Asma
Asma
LAPORAN PORTOFOLIO
“ASMA BRONKHIALE”
Disusun oleh:
Pembimbing :
dr. RETNANING
Laporan Portofolio
Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus
sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di
RSUD Djojonegoro Temanggung
Mengetahui,
Dokter Internsip, Dokter Pendamping
1
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Asma Bronkhiale
Sesak nafas dirasakan pengaruh dari cuaca, memberat ketika malam hari sampai
terbangun terutama tengah malam sampai menjelang pagi
Bicara tidak utuh satu kalimat dalam satu nafas
Batuk dengan dahak putih bening kental
Riw. sakit serupa (+) berulang kali, sejak usia 14 tahun
Riw. berobat (+) di dokter, berkurang, tetapi jika keluhan menghilang dan obat habis,
tidak kontrol lagi dan tidak rutin
Riw. alergi (+) debu
TD : 120/80; RR: 40x/menit; N: 120 x/menit; t: 36,70C
Wheezing (+/+)
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah mengalami keluhan ini sebelumnya, berulang kali sejak usia 14 tahun. Pasien
pernah berobat, keluhan berkurang dan obat habis tidak kontrol.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Sebelumnya pasien berulang kali sakit seperti ini, keluhan terakhir muncul sekitar 1 minggu
yang lalu, minum Teosal, berkurang. Pasien sering sesak jika cuaca dingin dan tengah malam
hari. Pasien kontrol apabila timbul keluhan yang sama seperti sebelumnya. Pasien juga
memiliki alergi terhadap debu.
2
Tekanan Darah : 120/80
Nadi : 120x/menit
Frekuensi Nafas : 40x/menit
Suhu : 36,7C
Pemeriksaan Fisik
Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-)
Mata Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek
cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
Telinga Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-),
nyeri tekan tragus (-)
Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi penghidu baik
Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-)
Leher JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher
(-)
Thorax Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri,
retraksi intercostal (-), spider nevi (-), sela iga melebar (-), pembesaran
KGB axilla (-/-)
Jantung :
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC IV 2 cm medial linea medioklavicularis
sinistra
→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi HR : 120 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-).
Pulmo :
Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-).
Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi Simetris, Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi Sonor / Sonor
3
Auskultasi RR : 40 x/menit, suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan wheezing (+/
+), ronchi basah kasar (+/+)min, ronchi basah halus basal paru (-/-),
krepitasi (-/-)
_ _ _ _
_ _ _ _
Pemeriksaan EKG
4
Kesan: Sinus takikardi
Pemeriksaan Laboratorium Darah
16/11/2014 Satuan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 14,8 g/dl
Hematokrit 53
Eritrosit 5, 3 106/l
Leukosit 16,4 ↑ 103/l
Trombosit 350 103/l
HITUNG JENIS:
Eosinofil 19,8 ↑ %
Basofil 1,2 %
Neutrofil 62,0 %
Limfosit 12,4 %
Monosit 4,6 %
LAJU ENDAP DARAH
LED 1 jam 14 mm
LED 2 jam 28 mm
KIMIA KLINIK
Ureum 12,4 mg/dL
Kreatinin 1.15 mg/dL
Asam Urat 8,8 ↑ mg/dL
GDS 115 mg/dL
Daftar Pustaka :
1. Aditama, T.Y. (2006.) Asma Bronkial. Departemen Pulmonologi & Kedokteran Respirasi
FK-UI/RS. Persahabatan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
2. Global Initiative for Asthma (GINA). (2012). Global Strategy For Asthma Management
And Prevention. Retrieved from http://www.ginasthma.org/local/uploads/files/
GINA_Report_March13.pdf
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), (2003). Asma: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Available
at:http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf
4. Surajanto, Eddy. Diagnosis dan Klasifikasi Asma. Dalam temu ilmiah respirologi. 2001. Lab
5
Paru Fakultas UNS/SMF Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Solo: 1-16
Hasil Pembelajaran :
Asma Bronkhiale
1. Definisi
Merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodic berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-
batuk terutama pada malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas yang luas, bervariasi, dan sering kali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
2. Faktor Resiko
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetic dan faktor lingkungan
Faktor Genetik Faktor Lingkungan Faktor Lain
Atopi/Alergi Alergen dalam rumah Alergen makanan
Hipereaktivitas (tungau debu rumah, spora Allergen obat-obatan
bronkus jamur, kecoa, serpihan kulit tertentu
Jenis kelamin binatang seperti anjing, Bahan yang
Ras/etnik kucing, dan lain-lain). mengiritasi
Obesitas Alergen luar rumah (serbuk Ekspresi emosi
sari, dan spora jamur). berlebih
Asap rokok
Polusi udara
Exercise- induced
asthma
Perubahan cuaca
Status ekonomi
6
3. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran nafas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama
sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel. Faktor lingkungan dan
berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran nafas pada
penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten
maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma
alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Ada 2 jenis inflamasi yaitu:
a. Inflamasi Akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain allergen, virus,
iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat
dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.
