Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FARMAKOTERAPI I

(Ulkus Peptikum dan Duodenum)

Disusun oleh:
Kelompok 9 kelas C
Zuhaela Iqbal G701 16 242
Amaliah Ayustina Yusuf G701 16 138
Linda G701 16 049
Muhammad Fahril P.L. G701 16 190
Anisa Ramadhani G701 16 079

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
NOVEMBER, 2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lambung atau lebih dikenal dalam bahasa medisnya gaster, merupakan salah satu
organ pencernaan yang terdapat dalam tubuh manusia. Lambung berfungsi untuk
mencerna makanan dengan bantuan asam lambung dan pepsin (Gayton dan Hall, 2007).
Asam lambung dan pepsin secara fisiologis disekresikan oleh lambung sehat apabila
disekresikan secara berlebih dapat merusak mukosa lambung. Asam lambung dalam
jumlah sedikit disekresikan oleh sel parietal dalam keadaan basal, tetapi dapat
meningkat ketika ada rangsangan fisis misalnya makanan dan rangsangan psikologis
(Valle, 2001).
Berdasarkan penelitian di Amerika, kira-kira 500.000 orang tiap tahunnya
menderita tukak lambung dan 70% diantaranya berusia 25-64 tahun. Sebanyak 48%
penderita tukak lambung disebabkan karena infeksi H.pylori dan 24% karena
penggunaan obat NSAID (Shanti, 2008). Sedangkan prevalensi tukak peptik di
Indonesia pada beberapa penelitian telah temukan antara 6-15% terutama pada usia
20-50 tahun (Suyono, 2001). Tukak peptik memiliki dampak terbesar pada lansia.
Berdasarkan etiologi dipengaruhi oleh penggunaan aspirin atau NSAID dan infeksi
Helicobacter pylori dan pada umumnya dialami oleh lansia usia di atas 60 tahun
(Lockrey J Gregory, 1999). Tukak peptik merupakan lesi yang hilang dan timbul dan
paling sering didiagnosis pada orang dewasa usia pertengahan sampai usia lanjut tetapi
lesi ini mungkin muncul sejak usia muda (Robinson,2004).
Penyakit tukak peptik tidak dapat dianggap remeh. Masih banyak orang awam
yang belum paham mengenai tukak peptik, gejala, dan penanganannya secara benar
bertujuan untuk mencegah kekambuhan, komplikasi serta kematian (Anonim, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi Lambung (Gaster)?
2. Apa definisi dari penyakit Ulkus Peptikum?
3. Bagaimana etiologi dari penyakit Ulkus Peptikum?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Ulkus Peptikum?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit Ulkus Peptikum?

2
6. Bagaimana WOC (Web of Caution) dari penyakit Ulkus Peptikum?
7. Bagaimana klasifikasi dari penyakit Ulkus Peptikum?
8. Bagaimana komplikasi dari penyakit Ulkus Peptikum?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit Ulkus Peptikum?
10. Bagaimana pemeriksaan diagnostik penyakit Ulkus Peptikum
11. Bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit Ulkus Peptikum?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi Lambung (Gaster)
2. Mengetahui definisi dari penyakit Ulkus Peptikum
3. Mengetahui etiologi dari penyakit Ulkus Peptikum
4. Mengetahui patofisiologi dari penyakit Ulkus Peptikum
5. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit Ulkus Peptikum
6. Mengetahui WOC (Web of Caution) dari penyakit Ulkus Peptikum
7. Mengetahui klasifikasi dari penyakit Ulkus Peptikum
8. Mengetahui komplikasi dari penyakit Ulkus Peptikum
9. Mengetahui penatalaksanaan dari penyakit Ulkus Peptikum
10. Mengetahui pemeriksaan diagnostik penyakit Ulkus Peptikum
11. Mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit Ulkus Peptikum

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Bagian-bagian Lambung Gambar 2. Letak dari Tukak Peptik


(Berardi dan Lynda, 2008) (Fatheemah, 2011)

2.1 Anatomi Fisiologi Lambung

Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di antara bagian
akhir dari esofagus dan awal dari usus halus (Gray, 2008). Lambung merupakan ruang
berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah diafragma, terletak pada regio epigastrik,
umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio abdomen (Tortora & Derrickson, 2009).
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus, badan
(body), antrum, dan pilori (gambar 1). Kardia adalah daerah kecil yang berada pada hubungan
gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak sebagai pintu masuk ke lambung
Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia. Badan
(body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan merupakan
bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang menghubungkan badan
(body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang
menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter pilorik (Schmitz &
Martin, 2008).
Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu, fungsi pencernaan dan fungsi motorik.
Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan protein, sintesis dan
sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel yang mensekresi mukus, mukosa
lambung juga mengandung dua tipe kelenjar tubular yang penting yaitu kelenjar oksintik
(gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik terletak pada bagian fundus dan korpus

4
lambung, meliputi 80% bagian proksimal lambung. Kelenjar pilorik terletak pada bagian antral
lambung. Kelenjar oksintik bertanggung jawab membentuk asam dengan mensekresikan
mukus, asam hidroklorida (HCl), faktor intrinsik dan pepsinogen. Kelenjar pilorik berfungsi
mensekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus, juga beberapa pepsinogen, renin,
lipase lambung dan hormon gastrin (Guyton dan Hall, 2007).
Fungsi motorik lambung, yaitu menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai
makanan tersebut dapat ditampung pada bagian bawah saluran pencernaan, mencampur
makanan tersebut dengan sekret lambung sampai membentuk suatu campuran setengah padat
yang dinamakan kimus, dan mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke
usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi oleh usus halus
(Guyton dan Hall, 2007). Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh
pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas
sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel
mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin (Price dan Wilson, 2005).
2.2 Definisi Penyakit Ulkus Peptikum
Penyakit ulkus peptikum merupakan keadaan kronis yang menimbulkan kehilangan
jaringan mukosa, submokasa, dan kadang-kadang jaringan otot dengan lesi berbentuk
sirkumskripta pada bagian traktus GI yang terkena getah lambung yang mengandung pepsin
serta asam lambung. Ulkus peptikum dideskripsikan sebagai:

a. Ulkus lambung (ulkus ventrikuli) : mengenai mukosa lambung,


b. Ulkus duodeni : mengenai pilorus atau duodenum,
c. Ulkus primer : terjadi tanpa faktor predisposisi, atau
d. Ulkus sekunder (stress ulcers) : terjadi karena stress yang ditimbulkan oleh penyakit
atau cedera berat yang melatarinya (misalnya luka bakar berat, sepsis, penyakit
intrakranial, trauma berat, kegagalan organ yang multisistem) atau pemakaian obat
ulserogenik (misalnya salisilat, obat NSAID sulfas ferosus) [Wong:2008].

5
2.3 Etiologi

Kebanyakan ulkus terjadi jika sel-sel mukosa usus tidak menghasilkan produksi mukus
yang adekuat sebagai perlindungan terhadap asam lambung. Penyebab penurunan produksi
mukus dapat termasuk segala hal yang menurunkan aliran darah ke usus, menyebabkan
hipoksia lapisan mukosa dan cedera atau kematian sel-sel penghasil mukus. Ulkus jenis ini
disebut ulkus iskemik. Penurunan aliran darah terjadi pada semua jenis syok. Jenis khusus
ulkus iskemik yang timbul setelah luka bakar yang parah disebut ulkus Curling (Curling Ulcer).
Penurunan produksi mukus di duodenum juga dapat terjadi akibat penghambatan
kelenjar penghasil mukus di duodenum, yang disebut kelenjar Brunner. Aktivitas kelenjar
Brunner dihambat oleh stimulasi simpatis. Stimulasi simpatis meningkat pada keadaan stres
kronis sehingga terdapat hubungan antara stres kronis dan pembentukan ulkus.
Penyebab utama penurunan produksi mukus berhubungan dengan infeksi bakterium
H.pylori membuat koloni pada sel-sel penghasil mukus di lambung dan duodenum, sehingga
menurunkan kemampuan sel memproduksi mukus. Sekitar 90% pasien ulkus duodenum dan
70% ulkus gaster memperlihatkan infeksi H.pylori. Infeksi H.pylori endemik di beberapa
negara berkembang. Infeksi terjadi dengan cara ingesti mikroorganisme.
Penggunaan beberapa obat, terutama obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID), juga
dihubungkan dengan peningkatan risiko berkembangnya ulkus. Aspirin menyebabkan iritasi
dinding mukosa, demikian juga dengan NSAID lain dan glukokortikosteroid. Obat-obat ini
menyebabkan ulkus dengan menghambat perlindungan prostaglandin secara sistemik atau di
dinding usus. Sekitar 10% pasien pengguna NSAID mengalami ulkus aktif dengan persentase
yang tinggi untuk mengalami erosi yang kurang serius. Perdarahan lambung atau usus dapat
terjadi akibat NSAID. Lansia terutama rentan terhadap cedera GI akibat NSAID. Obat lain atau
makanan dihubungkan dengan perkembangan ulkus termasuk kafein, alkohol, dan nikotin.
Obat-obat ini tampaknya juga mencederai perlindungan lapisan mukosa.
Kelebihan Asam sebagai Penyebab Ulkus
Pembentukan asam di lambung penting untuk mengaktifkan enzim pencernaan
lambung. Asam hidroklorida (HCl) dihasilkan oleh sel-sel parietal sebagai respons terhadap
makanan tertentu, hormon (termasuk gastrin), histamin, dan stimulasi parasimpatis. Makanan
dan obat seperti kafein dan alkohol menstimulasi sel-sel parietal untuk menghasilkan asam.
Sebagian individu memperlihatkan reaksi berlebihan pada selsel perietalnya terhadap makanan
atau zat tersebut, atau mungkin mereka memiliki jumlah sel parietal yang lebih banyak dari

6
normal sehingga menghasilkan lebih banyak asam. Aspirin bersifat asam, yang dapat langsung
mengiritasi atau mengerosi lapisan lambung.
Hormon lambung gastrin juga menstimulasi produksi asam, sehingga apa pun yang
dapat meningkatkan sekresi gastrin dapat menyebabkan produksi asam yang berlebihan.
Contoh utama dari kondisi ini adalah sindrom ZOllinger-Ellison, penyakit yang ditandai
dengan pertumbuhan tumor di sel-sel endokrin penghasil gastrin. Penyebab lain kelebihan
asam antara lain stimulasi vagal yang berlebihan pada sel parietal yang terlihat setelah cedera
atau trauma otak. Ulkus yang berkembang dalam keadaan seperti ini disebut ulkus Cushing.
Stimulasi terhadap vagus yang berlebihan selama setres psikologis juga dapat menyebabkan
produksi HCLl yang berlebihan.
Peningkatan Penyaluran Asam sebagai Penyebab Ulkus Duodenum
Perpindahan isi lambung yang terlalu cepat ke duodenum dapat memperberat kerja
lapisan mukus protektif di duodenum. Hal ini terjadi pada iritasi lambung oleh makanan
tertentu atau mikroorganisme, serta sekresi gastrin yang berlebihan atau distensi abnormal.
Perpindahan isi lambung yang terlalu cepat ke dalam usus juga terjadi pada keadaan
yang disebut dumping syndrome atau sindrom limpah. Sindrom limpah terjadi jika kemampuan
lambung untuk menahan dan secara lambat mengeluarkan kimus ke dalam duodenum
terganggu. Salah satu penyebab sindrom limpah adalah pengangkatan secara bedah sebagian
besar lambung. Sindrom limpah tidak hanya mengakibatkan perpindahan isi lambung yang
cepat ke usus, tetapi juga dapat menyebabkan hipotensi kardiovaskuler. Hipotensi terjadi
karena perpindahan berbagai macam partikel makanan ke usus semuanya dalam satu waktu
mengakibatkan sebagian besar air di sirkulasi pindah ke usus melalui proses osmosis.

