BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada
(Salmonella typhi). Demam tifoid ditandai dengan gejala demam satu minggu
atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
subtropik. 1
kasus per 100.000 penduduk per tahun, berarti jumlah kasus berkisar antara
terbanyak pada pasien rawat inap di Rumah Sakit tahun 2010 menurut kode
Daftar Tabulasi Dasar (DTD) sebanyak 55.098 kasus dengan angka kematian
sebesar 2,06%.2
2
tertinggi pada daerah endemik yaitu pada anak-anak, dimana transmisi melalui
menjadi karier apabila tidak diterapi adekuat dan tepat. Hal ini dapat terjadi
bila seseorang dalam keadaan status gizi yang kurang/buruk, imunitas jelek,
dan hidup di lingkungan padat dan sumber air yang tercemar. Oleh karena itu,
selain deteksi dini dan terapi adekuat, penting untuk menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat demi memutus rantai kehidupan bakteri. Hal tersebut
hal ini dokter keluarga memegang peranan penting dalam memberikan edukasi
gaya hidup terutama pola makan yang benar, dan terutama bila terdapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada
(Salmonella typhi). Demam tifoid ditandai dengan gejala demam satu minggu
atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa
pada hati, limpa, lymphnode dan plaque peyer. Demam tifoid merupakan
kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
2.2 Epidemiologi
Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan
Eropa dengan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik yang
sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembang.
dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insiden demam tifoid tinggi
(>100 kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan
4
sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya,
Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru);
serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di
300-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun, berarti jumlah kasus berkisar
penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Rumah Sakit tahun 2010.5.2
2.3 Etiologi
1. Antigen O
pemanasan 100°C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer.
2. Antigen H
5
1 tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak
aktif pada pemanasan di atas suhu 60°C dan pada pemberian alkohol atau
asam.
3. Antigen Vi
kuman dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila
dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan
Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar
terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein
hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya
2.4 Patofisiologi
dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum terminalis. Di usus, bakteri
sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya
tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil
hati, limpa, dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi
tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di
adalah 10- 12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah
khas, berupa :
anoreksia
rasa malas
nyeri otot
lidah kotor
Gejala Khas biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja
pun bisa langsung ditegakkan. Yang termasuk gejala khas Demam tifoid
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam
tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala,
8
diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih
sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan
ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh
lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan
terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak
Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa
makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada
kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila
ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai.
- Minggu Kedua
setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat
pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh
penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang
bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat
akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan
- Minggu Ketiga
minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila
turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan
nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka
- Minggu keempat
femoralis.8
2.6 Diagnosa
1. Anamnesa
- Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada
dan ikterus.7
2. Pemeriksaan Fisik
3. Periksaan penunjang
minggu setelah sakit. Anemia dapat terjadi antara lain oleh karena
positip 96%. Artinya, apabila hasil tes positip, 96% kasus benar
sekali periksa e” 1/200, atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali,
- Typhidot
antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap salmonella typhi. Hail positif
pada pemeriksaan typidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
salmonella typhi.
- Tubex Test
O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi
positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara
bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup
tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari
penelitian11
biakan dari berbagai tempat dalam tubuh. Biakan darah memberi hasil
positif pada 40-60% kasus. Sensitivitas biakan darah yang paling baik
dan setelah itu kadang saja ditemukan positif. Pemeriksaan biakan feses
dan urine positif pada akhir minggu pertama tetapi memiliki sensitivitas
dewasa, 2-4 ml pada bayi dan anak prasekolah. Media pembiakan yang
karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media
hemokonsentrasi.
2.8 Penatalaksanaan
Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam
terhadap fluoroquinolone.
dibandingkan antibiotik lain fl uoroquinolone yang saat ini telah diteliti dan
dan tersamar tunggal telah dilakukan untuk levofloxacin terhadap obat standar
diberikan dengan dosis 500 mg, 1 kali sehari dan ciprofloxacin diberikan
dengan dosis 500 mg, 2 kali sehari masing-masing selama 7 hari. Kesimpulan
dari studi ini adalah bahwa pada saat ini levofloxacin lebih bermanfaat
mikrobiologi dan secara bermakna memiliki efek samping yang lebih sedikit
demam tifoid tanpa komplikasi. Levofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg,
1 kali sehari selama 7 hari. Efikasi klinis yang dijumpai pada studi ini adalah
Dari studi ini juga terdapat tabel perbandingan rata-rata waktu penurunan
mana penurunan demam pada levofloxacin paling cepat, yaitu 2,4 hari.