- Reaksi Asma Tipe Cepat : Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast
dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed
mediator seperti histamine, protease, dan newly generated mediator seperti leukotrin,
prostaglandin, dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mucus
dan vasodilatasi.
- Reaksi Fase Lambat : Reaksi ini dapat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen
dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil, dan makrofag.
b. Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T,
eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.
7
4. Diagnosis dan Klasifikasi
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia disebabkan
berbagai hal, antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang
bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter.
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas,
mengi, rasa berat di dada, dan variability yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik
cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibility kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
8
Riwayat penyakit/gejala:
Bersifat episodik, sering kali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari.
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.
Respon terhadap pemberian bronkodilator.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit:
Riwayat keluarga (atopi).
Riwayat alergi/ atopi.
Penyakit lain yang memberatkan.
Perkembangan penyakit dan pengobatan.
Gejala asma dapat bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal.
Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi.
Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran
objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi
otot polos saluran napas, edema, dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka
sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi
menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja penapasan dan menimbulkan tanda
klinis berupa sesak napas, mengi, dan hiperinflasi.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun
demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sanat berat, tetapi
biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi,
dan penggunaan otot bantu napas.
Diagnosis banding asma pada dewasa antara lain penyakit paru obstruksi kronik, bronkitis
kronik, gagal jantung kongestif, batuk kronik akibat lain-lain, disfungsi larings, obstruksi
mekanis, emboli paru. Diagnosis banding asma pada anak adalah benda asing di saluran
napas, laringotrakeomalasia, pembesaran kelenjar limfe, tumor, stenosis trakea, bronkiolitis.
9
5. Pemeriksaan Penunjang
10
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya,
demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi; sehingga
dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi
dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma.
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai obstruksi jalan napas, reversibiliti kelainan
faal paru, dan variabiliti faal paru sebagi penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas.
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas
(standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak respirasi
(APE).
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma adalah mengetahui obstruksi jalan
napas dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Selanjutnya
spirometri dapat menilai reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14
hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Spirometri juga dapat
untuk menilai derajat asma.
Manfaat mengukur arus puncak respirasi (APE) adalah menilai reversibiliti, yaitu
perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau
bronkodilator oral 10-14 hari, atau respon terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu).
Selain itu dapat untuk menilai variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan
variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit.
11
Selain itu, status kontrol asma seseorang dapat diketahui dengan menggunakan Asthma
Control Test (ACT). ACT adalah sebuah tes sederhana berbentuk kuisioner yang dapat
membantu penyandang asma mengevaluasi asma telah terkontrol dengan baik. Berikut adalah
tabel ACT:
6. Penatalaksanaan
12
penderita dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma.
Edukasi harus dilakukan terus- menerus, pada prinsipnya edukasi diberikan pada:
1. Kunjungan awal (I)
2. Kunjungan kemudian (II) yaitu 1-2 minggu dari kunjungan pertama
3. Kunjungan berikut (III)
4. Kunjungan-kunjungan berikutnya
Edukasi sebaiknya dilakukan dengan alat peraga lengkap, dengan materi edukasi bisa
mengenai cara dan waktu penggunaan obat, menghindari pencetus, mengenali efek
samping obat dan fungsi kontrol teratur pada pengobatan asma.
b. Penilaian dan Pemantauan Secara Berkala
Pemantauan tanda dan gejala asma sebaiknya meliputi 3 hal berikut ini:
1. Gejala asma sehari-hari (mengi, batuk, rasa berat di dada dan sesak napas)
2. Asma malam terbangun pada malam hari karena gejala asma
3. Gejala asma pada dini hari tidak menunjukkan perbaikan setelah diberi pengobatan
agonis beta-2 kerja singkat
Pemeriksaan faal paru sangat bermanfaatkan dalam mengindentifikasi dan pelaksanaan
penyakit asma, bisa dilakukan dengan spirometri atau pengukuran Arus Puncak Ekspirasi
(APE) menggunakan peak flow meter.
c. Perencanaan dan Pengobatan Jangka Panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit sehingga disebut asma
terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Medikasi asma
1. Pengontrol (Controller)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan kondisi asma terkontrol
pada asma terkontrol.
