1. Pendahuluan
2. Definisi lahan kritis
3. Kapan lahan menjadi kritis ??
4. Lahan kritis dalam kaitan peruntukan
5. Perencanaan, pengendalian ruang dan
Rehabilitasi lahan kritis
6. Penutup
1. Pendahuluan
• Dalam Dasawarsa terakhir (INDONESIA)
Menghadapi Kenyataan bahwa Lingkungan Hidup
Terindikasi mengalami Kerusakan yang semakin pa
• Intensitas Bencana (Gempa bumi, Banjir, Kekeringan,
Longsor dll) semakin tinggi indikasi lahan kritis ??
Sumber : bpbn.org.id
Lahan-lahan Kritis di Indonesia cenderung makin luas
Statistik Kehutanan (2006) Lahan Kritis ± 77,8 juta Ha
• Penyebab :
1. Erosi
2.Kehilangan unsur hara dan bahan organik.
3.Terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi)
4.Terkumpulnya atau terungkapnya senyawa yang
bersifat racun/limbah industri.
5.Aktivitas penambangan.
3.1.Kenampakan tanah kritis secara detil
a. Permukaan (horizontal)
berubahnya kenampakan
fisik permukaan
munculnya batuan di
permukaan lahan
berubahnya kenampakan
tanaman /tumbuhan
(Sumber : diitsl, 2010)
b. Vertikal
• hilangnya lapisan
tertentu
• solum makin dangkal
• sifat kimia, fisik dan
biologi berubah
• beberapa karakter
secara alami
memang kualitas
rendah
Kekritisan dapat
Faktor Penentu : dihitung secara
1. Tutupan/Penggunaan Lahan kuantitatif atau
2. Kemampuan Lahan
3. Kelerengan kualitatif :
4. Curah Hujan Misalnya
a. untuk erosi dengan
rumus tertentu – detil
(rumus USLE dan variasi)
b. Untuk bahaya erosi
dengan logika
Daya Dukung Pola Ruang (Kemenhut); model skor)
Lingkungan
c. Untuk landslide beda
d. Untuk pencemaran beda
parameter
Sesuai Peruntukan e. Untuk banjir
5.2. Pengendalian
- pemanfaatan dapat atau perlu dikendalikan
- kegiatan bersifat intensif atau ekstensif
- aspek perijinan hingga pengolahan
- status kekritisan bisa berubah dengan perubahan peruntukan atau
penerapan teknologi dan manajemen
5.3. Rehabilitasi
- kalau sudah tidak sesuai dengan daya dukung maka harus diperbaiki
- perbaikan lahan atau lainnya
- perbaikan tidak selalu bersifat site – tetapi off site
6. Penutup
• Lahan / tanah kritis terjadi karena pemanfaatan
tidak sesuai dengan daya dukung (sesuai
peruntukan)
• Proses terbentuknya lahan kritis dapat karena
peristiwa alami dan non alami – dan
kecenderungan karena proses non alami
• Kriteria tanah kritis perlu dilihat dalam skala detil
dan atau non detil sesuai keperluan dan diakitkan
dengan peruntukan
• Lahan kritis dapat dinilai dengan model kuantitatif
dan atau kualitatif, dan dipakai untuk keperluan
perencanaan ruang dan atau rehabilitasi
Referensi
1. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB press
2. B. Barus, K. Gandasasmita, S. Tarigan, O. Rusdiana, D. Shiddiq, B.H Trisasongko, LS. Iman. 2011. Penyusunan
Kriteria Lahan Kritis. Kerjasama antara P4W, LPPM IPB dengan KLH (Laporan akhir, tidak dipublikasi)
3. Barus, B, Laode S, D. Panuju, B. Trisasongko. 2011. Pengukuran dan Pemetaan lahan sawah di Kabupaten Garut.
Kerjasama P4W, LPPM IPB dengan Pemda Garut
4. BNPB. 2012. Data statistik kebencanaaan sd 2012. (akses web site 20 Nov 2012).
5. Elfida, 2006. Perrencanaan Ruang daerah lahan tambang di Bangka (tesis S2 PS PWL)
6. Rustiadi, E. Prastowo, B. Barus dan L. Iman, 2010. Kajian Daya dukung lingkungan di Aceh. Kerjasama P4W,
LPPM dengan KLH - UNDP
7. Tarigan, S. 2010. Geoindikator erosi. Seminar Pengembangan Geoindikator untuk mendukung Penataan Ruang.
Kerjasama Kemenristek dan IPB.
8. Gandasasmita, K., B Sumawinata, dan B. Barus, 2008. Pengelolaan ruang Kawasan Gambut Sejuta Hektar, di
Provinsi Kalteng. Kerjasama antara Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, LPPM, IPB
dengan Kantor Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta 2008
9. UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
10.UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup