PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Low Back Pain (nyeri punggung belakang) bukan merupakan suatu
penyakit atau diagnosis suatu penyakit melainkan suatu gejala nyeri
dipunggung belakang. Low back pain sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari, terutama di negara-negara industri. Diperkirakan 70 – 85 %
dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya.
Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15 – 45 %, dengan point prevalensi
rata-rata 30%.
Penyakit low back pain menjadi kasus yang sangat serius dan terus
meningkat sepanjang tahun pada masyarakat barat. Telah diketahui
faktor-faktor penyebab, patofisiologi, biomekanik, psikologis, dan faktor
sosial tetapi teori yang memuaskan tentang patogenesis belum seluruhnya
diketahui (Depkes, 2008).
Penyebab Low Back Pain bermacam-macam dan multifaktorial;
banyak yang ringan, namun ada juga yang berat yang harus ditanggulangi
dengan cepat dan tepat. Sebagian besar low back pain dapat sembuh
dalam waktu singkat, sehingga keluhan ini sering tidak mendapatkan
perhatian yang cukup mendalam. Oleh karena itu, kemungkinan
penyebab yang lebih serius tidak dikenali sedini mungkin. Dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti serta analisis perasaan nyeri
yang seksama dapat didiagnosis dengan tepat sedini mungkin.
Sebagian besar penderita Low Back Pain mengalami hernia
nucleus pulposus (HNP) dimana terjadi penekanan saraf spinal pada
foramen intervertebrale sehingga menimbulkan rasa nyeri segmental serta
kelumpuhan partial dari otot yang diurus segmen tersebut.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung
bawah, dapat menyerupai nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau
keduanya, atau nyeri yang berasal dari punggung bawah yang dapat
menjalar ke daerah lain atau sebaliknya (referred pain). Nyeri ini terasa
diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah
lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke
arah tungkai dan kaki (Laswari, dkk. 2005).
LBP atau nyeri punggung bawah termasuk salah satu dari
gangguan muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat dari mobilisasi
yang salah. LBP akut akan terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu,
sedangkan LBP kronik terjadi dalam waktu 6 bulan (Soeroso J, 2011).
2
Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan
kuat, bersifat pasif. Prosesus spinosusnya besar dan pendek. Facies
prosesus artikularis superior menghadap ke medial dan facies
articularis inferiornya menghadap ke lateral. Bagian ruas kelima agak
menonjol disebut promontorium.
Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas, ruas-ruasnya menjadi satu sehingga
berbentuk baji, yang cekung di anterior. Batas inferior yang sempit
berartikulasi dengan kedua os coxae, membentuk artikulatio
sacroiliaca.
Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan membentuk
sebuah tulang segitiga kecil, yang berartikulasi pada basisnya pada
ujung bawah sacrum. Dapat bergerak sedikit karena membentuk
persendian dengan sacrum.
3
saat ini penatalaksanaan awal nyeri pingang akut terfokus pada istirahat
dan pemakain analgetik (Nuartha AA, 2010).
b. Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang
berulang – ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset
yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back
pain dapat terjadi karena osteoartritis, rheumatoidarthritis, proses
degenerasi discus intervertebralis dan tumor.
a) LBP Viserogenik
b) LBP vaskulogenik
c) LBP neurogenik
o Neoplasma:
4
waktu sedang tidur sehingga membangunkan penderita.
Rasa nyeri berkurang bila penderita berjalan.
o Araknoiditis:
Pada keadaan ini terjadi perlengketan – perlengketan.
Nyeri timbul bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh
perlengketan tersebut
d) LBP spondilogenik
o Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna
vertebralis yang terdiri dari osteogenik, diskogenik, miogenik dan
proses patologik di artikulatio sacroiliaka.
e) LBP psikogenik
f) LBP osteogenik
g) LBP diskogenik
5
o Spondilosis
6
o Spondilitis ankilosa:
h) LBP miogenik
o Ketegangan otot
o Defisiensi otot
7
D. PATOFISIOLOGI
E. FAKTOR RISIKO
1. Usia
Secara teori, nyeri pinggang atau LBP dapat dialami oleh siapa
saja, pada umur berapa saja. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada
8
mereka yang berumur dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada
dekade kelima. Bahkan keluhan nyeri pinggang ini semakin lama semakin
meningkat hingga umur sekitar 55 tahun (Hartwig MS, 2011).
2. Jenis Kelamin
Berat Badan
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih risiko timbulnya
nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat
badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri
pinggang.
Tinggi Badan
4. Pekerjaan
9
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang
sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang
menjadi kebiasaan. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan
membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur
pada kasur yang tidak menopang spinal. Kasur yang diletakkan di atas
lantai lebih baik daripada tempat tidur yang bagian tengahnya lentur.
Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung membungkuk
mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut
diangkat setelah jongkok terlebih dahulu (Hartwig MS, 2011).
Red Flags adalah indicator yang mungkin suatu kondisi serius untuk ditangani .
Red Flags dibuat untuk diindikasikan pada kondisi Low Back pain akut.
10
Possible Fracture Possible Tumour or Possible
Infection Significant
neurological
deficit
From history
Major Trauma a. Age > 50 or < 20 a. Severe
years progressive
Minortrauma
b. History of Cancer sensory
c. Constitutional alteration or
Osteoporotic
symptoms weakness
(fever,chills,weight
b. Blader or
loss)
bowel
d. Recent bacterial
dysfunction
infection
e. IV drug use
f. Immunospuresson
g. Pain worsening at
night or when supine
From physical
examination
Evidensce of
neurological deficit
Yellow flags diindikasikan dengan factor resiko dari Low back pain yang
berkaitan dengan psikososial yang memungkinkan mempengaruhi timbulnya low
back pain.
11
1. Yakin bahwa nyeri itu berbahaya
2. Menghindari beraktivitas dikarenakan takut terhadap rasa nyeri
3. Gangguan mood
4. Ekspektasi bahwa jika bertindak pasif akan lebih baik daripada
berkegiatan aktif
F. MANIFESTASI KLINIS
12
- Trauma fisik berat seperti jatuh dari ketinggian ataupun kecelakaan
kendaraan bermotor
- Nyeri non mekanik yang konstan dan progresif
- Ditemukan nyeri abdomen dan atau thoracal
- Nyeri hebat pada malam hari yang tidak membaik dengan posisi
terlentang
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
13
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens
yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke
paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta
atau pada arteri iliaka komunis.
f) Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf
dan dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.
2. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi :
o Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap
berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai
adanya suatu herniasi diskus.
14
lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya
lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
b) Palpasi :
o Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya
(psychological overlay).
15
motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat
membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.
Pemeriksaan Neurologik
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah kasus nyeri pinggang
bawah adalah benar karena adanya gangguan saraf atau karena sebab yang lain.
1. Pemeriksaan sensorik
Bila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh gangguan pada salah satu
saraf tertentu maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan sensorik
dengan menentukan batas-batasnya, dengan demikian segmen yang
terganggu dapat diketahui. Pemeriksaan sensorik ini meliputi pemeriksaan
rasa rabaan, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar (vibrasi). Bila
ada kelainan maka tentukanlah batasnya sehingga dapat dipastikan
dermatom mana yang terganggu.
2. Pemeriksaan motorik
Dengan mengetahui segmen otot mana yang lemah maka segmen mana
yang terganggu akan diketahui, misalnya lesi yang mengenai segmen L4
maka musculus tibialis anterior akan menurun kekuatannya. Pemeriksaan
yang dilakukan :
a. Kekuatan : fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki,
ibu jari, dan jari lainnya dengan menyuruh penderita melakukan
gerakan fleksi dan ekstensi, sementara pemeriksaan menahan
gerakan tadi.
b. Atrofi : perhatikan atrofi otot
c. Perlu perhatikan adanya fasikulasi ( kontraksi involunter yang
bersifat halus) pada otot – otot tertentu.
3. Pemeriksaan reflek
Reflek tendon akan menurun pada atau menghilang pada lesi motor neuron
bawah dan meningkat pada lesi motor atas. Pada nyeri punggung bawah
yang disebabkan HNP maka reflek tendon dari segmen yang terkena akan
menurun atau menghilang
- Refleks lutut/patela : lutut dalam posisi fleksi ( penderita dapat berbaring
atau duduk dengan tungkai menjuntai), tendo patla dipukul dengan palu
refleks. Apabila ada reaksi ekstensi tungkai bawah, maka refleks patela
postitif. Pada HNP lateral di L4-L5, refleksi ini negatif.
- Refleks tumit/achiles : penderita dalam posisi berbaring, lutut dalam
posisi fleksi, tumit diletakkan di atas tungkai yang satunya, dan ujung
kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendo achiles
16
dipukul. Apabila terjadi gerakan plantar fleksi maka refleks achiles
positif. Pada HNP lateral L5-S1, refleksi ini negatif.
4. Tes-tes yang lazim digunakan pada penderita low back pain
a. Tes lasegue (straight leg raising)
Tungkai difleksikan pada sendi coxa sedangkan sendi lutut tetap
lurus. Saraf ischiadicus akan tertarik. Bila nyeri pinggang
dikarenakan iritasi pasa saraf ini maka nyeri akan dirasakan pada
sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari pantat sampai ujung kaki.
b. Tes kernig
Sama dengan lasegue hanya dilakukan dengan lutut fleksi, setelah
sendi coxa 90 derajat dicoba untuk meluruskan sendi lutut
c. Patrick sign (FABERE sign)
FABERE merupakan singkatan dari fleksi, abduksi, external,
rotasi, extensi. Pada tes ini penderita berbaring, tumit dari kaki
yang satu diletakkan pada sendi lutut pada tungkai yang lain.
