190,4 223,9 181,4
Kolom Asli (kN)
Kuat Tekan (Axial)
235,0 219,4 242,4 236,2
Kolom Retrofit (kN)
Defleksi Maksimum
1,58 0,86 1,60 1,19
Kolom Retrofit (mm)
Kekakuan Kolom
111,42 192,34 113,96 148,80
Retrofit (kN/mm)
Modulus Elastisitas
Kolom Retrofit 1,032 1,781 1,055 1,378
(kN/mm2)
Peningkatan
Daktilitas Kolom 32,89 -4,66 25,99 95,89
Retrofit (%)
Pada penelitian ini ditemukan bahwa rasio tulangan utama/ longitudinal akan
berpengaruh positif pada kuat tekan axial. Namun tidak selamanya rasio penulangan
akan berpengaruh terhadap kapasitas axial dikarenakan pengaruh dimensi dari tulangan
bambu juga akan berpengaruh. Pada kondisi penelitian diatas ditemukan bahwa kolom
dengan tulangan bambu yang berdimensi kecil juga akan menghasilkan kapasitas axial
yang kecil jika dibandingkan dengan kolom bertulangan lebih besar dengan rasio yang
kecil. Hal ini adanya kemungkinan tulangan bambu yang berdimensi kecil akan
mengalami tekuk (buckling) pada saat berdeformasi sebelum mancapai kapasitas
52
maksimum sesuai analisa teori. Disisi lain, penambahan rasio dari tulangan longitudinal
tidak menjamin adanya hubungan yang berbanding lurus terhadap nilai kekakuan,
modulus elaktisitas dan daktilitas.
53
BAB III
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya serta
rumusan masalah yang merumuskan batasan masalah dari penelitian ini, maka digambarlah
suatu konsep kerangka berpikir. Tujuannya adalah agar penelitian ini lebih dapat dipahami.
Berikut gambaran kerangka konsep yang ada dalam penelitian ini :
Simulasi
Eksperimental
Numerik
Validasi Hasil
Kapasitas dan Perfoma Benda Uji
Perbaikan dengan Metode Concrete
Jacketting
Solusi dan
Rekomendasi Hasil
54
Adapun penjelasan dari gambar Algoritma diatas adalah sebagai berikut :
1. Indonesia merupakan salah satu daerah rawan gempa. Hal ini karena dilalui oleh jalur
pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia,
dan lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan intensitas terjadinya gempa di Indonesia
sangat sering, sehingga menimbulkan kerugian cukup besar dari segi bangunan
maupun keselamatan manusia. Dampak kerusakan pada struktur bangunan yg sering
terjadi pada kondisi pasca gempa adalah elemen kolom. Untuk itu dilakukan suatu
solusi perbaikan pada elemen tersebut dengan menggunakan metode concrete
jacketing.
2. Dasar dari pemilihan metode perbaikan dengan concrete jacketing karena
pelaksanaannya cukup mudah, material yang didapat sama seperti pekerjaan beton
konvensional. Pada penelitian ini juga dicoba memberikan rekomendasi atas
pemanfaatan terhadap penggunaan bambu sebagai tulangan utama dalam bahan
retrofit metode concrete jacketing.
3. Efektifitas dari metode concrete jacketing perlu diteliti untuk menjamin seberapa
besar kenaikan kapasitas dan performa dari elemen struktur yang diperkuat. Pada
penelitian ini lebih memfokuskan pada pengaruh dari konfigurasi/ variasi letak
tulangan longitudinal kolom terhadap efek pengekang kolom (confinement). Hal ini
berdasarkan pada prinsip dasar elemen axial bahwa kapasitas dari gaya axial dan
deformasinya sangat ditentukan oleh tingkat pengekangan pada elemen tersebut.
4. Dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian experimental yang sebelumnya
didukung dengan studi kepustakaan dan juga kajian penelitian sebelumnya. Untuk
memvalidasi hasil dari eksperimental tersebut maka dilakukan pula analisa dengan
simulasi numerik. Tujuannya adalah untuk mengontrol tingkat kesalahan dari
penelitian ekseperimental.
5. Sehingga hasil dari penelitian ini adalah solusi dan rekomendasi dari perbaikan
dengan menggunakan metode concrete jaceketting yang dapat digunakan sebagai
salah satu upaya dalam memperbaiki elemen beton yang telah rusak akibat
overloading.