Macam-macam obat pengontrol adalah :
a. Glukokortikosteroid inhalasi (Budesonide, Flutikason propionate, Beklometason
dipropionat) : medikasi jangka panjang paling efektif dalam mengontrol asma.
Pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Kurva dosis- respons
steroid inhalasi adalah datar, berarti meningkatkan dosis tidak akan banyak
13
menghasilkan manfaat dalam mengontrol asma, sehingga apabila dengan dosis
inhalasi tidak mencapai asma terkontrol, dianjurkan untuk menambah obat
pengontrol lainnya daripada menambah dosis.
14
memperbaiki dan atau menghambat bronkokontriksi yang berkaitan dengan gejala akut
seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas
atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.
Macam-macam obat pelega adalah :
a. Agonis beta-2 kerja singkat (Salbutamol, Fenoterol, Terbutalin, Prokaterol) :
mempunyai onset kerja yang cepat. Merupakan pilihan terapi pada serangan asma
akut dan pratetapi pada exercise-induced asthma.
b. Metilxantin (Teofilin, Aminofilin): sebagai bronkodilator meski lebih lemah dan
onset lebih lama dari agonis beta-2 kerja singkat.
c. Antikolinergik (Ipratropium bromide) : memblok pelepasan asetilkolin dari saraf
kolinegik pada jalan napas.
d. Glukokortikosteroid sistemik (Metilpredinisolon, Prednison) : Short course efektif
untuk mengontrol asma pada terapi awal, sampai tercapai APE 80% terbaik atau
gejala mereda, umumnya membutuhkan 3-10 hr
e. Adrenalin : pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.
Pengobatan berdasarkan derajat berat asma
1. Asma intermitten
Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat bila dibutuhkan. Juga
sebelum exercise pada exercise-induced asthmadengan alternatf kromolin atau
leukotriens modifiers. Bila terjadi serangan obat pilihan adalah agonis beta-2 kerja
singkat inhalasi, agonis beta-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan
agonis beta-2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi. Bila perlu bronkodilator > 1
minggu selama 3 bulan, sebaiknya diperlakukan sebagai asma persisten ringan.
2. Asma persisten ringan
Membutuhkan obat pengontrol setiap hari sehingga terapi utama adalah antiinflamasi
dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Terapi lainnya adalah bronkodilator
(agonis beta-2 kerja singkat) tidak lebih 4x per hari. Jika > 4x perhari dipertimbangkan
beratnya asma pada tahap selanjutnya.
3. Asma persisten sedang
Obat idealnya adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid terbagi dalam 2 dosis dan
agonis beta-2 kerja lama 2x sehari. Terapi lainnya adalah bronkodilator (agonis beta-2
kerja singkat) inhalasi bila perlu,tidak lebih 4x per hari. Alternatifnya adalah agonis
15
beta-2 kerja singkat oral atau kombinasi oral teofilin kerja singkat dan agonis beta-2
kerja singkat.
4. Asma persisten berat
Tujuannya adalah mencapai kondisi terbaik, gejala seringan mungkin, kebutuhan obat
pelega seminimal mungkin, faal paru sebaik mungkin, variabilitas APE seminimal
mungkin sehingga obat pengontrolnya lebih dari satu. Terapi utama adalah inhalasi
glukokortikosteroid dosis tinggi dan agonis beta-2 kerja lama 2x sehari. Alternatifnya
adalah teofilin lepas lambat, agonis beta-2 kerja lama oral dan leukotriens modifiers
sebagai alternatis agonis beta-2 kerja lama.
Pelangi Asma
Adalah sistem monitoring keadaan asma secara mandiri, terdiri dari :
Hijau : - kondisi baik, asma trerkontrol
tidak ada/ gejala minimal
APE 80-100 % nilai prediksi
Pengobatan tergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap
pada hijau minimal 3 bulan, pertimbangkan turunkan terapi
Kuning : - berhati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi eksaserbasi
dengan gejala asma (asma malam, hambatan aktivitas, batuk, mengi, dada
terasa berat baik aktivitas maupun istirahat dan/atau APE 60-80 % nilai
prediksi.
Membutuhkan peningkatan dosis terapi atau perubahan medikasi.
