Anda di halaman 1dari 13

PEMURNIAN CRUDE GLYCEROL

(Laporan Praktikum Dasar Rekayasa Bioproses)

Oleh :

MELLY AULIA
1710516220013
Kelompok 4

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gliserol merupakan senyawa trihidrat (C2H5(OH)3) atau 1,2,3 propanetrol. Istilah


gliserol di pakai jika kemurnianya rendah, sedangkan gliserin di pakai untuk kemurnianya
yang tinggi. Tapi secara umum gliserin merupakan nama dagang dari gliserol. Gliserol dapat
di hasilkan dari proses saponifikasi minyak pada pembuatan sabun atau pemisahan secara
langsung dari proses hidrolisis lemak pada produksi asam lemak. Proses pembuatan
biodiesel dari minyak goring bekas menghasilkan produk samping berupa gliserol dengan
kemurnian yang sangat rendah (crude glycerol). Setiap 10 kg biodiesel yang diproduksi
menghasilkan sekitar 1 kg crude glycerol (Kongjao et al., 2010). Crude glycerol ini masih
bercampur dengan senyawa pengotor sehingga belum dapat dimanfaatkan, dan akan
menjadi limbah saja apabila tidak dilakukan proses lebih lanjut. Senyawa pengotor
yang terdapat dalam crude glycerol antara lain 50-60% gliserol, 10-30% metanol, 8-20%
katalis, 5-15% sabun, dan ≤5% air (Kovaks, 2011).
Senyawa pengotor seperti katalis dapat dikonversi menjadi garam anorganik,
dengan menambahkan asam sulfat ke dalam crude glycerol. Penambahan asam ini juga
mampu mengkonversi kandungan sabun dalamcrude glycerol menjadi asam lemak bebas
yang tidak larut (Kovaks, 2011). Asam lemak bebas dan garam anorganik yang terbentuk
dapat dipisahkan dari gliserol dengan cara penyaringan. Penambahan asam ternyata
tidakmenyebabkan semua senyawa pengotor dapat dihilangkan, senyawa metanol, ester,
minyak dan air masih ada dalamcrude glycerol. Untuk itu perlu dilakukan proses lanjutan
yaitu adsorpsi menggunakan adsorben. Untuk itu sebelum karbon aktif di tambahkan gliserol
kotor di encerkan terlebih dulu dengan penambahan air sehingga memudahkan proses
adsorbsi. Penambahan air ini membawa dampak terhadap kadar gliserol yang di hasilkan
karena kadarnya menjadi turun, untuk menarik air dari gliserol dilakukan penguapan
menggunakan rotary evaporator ( Aziz et al, 2008).
Adsorpsi adalah salah satu cara yang efektif dalam metode pemurnian. Adorpsi
merupakan proses penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari
suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben (Atkins, 1998). Adsorben
yang di gunakan adalah karbon di sebabkan karbon aktif mempunyai daya adsorbsi yang
cukup tinggi. Selain itu dari segi ekonomi harganya lebih murah dibandingkan dengan
adsorben lain dan mudah di dapat. Penambahan karbon aktif langsung ke dalam gliserol kotor
menyebabkan sebagian besar gliserol menempel pada karbon aktif karena karena viskositas
gliserol cukup tinggi. Jika dimurnikan, gliserol ini akan mempunyai nilai jual yang tinggi
karena banyak digunakan di industri obat-obatan, kosmetik dan petrokimia. Senyawa
pengotor seperti katalis dapat dikonversi menjadi garam anorganik, dengan
menambahkan asam phospat ke dalam crude glycerol.
Karbon aktif memiliki kemampuan adsorpsi yang sangat baik dalam pemurnian crude
glycerol. Karbon aktif atau disebut juga arang aktif berfungsi sebagai adsorben yang dapat
dibuat dari biomassa (biosorben). Penggunaan biomasa sebagai bahan dasar karbon aktif
memiliki beberapa keunggulan diantaranya lebih murah dan dapat mengurangi limbah
biomasa. (Nurhasni, et al., 2014).
Penelitian tentang pemurnian gliserol telah di lakukan oleh Prakoso et al. (2007)
menggunakan asam phospat untuk memisahkan sabun dan asam lemak yang terdapat
dalam Crude palm oil yang mendapatkan pH optimum 5. Sedangkan Sholehah (2008),
menggunakan bahan baku minyak nabati dari kelapa mendapatkan pH optimum 7.
Perbedaan sumber bahan baku ternyata dapat menyebabkan perbedaan kondisi proses
pemurnian gliserol dari prodak samping biodiesel.