2.4 Patofisiologi

7
Gambar 3. Gambaran penyakit ulkus peptikum (Price dan Wilson, 2005).

Mukus melapisi saluran pencernaan dan bertindak sebagai perintang melawan sekresi
lambung. Produksi mucus yang terlalu sedikit ditambah dengan produksi asam yang berlebihan
akan menyebabkan saluran pencernaan rentan terhadap erosi asam dan ulserasi. Erosi pada
lapisan mukosa dapat menyebabkan pembentukan fistula. Fistula memungkinkan isi lambung
yang asam bocor ke dalam peritoneum, yang mengakibatkan peritonitis. Stress, kafein,
merokok dan mengonsumsi alcohol meningkatkan produksi asam lambung. Obat-obatan
seperti NSAID dan aspirin menghambat prostaglandin, yang melindungi lapisan mukosa
(Hogan and Hill, 2004).
Infeksi bakteri H.pylori menyebabkan kematian sel epitel mukosa pada lambung dan
duodenum. Bakteri melepaskan toksin dan enzim yang mengurangi efisiensi mucus dalam
melindungi lapisan mukosa pada saluran pencernaan. Sebagai respon terhadap infeksi bakteri,
tubuh memulai respon inflamasi, yang mengakibatkan penghancuran lapisan mukosa dan
ulserasi lebih lanjut.

2.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis utama tukak peptik adalah kronik dan nyeri epigastrium. Nyeri
biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu lambung kosong.
Nyeri ini seringkali digambarkan sebagai teriris, terbakar atau rasa tidak enak. Remisi dan
eksaserbasi merupakan ciri yang begitu khas sehingga nyeri di abdomen atas yang persisten.
Pola nyeri- makan- hilang ini dapat saja tidak khas pada tukak lambung. Bahkan pada beberapa
penderita tukak lambung makanan dapat memperberat nyeri. Biasanya penderita tukak
lambung akan mengalami penurunan berat badan. Sedangkan penderita tukak duodenum
biasanya memiliki berat badan yang tetap (Wilson dan Lindseth, 2005).
Penderita tukak peptik sering mengeluh mual, muntah dan regurgitasi. Timbulnya
muntah terutama pada tukak yang masih aktif, sering dijumpai pada penderita tukak lambung
daripada tukak duodenum, terutama yang letaknya di antrum atau pilorus. Rasa mual disertai
di pilorus atau duodenum. Keluhan lain yaitu nafsu makan menurun, perut kembung, perut
merasa selalu penuh atau lekas kenyang, timbulnya konstipasi sebagai akibat instabilitas
neromuskuler dari kolon (Akil, 2006).
Penderita tukak peptik terutama pada tukak duodenum mungkin dalam mulutnya
merasa dengan cepat terisi oleh cairan terutama cairan saliva tanpa ada rasa. Keluhan ini
diketahui sebagai water brash. Sedang pada lain pihak kemungkinan juga terjadi regurgitasi

8
pada cairan lambung dengan rasa yang pahit (Akil, 2006). Secara umum pasien tukak gaster
mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindrom atau kumpulan keluhan beberapa
penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa atau terapan,
rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang (Tarigan, 2001).
2.6 WOC

Gambar 4. Pathway Ulkus Peptikum (Fikri Nabiha (2014)

2.7 Klasifikasi

9
Ulkus duodenal Ulkus Lambung
Insiden Insiden

Usia 30-60 tahun Biasanya 50 tahun lebih

Pria: wanita3:1 Pria:wanita 2:1

Terjadi lebih sering daripada ulkus


lambung

Tanda dan gejala Tanda dan gejala

Hipersekresi asam lambung Normal sampai hiposekresi asam


lambung
Dapat mengalami penambahan berat
badan Penurunan berat badan dapat terjadi

Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah
sering terbangun dari tidur antara jam makan; jarang terbangun pada malam
1 dan 2 pagi. hari; dapat hilang dengan muntah.

Makan makanan menghilangkan nyeri Makan makanan tidak membantu dan


kadang meningkatkan nyeri.
Muntah tidak umum
Muntah umum terjadi
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan
ulkus lambung tetapi bila ada milena Hemoragi lebih umum terjadi daripada
lebih umum daripada hematemesis. ulkus duodenal, hematemesis lebih
umum terjadi daripada melena.
Lebih mungkin terjadi perforasi
daripada ulkus lambung.

Kemungkinan Malignansi Kemungkinan malignansi

Jarang Kadang-kadang

Faktor Risiko Faktor Risiko

Golongan darah O, PPOM, gagal Gastritis, alkohol, merokok, NSAID,


ginjal kronis, alkohol, merokok, stres
sirosis, stress.

10
2.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada umumnya :


- Perdarahan : hematemesis/ melena dengan tanda syok apabila perdarahan masif dan
perdarahan tersembunyi
- Anemia : Anemia dapat terjadi apabila terjadi kekurangan darah berlebihan dan
anemia kronik
- Perforasi : nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis
- Gastric Outlet Obstruction : keluhan pasien akibat komplikasi ini berupa cepat
kenyang, muntah berisi makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan/ post
prandial, berat badan menurun. Obstruksi yang terjadi akibat peradangan daerah peri
pilorik timbul odema, spasme. Bisa obstruksi permanen akibat fibrosis dari suatu
tukak sehingga mekanisme pergerakan antro duodenal terganggu.

Komplikasi Pasca Operasi:


- Obstruksi loop aferent (Billroth II),
- Bile reflux gastritis,
- Dumping syndrome (pengosongan lambung menjadi cepat dengan abdominal
distress),
- Postvagotomy diare,
- Bezoar,
- Anemia (iron, B12, malabsorpsi folat),
- Malabsorption,
- Osteomalacia and osteoporosis (malabsorpsi vitamin D and Ca), dan
- Gastric remnant carcinoma.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan terapi untuk penderita ulkus peptikum adalah meredakan rasa nyeri,
mempercepat proses kesembuhan, mencegah komplikasi, dan menghindari eksaserbasi.
Penatalaksanaan ulkus peptikum terutama berupa tindakan medis dan terdiri atas pemberian
obat-obat yang mengurangi atau menetralisir sekresi asam lambung, obat yang digunakan
seperti antasid, preparat antisekresi asam lambung meliputi antagonis reseptor histamin (H2)
(seperti simetidin (Tagamet), ranitidin (Zantac), dan famotidin (Pepcid)) dan inhibitor pompa
proton (meliputi omeprazol (Prilosec, Losec) dan lansoprazol (Prevacid)) terkadang senyawa

11
bismuth juga direspkan untuk menyembuhkan ulkus peptikum, dan bila memungkinkan stresor
yang diketahui juga harus dikurangi. [wong:2008]

Pasien dengan ulkus peptikum harus mendapatkan makanan bergizi dan menghindari
mengkonsumsi kafein, alkohol dan rokok. Anak dengan ulkus peptikum akut dengan
komplikasi pendarahan masif, memerlukan perawatan kedaruratan, pemberian infus cairan,
tranfusi darah atau plasma bergatung pada jumlah darah yang hilang. Intervensi bedah mungkin
harus dilakukan dalam penatalaksanaan komplikasi ulkus peptikum seperti perdarahan,
perforasi atau obstruksi saluran keluar lambung. Pengikatan sumber perdarahan atau penutupan
lubang perforasi dapat dikerjakan. Vagotomi dan piloroplasti mungkin diperlukan pada anak
dengan ulkus peptikum rekuren kendati sudah dilakukan terapi medis yang agresif.
[wong:2008]