Merah : - berbahaya
gejala asma terus menerus
APE <60 % nilai prediksi
Penderita perlu pengobatan segera
Ciri- ciri asma terkontrol :
- Tanpa gejala harian atau < 2x/ minggu
- Tanpa keterbatasan aktivitas harian
- Tanpa gejala asma malam
- Tanpa pengobatan pelega atau < 2x/ minggu
- Fungsi paru normal atau hamper normal
16
- Tanpa eksaserbasi
Ciri-ciri asma tidak terkontrol :
- Asma malam ( terbangun malam hari karena gejala asma)
- Kunjungan ke gawat darurat, karena serangan akut
- Kebutuhan obat pelega meningkat.
7. Pencegahan
A. Mencegah Sensitisasi
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi, diduga
paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma pada
individu yang disensitisasi. Selain menghindari pajanan dengan asap rokok, baik in utero
atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan asma.
Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem imun bayi kearah Th1, respons nonalergi
atau modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis
B. Mencegah Eksaserbasi
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor
seperti tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor seperti
polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan penderita dengan
beberapa faktor seperti menghentikan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan
kerja, makanan, aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol asma
serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor
lingkungan sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain yang
harus pula dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, makanan dan aditif, obesitas,
emosi-stres dan berbagai faktor lainnya.
1. Subjektif :
1 minggu SMRS, pasien merasa sesak nafas (+). Sesak muncul ketika cuaca dingin
dan memberat saat malam hari terutama tengah malam menjelang subuh.
17
2 jam SMRS, pasien merasa semakin sesak. Saat datang di IGD, pasien tidak dapat
berbicara utuh satu kalimat dalam satu nafas. Sesak disertai batuk dengan dahak
kental berwarna putih.
Keluhan muncul sejak usia pasien 14 tahun. Pasien pernah berobat namun tidak rutin,
keluhan berkurang dan obat habis tidak kontrol. Keluhan terakhir muncul 1
minggu sebelumnya, biasanya setelah diberi Teosal membaik
Pasien memiliki alergi (+) terhadap debu. Ibu pasien juga mempunyai riwayat asma
(+).
2. Objektif :
a. Gejala Klinis
Dispnea, dipengaruhi cuaca dingin, memberat saat malam hari.
Bicara tidak utuh satu kalimat dalam satu nafas
Batuk dengan dahak putih kental
Riwayat berobat ke dokter akan tetapi tidak kontrol rutin
Riwayat alergi debu (+), riwayat asma pada keluarga (+)
b. Vital Sign
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : compos mentis, tampak sesak
Tekanan Darah : 120/80
Nadi : 120x/menit
Frekuensi Nafas : 40x/menit
c. Pemeriksaan Fisik
1. Wheezing (+/+) terutama saat ekspirasi
2. Ronchi basah kasar (+/+) minimal
d. Riwayat Pengobatan
Pasien jarang berobat rutin ke dokter/puskesmas, hanya jika merasa sesak, pasien
18
datang ke dokter/puskesmas, diberi obat dan kemudian tidak kontrol lagi atau
memeriksakan diri ke dokter/ puskesmas/RS.
19
kesimpulan, pasien ini menderita asma akut sedang tidak terkontrol.
4. Plan :
Diagnosis Kerja : Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik yang dapat disimpulkan
adalah pasien ini menderita asma akut sedang tidak terkontrol.
Pengobatan :
- Pasang O2 2-3 lpm nasal kanul
- Nebulisasi Ventolin dan pulmicort masing-masing 1 respules/8 jam
- Inj. Dexamethason 1amp/8jam
- Drip inj. Aminophilin 250 mg dalam 1 flabot D5%
- Per oral : Ambroxol 3x30mg
Pendidikan :
Pasien dan keluarga dijelaskan tentang penyakit dan penanganan yang telah
dilakukan, serta upaya pencegahan yang perlu dilakukan. Edukasi tentang
prognosis penyakit (dubia et bonam) kepada keluarga pasien juga penting
dilakukan.
Rujukan : -
20
Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan
Terkontrolnya serangan asma,
Guna dilakukan
tidak bertambahnya komplikasi
Rujuk Spesialis penatalaksanaan secara
pada penyakit ini, dan
Penyakit Dalam menyeluruh pada pasien
meminimalisir keluhan yang
tersebut
timbul
Follow up Setiap hari Fungsi paru yang diharapkan
membaik setiap waktu
Nasehat Setiap kali kunjungan Kepatuhan minum obat,
kurangi aktifitas fisik,
menghindari faktor pencetus
21
FOLLOW UP
22
23