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat melakukan pemurnian crude
gliserol dan mengetahui pengaruh penggunaan pH yang berbeda pada proses pemurnian
gliserol.
METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 29 November 2018 pukul 13.00 WITA-
14.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Analisis Kimia II, Fakultas Pertanian, Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah erlenmeyer, gelas beaker, labu

pemisah, kertas saring, kertas lakmus, cawan petri, pipet tetes, aluminium foil dan spatula.

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah 100 ml crude glycerol, asam

sulfat 5%, karbon aktif 5%, dan aquades.

Cara Kerja

Cara kerja pada praktikum ini adalah

Ditambahkan asam sulfat 5% pada 100 ml crude glycerol sampai


dengan PH 2, 4 dan 6.

Ditunggu sampel sampai terbentuk dua lapisan.

Dipisahkan dan diambil lapisan bagian atas menggunakan pipet tetes


kemudian diletakkan ke dalam gelas ukur.

Dicuci dengan air 2 : 3, lalu ditambahkan karbon aktif 5% (yang


sebelumnya sudah ditimbang sesuai perbandingan dan dicuci).

Diaduk campuran tadi dengan spatula selama 30 menit.

A
A

Dibiarkan campuran selama 2 jam, kemudian disaring dengan


menggunakan kertas saring.

Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil yang didapatkan pada praktikum ini adalah

No. Gambar Keterangan

1. Proses pembuatan crude glycerol.


Penambahan asam sulfat 5% pada
sampel sterol glukoside (SG) yang
diatur pH nya menjadi 2, 4 dan 6

2. Kertas Lakmus

3. Sampel crude glycerol dengan pH 2,4


dan 6
4. Sampel Murni pH 5,5.

5. Sampel crude glycerol pH 5,5 setelah


ditambahkan karbon aktif 5%.

6. Sampel crude glycerol pH 6 setelah


ditambahkan karbon aktif 5%.

7. Sampel crude glycerol pH 2 setelah


ditambahkan karbon aktif 5%.
8. Sampel crude glycerol pH 4 setelah
ditambahkan karbon aktif 5%.

9. Dilakukan penyaringan terhadap ke


empat sampel dengan menggunakan
kertas saring. Terlebih dahulu ke
empatsampeldibiarkan selama 2 jam.

10. Hasil dari penyaringan ke empat


sampel.

11. Hasil penyaringan sampel pH 5,5


(murni).
12. Hasil penyaringan sampel crude
glycerol pH 6.

13. Hasil penyaringan sampel crude


glycerol pH 2.

14. Hasil penyaringan sampel crude


glycerol pH 4.

Pembahasan

Gliserin yang diperoleh dari produk samping pembuatan biodisel dapat


dilakukan pemurnian untuk menghasilkan gliserin dengan kemurnian tinggi.
Proses pemurnian melalui tahapan yaitu sebagai berikut: Agar pengotor yang
terdapat pada gliserin kotor tersebut dapat dipisahkan satu sama lain, maka
dilakukan proses netralisasi melalui penambahan asam. Pada praktikum ini
digunakan asam sulfat dengan penambahan sebanyak 5% terhadap 100 ml crude
glycerol sampai diperoleh pH 2,4 dan 6. Penambahan ini akan mengakibatkan
terbentuknya garam katalis, yaitu hasil reaksi antara asam yang ditambahkan dan
katalis basa yang terdapat pada gliserin kotor. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Syah (2006), bahwa untuk dapat digunakan, residu gliserol terlebih
dahulu dilakukan pengolahan awal untuk menghilangkan bahan lain selain
gliserol, tahap pertama dalam proses ini adalah penambahan asam fosfat atau
sulfat untuk mendekomposisi sabun dan membentuk asam lemak bebas.
Karenanya gliserin kotor akan terpisah menjadi tiga lapisan yaitu lapisan garam
katalis di bawah, gliserin-metanol-air ditengah dan asam lemak bebas dilapisan
paling atas. Pemisahan ini terjadi dengan sendirinya akibat perbedaan massa jenis
paling besar.
Selanjutnya dilakuakan pemucatan gliserol dengan penambahan adsorben
berupa arang aktif ke dalam hasil saringan (lapisan bagian atas). Namun sebelum
diberikan karbon aktif, sampel ditambahkan air terlebih dahulu dengan
perbandingan volume 2:3. Menurut Prakoso et al (2007), penambahan air ini
dilakukan untuk memudahkan proses adsorpsi warna dan senyawa organik yang
terkandung di dalam larutan gliserol oleh arang aktif. Selain itu penambahan air
ini juga ditujukan untuk mempercepat waktu penyaringan setelah proses
penambahan adsorben selesai dilakukan karena larutan gliserol merupakan cairan
viscous.
Karbon aktif yang ditambahkan adalah sebanyak 5 % dari berat sampel.
Penambahan adsorben arang aktif bertujuan untuk menghilangkan warna dan
menurut Prakoso et al (2007), juga dapat mengikat senyawa organik yang masih
terkandung didalam gliserol tersebut. Sebelum digunanakan karbon aktif dicuci
terlebih dahulu agar warna dari karbon aktif tidak terlalu gelap dan untuk
mempecepat laju pengendapan. Selama percobaan, lama pengadukan larutan
gliserin dan karbon aktif adalah 30 menit, sedangkan waktu pengendapan dan
proses adsorpsi oleh karbon aktif adalah 2 jam. Hasil yang diperoleh dari
penambahan karbon aktif berwarna bening dan jernih setelah disaring kembali.
Hasil yang didapat dapat disimpulkan yaitu secara umum dapat
disimpulkan bahwa semakin rendah pH (kadar asam tinggi) maka akan lebih baik
karena proses asidifikasi emulsi menjadi asam lemak semakin besar sehingga
dihasilkan hasil yang lebih baik dan akan menyebabkan semakin besar proses
penguraian gliserol kasar menjadi asam-asam lemaknya, artinya gliserol kasar
yang mengandung sabun dan sisa katalis membentuk suatu campuran kental
seperti emulsi yang menjerap gliserol dimana campuran emulsi ini perlu untuk
dipecah dimana untuk memecah emulsi ini dilakukan proses asidifikasi
(pengasaman) yang bertujuan untuk menguraikan sabun menjadi asam-asam
lemaknya sehingga gliserol dengan sendirinya akan mudah terpisah sehingga lebih
mudah untuk dimurnikan.. Akan tetapi, masalah kemudian timbul yaitu terjadi
asidifikasi yang berlebih. Hal ini dapat menimbulkan stratum antara lemak dan
lapisan gliserol yang mengandung garam yang tidak akan bisa mengendap. Oleh
karena itu, pada pH 4 kadar gliserol akan menunjukkan hasil yang optimum
dimana pada pH 2 terjadi asidifikasi yang berlebih dan pada pH 6 terjadi
asidifikasi yang tidak sempurna (Rahmi, 2006).
KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini adalah :