2.10 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, hasil pemeriksaan


radiologi dan endoskopi, disertai biopsi untuk pemeriksaan histopatologi, tes CLO
(Campylobacter Like Organism), dan biakan kuman Helicobacter pylori. Secara klinis pasien
mengeluh nyeri ulu hati kadang-kadang menjalar ke pinggang disertai mual dan muntah
(Tarigan, 2009).
a. Endoskopi
Endoskopi merupakan referensi standar untuk diagnosis dari ulkus peptikum.
Endoskopi memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik sifat ulkus, ukuran,
bentuk dan lokasinya dan dapat memberikan suatu dasar/ basis referensi untuk penilaian
penyembuhan ulkus (Mc.Guigan, 2001). Salah satu kekurangan utamanya adalah biaya
yang tinggi di beberapa negara seperti Amerika Serikat. Keputusan untuk melakukan
endoskopi pada pasien yang diduga menderita ulkus peptikum didasarkan pada beberapa
faktor. Pasien dengan komplikasi ulkus peptikum seperti pendarahan memerlukan evaluasi
endoskopi untuk mendapatkan diagnosis yang akurat agar pengobatannya berhasil.
b. Radiografi
Pemeriksaan radiografi pada saluran gastrointestinal bagian atas juga bisa
menunjukkan ulkus peptikum. Salah satu kekurangannya adalah paparan radiasi.
Keuntungan endoskopi bisa melakukan biopsi mukosa untuk mendiagnosis
Helicobacterpylori, sedangkan radiografi terbatas dalam praktik dunia kedokteran modern
(Vakil, 2010).

12
Diagnosis ulkus peptikum biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium radiogram.
Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan adanya ulkus dalam lambung atau
duodenum tetapi gejala-gejala tetap ada, maka ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan
endoskopi. Pemeriksaan kadar serum gastrin dapat dilakukan jika diduga ada karsinoma
lambung atau sindrom Zolliger-Ellison (Wilson dan Lindseth,2005).

13
BAB III
PENUTUP
Terapi Non Farmakaologi
 Pasien dengan tukak harus mengurangi stress, merokok dan penggunaan NSAID
(termasuk Aspirin), Jika NSAID tidak dapat dihentikan penggunaannya, maka
harus dipertimbangkan pemberian dosis yang lebih rendah atau diganti dengan
Acetaminophen, COX2 inhibitor yang relatif selektif .
 Walaupun tidak ada kebutuhan untuk diet khusus, pasien harus menghindari
makanan dan minuman yang menyebabkan dispepsia atau yang dapat
menyebabkan penyakit tukak seperti; makanan pedas, kafein, dan alkohol
(Sukandar E.Y, Dkk, 2009).

Terapi Farmakologi
 Pengobatan ulkus sangat tergantung pada penyebabnya, sehingga dibutuhkan
diagnosa yang tapat (Nathan T, Dr; et all).
 Meskipun demikian, untuk pertolongan pertama, umumnya pasien diberi Obat
Antasid untuk menetralkan kadar asam yang berlebihan atau dengan obat PPI dan
atau R2AH untuk mengurangi yang dilepaskan kedalam saluran pencernaan,
sehingga dapat membantu mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh ulkus,
bersama dengan mengambil beberapa langkah-langkah seperti: menghindari
merokok, hindari minum alkohol, kopi, dan teh, dan menghindari penggunaan
aspirin dan NSAID (Pendegraft J.S).
 Terapi di atas tidak bertujuan untuk menyembuhkan tetapi untuk membantu pasien
dalam mengurangi rasa perih dan tidak nyaman akibat Ulkus peptik (lebih bersifat
pertolongan pertama). Oleh karana itu terapi diatas tidak dianjurkan untuk
pengobatan ulkus peptik. Penanganan ulkus peptik sangat tergantung pada
penyebab ulkus peptik tersebut, yang sangat umum ulkus peptik yang disebabkan
oleh bakteri dalam perut (khususnya Helicobacter pylori).
 Ulkus peptik yang disebabkan oleh Penggunaan obat NSAID atau aspirin terutama
bila diminum dalam jangka panjang misalnya pada pasien radang sendi, yang
kurang selalu tetapi sering terjadi pada orang tua, sementara ulkus peptik yang
disebabkan oleh kanker perut (jarang terjadi) (Nathan T, Dr; et all).