17
digunakan dan menjadi terapi standar pada demam tifoid namun kekurangan
terjadinya carrier juga tinggi, dan toksis pada sumsum tulang. Azithromycin
dan cefixime memiliki angka kesembuhan klinis lebih dari 90% dengan waktu
penurunan demam 5-7 hari, durasi pemberiannya lama (14 hari) dan angka
kekambuhan serta fecal carrier terjadi pada kurang dari 4%. Pasien dengan
muntah yang menetap, diare berat, distensi abdomen, atau kesadaran menurun
memerlukan rawat inap dan pasien dengan gejala klinis tersebut diterapi
Terapi antibiotik yang diberikan pada demam tifoid berat menurut WHO
tahun 2003 Walaupun di tabel ini tertera cefotaxime untuk terapi demam
tifoid tetapi sayangnya di Indonesia sampai saat ini tidak terdapat laporan
antibiotik, penderita perlu istirahat total serta terapi suportif. Yang diberikan
dan antipiretik. Nutrisi yang adekuat melalui TPN dilanjutkan dengan diet
2.9 Pemantauan
1. Terapi
2. Penyulit
- Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila perlu asupan
- Diet
2.11 Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik
hemolitik
20
katatonia
2.12 Pencegahan
higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat
jika si kecil terkenal doyan jajan. Juga, anak balita yang sudah pandai
“nenangga”, atau yang belum bisa cebok dengan benar. Vaksinasi harus
diperkuat setiap 3 tahun. Ini karena setelah kurun waktu itu, kekebalan
tubuh akan kebal, atau kalupun terkena maka penyakit yang menyerang
3. Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah
terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja
laboratorium.
4. Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada
untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang-
5. Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada
anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari
6. Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau
imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka
antibiotik.
problem serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang
Problem serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada
vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah :
demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100)
100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat
23
terjadi adalah demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak
BAB III
KESIMPULAN
Salmonella typhi, mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang bervariasi dari
ringan berupa demam, lemas serta batuk yang ringan sampai dengan gejala berat
penunjang yang sering dikerjakan untuk mendiagnosis demam tifoid terdiri dari
kuman melalui uji serologis serta identifikasi kuman secara molekuler. Isolasi
kuman penyebab demam tifoid dapat dilakukan dengan mengambil biakan dari
berbagai tempat dalam tubuh. Biakan darah memberi hasil positif pada 40-60%
kasus. Sensitivitas biakan darah yang paling baik adalah selama minggu pertama
sakit, dapat positif sampai minggu kedua dan setelah itu kadang saja ditemukan
diagnosis demam tifoid. Hal yang dapat disarankan dari pembahasan ini adalah
untuk menegakkan diagnosis pasti demam tifoid pada anak, harus dilakukan
BAB IV
A. Identitas Pasien:
Usia :7 Tahun
J.K : Laki-Laki
B. Anamnesa
Alergi : (-)
RPD : TB Paru
RPK : (-)
Keadaan Umum :
RR : 24x/i BB : 16x/i
TB : 113 cm
C. Pemeriksaan Fisik
hitam.
anemis (-)
7. Thorax : bentuk : simetris, jantung: HR: 88x/i, Bunyi jantung dalam batas
8. Abdomen : distensi (-) Bising usus normal, Venekasi (-), hepar (-) Lien (-)
9. Anus (+)
10. Eksteremitas : sianosis (-) oedema (-) Waktu pengisian kapiler <2”
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisa
Protein : (-)
27
2. Urinalisa (sedimen)
Eritrosit : (-)
Epitel : (-)
Kristal : (-)
3. Feces Rutin
Warna : Coklat
Konsistensi : Lembek
Angkilostoma : (-)
4. Hematologi
Hematokrit : 38.5 %
5. Imuno Serologi
E. Diagnosa
Tyfoid Fever
F. Penatalaksanaan
- Inf. RL 55 tts/I
BAB V
DAFTAR PUSTAKA