55
3.2. Hipotesis Penelitian
Perkuatan kolom menggunakan metode concrete jacketing bertulangan bambu pada
sisi luar kolom eksisting diharapkan mampu memberikan tambahan kekuatan tekan axial
kolom dan performa dari kolom.
Hipotesis adalah dugaan sementara hasil penelitian berupa jawaban atas pertanyaan
yang diajukan dalam rumusan masalah. Penyusunan hipotesis didasarkan atas dua variabel
yang diajukan untuk suatu tujuan penelitian. Adapun hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perilaku kekuatan tekan dan daktilitas kolom yang diperkuat dengan concrete
jacketing bertulangan bambu akan memberikan hasil yang cukup efektif sebagai
upaya menaikan performa dari pengekangan pada kolom.
2. Penggunaan tulangan bambu dengan properties material yang baik diharapkan
cukup menjadi perhatian untuk dapat diterapkan pada tulangan perbaikan
struktur utama yaitu kolom. Hal ini sangat didukung dengan harga material
bambu yang rendah (low cost) dan mudah didapatkan, sehingga akan lebih
mudah untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
56
BAB IV
METODE PENELITIAN
57
merepresentasikan beban lateral struktur yaitu beban gempa atau angin. Pembebanan
dilakukan dengan alat hydraulic jack dan hydraulic actuator yang dipasang pada alat
Loading frame.
Berdasarkan kapasitas alat yang tersedia di laboratorium tersebut, dengan melakukan
trial and error sehingga diperoleh data perencanaan penelitian berupa diameter tulangan,
mutu tarik tulangan, kuat tekan beton, tebal layer beton sisi retrofit, jumlah tulangan retrofit,
dan konfigurasi benda uji.
58
l. Tegangan tarik tulangan bambu sesuai dengan pengujian tarik tulangan (Tensile test)
mengikuti peraturan/ standar pengujian baja tulangan
59
4. Hydraulic jack (dongkrak hidrolik), Alat ini digunakan untuk memberi beban pada
benda uji. Pada penelitian ini hydraulic jack yang digunakan mempunyai merk
Enerpac P-84, mempunyai dial pembacaan maksimum 8,0 tonf dengan ketelitian
0,05 tonf.
5. Load Cell, sebagai alat dari pembacaan beban yang diberikan oleh alat hydraulic jack
yang menekan pada benda uji.
6. Electrical Strain Gauge, Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya regangan yang
terjadi pada tulangan maupun pada beton pada benda uji untuk pembacaan pada
setiap tahapan pembebanan. Electrical Strain Gauge yang digunakan pada penelitian
ini adalah Tipe FLA – 6 – 11 dengan merk dagang Tokyo Sokki Kenkjuyo Co., Ltd.
7. Data Logger, Alat ini digunakan untuk membaca regangan yang terjadi pada
electrical strain gauge. Pada penelitian ini digunakan strain indicator P-3500
produksi Vishay Group, selain itu alat ini juga dilengkapi dengan alat tambahan yaitu
Switch and Balance Unit SB-10 yang mampu membaca regangan hingga 10 buah
titik pemasangan electrical strain gauge.
8. LVDT (Linear Variable Deference Transformer) adalah salah satu transducer yang
dapat digunakan untuk pengukuran deformasi pada benda uji dengan pembacaan
secara digital
9. Dial Gauge, untuk mengukur simpangan pada benda uji yang terjadi untuk setiap
tahap pembebanan. Pada penelitian ini dial gauge yang digunakan mempunyai merk
Mitutoyo dengan kapasitas 30 mm dan mempunyai ketelitian hingga 0,01 mm.
4.5.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam membuat benda uji dalam proses penelitian adalah :
1. Bahan penyusun beton (Semen, Air, Agregat kasar dan agregat halus)
2. Tulangan baja diameter 12 mm berlabel SNI yang digunakan sebagai tulangan
longitudinal pada benda uji kolom eksisting
3. Tulangan bambu diameter 10 mm dari jenis bambu petung yang diserut sebagai
tulangan longitudinal pada benda uji kolom retroffit concrete jacketing
4. Tulangan baja diameter 8 mm berlabel SNI yang digunakan sebagai tulangan geser
pada benda uji kolom eksisting dan retroffit concrete jacketing
5. Material Grouting yang digunakan untuk memperbaiki benda uji kolom yang
mengalami kerusakan berupa spalling. Material ini juga berfungsi untuk mengisi
60
celah – celah retak pada beton. Material grouting yang digunakan adalah material
produk pabrikan.