14
Terapi untuk Ulkus Peptik yang disebabkan oleh Helicobacter pylori
 Pengobatan ini ditujukan untuk memberantas infeksi bakteri dengan pengobatan
antibiotik (dikenal sebagai “terapi eradikasi”) dan mengurangi produksi asam di
perut. Ulkus kemudian dapat disembuhkan dan mencegah kekambuhan karena
bakteri tidak lagi di usus.
 Pada terapi erakdisi ini ada beberapa protokol pengobatan berbeda yang sering
digunakan, tapi NICE (National Institute for Health and Clinical Excellence)
merekomendasikan 'terapi tiga regimen' sebagai baris pertama. Ini terdiri dari:
sehari dua kali selama tujuh hari saja pengobatan yang terdiri dari dua antibiotik
(baik metronidazol 400mg dan 250mg klaritromisin, atau amoksisilin 1g dan
klaritromisin 500 mg) dan dosis penuh Pompa Proton Inhibitor (PPI) misalnya
lansoprazole, pantoprazole (Nathan T, Dr; et all).
 Baru-baru ini FDA juga telah menyetujui terapi tripel regimen sepuluh hari dengan
kombinasi omeprazol, klaritromisin, dan amoksisilin. Ini adalah program
terpendek dari setiap terapi yang disetujui oleh FDA. Dosis oral yang dianjurkan
adalah omeprazol 20 mg BID, klaritromisin 500 mg BID dan amoksisilin 1 g BID
selama 10 hari. Pada pasien dengan ulkus duodenum aktif, omeprazol dilanjutkan
dengan dosis 20 mg sehari selama 18 hari (Anonim, Treatment Of Peptic Ulcer
Disease).
 Namun pada beberapa pasien pada penggunaan obat diatas tidak sepenuhnya
efektif, sehingga dibutuhkan kombinasi yang berbeda dari antibiotik. Sebuah
protokol pengobatan yang kurang umum digunakan melibatkan mengambil tiga
atau empat jenis obat empat kali sehari selama total 14 hari (inhibitor pompa proton
(PPI) + bismut subcitrate + amoksisilin + metronidazol). Perawatan ini hanya
digunakan dalam keadaan khusus (Nathan T, Dr; et all).

15
1. Perbandingan regimen obat yang digunakan untuk eradikasi H.Pylori (Sukandar
E.Y, Dkk, 2009).

Obat Efektivitas Efek Ikutan Komplikasi

Regimen 2 Obat
1. Klaritromisin 500 mg 3x1
hari selama 14 hari PPId
Cukup-baik Rendah-Sedang Sering
atau 2x1 hari selama 14-28
hari.
2. Klaritromisin 500 mg 3x1
hari selama 14 hari RBC
Cukup-baik Rendah-Sedang Sering
400 mg 2x1 hari selama
14-28 hari.
3. Amoksisilin 1 gr 2x1 hari
sampai 3x1 hari selama 14
Kurang-cukup Rendah-Sedang Sering
hari
PPId atau 2x1 hari selama
14-28 hari.

Regimen 3 Obat
4. Klaritromisin 500 mg 2x1
Baik-sangat Rendah-Sedang Sering
hari selama 10-14 hari,
baik
Amoksisilin 1 gr 2x1 hari
sampai 3x1 hari selama
10-14 hari, PPId atau 2x1
hari selama 14-28 hari.
5. Klaritromisin 500 mg 2x1
hari selama 10-14 hari,
Baik-sangat Sedang Sering
Metronidazol 500 mg 2x1
baik
hari selama 10-14 hari,
PPId 2x1 hari selama 10-14
hari