1. Penambahan asam sulfat (H2SO4) dan karbon aktif mampu memisahkan
zat pengotor yang terdapat dalam crude glyserol.
2. penambahan air ini dilakukan untuk memudahkan proses adsorpsi warna
dan senyawa organik yang terkandung di dalam larutan gliserol oleh arang
aktif.
3. pH berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap proses
pemurnian residu gliserol dari hasil samping pabrik biodiesel.
4. Semakin rendah pH (kadar asam tinggi) maka akan lebih baik karena
proses asidifikasi emulsi menjadi asam lemak semakin besar.
5. Pada pH 4 kadar gliserol akan menunjukkan hasil yang optimum dimana
pada pH 2 terjadi asidifikasi yang berlebih dan pada pH 6 terjadi
asidifikasi yang tidak sempurna (Rahmi, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Atkins PW. 1998. Phisical Chemistry, 6th ed. Oxford(UK): Oxford University
Press.
Aziz I, Nurbayti S. Luthfiana F. 2008. Pemurnian gliserol dari hasil samping
pembuatan biodiesel menggunakan bahan baku minyak goring bekas.
Jurnal Kimia Valensi. 1(3): 157-162.
Kongjao,S., Damronglerd, S., Hunsom, M., 2010. Purification of Crude Glycerol
Derived from Waste used-oil Methyl Ester Plant, Korean J. Chem.
Eng,27,944-949.
Konvaks A. 2011. Aspect of refining biodiesel by product glycerin. Journal of
Petroleum and Coal. 1: 91-97.
Nurhasni, Hendrawati, Saniyyah N. 2014. Sekam padi untuk menyerap ion logam
tembaga dan timbal dalam air limbah. Jurnal KimiaValensi. 4(1):
36-44.
Prakoso, T., H. Sirait., & Bintaroe, 2007, Pemurnian Hasil Samping Produksi
Biodiesel, Prosiding Konferensi Nasional Pemanfaatan Hasil
Samping Industri Biodiesel dan Industri Etanol serta Peluang
Pengembangan Industri Integratednya, Jakarta, hal 267 - 275. 6.
Rahmi, U. 2006. Skripsi : Pengaruh Jenis Asam dan pH padaa Pemurnian Residu
Gliserol dari Hasil Samping Produksi Biodiesel. FMIPA USU.
Medan.
Sholehah, Miftah, 2008, ” Pemisahan Gliserin dari Hasil Samping Pembuatan
Biodiesel ”, Prodi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Syah, A.N.A. 2006. Biodiesel Jarak Pagar Bahan Bakar Alternatif Ramah
Lingkungan. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai