Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

WHO (World Health Organitation)melaporkan bahwa 5-25% dari

anak-anak usia prasekolah menderita disfungsi otak minor, termasuk

gangguan perkembangan motorik halus (sutirna, 2013). Menurut Departemen

kesehatan Republik Indonesia (2012) bahwa 0,4 juta (16%) balita indonesia

mengalami gangguan perkembangan, baik perkembangan motorik halus dan

kasar, gangguan pendengaran, kecerdasan kurang dan keterlambatan bicara.

Masa kecil sering disebut sebagai “saat ideal’ untuk mempelajari

keterampilan motorik karena tubuh anak lebih lentur ketimbang tubuh remaja

atau orang dewasa, sehiggah anak lebih mudah menerima semua pelajaran.

Anak juga belum banyak memiliki keterampilan yang akan berbenturan

dengan keterampilan yang baru dipelajarinya, maka bagi anak mempelajari

keterampilan baru lebih mudah. Secara keseluruhan anak lebih berani pada

waktu kecil ketimbang telah besar, hal yang demikian menimbulkan motivasi

yang diperlukan untuk belajar. Usia prasekolah merupakan periode atau masa

keemasan (golden age) dalam proses perkembangan, dimana pada usia

tersebut aspek kognitif, fisik, motorik, dan psikososial seorang anak

berkembang dengan optimal (Zaman Badru, 2012).

Dalam tahap pencapaian pertumbuhan dan perkembangan, anak dapat

dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yakni kelomok usia 0-6 tahun

1
2

yang berbagi menjadi tahap pranatal yang terdiri dari masa embrio (mulai

konsepsi 8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai lahir), tahap post natal

yang terdiri dari masa neonatus (0-28 hari) dan masa bayi (29 hari – 1 tahun),

tahap prasekolah (3-6 tahun), dan kelompok usia 6 tahun keatas yang terbagi

dalam masa pra remaja (6-10 tahun) dan masa remaja (10-18/20 tahun). Aziz

hidayat, 2012. Perkembangan anak masih belum tercapai sesuai dengan usia

mereka antara lain hambatan dalam konsentrasi, cepat bosan, dan mudah

beralih, kaku, dan kurangnya koordinasi mata dan tangan.

Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pada Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa pendidikan anak

usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan

jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalm memasuki pendidikan

lebih lanjut (Depdiknas, 2003).

Pendidikan anak usia dini (PAUD) diselenggarakan sebelum jenjang

pendidikan dasar.Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui

jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.Pendidikan anak usia dini

pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul

athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini pada

jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman

penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan pendidikan

anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga
3

atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.Pada pertumbuhan

masa pra sekolah pada anak pertumbuhan fisik khususnya berat badan

mengalami kenaikan rata rata 6,75-7,5 centi meter setiap tahunnya (hidayat,

2012).

Pada masa ini anak mengalami proses perubahan dalam pola makan

dimana anak pada umumnya mengalami kesulitan makan. Proses eliminasi

pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan masa ini adalah masa

dimana perkembangan kognitif sudah mulai menunjkkan perkembangan pada

anak dan sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah dan tampak

sekali kemampuan anak membutuhkan pengalaman belajar dengan lingkungan

dan orang tuannya. Sedangkan perkembangan psikososial pada anak sudah

menunjukkan adannya rasa inisiatif, konsep diri yang positif serta mampu

mengidentifikasi dirinya sendiri.

Dunia pendidikan di lembaga PAUD sangat mengharapkan kehadiran

media pembelajaran yang mampu mengembangkan domain kognitif anak

yang bermutu tinggi. Di lembaga PAUD memang mmbutuhkan berbagai alat

peraga, media,permainan, dan alat bantu lainnya karena memang sesuai usia

dini harus lebih kreatif , imajinatif, dan komunikatif dalam menciptakan atau

menemukan berbagai alat permainan dan media untuk anak didik, masalah

aplikasi dalam mengunakan media di lembaga paud adalah masalah yang

harus berdasarkan dengan kehidupan yang sesungguhnya dan harus membantu

anak anak menyadari bahwa pelajaran dan permainan yang mereka peroleh
4

merupakan suatu proses yang berguna dan penting. Apabila suatu masalah

diberikan anak anak dapat melihat manfaatnya.

Belajar melalui bermain merupakan satu teknik pengajaran dan

pembelajaran yang berkesan kepada anak usia dini. Dengan melalui teknik ini

juga akan mendatangkan kesenangan dan kepuasan kepada mereka sebelum

dalam suatu program yang hendak disampaikan. Bermain bagi anak

merupakan proses mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam dunia orang

dewasa, cara bagi anak untuk memperoleh serpihan pengetahuan tentang

berbagai hal, menumbuhkan hasrat bereksplorasi, melatih pertumbuhan fisik

dan imajinasi, berlatih berinteraks degan orang dewasa dan anak lain, dan

berlatih menggunakan kata-kata.Selain itu bermain membuat belajar menjadi

sesuatu yang menyenangkan, dan manfaat bermain ini menjadi sangat penting

karena pada saat anak masuk SD belajar akan menjadi lebih formal dan

memerlukan upaya yang serius.

Permainan Origami atau seni melipat kertas adalah salah satu

permainan yang berasal dari jepang bahan yang digunakan adalah kertas atau

kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu

hasil kerja tangan yang sangat teliti. Pada tahun 1880, seni melipat kertas itu

mulai dikenal dengan origami. Kata origami berasal dari bahasa Jepang, oru

(melipat) dan kami (kertas). Kata origami kemudian mulai menggantikan

istilah orikata/origata, orisui ataupun orimono.

Menurut Salsabila (2011:2) menyatakan “origami merupakan bagian

dari pengembangan kemampuan motorik halus sebagai media pengukur kerja


5

otak yang disalurkan pada gerakan jari tangan secara terkoordinasi”.Melipat

kertas adalah aktivitas seni yang mudah dibuat dan menyenangkan. Diantara

perannya adalah sebagai aktivitas untuk mengisi waktu luang dan media

pengajaran dan komunikasi dengan anak karena biasa dilakukan secara

bersama-sama. Selain itu melipat kertas juga sangat fungsional untuk anak dan

aktivitas ini memiliki fungsi melatih motorik halus dalam masa

perkembangannya.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti apakah

hubungan bermain lipat kertas terhadap kemampuan anak untuk

berkonsentrasi dalam melakukan pembelajaran di RA Baitull Islah Kota

Bengkulu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang maka

masalah penelitiannya adalah apakah ada pegaruh bermain lipat kertas

terhadap kemampuan anak untuk berkonsentrasi di RA. Baitul Islah

C. TujuanPenelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari pengaruh bermain lipat kertas terhadap

kemampuan anak untuk berkonsentrasi di RA Baitul Islah

2. Tujuan Khusus

a. Untuk memahami pengertian bermain lipat kertas

b. Untuk memahami pentingnya konsentrasi anak


6

c. Untuk mengetahui pengaruh bermain lipat kertas terhadap

konsentrasi anak RA Baitul Islah

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi STIKES Tri Mandiri Sakti

Penelitian ini diharapkan dapat mejadi refrensi keperawatan dan

memberikan informasi tentang pengaruh bermain lipat kertas terhadap

konsentrasi anak RA Baitul Islah.

b. Bagi RA Baitul Islah Bengkulu

Dapat menerapkan permainan ini dalam pelajaran sehari-hari, sehingga

dapat meningkatkan motorik halus anak

c. Bagi peneliti selanjutnya

Untuk menambah dukungan bahwa hasil penelitian yang dibuat

memberikan informasi yang sesuai dengan teori yang ada


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Konsentrasi

a. Pengertian

Konsentrasi merupakan keadaan pikiran atau asosiasi terkondisi

yang diaktifkan oleh sensasi di dalam tubuh. Untuk mengaktifkan sensasi

dalam tubuh perlu keadaan yang rileks dan suasana yang menyenangkan,

karena dalam keadaan tegang seseorang tidak akan dapat menggunakan

otaknya dengan maksimal karena pikiran menjadi kosong (Denisson,

2008).

Matlin, 2006 berpendapat bahwa konsentrasi adalah bagian dari

perhatian karena perhatian memiliki pengertian yang lebih luas dari

konsentrasi. Perhatian mempersiapkan individu untuk menerima informasi

lebih jauh atau menerima berbagai pesan. Perhatian dapat digunakan untuk

menjelaskan konsentrasi yang membutuhkan kemampuan untuk

memisahkan stimulasi yang tidak dikehendaki diantara sekian banyak

stimulasi yang tersedia.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan konsentrasi adalah perhatian

terpusat atau usaha untuk memusatkan perhatian terhadap informasi yang

dibutuhkan dengan mengabaikan informasi yang tidak diperlukan.

b. Aspek-aspek pemusatan perhatian atau konsentrasi

(Flanagan, 2005) yang mengungkapkan ada beberapa cara utuk

meningkatkan konsentrasi :

7
8

a) Memberikan kerangka waktu yang jelas agar anak mengetahui

dengan pasti berapa lama harus menyelesaikan.

b) Mencegah anak agar tidak terlalu cepat berganti dari satu tugas ke

tugas lain dengan cara membatasi pilihan.

c) Mengurangi jumlah gangguan dalam ruangan

d) Memberikan umpan balik dengan segera untuk memotivasi anak

tetap bekerja atau mengarahkan kembali perhatiannya pada tugas

yang sedang dikerjakan.

e) Merencanakan tugas yang lebih kecil daripada memberikan satu

sesi yang panjang.

f) Menetapkan tujuan dan meawarkan hadiah untuk memotivasi nya

agar terus bekerja.

c. Konsentrasi Belajar

Konsentrasi belajar adalah suatu pemusatan, penyatuan, pernyataan

adaya hubungan antara bagian-bagian dalam pelajaran atau lebih

(Harahap, 2006). Konsentrasi belajar anak adalah bagaimana anak fokus

dalam mengerjakan atau melakukan sesuatu, hingga pekerjaan itu

dislesaikan dalam waktu tertentu (Alim, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi belajar antara lain :

a) Faktor usia. Kemampauan untuk konsetrasi ini ikut tumbuh dan

berkembang sesuai denga usia individu.

b) Fisik. Kondisi sistem saraf mempengaruhi kemampuan individu

dalam menyeleksi sebuah informasi dalam kegiatan perhatian.


9

c) Faktor pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan

pengalaman turut berperan dalam usaha memusatkan perhatian

pada objek yang belum bisa dikenali polanya sehingga

pengetahuan dan pengalaman individu dapat memudahkan untuk

berkonsentasi.

d. Kerja Otak

Otak tersusun dari kumpulan neuron, dimana neuron merupakan

sel saraf panjang seperti kawat yang mengantarkan pesan-pesan listrik

lewat sistem saraf da otak. Sel-sel pada suatu daerah otak menghubungi

bagian-bagian tubuh yang lai secara kontinyu dan otomatis. Neuron ini

mengirimkan sinyal dengan menyebar secara terencana, semburan listrik

terhentak-hentak yang membentuk bunyi yang jelas yag timbul dari

gelombang kegiatan neuron yang terkoordinasi, dimaa gelombang itu

sebenarnya sedang mengubah bentuk otak dan membentuk sirkuit otak

menjadi pola-pola yang lama-kelamaan akan menyebabkan bayi yang lahir

nati mampu menengkap suara, sentuhan, dan gerakan (Rizki, 2008).

e. Ciri-ciri Siswa yang Dapat Berkonsetrasi Belajar

Ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi belajar berkaitan degan

perilaku belajar yang meliputi perilaku kognitif, perilaku afektif, dan

perilaku psikomotor (Rusyan, 1998). Klasifikasi perilaku belajar yang

dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat

berkonsentrasi belajar adalah :


10

a) Perilaku afektif, yaitu perilaku yang berupa sikap dan apesepsi. Da

dapat ditengarai dengan :

1) Adanya penerimaan

2) Respon

3) Mengemukakan suatu pandangan

b) Perilaku psikomotor, yaitu siswa yang memiliki konsentrasi

belajar dapat ditengarai dengan :

1) Adanya gerakan anggota badan yang tepat atau sesuai

dengan petunjuk guru

2) Komunikasi non verbal seperti ekspresi muka

c) Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang menyangkut masalah

pengetahuan, informasi, da masalah kecakapan intelektual. Dapat

detengarai dengan :

1) Kesiapan pengetahuan yang dapat segera muncul apabila

diperlukan

2) Komprehensip dalam penafsiran informasi

3) Mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh

f. Ciri-ciri Siswa yang Tidak Dapat Berkonsentrasi

Anak yang mengalami kesulitan dan gangguan dalam

berkonsentrasi saat belajar didalam kelas akan kesulitan dalam

mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru karena sering lupa denga

perintah yang dijelaskan oleh guru, sering tidak mendengarkan penjelasan

yang diberikan oleh guru dengan baik karena anak masih sangat sulit
11

untuk duduk dan memperhatikan sesuatu dalam jangka waktu yang lama

(Judarwanto) 2011. Gejala-gejala yang nampak pada anak yang

mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi belajar dikemukakan oleh

Supriyo (2008: 104), yaitu sebagai berikut :

a) Pada umumnya anak merasa betah berjam-jam untuk duduk-duduk

untuk nonton TV dan sebagainya. (di luar kegiatan belajar) tetapi kalau

belajar sebentar sudah merasa tidak tahan.

b) Mudah kena rangsangan lingkungannya (seperti: suara radio, TV,

gangguan adik atau kakak).

c) Kadangkala selalu mondar-mandir kesana kemari untuk mencari

perlengkapan belajar.

d) Selesai belajar tidak tahu apa yang baru saja dipelajari.

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Belajar

Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi belajar anak

menurut Hasbullah Tabrani (1995: 32-34) yaitu:

a) Faktor Internal. Faktor yang berasal dari individu, seperti tekad kurang

kuat dalam belajar, sifat emosi, dan reaksi terhadap lingkungan.

b) Faktor Eksternal. Faktor yang berasal dari luar individu, seperti suara

gaduh, orang sekitar yang mengajak bicara, tempat belajar yang bising

dan ramai, tidak tersedianya alat-alat yang diperlukan, suhu ruangan,

dan cara menyusun jadwal dan urutan belajar. Kelelahan juga menjadi

bagian dari faktor eksternal, seperti kelelahan aktivitas fisik dan

mental.
12

Femi Ollivia (2010: 107) juga menyebutkan mengenai faktor yang

mempengaruhi konsentrasi belajar anak, antara lain:

a) Faktor Internal Dari dalam diri, misalnya minat belajar yang rendah

(mata pelajaran dianggap tidak tidak menarik), perencanaan jadwal

belajar yang buruk dan kesehatan yang sedang menurun.

b) Faktor Eksternal Berupa suasana, perlengkapan, penerangan ruangan

suara dan adanya gambar-gambar yang mengganggu perhatian.

Hendra Surya (2009: 22-24) menyebutkan penyebab timbulnya kesulitan

konsentrasi belajar antara lain:

a) Lemahnya minat dan motivasi pada pelajaran.

b) Timbulnya perasaan gelisah, tertekan, marah, kuatir, takut, benci, dan

dendam.

c) Suasana lingkungan belajar yang berisik dan berantakan.

d) Kondisi kesehatan jasmani.

e) Bersifat pasif dalam belajar.

f) Tidak memiliki kecakapan dalam cara-cara belajar yang baik.

h. Upaya Mengatasi Anak Yang Sulit Berkonsentrasi Dalam Belajar

Menurut Judarwanto (2011) Anak usia prasekolah sulit fokus

(berkonsentrasi) karena pemandangan anak TK yang tak bisa duduk diam

dikelas adalah hal biasa. Kemampuan konsetrasi belajar pada setiap anak

tentunya berbeda-beda sesuai dengan usia da kondisinya. Untuk anak usia

2 tahun rata-rata mampu berkonsentrasi selama 7 menit, anak usia 3 tahun

rata-rata mampu berkonsentrasi selama9 menit, anak usia 4 tahun rata-rata


13

mampu berkonsentrasi selama 12 menit dan anak usia 5 tahun mampu

berkonsentrasi selama 14 menit. Wajarnya memang begitulah mereka

mengingat, sebagaian besar aktivitas anak usia prasekolah melibatkan

gerak fisik dan bermain. Itulah mengapa agak sukar bagi mereka bila harus

duduk diam dalam waktu lama dan berkonsentrasi terhadap tugas yang

disampaikan.

Anak-anak usia prasekolah boleh diajarkan untuk duduk diam

dalam menerima pelajaran. Tetapi tentunya pengenalan hal tersebut hanya

bisa dilakukan secara bertahap dan terus menerus. Agar anak dapat fokus

pada tugas yang diberikan oleh guru, maka aturlah egitan yang hendak

diberikan dengan memperhatikan prinsip, yaitu :

1) Jangan lebih dari 15 menit

Orang tua atau kita sebagai orang dewasa harus tahu, tingkat kesabaran

dan perhatian anak berkembang bersama-sama dengan perkembangan

fisiknya, terutama otot-otot kecil pengendali gerakan. Konsekuensinya

anak usia 4-5 tahun umumnya lebih senang menyelesaikan tugas yang

singkat, membongkar apa yang sudah dikerjakan dan memulainya

kembali dengan berulang-ulang.

2) Dilatih sambil bermain

Meski anak tampaknya semakin santai dalam mengerjakan tugas,

bukan berarti kita lantas bisa membebaninya dengan pelajaran-

pelajaran yang belum menjadi kewajibannya.


14

Melatih anak untuk konsentrasi pada tugasnya juga bisa dilakukan

sambil bermain. Kita jangan memforsir anak untuk belajar macam-

macam di usia dini hanya untuk mengejar satu target. Misalnya, harus

sudah bisa menghitung sekian puluh, padahal kemampuan anak usia 5

tahun sebagian baru mampu menghitung dari 1 sampai 10.

3) Sikap tubuh benar

Membantu anak menumbuhkan konsentrasinya dalam belajar juga

dapat dilakukan dengan mengajarinya sikap belajar yang benar.

Misalnya saat menulis , harus juga diperhatikan posisi duduk nya

jangan sampai tiduran atau jalan kesana kemari. Jadi, jika ingin anak

fokus pada tugas yang dikerjakannya guru harus mampu menunjukkan

pada murid bagaimana sikap duduk yang baik.

4) Alat bantu siap

Selain itu, keberhasilan anak saat memberikan perhatian pada tugasnya

juga bergantung pada kesiapan alat bantu yang ada. Misal, dikelas

seharusnya guru sudah mempersiapkan alat peraga yang lengkap pada

saat mengajarkan atau memberi tugas. Jangan lagi asyik-asyikan

menerangkan sesuatu, tiba-tiba terhenti karena guru terlupa salah satu

alat. Akibatnya , anak-anak yang tadinya sudah fokus mendengarkan,

bisa saja perhatiannya jadi buyar lagi karena guru mencari alat

bantunya.
15

5) Fisik dan kognisi harus seimbang

Bila anak-anak hanya dibiarkan bermain mengembangkan fisiknya,

mereka tidak akan mengembangkan kognisinya. Oleh karena itulah

kita perlu menyeimbangkan kegiatan fisiknya, mereka tidak akan

mengembangkan kognisinya. Oleh karena itulah kita perlu

menyeimbangkan kegiatan fisiknya dengan kegiatan yang

membutuhkan ketekunan dan konsentrasi.