16
6. Amoksisilin 500 mg 2x1
hari selama 10-14 hari, Baik Sedang Sering
Metronidazol 500 mg 2x1
hari selama 10-14 hari,
PPId 2x1 hari selama 10-14
hari
7. Klaritromisin 500 mg 2x1
hari, RBC 400 mg 2x1 hari Baik Sedang Sering
selama 14 hari
8. Klaritromisin 500 mg 2x1
hari, Metronidazol 500 mg
2x1 hari selama 14 hari, Baik-Sangat Sedang Sering
RBC 400 mg 2x1 hari baik
selama 14 hari
9. Klaritromisin 500 mg 2x1
hari, Tetrasiklin 500 mg Baik-Sangat Sedang Sering
2x1 hari selama 14 hari, baik
RBC 400 mg 2x1 hari
selama 14 ha

Regimen 4 Obat dengan


Bismuth
10. BSS 500 mg 4x1 hari
selama 14 hari
Metronidazol 250-500 mg
4x1 hari selama 14 hari,
Tetrasiklin 500 mg 4x1
Baik-Sangat Sedang-tinggi Tidak Sering
hari selama 14 hari
baik
H2RA atau PPIe sebagai
dosis penggunaan standar
secara langsung
11. BSS 500 mg 4x1 hari
selama 14 hari
Metronidazol 250-500 mg

17
4x1 hari selama 14 hari,
Klaritromisin 250-500 mg
4x1 hari selama 14 hari, Tidak sering
H2RA atau PPIe sebagai Baik-Sangat Sedang-tinggi
dosis penggunaan standar baik
secara langsung
12. BSS 500 mg 4x1 hari
selama 14 hari
Metronidazol 250-500 mg
4x1 hari selama 14 hari,
Amoksisilin 500 mg 4x1
hari selama 14 hari, H2RA
atau PPIe sebagai dosis Tidak sering
penggunaan standar secara Baik-Sangat Sedang-tinggi
langsung baik

Keterangan :
PPI : Proton Pump Inhibitor
H2RA : H2 Reseptor Antagonis
RBC : Ranitidin Bismuth Sitrat
BSS : Bismuth Subsalisilat
Penggunaan omeprazol 20 mg, esomeprazol 20 mg, lansoprazol 30 mg, rabeprazol
20 mg atau pantoprazol 40 mg 2x sehari, total dosis PPI perhari (contoh: omeprazol
40 mg) dapat diberikan 4xsehari, hanya lansoprazol 30 mg diindikasikan 3xsehari.
Dalam pengaturan ulcer aktif supresi asam ditambahkan untuk mengurangi rasa sakit.
Ketika menggunakan H2RA, simetidin, ranitidin, pamotidin atau nizatidin dapat
digunakan dalam dosis penyembuhan ulcer untuk durasi 4-6 minggu, ketika
menggunakan PPI, omeprazol, lansoprazol, rabeprazol, atau pantoprazol dapat
digunakan dalam dosis untuk durasi 2-4 minggu.

18
Laporan rata-rata eradikasi dalam percobaan klinis :
- Sangat baik (>90%) , Baik ( >80%-90%), Cukup (>70%-80%), Kurang (<70%)
Frekuensi dari efek ikutan yang penting secara klinis :
- Tinggi, Sedang, Rendah
Frekuensi dari administrasi dan efek ikutan yang penting secara klinis (komplikasi) :
- Sering, Tidak sering

DAFTAR PUSTAKA

Green B.D, MD; et all. 2004. The Washington Manual of Medical Therapeutics 31st Ed.
Washington University School of Medicine. Lippincott Williams & Wilkins
Publishing , diakses pada tanggal 2 oktober 2012.
G.Wells, Barbara;et all. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7st Ed. The Mc-Graw Hill
Companies,Inc. Page 314-320.
Wong, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik ed.6. Jakarta: EGC

Nair, Muralitharan dan Ian Peate. 2015. Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta: Bumi
Medika

19

Anda mungkin juga menyukai