61
4.7.2. Tahap Persiapan
Setelah dilakukan tahap analisa teori awal, maka tahapan selanjutnya adalah tahapan
persiapan. Dalam tahap ini yang dilakukan adalah persiapan bahan dan perlengkapan dengan
tujuan agar selama penelitian, semua kebutuhan bahan dan perlengkapan yang digunakan
adalah bahan yang sudah siap pakai dan sesuai dengan persyaratan yang telah diatur.
sehingga nantinya didapatkan hasil yang baik, terukur dan sesuai dengan standar peraturan.
Adapun langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Persiapan tulangan baja longitudinal berdiameter 12 mm dan tulangan transversal/
sengkang yang digunakan berdiameter 8 mm, dengan cara memotong dan merangkai
tulangan yang diikat dengan kawat bendrat
b. Persiapan tulangan bambu, yaitu memilih dan memotong bambu yang akan
digunakan dengan karakteristik bambu berumur cukup tua (± 3 tahun), tidak
memiliki cacat di permukaan bambu. Kemudian selanjutnya memotong dan meraut
permukaan bambu dengan panjang ± 90 cm dan berdiameter ± 10 mm. Selanjutnya
tulangan bambu perlu untuk diperiksa tegangan tarik (fy) dan tegangan tekan (fs)
bambu, dalam pemeriksaan ini menyerupai dengan uji tarik yang dilakukan pada
material baja sesuai dengan ASTM (American Society of Testing and Materials)
C370 – 94, sedangkan alat yang akan digunakan dalam pemeriksaan ini adalah alat
uji tarik UTM (Universal Testing Machine). Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam
pemeriksaan ini adalah pengukuran terhadap diameter dan luas penampang tulangan
bambu. Parameter yang digunakan untuk menentukan tegangan tarik bambu adalah
gaya maksimum tarik yang mampu ditahan dan luas penampang tulangan.
62
4.7.3. Tahap Perencanaan Bentuk Benda Uji
a. Perencanaan Dimensi Benda Uji
Benda Uji
Eksisting Retrofit-A Retrofit-B Retrofit-C
Keterangan
Dimensi 150 x 150 210 x 210 210 x 210 210 x 210
Benda Uji
Kolom
(mm)
Gambar
Penampang
Jumlah - 3 bh 3 bh 3 bh
Benda Uji
Kode Benda Eks-1 Ret -A-1 Ret -B-1 Ret -C-1
Uji Eks-2 Ret -A-2 Ret -B-2 Ret -C-2
Eks-3 Ret -A-3 Ret -B-3 Ret -C-3
Tulangan 4D12 8∅10 8∅10 8∅10
Longitudinal Tulangan Tulangan Tulangan Tulangan
baja ulir bambu Bambu bambu
Rasio Rasio tulangan, Rasio tulangan, Rasio tulangan,
tulangan, 𝜌 = 2,45% 𝜌 = 2,45% 𝜌 = 2,45%
𝜌 = 2,01%
Tulangan ∅8–75 mm ∅8–75 mm ∅8–75 mm ∅8–75 mm
Transversal Tulangan Tulangan Tulangan Tulangan
baja polos bambu bambu bambu
63
Gambar 4. 1 Detail benda uji kolom Eksisting
64
Gambar 4. 2 Detail benda uji kolom retrofit-A
65
Gambar 4. 3 Detail benda uji kolom retrofit-B
66
Gambar 4. 4 Detail benda uji kolom retrofit-C
67
b. Perencanaan titik pemasangan strain gauge
68
selalu lembab sejak adukan beton dipadatkan hingga mengeras seutuhnya. Selain itu proses
perendaman ini juga untuk menjamin proses hidrasi semen (pengikatan hidrolis semen) agar
berjalan sempurna. (Tjokrodimuljo,1996)
4.7.7. Tahap Pengujian
Beberapa kegiatan penelitian yang dilakukan dalam uji laboratorium adalah sebagai
berikut :
a. Uji Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton (compressive strength) akan diperoleh dengan melakukan
pengujian tekan axial pada benda uji silinder 150 x 300 mm dengan sebanyak 3 buah benda
uji yang mewakili campuran beton dari tiap pelaksanaan cor beton (mixing) yang telah
melalui proses perawatan benda uji (Curring) dan berumur 28 hari setelah pengecoran.