B. Kegiatan Bermain Melipat Kertas

Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan

pendidikan anak usia dini, dengan menggunakan strategi, metode,

materi/bahan, dan media yang menarik agar mudah diikuti anak. Melalui

bermain anak diajak untuk berekplorasi (penjajakan), menemukan, dan

memanfaatkan benda-benda di sekitarnya ( Direktorat PAUD, 2003).

a. Pengertian Melipat Kertas

Melipat / origami dikenal sebagai seni melipat kertas yang berasal

dari jepang. Origami adalah satu bentuk kreativitas otak kanan juga punya

banyak manfaat. Penyebaran origami sudah ke berbagai belahan dunia

sehinggah seni melipat pun memiliki banyak cara melipat dengan nama

masing-masing. Banyak manfaat dari origami dalam kehidupan manusia,

antara lain manfaatnya :

1) Pembentukan kemampuan motorik yang lebih sempurna pada kedua

tangan. Secara tidak langsung, belajar origami juga belajar


16

mengomunikasikan sesuatu dari semula tidak terlihat menjadi terlihat

tampak nyata.

2) Peningkatan kemampuan intelektual. Bentuk yang jadi dari origami

pun tidak hanya benda mati, tetapi dapat dirangkai menjadi benda

“hidup”. Dengan sentuhn sedikit, benda origami bisa bergerak bahkan

melayang. Inilah yang membuat kenikmatan dan kebahagiaan sendiri

dimana tidak sekedar kertas saja, tetapi pada akhirnya dapat menghibur

kita sendiri si pembuatnya dengan gerakan yang dihasilkan produk

akhir tersebut.

3) Peningkatan daya kemampuan kreatif. Origami memungkinkan kita

membentuk kertas, yang merupakan benda dua dimensi karena begitu

tipis, menjadi wujud tiga dimensi. Ini sangat bermanfaat dalam

mengembangkan kemampuan pikiran spasial seseorang.

4) Merangsang kinerja seimbang antara bagian otak kiti dan otak kanan.

Origami dapat membuat keseimbangan kecerdasan otak kanan kiri,

sehinggah kelak mendorong orang untuk mandiri, membuat produk

origami, dan menjual menjadi satu dagangan tersendiri.

5) Meningkatkan daya imajinasi. Origami juga bisa melatih intuisi

seseorang. Dengan melipat sebuah kertas dan melalui proses yang lama

sebelum akhirnya bisa menciptakan sebuah wujud, seseorang jadi

terbiasa melihat sebuah proses, mamahami bagaimana sesuatu terjadi.

Bila hal ini dilatih terus, seseorang bisa dengan sangat mudah
17

memahami sesuatu tengah terjadi dengan menyeluruh, yang kadang

tidak dapat dilihat dengan pemahaman standart.

6) Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian (boleh dibilang

meningkatkan konsentrasi). Dampak kesegaran dapat kita peroleh

selama kita belajar. Hal ini berbeda dari situasi kondisi belajar yang

lain, mungkin capai setelah belajar. Akan tetapi, belajar origami malah

menyenangkan sehinggah rasa capai hilang secara psikologis. Dampak

lebih lanjut kesehatan akan tetap terjaga.

7) Meningkatkan kemampuan daya ingat (memori).

8) Melatih kesabaran. Berbagai bentuk seni origami menuntut kesabaran

untuk menghasilkan karya yang indah. Hal ini kemudian tentu akan

berdampak pada perilaku yang tenang dan sabar.

9) Memberikan pengalaman emosional dan estetis. Lewat origami kita

dapat belajar sambil bersuka cita membuat mainannya sendiri,

sehinggah menciptakan kepuasan dengan mainan yang sudah jadi dan

dibeli di toko mainan.

10) Membuat seseorang bisa lebih menghargai kenikmatan, kepuasan, dan

kebanggaan akan hasil kerjanya.

11) Origami dapat pula meningkatkan kemampuan matematika. Dalam

proses lipat-melipat pasti terjadi perhitungan, minsalnya membagi

kertas dalam dua atau beberapa lipatan atau bagaimana membagi kertas

tersebutmenjadi beberapa bagian yang sama besar.


18

12) Mengenali pola dan konsep bentuk atau bangun geometris. Ketika

sebuah hasil lipatan origami yang sudah jadi dibuka kembali, akan

terlihat pola-pola simetris dan garis bekas lipatan.

13) Manfaat origami juga berkaitan dengan pengembangan

pemahamanseseorang akan seni. Ini bisa memupuk pemikiran,

bagaimana sesuatu yang sebelumnya tak terwujud bisa menjelma

menjadi sesuatu, yang tidak ada menjadi ada.

14) Untuk menghias bahkan sampai ke pesta perkawinan sehingga

membuat para tamu tersenyum bahkan bisa tertawa dengan keidahan

origami tersebut.

b. Dasar-Dasar Melipat Kertas

Kegiatan melipat kertas dalam pelaksanaannya haruslah mengikuti

tuntunan dasar-dasar melipat, ini berujuan agar kegiatan melipat kertas

mudah untuk diikuti anak-anak. Dasar-dasar melipat kertas (sumanto:2005)

adalah sebagai berikut :

1) Gunakan jenis kertas yang secara khusus dipersiapkan untuk melipat.

Kertas lipat biasanya sudah dikemas dalam bungkus plastik berbentuk

bujur sangkar dalam berbagai ukuran dan warna. Melipat juga dapat

menggunakan jenis kertas HVS, kertas koran, kertas sukung/marmer,

kertas payung, kertas buku tulis dan sejenisnya. Sedangkan mengenai

ukuran dan warnanya dapat disesuaikan dengan bentuk atau model

lipatan yang akan dibuat termasuk melipat dengan menggunakan

kertas tissu.
19

2) Setiap model lipatan, ada yang dibuat dari kertas bebrbentuk bujur

sangkar, bujur sangkar ganda, empat persegi panjang, dan segi tiga.

Misalnya untuk lipatan model rumah, perahu, bunga, gelas, bola, kotak

dibuat dengan menggunakan kertas bujur sangkar ganda. Lipatan

model perahu layar, kapal terbang, mainan topeng, memakai kertas

empat persegi panjang. Lipatan model ikan dapat dibuat dari kertas

berbentuk segi tiga. Setiap model lipatan tidak selalu menggunakan

kertas berbentuk bujur sangkar.

3) Untuk memudahkan melipat berdasarkan gambar kerja (pola),

kenalilah petunjuk dan langkah-langkah pembuatannya. Petunjuk

melipat ditandai dengan garis anak panah sesuai arah ang dimaksudkan

dalam tahapan lipatan. Misalnya lipatan ke tengah, lipatan rangkap,

lipatan sudut, hasil lipatan dibalik, hasil lipatan ditarik dan sebagainya.

4) Kualitas hasil lipatan ditentukan oleh kerapian dan ketepatan teknik

melipat, mula dari awal sampai selesai.

c. Langkah Kerja Melipat Kertas

Menurut novia (2014) langkah kerja melipat sebagai berikut :

1) Tahap persiapan, dimulai dengan menentukan bentuk, ukuran, dan

warna kertas yang digunakan untuk kegiatan melipat. Juga

dipersiapkan bahan pembantu dan alat yang diperlukan sesuai model

yang akan dibuat.


20

2) Tahap pelaksanaan, yaitu membuat lipatan tahap demi tahap sesuai

gambar pola (gambar kerja) dengan rapi menurut batas setiap tahapan

lipatan sampai selesai.

3) Tahap penyelesaian, yaitu melengkapi bagian-bagian tertentu pada

hasil lipatan.

4) Melipat lurus dan melipat miring perlu diberikan sebagaidasar dalam

melatih kemampuan anak pada kegiatan melipat kertas keberbagai arah

atau posisi dengan menggunakan beberapa ukuran kertas. Melipat

lurus dan melipat miring merupakan cara/ pendekatan yang harus

dilakukan dalam pembuatan suatu model lipatan.

C. Langkah Pengembangan Konsentrasi Melalui Kegiatan Bermain Melipat

Kertas

Pada usia dini, pendidikan prasekolah adalah tempat yang kondusif

untuk mengembangkan kreativitas anak karena dengan program-program yang

ada di lembaga pendidikan prasekolah mengajarkan banyak keterampilan yang

memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi sehinggah hal ini akan

mengembangkan kreativitas anak. Anak-anak diberikan kesempatan untuk

memperoleh banyak pengetahuan baru. Anak-anak juga bebas menggunakan

fasilitas seperti mainan untuk merangsang kreativitasnya(ramli,2005).

Mengingat dunia anak adalh dunia bermain, dimana anak belajar

sambil bermain (learning by playing), maka bermain dapat menjadi alternatif

untuk mengembangkan kreativitas anak.


21

Guru dalam mengajarkan melipat, hendaknya mengikuti petunjuk-

petunjuk yang ada. Adapun petunjuk mengajarkan melipat kertas menurut

sumanto (2005) adalah sebagai berikut :

1) Guru dalam meberikan peragaan langkah-langkah melipat pada anak TK

supaya menggunakan peraga yang ukurannya cukup besar (lebih besar)

dari kertas lipat yang digunakan oleh siswa.

2) Setiap tahapan melipat yang sudah dibuat oleh siswa hendaknya diberikan

penguatan oleh guru misalnya “ rapikan lipatan” , haluskan/setrika lipatan

yang sudah dibuat dan sebagainya.

3) Bila siswa sudah selesai membuat satu model/bentuk lipatan dapat

diberikan kesempatan untuk mengulangi melipat lagi agar setiap anak

memiliki keterlampilan sendiri membuat lipatan tanpa bantuan atau

bimbingan dari guru.

Metode pembelajaran yang dipakai peneliti yaitu metode

demostrasi.Metode pembelajaran adalah cara yang dilakukan guru untuk

membelajarkan anak agar mencapai kompetensi yang ditetakan (samsudin,

2008). Metode demonstrasi dilakukan dengan cara mempertunjukkan atau

memperagakan suatu cara atau suatu keterampilan. Tujuannya agar anak

memahami dan dapat melakukannya dengan bener, misalnya, mengupas buah,

memotong rumput, menahan bunga, mencampur warna, meniup balon

kemudian melepaskannya, menggosok gigi, mencuci tangan dan lain-lain.

Kegiatan melipat kertas bertujuan untuk melatih koordinasi mata dan

otot-otot tangan serta konsentrasi. Memiliki keterampilan melipat kertas bisa


22

menjadi modal awal anak sebagai bekalnya nanti dalam mengurus dirinya

sendiri.

D. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas maka kerangka

konseptual tentang pengaruh bermain lipat kertas terhadap kemampuan

konsentrasi anak adalah :

Variabel Independent Variabel Dependent

Perbedaan konsentrasi Perbedaan konsentrasi


anak sebelum Perlakuan lipat
anak setelah dilakukan
dilakukan perlakuan kertas
perlakuan lipat kertas
lipat kertas

Bagan 1. Kerangka Konsep


23

E. Definisi Operasional

Definisi Cara Alat Hasil Skala


No Variabel
opersional ukur ukur ukur ukur
1 Variabel Perhatian terpusat Lembar Ceklist Konsen Interval
dependent atau usaha untuk observasi trasi
Konsentrasi memusatkan tinggi :
anak perhatian terhadap 14-18
informasi yang Konsen
dibutuhkan dengan trasi
mengabaikan sedang
informasi yang : 10-13
tidak diperlukan. Konsen
trasi
rendah
: 6-9
2 Variabel aktivitas seni yang Observasi - - -
independen mudah dibuat dan
Bermain menyenangkan
lipat kertas

Hidayat, aziz. 2011

F. Hipotesis

Ha : Tidak ada pengaruh kegiatan melipat kertas terhadap kemampuan

anak dalam berkonsentrasi pada usia pra sekolah di RA Baitul Islah

H0 : Ada pengaruh kegiatan melipat kertas terhadap kemampuan anak

dalam berkonsentrasi pada usia pra sekolah di RA Baitul Islah


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RA Baitul Islah, dengan objek penelitian

adalah seluruh siswa di RA Baitul islah

B. Jenis Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan pnelitian kuantitatif dengan rancangan pra

experiment pendekatan pre and post test without control group design. Jenis

penelitian ini mempelajari hubungan antara variabel bebas dengan variabel

terikat dengan judul “pengaruh bermain lipat kertas terhadap kemampuan

berkonsentrasi pada anak usia pra sekolah”. Kelompok eksperimen pada

penelitian ini diberikan perlakuan berupa metode konsentrasi dengan

menggunakan origami.

O1 (x) O2

Keterangan :

X : Perlakuan bermain lipat kertas

O1 : pretest kemampuan berkonsentrasi anak usia pra sekolah sebelum

perlakuan bermain lipat kertas

O2 : postest kemampuan berkonsentrasi anak usia pra sekolah setelah

perlakuan bermain lipat kertas

24
25

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa RA Baitul Islah Bengkulu

sebanyak 27 siswa.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik total sampling

artinya seluruh siswa RA Baitul Islah Bengkulu tahun 2018.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Observasi (Observation)

Observasi (pengamatan) adalah suatu teknik yang dilakukan dengan

cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara

sistematis (Arikunto,2012:45). Pada penelitian tindakan kelas ini peneliti

dibantu oleh mitra penelitian sekaligus sebagai penilai dan pengamat pada

saat penelitian berlangsung. Pada observasi pretest melalui pembelajaran

peneliti melihat konsentrasi siswa saat pembelajaran berlangsung .

2. Tindakan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan yaitu melaksanakan kegiatan

bermain melipat kertas selama 12 menit.

