Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan spinal cord (Meningitis Foundation of America). Classic triad dari meningitis adalah demam, leher kaku, sakit kepala, dan perubahan di status mental (van de Beek, 2004). Sistem saraf pusat manusia dilindungi dari benda-benda asing oleh Blood Brain Barrier dan oleh tengkorak, sehingga apabila terjadi gangguan pada pelindung tersebut, sistem saraf pusat dapat diserang oleh benda-benda patogen (van de Beek, 2010). Angka kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000 orang (Centers for Disease Control and Prevention). Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus pneumonie (51%) dan Neisseria meningitis (37%) (van de Beek, 2004). Vaksinasi berhasil mengurangi meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal C (Tidy, 2009). Faktor resiko meningitis antara lain: pasien yang mengalami defek dural, sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus, alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian (Tidy, 2009). Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada neonatus, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Group B beta-haemolitic streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli. Pada bayi dan anak- anak, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Haemophilus influenza (bila lebih muda dari 4 tahun dan belum divaksinasi), meningococcus (Neisseria meningitis), dan Streptococcus pneumonie (pneumococcus). Pada orang remaja dan dewasa muda, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah S. pneumonie, H. influenza, N. meningitis, gram negative Bacilli, Streptococci, dan Listeria monocytogenes. Pada dewasa tua dan pasien immunocompromised, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Pneumococcus, Listeria monocytogenes, tuberculosis, gram negative organis, dan Cryptococcus. Sedangkan penyebab meningitis bukan infeksi yang paling sering antara lain sel- sel malignan (leukemia, limpoma), akibat zat-zat kimia (obat intratekal, kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis lupus eritematosus (SLE), dan Bechet’s disease (Tidy, 2009). Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai 1,5% pasien yang menjalani craniotomy mengalami meningitis. 4 sampai 17% pasien yang memakai I.V. Cath. mengalami meningitis. 8% pasien yang memakai E. V. Cath. mengalami meningitis. 5% pasien yang menjalani lumbar catheter mengalami meningitis. Dan meningitis terjadi 1 dari setiap 50.000 kasus pasien yang menjalani lumbar puncture (van de Beek, 2010). Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21%, dengan kematian pasien pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien meningococcal meningitis (van de Beek, 2004). Di Afrika, antara tahun 1988 dan 1997, dilaporkan terdapat 704.000 kasus dengan jumlah kematian 100.000 orang. Di antara tahun 1998 dan 2002 dilaporkan adanya 224.000 kasus baru meningococcal meningitis. Tetapi angka ini dapat saja lebih besar di kenyataan karena kurang bagusnya sistem pelaporan penyakit. Sebagai tambahan, banyak orang meninggal sebelum mencapai pusat kesehatan dan tidak tercatat sebagai pasien meninggal di catatan resmi (Centers for Disease Control and Prevention). Otitis media merupakan penyakit peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid (Soepardi, 2008). Di Amerika Serikat, otitis media terdiagnosis lebih dari 5 juta kali setiap tahunnya, dan merupakan alasan paling banyak dituliskannya resep antibiotik untuk anak-anak (Hendley, 2002). Otitis media biasanya diikuti dengan infeksi virus di nasofaring yang kemudian mengganggu fungsi dari tuba Eustachius, yang kemudian mengganggu ventilasi dan menimbulkan tekanan negatif di telinga tengah (Hendley, 2002). Di Australia, 3-5% anak meninggal tiap tahunnya akibat komplikasi otitis media dan 15 anak menderita kehilangan pendengaran permanen akibat otitis media (O'Connor, 2009). Komplikasi otitis media yang paling sering terjadi adalah yang ekstrakranial yang berupa antara lain mastoiditis, kolesteatoma, dan otitis media dengan perforasi. Sedangkan komplikasi intrakranial, yang jarang terjadi, antara lain meningitis, abses otak, dan trombosis sinus lateral. 60% anak yang menderita otitis media akan mengalami komplikasi, baik itu ekstrakranial maupun intrakranial (O'Connor, 2009). Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani disertai sekret yang terus menerus atau hilang timbul (Nursiah, 2003). Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi OMSK apabila prosesnya telah berlangsung lebih dari 2 bulan (Soepardi, 2008). Gejala klinisnya berupa otorrhoea disertai kehilangan pendengaran konduktif. Di dunia, terdapat 65-330 juta penderita OMSK dan 60%-nya menderita kehilangan pendengaran yang signifikan (Borton, 2009). Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen atau tipe sekunder atau OMSK tipe jinak) dan tipe atikoanteral (tipe primer atau tipe mastoid atau OMSK tipe ganas). Otitis media supuratif kronik (OMSK) tipe ganas ini dapat menimbulkan komplikasi ke dalam tulang temporal dan ke intrakranial yang dapat berakibat fatal (Aboet, 2007). Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang (Aboet, 2007). Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien (Aboet, 2007). Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara otitis media supuratif kronik dengan meningitis. 1.2. Rumusan Masalah Apakah ada hubungannya antara otitis media supuratif kronik dengan kejadian meningitis.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara otitis media supuratif kronik dengan kejadian meningitis. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui angka kejadian meningitis di RSUP H Adam Malik. 2. Mengetahui angka kejadian meningitis akibat Otitis Media Supuratif Kronik di RSUP H Adam Malik.
1.4. Manfaat Penelitian
1) Memberikan informasi tentang kejadian meningitis yang disebabkan oleh otitis media supuratif kronik di RSUP H Adam Malik, medan. 2) Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh semasa perkuliahan. 3) Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan penulis.
1.5. Ruang Lingkup
1.5.1. Ruang Lingkup waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan januari sampai dengan maret 2019
1.5.2 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data dari RSUP H. Adam
Malik dengan melihat hubungan antara otitis media supuratif kronik
dengan kejadian meningitis.Tempat
1.5.3 Ruang Lingkup Penelitian
Materi dibatasi dari data rekam medis pada pasien dengan meningitis
yang berhubungan denagan ototis media supuratif kronik.
1.6 Hipotesis
Terdapat hubungan antara otitis media supuratif kronik dengan