Kuat tekan beton adalah besarnya beban maksimum yang dapat ditahan oleh benda
uji hingga hancur per satuan luas. Laporan dalam pengujian ini harus meliputi beberapa hal
yakni kapasitas beban maksimum (N), luas penampang (mm2) dan kuat tekan beton
(N/mm2). Hasil dari pengujian ini digunakan untuk mengkonfirmasi data analisa secara
aktual pada benda uji kolom eksisting dan retrofit.
b. Uji Axial dan Siklik Kolom pada Loading Frame
Berikut adalah tahapan dalam pengujian axial dan siklik lateral pada benda uji kolom :
1. Mengambil benda uji dari tempat perawatan setelah berumur 28 hari.
2. Meletakkan benda uji pada Loading Frame secara sentris.
3. Memasang dial gauge dan LVDT pada lokasi yang ditentukan kemudian di set
pembacaannya
69
4. Pengujian dimulai dengan pemberian beban axial vertical pada hydraulic jack yaitu
sesuai dengan beban rencana (0,1 x Ag x Fc’) secara konstan. Beban ini
merepresentasikan beban gravitasi pada struktur.
5. Pembebanan lateral dilakukan dengan batasan displacement per tiap siklusnya.
Beban siklik menggunakan metode displacement control dengan cara memvariasikan
lebar displacement. Nilai displacement kemudian dihitung terhadap drift/ simpangan
dari benda uji kemudian pembebanan dihentikan sesuai dengan nilai drift rasio
tersebut. Adapun siklus lateral drift yang diberikan mengacu pada pola pembebanan
ACI 374.1-05 dengan rasio drift Δ/L adalah 0,2%, 0,25%, 0,35%, 0,5%, 0,75%, 1%,
1,4%, 1,75%, 2,2%,2,75% dan 3,5%.
6. Mencatat deformasi tiap pembebanan serta regangan yang terjadi pada di pembacaan
alat data logger.
7. Menggambar pola retak yang terjadi pada benda uji.
8. Melakukan langkah-langkah di atas sesuai dengan jumlah benda uji yang akan
diperiksa.
9. Analisa data
10. Perbaikan dan Perkuatan Benda Uji Kolom (Retrofitting)
11. Beton eksisting yang telah dilakukan pembebanan preloading kemudian diturunkan
dari loading frame
12. Kemudian permukaan beton eksisting di kelupasi/ dicoak (chiping) dengan tujuan
agar permukaan beton tersebut menjadi lebih kasar sehingga antara beton lama dan
beton baru dapat melekat
13. Pemasangan tulangan retrofit sesuai dengan gambar detil rencana
14. Kemudian beton dicor kembali dengan ketebalan tiap sisinya adalah 2,5 cm seperti
pada gambar rencana
15. Dilakukan perawatan pada benda uji retrofit
16. Kemudian kembali ke pengujian tekan kolom secara axial dan pembebanan secara
lateral horizontal mengikuti tahapan nomor (5)
17. Dicatat data beban, deformasi, regangan dan pola retak
18. Tahap Analisa dan Penutup
Setelah semua data terkumpul kemudian dilakukanlah analisa hasil dari penelitian.
Analisa eksperimental kemudian dibandingkan dengan analisa teoritis dan analisa simulasi
numerik. Selanjutnya, ditarik kesimpulan dan saran penelitian secara umum.
70
Gambar 4. 7 Setting-up Alat Pengujian
71
konfigurasi dari titik pemasangan tulangan longitudinal pada sisi bagian beton
retrofitting.
2. Variabel terikat (Dependent variabel) merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. (Sugiyono, 2007). Faktor – faktor
yang ada pada variabel terikat adalah yang menjadi bahan observasi dan akan terlihat
pengaruh dari variabel bebas. Sehingga, yang merupakan variabel terikat dalam
penelitian ini adalah Kapasitas beban ultimat pada benda uji kolom, deformasi benda
uji kolom, regangan pada tulangan dan beton benda uji kolom dan juga pola retak
dari benda uji kolom.
72
4.9. Diagram Alir Tahap Penelitian
MULAI
Persiapan Material
Ya
73
A
SELESAI
74
Daftar Pustaka
Akmal Ngakan Made Nabil, Ari Wibowo and Christin Remayanti Pengaruh Variasi
Rasio Tulangan Longitudinal Bambu Pada Kolom Retrofit Dengan Metode Jaket Beton
[Journal]. - Malang : Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, 2018. - Vol. Vol. 1.
Asroni Ali Teori dan Desain Kolom Fondasi Balok T Beton Bertulang Berdasarkan SNI
2847-2013 [Book]. - Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2017.
ATC-40 Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buildings Volume 1 [Book]. -
California : California Seismic Safety Commission, 1996.
Boen Teddy and al. et Cara Memperbaiki Bangunan Sederhana Yang Rusak Akibat Gempa
Bumi [Book]. - Jakarta : World Seismic Safety Initiative, 2010. - Vol. Cetakan Pertama.
CPWD HAndbook on Repair and Rehabilitation of RCC Buildings [Book]. - New Delhi :
DGW, CPWD, Government of India, 2002. - Vol. I.
Delatte Norbert Failure, Distress and Repair of Concrete Structures [Book]. - Washington,
D.C. : CRC Press, 2009.
FEMA-273 NEHRP Guidelines For The Seismic Rehabilitation Of Buildings [Book]. -
Washington, D.C. : Federal Emergency Management Agency, 1997.
Ghavami K Application of Bamboo as a Low-cost Construction Material [Conference] //
International Bamboo Workshop. - Cochin, India : The Kerala Forest research Institute,
1988. - p. 270.
Ghavami Khosrow Bamboo as reinforcement in structural concrete elements [Journal] //
Cement & Concrete Composite. - 2005. - p. 13.
Haris A Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Buluh Bambu Sebagai Bahan Konstruksi
Menggunakan ISO 22157-1:2004 [Report] : Tugas Akhir. - Bogor : Departemen Hasil
Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 2008.
http://www.bamboobotanicals.ca Bambo Botanicals [Online] // Bambo Botanicals. -
September 23, 2018. - http://www.bamboobotanicals.ca/html/about-bamboo/bamboo-
growth-habits.html.
Irawati I S, B Suhendro and A Saputra Evaluation of ISO 22157-2 Test Method for
Tension Parallel to Grain of petung Bamboo (Dendrocalamus Asper) [Conference] //
Sustainable Civil Engineering Structure and Construction Materials. - Yogyakarta :
Department of Civil and Environmental Engineering, UGM Indonesia, 2012. - p. 216.
Janssen J. Bamboo in Bulding Structure [Report] : Thesis. - Eindhoven : Technische
Hogeschool Eindhoven, 1981.
JSCE Guidelines For Retrofit Of Concrete Structures [Book]. - Japan : Japan Society of
Civil Engineering, 1999.
Julio Eduardo N. B. S. and Fernando A. B. Branco Reinforced Concrete Jacketing—
Interface Influence on Cyclic Loading Response [Journal]. - Coimbra : ACI Structural
Journal, 2008. - Vol. 105.
Julio Eduardo N. B. S., Fernando A. B. Branco and Vitor D. Silva Reinforced Concrete
Jacketing—Interface Influence on Monotonic Loading Response [Journal]. - Coimbra : ACI
Structural Journal, 2005. - Vol. 102.
Kent Dudley Charles and Robert Park Flexural Members With Confined Concrete
[Journal] // Structural Division. - 1971. - pp. 1969-1990.
75
Kim Chul-Goo, Hong-Gun Park and Tae-Sung Eom Seismic Perfomance of Reinforced
Concrete Columns With Lap Splices in Plastic Hinge Region [Journal] // ACI Structural
Journal. - 2018. - pp. 235-245.
Lanang I Gusti Struktur dan Rekayasa Bambu [Book]. - Denpasar : Universitas Pendidikan
Nasional, 2017.
Mander J. B., M. J. N. Priestley and R. Park Theoretical Stress-Strain Model For
Confined Concrete [Journal] // Structural Engineering. - 1988. - pp. 1804-1826.