Setelah ini dilakukan penekanan pada sendi lutut hingga terjadi
rotasi keluar. Bila timbul rasa nyeri maka hal ini berarti ada suatu
sebab yang non neurologik misalnya coxitis.
d. Ober’s sign
Penderita tidur miring ke satu sisi. Tungkai pada sisi tersebut
dalam posisi fleksi. Tungkai lainnya di abduksikan dan diluruskan
lalu secara mendadak dilepas. Dalam keadaan normal tungkai ini
akan cepat turun atau jatuh ke bawah. Bila terdapat kontraktur dari
fascia lata pada sisi tersebut maka tungkainya akan jatuh lambat.
e. Neri’s sign
Penderita berdiri lurus. Bila diminta untuk membungkuk ke depan
akan terjadi fleksi pada sendi lutut sisi yang sakit.
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap
darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi
ginjal.
b) Pungsi Lumbal (LP) :
LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan
akan terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga
terlihat albumin yang sedikit meninggi sampai dua kali level normal.
c) Pemeriksaan Radiologis :
17
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau
kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral,
spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal.
Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat
bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu
skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level
neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada
pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat
fiksasi metal. CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras
berguna untuk melihat dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi
nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani operasi vertebra
multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis
foraminal dan kanal vertebralis.
18
MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan
menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli
bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus
mana yang paling terkena. MRI sangat berguna bila:
19
Diskografi dapat dilakukan dengan menyuntikkan suatu zat kontras ke
dalam nukleus pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus
fibrosus yang rusak, dimana kontras hanya bisa penetrasi/menembus
bila ada suatu lesi. Dengan adanya MRI maka pemeriksaan ini sudah
tidak begitu populer lagi karena invasif.
Elektromiografi (EMG) :
H. PENATALAKSANAAN
Untuk mengatasi nyeri punggung bawah bervariasi, dimulai
dengan edukasi dan konseling tentang masalah untuk meringankan
kegelisahan pasien sehingga sampai tahap resolve. Istirahat beberapa hari
sering dapat meringankan nyeri. Namun jika terlalu lama tidak dianjurkan.
Penggunaan obat-obatan NSAID dapat membantu, dan untuk obat-obatan
yang lebih keras dapat digunakan seperti muscle relaksan dan narkotik
dapat digunakan dalam jangka waktu yang pendek (Hartwig MS,2011).
Sejumlah perawatan yang disebut bantuan pasif sering digunakan,
disebut pasif karena saat dilakukan pasien tidak melakukan apapun.
Termasuk bantuan pasif adalah terapi panas, terapi dingin, massage,
ultrasound, stimulation listrik, traksi dan akupuntur.
Prosedur invasive yang dapat dilakukan untuk nyeri punggung
bawah adalah prosedur yang dimaksudkan, dengan membuang atau
merusak area yang dirasakan atau yang menyebabkan nyeri, contohnya
intra discal electrothermy (IDET) yang mana sebuah coiled wire
ditempatkan pada diskus dan kemudian dipanaskan, dan radiofrequency
ablation (RFA). Ini lebih invasive sebab dapat merusak jaringan, memiliki
resiko yang lebih besar dan efek samping yang lebih lama dibanding terapi
yang lain. Jika berhasil maka dapat membantu pasien untuk tidak
dilakukan prosedur bedah yang lebih besar. Tetapi hal ini tetap menjadi
kontroversi.
20
a. Bed Rest
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau
per. Tirah baring ini sangat bermanfaat untuk nyeri punggung mekanik
akut, fraktur, dan HNP.
b. Medikamentosa
Ada 2 jenis obat dalam tatalaksana LBP ini, ialah obat yang
bersifat simtomatik dan bersifat kausal. Obat-obatan simtomatik
antara lain analgetika (salisilat, parasetamol, dll), kortikosteroid
(prednison, prednisolon), anti inflamasi non-steroid (AINS) misalnya
piroksikam, antidepresan trisiklik (secara sentral) misalnya
aminiptrilin, dan obat penenang minor misalnya diazepam,
klordiasepoksid.
1. Salisilat
Merupakan analgetik yang paling tua, selain khasiat analgetik
juga mempunyai khasiat antipiretik, antiinflamasi dan
antitrombotik. Contohnya aspirin.
- Dosis aspirin : analagetik 600-900, diberikan 4x sehari
- Dosis aspirin : antiinflamasi 750-1500
mg diberikan 4x sehari
Kontraindikasi : tukak lambung, resiko terjadi
perdarahan, gangguan faal ginjal dan hipersensitif
2. Paracetamol
Merupkan analgetik-antipiretik yang paling aman untuk
menghilangkan rasa nyeri tanpa disertai inflamasi
- Dosis terapi : 600-900 diberikan 4x sehari
Obat-obat kausal misalnya anti tuberkulosis, antibiotika untuk
spondilitis piogenik, nukleolisis misalnya khimopapain, kolangenase
(untuk HNP).
c. Rehabilitasi Medik
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan
jangkauan permukaan yang lebih dalam) misalnya pada HNP, trauma
mekanik akut, serta traksi pelvis misalnya untuk relaksasi otot dan
mengurangi lordosis (Hartwig MS, 2011).
1. Terapi panas
Terapi menggunakan kantong dingin – kantong panas. Dengan
menaruh sebuah kantong dingin di tempat daerah punggung yang
terasa nyeri atau sakit selama 5 – 10 menit. Jika selama 2 hari atau
48 jam rasa nyeri masih terasa gunakan heating pad (kantong
hangat)
2. Elektrostimulus
21
Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
3. Traction
Helaan atau tarikan pada punggung untuk kontraksi otot
4. Pemijatan atau massage
Dengan terapi ini bisa menghangatkan, merefleksikan otot
belakang dan melancarka peredaran darah.
5. Acupunture
Menggunakan jarum untuk memproduksi rangsangan yang ringan
tetapi cara ini tidak terlalu efisien karena ditakutkan resiko
komplikasi akibat ketidaksterilan jarum yang digunakan sehingga
menyebabkan infeksi
d. Terapi Operatif
Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan
konservatif tidak memberikan hasil yang nyata, atau terhadap kasus
fraktur yang langsung mengakibatkan defisit neurologik, yang dapat
diketahui adalah gangguan fungsi otonom dan paraplegia.
Foraminotomy. Merupakan operasi untuk memindahkan atau
membersihkan atau memperbesar lubang pada tulang (foramen)
dimana serabut saraf keluar dari kanalis spinalis. Penonjolan discus
atau penebalan dari persendian akibat proses degeneratif dapat
menyebabkan penurunan dari rongga dimana diskus spinalis keluar
dan dapat menekan saraf, sehingga menyebabkan terjadinya rasa nyeri,
kekakuan dari tangan dan kaki. Bagian kecil dari tulang sepanjang
serabut saraf dipindahkan melalui celah sempit, yang memungkinkan
ahli bedah untuk memotong jalur hambatan dan memperbaiki tekanan
dari serabut saraf.
Intra Discal Electrothermal Therapy (IDET). Menggunakan terapi
energi panas untuk mengobati nyeri akibat penonjolan diskus spinalis
atau kerusakan diskus spinalis. Jarum khusus dimasukkan melalui
kateter ke dalam diskus dan dipanaskan hingga temperatur yang tinggi
selama lebih dari 20 menit.
I. Prognosis
Nyeri pinggang bawah nonspesifik (bukan neurogenic atau
penyakit lain) seperti karena lama duduk merupakan gangguan yang dapat
sembuh sendiri segera pada 90% kasus. Rata – rata 40% pasien akan pulih
dalam waktu seminggu, 80% dalam waktu 3 minggu dan 90% dalam
22
waktu 6 minggu tanpa pengobatan. Namun demikian frekuensi
kekambuhan sangat tinggi dapat mencapai 90%.
BAB III
KESIMPULAN
Low Back Pain (nyeri punggung belakang) bukan merupakan suatu penyakit
atau diagnosis suatu penyakit melainkan suatu gejala nyeri dipunggung belakang.
Faktor resiko yang dapat mempengaruhi Low back pain bias dilihat dengan
adanya “Red Flags” untuk low back pain akut dan “yellow Flags” untuk low back
pain kronis.
Sebagian besar pasien dapat diatasi secara efektif dengan kombinasi dari
pemberian informasi, saran, analgesia, dan jaminan yang tepat.
Terapi farmakologis :
- Paracetamol atau bias diberikan Anti inflamasi non steroid
untuk mengurangi rasa nyeri
- Pemberian obat-obatan narkotik single atau kombinasi ,
tetapi tidak boleh digunakan jangka panjang karena bias
menyebabkan adiktif.
- Pemberian kortikosteroid harus dihindari
23
- Pemberian antidepresan trisiklik dosis kecil untuk
meregulasi agar otot berelaksasi atau berfungsi sebagai
muscle relaxan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Soetomo Surabaya.
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Kesehatan Kerja, Direktorat Jenderal
Indonesia. Jakarta.
Hartwig MS, Wilson LM. Nyeri. In : Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit. Price SA, Wilson LM, editors. 6th ed. Vol 2. EGC ; Jakarta ; 2011
Laswari, dkk. 2005. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitas Edisi 3.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya : Seto Agung.
Nuartha AA. Beberapa Segi Klinik dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang Bawah.
Denpasar, 2010.
25