3. Dokumentasi

Posttest dilakukan dengan observasi kembali konsentrasi anak saat

pembelajaran berlangsung.
26

E. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data yang dikumpulkan dilakukan dengan komputer, melalui

beberapa tahap antara lain:

1. Editing, yaitu untuk melihat apakah data yang diolah tersebut sudah

lengkap dan apakah sudah relevan dengan tujuan penelitian.

2. Coding, yaitu dengan melakukan pengkodean sehingga mempermudah

dalam pengelomokan data

3. Tabulating, yaitu melakukan tabulasi data berdasarkan kelompok data

yang telah ditentukan kedalam master table

4. Entry, yaitu memasukkan data yang sudah di editing dan coding

Kedalam program statistik (SPSS)

5. Cleaning, memastikan apakah semua data sudah siap dianalisis

F. Analisis Data

1. Uji Normalitas Data

Uji Normalitas Data adalah sebuah uji yang dilakukan

dengan tujuan untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau

variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak.

Uji normalitas sebaran data penelitian ini menggunakan teknik shapiro-

Wilk dengan bantuan program SPSS.

2. Analisis Univariat

AnalisisUnivariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis tiap

variabel dari hasil penelitian (Notoadmodjo, 2005 : 188). Analisa univariat


27

berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil penelitian pengaruh

konsentrasi dengan metode melipat kertas sehingga kumpulan data

tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. peringkasan tersebut

dapat berupa ukuran statistik, tabel, grafik. Analisa univariat dilakukan

masing–masing variabel yang diteliti.

3. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh variabel

independen dengan dependen dalam bentuk tabulasi silang antara kedua

tabel tersebut. Analisa data menggunakan uji statistic paired sample T-

Test jika data berdistribusi normal, sedangkan jika data tidak berdistribusi

normal makan akan menggunakan Wilcoxon Test dengan tingkat tingkat

kebermaknaan 0,05.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Jalannya penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 23 juli sampai dengan tanggal 28

juli 2018. Pelaksanaan penelitian meliputi pengumpulan data primer

melalui observasi langsung di RA Baitul Islah Bengkulu. Ditemukan

sebanyak 27 sampel dan menggunakan total sampling dengan kriteria

seluruh murid RA Baitul Islah Bengkulu. Setelah data dikumpulkan

peneliti melakukan pengolahan data yang dimulai dari proses editing,

coding, entry, hingga cleaning data. Kemudian peneliti membuat hasil

penelitian serta pembahasan dari hasil penelitian tersebut.

Setelah melaksanakan penelitian di RA Baitul Islah Bengkulu, peneliti

melakukan pengolahan data dengan analisis Univariat dan Bivariat. Hasil

penelitian tersebut disusun dalam bentuk tabel dan kemudian

diintepretasikan kedalam bentuk narasi.

2. Hasil Analisa Data

a. Uji normalitas

Tabel 2
Hasil Uji Normalitas Data
Kemampuan konsentrasi Statistik Df Sig
Kemampuan konsentrasi Pre test 0.761 27 0,000
Kemampuan Konsentrasi Post test 0.780 27 0,000

28
29

Berdasarkan tabelDari hasil test of nomarlity di atas didapat nilai

signifikan pada uji Shapiro-Wilk dengan sig.(p)=0,0,000<α=0,05

untuk kemampuan anak berkonsentrasi sebelum bermain lipat kertas

dan sig.(p)=0,000<0,05 untuk kemampuan anak berkonsentrasi

sesudah bermain lipat kertas. Sehingga Ha diterima dan Ho ditolak.

Jadi sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal pada taraf

signifikan 0,05. Sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilakukan uji t

dua sampel berhubungan (Paired sample t test).Selanjutnya akan

digunakan uji Wilcoxon Sign Rank.

b. Analisis Univariat

Analisis dilakukan utuk mendapatkan gambaran distribusi frekuesi

dari variabel independen dan variabel dependen. Setelah penelitian ini

dilaksanakan maka diperoleh data sebagai berikut :

1) Distribusi frekuensi Kemampuan Berkonsentrasi pada Anak usia

Prasekolah Sebelum dilakukan Bermain lipat Kertas di RA Baitul

Islah Bengkulu.

Tabel 3
Distribusi Kemampuan Berkonsentrasi
di RA Baitul Islah Bnegkulu

Kemampuan Frekuensi Presentase (%)


Konsentrasi
Tinggi 0 0%
Sedang 2 7.4%
Rendah 25 92.59%

Berdasarkan tabel 4 Distribusi frekuensi Kemampuan

Berkonsentrasi di atas dapat diketahui bahwa dari 27 sampel


30

terdapat 25 orang ( 92.59%) kemampuan konsentrasi anak rendah,

2 dari 27 (7.4%) kemampuan konsentrasi anak sedang dan tidak

ada anak yang kemampuan konsentrasi anak tinggi.

2) Distribusi frekuensi Kemampuan Berkonsentrasi pada Anak usia

Prasekolah Sesudah dilakukan Bermain lipat Kertas di RA Baitul

Islah Bengkulu.

Tabel 4
Distribusi Kemampuan Berkonsentrasi
di RA Baitul Islah Bnegkulu

Kemampuan Frekuensi Presentase (%)


Konsentrasi
Tinggi 4 14.81 %
Sedang 8 29.62%
Rendah 15 55.55%

Berdasarkan tabel 5 Distribusi frekuensi Kemampuan

Berkonsentrasi di atas dapat diketahui bahwa dari 27 sampel

terdapat 15 orang ( 55.55%) kemampuan konsentrasi anak rendah,

8 dari 27 (29.62%) kemampuan konsentrasi anak sedang dan 4 dari

27 (14.81%) kemampuan konsentrasi anak tinggi.

c. Analisis Bivariat

Tabel 5
Wilcoxon Signed Ranks Test
Mean Sum of Z Asymp. Sig.
N Rank Ranks (2-tailed)
Post test Negative -4.621a 0,000
0a .00 .00
Ranks
Positive
Pre test 27b 14.00 378.00
Ranks
Ties 0c
Total 27
31

Dari hasil tes Wilcoxon di atas dinyatakan bahwa dari 27 anak

semuanya mengalami peningkatan kemampuan berkonsentrasi saat

belajar setelah dilakukan perlakuan lipat kertas. Tidak ditemukan

penurunan kemampuan berkonsentrasi saat belajar setelah dilakukan

bermain lipat kertas. Hal ini di buktikan dengan hasil nilai negative

ranknya 0a dan positive rank nya 27b. Uji Wicoxon didapat nilai

Asymp.sig.(p)=0,000<0,05 berarti signifikan, maka Ho ditolak dan Ha

diterima. jadi kedua variabel memiliki nilai median kemampuan

berkonsentrasi yang berbeda.