McCormac Jack C. and Brown Russell H. Design of Reinforced Concrete [Book]. -
Clemson : Wiley, 2013. - Vol. IX.
Morisco Rekayasa Bambu [Book]. - Yogyakarta : Nafiri Offset, 1999.
Mustafa Sidik Karakteristik Sifat Fisika dan Mekanika Bambu Petung Pada Bambu Muda,
Dewasa dan Tua [Report] : Tugas Akhir. - Yogyakarta : Jurusan Teknik Sipil dan
Lingkungan fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, 2009.
Nawy Edward G. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar [Book]. - Diterjemahkan oleh:
Bambang Suryoatmono. Bandung : PT Refika Aditama, 2010. - Vol. IV.
Park R and T. Paulay Reinforced Concrete Structure [Book]. - Christchurch : John Wiley
& Sons, 1974.
Park R. Ductility Evaluation From Laboratory And Analytical Testing [Conference] //
Ninth World Conference on Earthquake Engineering. - Tokyo : 9WCEE, 1988. - pp. 605-
616.
Pasila Recky, Marthin D. J. Sumajouw and Ronny E. Pandeleke Kapasitas Perkuatan
Kolom Beton Bertulang Dengan Tambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Variasi beban
Runtuh dengan Metode Concrete Jacketing [Journal] // TEKNO. - 2016. - Vol. 14. - pp. 29-
36.
Praptoyo H and Yogasara Aditya Sifat Anatomi Bambu Ampel (Bambusa vulgaris
Schrad.) Pada Arah Aksial dan Radial [Conference] // Seminar Nasional Mapeki. -
Makassar : [s.n.], 2012. - p. 24.
Raval Sachin S. and Urmil V. Dave Effectiveness of Various Methods of Jacketing for RC
Beams [Journal]. - Gandhinagar : Procedia Engineering, 2013. - 230-239 : Vol. 51.
Rodriguez M. and R. Park Repair and Strengthening of Reinforced Concrete Buildings for
Seismic Resitance [Journal]. - Canterbury : Earhquake Spectra, 1991. - No.3 : Vol. 7.
Rusli [et al.] Karakteristik Fisika dan Mekanika Bambu Laminasi dengan Perekat Polymer
Acetate dan Aplikasinya sebagai Bahan Lantai (Flooring Bamboo Lamination)
[Conference] // Rekayasa Bambu Sebagai Bahan Bangunan Ramah Lingkungan. -
Yogyakarta : PT. Bambu, 2009.
Saputra Rizky Adhi Perdana, Christin Remayanti and Ari Wibowo Pengaruh Jarak
Sengkang Dari Metode Jaket Beton Bertulang Bambu Pada Kolom Beton Bertulang Ringan
[Journal] // Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil. - 2018. - Vol. 01.
Setyo Nor Intang [et al.] Sifat Mekanika Bambu Petung Lamina [Journal] // Dinamika
Rekayasa. - 2014. - pp. 6-13.
SNI 2847:2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung [Report]. - [s.l.] :
Badan Standarisasi Nasional, 2013.
Soenaryo Arifi, M. Taufik H and Hendra Siswanto Perbaikan Kolom Beton Bertulang
Menggunakan Concrete Jacketing Dengan Prosentase Beban Runtuh Yang Bervariasi
[Journal] // Jurnal Rekayasa Sipil. - 2009.
Subramanian N Design of Confinement reinforcement for RC Columns [Journal] // The
Indian Concrete Journal. - 2011. - pp. 1-9.
76
Tanaka Hitoshi Effect of Lateral Confining Reinforcement on The Ductile Behaviour of
Reinforced Concrete Columns [Report] : PhD Thesis. - christchurch : Civil Engineering,
University of Centerbury, 1990.
Wibawanto Hadi Surya , Ester Priskasari and Bambang Wedyantaji Pengaruh Letak
Pengasaran Permukaan dan Sambungan Lewatan Tulangan Bambu Pada Konstruksi Balok
Lentur [Report]. - Malang : SKRIPSI : Tidak Dipublish, 2017.
Wibowo Ari Seismic Performance of Insitu and Precast Soft Storey Buildings [Report]. -
Swinburne : THESIS : Tidak Dipublish, 2012.
77