Tabel 6
Perbedaan Distribusi Kemampuan Konsentrasi Anak
Sebelum dan Sesudah perlakuan

Standar
Mean Min Max P
Devisiasi
Kemampuan 7.11 6 12 1.502 0.000
konsentrasi
sebelum
Kemampuan 10.00 7 16 2.602
konsentrasi
sesudah

Tabel 7
Perbedaan Distribusi Kemampuan Konsentrasi Anak
sebelum dan Sesudah perlakuan
Kemampuan Sebelum Sesudah
konsentrasi Frek % Frek %
Tinggi 0 0 4 14.81
Sedang 2 7.4 8 29.62
Rendah 25 92.59 15 55.55
Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa bahwa setelah

dilakukan bermain liipat kertas terjadi penigkatan rata-rata

kemampuan berkonsentrasi pada anak usia prasekolah di RA Baitul

Islah Bengkulu pretest 7.111 dengan rata-rata post test 10.00.


32

Dari hasil analisa penelitian dengan menggunakan Uji

Jenjang Bertanda Wilcoxon didapatkan nilai signifikan sebesar

0.000. jadi dapat disimpulkan bahwa bermain lipat kertas

berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan anak berkonsentrasi

pada usia prasekolah di RA Baitul Islah Bengkulu.

B. Pembahasan

1. Gambaran Distribusi Rata – Rata Kemampuan Berkonsentrasi pada

Anak usia Prasekolah Sebelum dilakukan Bermain lipat Kertas di RA

Baitul Islah Bengkulu.

Hasil penelitian meunjukkan bahwa dari rata-rata kemampuan

konsnetrasi anak adalah 7.11 (konsentrasi rendah) dan standar deviasinya

adalah 1.502. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kemampua

berkosentrasi anak dalam katagori rendah.

Konsentrasi belajar adalah bagaimana anak fokus dalam

mengerjakan atau melakukan sesuatu, hingga pekerjaan itu diselesaikan

dalam waktu tertentu (Alim, 2008). Anak yang mengalami kesulitan dan

gangguan dalam berkonsentrasi saat belajar didalam kelas akan kesulitan

dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru karena sering lupa

dengan perintah yang dijelaskan oleh guru, sering tidak mendengarkan

penjelasan yang diberikan oleh guru dengan baik karena anak masih

sangat sulit untuk duduk diam dan memperhatikan (jurwanto, 2011).

Teori yang dikemukakan oleh Hendra Surya (2009) menyebutkan

penyebab timbulnya kesulitan konsentrasi belajar antara lain :


33

a. Lemahnya minat dan motivasi pada pelajaran.

b. Timbulnya perasaan gelisah, tertekan, marah, khawatir, takut, benci

dan dendam.

c. Suasana lingkungan belajar yang berisik dan berantakan.

d. Kondisi kesehatan jasmani.

e. Bersifat pasif dalam belajar.

f. Tidak memiliki kecakapan dalam cara-cara belajar yang baik.

Hal ini didapatkan dilapangan saat peneliti melakukan observasi

pretest. Dimana anak mengalami kesulitan dan gangguan dalam

berkonsentrasi saat belajar didalam kelas, kesulitan dalam mengerjakan

tugas, tidak mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh guru dengan

baik karena anak masih sangat sulit untuk duduk diam dan memperhatikan

Ditemukan anak kurang berkonsentrasi saat belajar, hal ini ditandai

dengan lingkungan kelas yang ramai, berisik dan pasif. Anak tidak bisa

duduk diam dikelas tanpa keributan. Anak tidak dapat memfokuskn

perhatian terhadap pelajaran, anak-anak saling ganggu saat belajar.

Peneliti melihat bahwa anak tidak bisa duduk diam dan berkonsentrasi.

2. Distribusi Rata-rata Kemampuan Berkonsentrasi pada Anak usia

Prasekolah Sesudah dilakukan Bermain lipat Kertas di RA Baitul

Islah Bengkulu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari rata-rata kemampuan

konsnetrasi anak adalah 10.00 (konsentrasi sedang) dan standar deviasinya

adalah 2.602. Hal tersebut menunjukkan bahwa setelah


34

dilakukanperlakuan bermain lipat kertas terjadi peningkatan rata-rata

kemampuan berkonsnetrasi anak.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebelum

dilakukan bermain (pretest) terdapat 25 dari total 27 anak (92.59%)

kemampuan berkonsentrasi rendah, 2 dari total 27 anak (7.4%)

kemampuan berkonsentrasi sedang dan tidak ada anak yang kemampuan

konsentrasi tinggi. Hasil setelah dilakukan bermain lipat kertas (posttest)

terdapat 15 dari total 27 anak (55.55%) kemampuan berkonsentrasi

rendah, 8 dari total 27 anak (29.62%) kemampuan berkonsentrasi sedang

dan 4 dari total 27 anak (14.81%) kemampuan konsentrasi tinggi.Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh bermain lipat kertas

terhadap kemampuan berkonsentrasi pada anak usia prasekolah di RA

Baitul Islah Bengkulu.

Melipat kertas adalah aktivitas seni yang mudah dibuat dan

menyenangkan.Diantara perannya adalah sebagai aktivitas untuk mengisi

waktu luang dan media pengajaran dan komunikasi dengan anak karena

biasa dilakukan secara bersama-sama.Selain itu melipat kertas juga sangat

fungsional untuk anak dan aktivitas ini memiliki fungsi melatih motorik

halus dalam masa perkembangannya.

Jika siswa banyak dilibatkan dalamproses pembelajaran, siswa

akan merasakan suasana yang menyenangkan. Suasana yang meyenangkan

membuat siswa mampu menikmati kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

Hal ini tentu baik bagi konsentrasi belajar siswa, sesuai dengan pendapat
35

Thursan Hakim (2002: 6), konsentrasi akan terjadi secara otomatis dan

mudah jika seseorang telah menikmati kegiatan yang sedang dilakukan.

Teori yang dikemukakan oleh Supriyo (2008: 104) bahwa ada

beberapa penyebab anak tidak dapat konsentrasi dalam belajar, antara lain

yaitu: “Anak tidak mempunyai tempat tersendiri, anak mudah terpengaruh

oleh situasi sekitar, di meja banyak gambar, kaca dan sebagainya,

sehingga dalam belajar mudah terganggu. Ketika siswa belajar dengan

aktif maka siswa mendominasi kegiatan pembelajaran (Hisyan Zaini,

2008). Dimana peneliti mendapatkan hasil bahwa saat anak ikut serta

bermain melipat kertas, anak terlihat antusias dan bersemangat, mereka

tidak mserasa tertekan sehingga anak terselihat senang. Hal ini

mengakibatkan anak-anak kembali rileks saat menerima pembelajaran,

dimana saat peneliti mengobservasi kegiatan pembelajaran anak, anak

tidak gelisah, anak terlihat lebih bersemangat, kelas tidak berisik dan

perhatian anak terfokus. Ini membuktikan bahwa bermain lipat kertas

dapat mempengaruhi kemampuan konsetrasi anak usia prasekolah di RA

Baitul Islah.

3. Pengaruh Bermain Lipat Kertas Terhadap Kemampuan

Berkonsentrasi Pada Anak Usia Prasekolah Di RA Baitul Islah

Berdasarkan analisis Uji Wilcoxon Test nilai z = -

4.621a,didapatkan kemampuan berkonsentrasi pre test dan post test

memberikan hasil yang bermakna dimana pengaruh bermain lipat kertas


36

terhadap kemampuan berkonsentrasi pada anak usia prasekolah yang

ditunjukkan dengan nilai p = 0,000 lebih kecil dari α (0,05).

Hasil yang berbeda sesudah dilakukan bermain lipat kertas, anak

lebih mudah untuk memfokuskan dirinya terhadap pelajaran yang

diberikan oleh guru. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Supriyo (2008: 104) bahwa ada beberapa penyebab

anak tidak dapat konsentrasi dalam belajar, antara lain yaitu: “Anak tidak

mempunyai tempat tersendiri, anak mudah terpengaruh oleh situasi sekitar,

di meja banyak gambar, kaca dan sebagainya, sehingga dalam belajar

mudah terganggu.

Menurut Aini (2012) kosentrasi merupakan sesuatu yang harus

dimiliki dan dilatih dalam diri anak sejak usia dini. Hal ini dikarenakan

bila dari kecil anak sudah terbiasa dan dibiasakan dengan berkonsentrasi,

maka akan berpengaruh dengan masa depannya.

Konsentrasi belajar membawa peranan penting dalam

kelangsungan proses belajar. Anak yang kurang berkonsentrasi dalam

belajar maka anak tersebut kurang dapat memahami materi pelajaran yang

dijelaskan oleh guru. Dengan begitu anak yang dapat berkonsentrasi dalam

belajar, akan mampu mengerjakan tugas sesuai instruksi guru dengan baik

dan anak akan mendapatkan hasil yang maksimal.

Menurut hidayati (2012) ciri – ciri anak yang dapat berkonsentrasi

belajar tampak pada perhatiannya yang terfokus pada hal yang diterangkan

guru atau pembelajaran yang sdang dipelajari. Ciri anak yang dapat
37

berkonsentrasi dalam belajar yaitu meliputi perilaku kognitif, perilaku

afektif, perilaku psikomotor, dan perilaku berbahasa.

Perhatian dapat digunakan untuk menjelaskan konsentrasi yang

membutuhkan kemampuan untuk memisahkan stimulasi yang tidak

dikehendaki diantara sekian banyak stimulasi yang tersedia. Belajar

melalui bermain merupakan satu teknik pengajaran dan pembelajaran yang

berkesan kepada anak usia dini. Dengan melalui teknik ini juga akan

mendatangkan kesenangan dan kepuasan kepada mereka sebelum dalam

suatu program yang hendak disampaikan. Bermain bagi anak merupakan

proses mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam dunia orang dewasa,

cara bagi anak untuk memperoleh serpihan pengetahuan tentang berbagai

hal, menumbuhkan hasrat bereksplorasi, melatih pertumbuhan fisik dan

imajinasi, berlatih berinteraks degan orang dewasa dan anak lain, dan

berlatih menggunakan kata-kata.Selain itu bermain membuat belajar

menjadi sesuatu yang menyenangkan, dan manfaat bermain ini menjadi

sangat penting.

Melatih anak untuk konsentrasi pada tugasnya juga bisa dilakukan

sambil bermain. Kita jangan memforsir anak untuk belajar macam-macam

di usia dini hanya untuk mengejar satu target. Ketika siswa belajar dengan

aktif maka siswa mendominasi kegiatan pembelajaran (Hisyan Zaini,

2008). Konsentrasi merupakan keadaan pikiran atau asosiasi terkondisi

yang diaktifkan oleh sensasi di dalam tubuh. Untuk mengaktifkan sensasi

dalam tubuh perlu keadaan yang rileks dan suasana yang menyenangkan,
38

karena dalam keadaan tegang seseorang tidak akan dapat menggunakan

otaknya dengan maksimal karena pikiran menjadi kosong (Denisson,

2008).

Hasil penelitian ini sejalan dengan nurhasanah (2016) tentang

konsentrasi belajar pada kegiatan origami dengan menggunakan metode

demonstrasi pada anak. Dari hasil penelitiannya dimana setiap indikator

konsentrasi belajar dalam kegiatan bermain lipat kertas dapat disimpulkan

bahwa dari kegiatan melipat kertas menunjukkan bahawa sebagian anak

berada pada kriteria yang baik.sebagian besar anak mampu menjawab

pertanyaan dari guru dengan tepat.Anak mampu memperhatikan dan

mendengarkan penjelasan guru, anak mampu melakukan kegiatan sesuai

petunjuk guru.Dimana dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek

psikomotor, aspek afektif dan aspek kognitif.Dengan dilakukan kegiatan

ini dapat merangsang anak untuk lebih aktif melakukan kegiatan sesuai

petunjuk guru.

Dimana peneliti mendapatkan hasil bahwa saat anak ikut serta

bermain melipat kertas, anak terlihat antusias dan bersemangat, mereka

tidak merasa tertekan sehingga anak terselihat senang. Hal ini

mengakibatkan anak-anak kembali rileks saat menerima pembelajaran,

dimana saat peneliti mengobservasi kegiatan pembelajaran anak, anak

tidak gelisah, anak terlihat lebih bersemangat, kelas tidak berisik dan

perhatian anak terfokus. Ini membuktikan bahwa bermain lipat kertas


39

dapat mempengaruhi kemampuan konsetrasi anak usia prasekolah di RA

Baitul Islah.
BAB V

KESIMPULANDAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RA Baitul Islah

Bengkulu tentang Pengaruh Bermain Lipat Kertas Terhadap Kemampuan

Berkonsentrasi Pada Anak Usia Prasekolah dianalisis mengguakan analisis

univariat dan bivariat disimpulkan sebagai berikut :

1. Rata-rata kemampuan berkonsentrasi anak pada Anak usia Prasekolah

Sebelum dilakukan Bermain lipat Kertas di RA Baitul Islah Bengkulu

adalah 7.11 dengan standar deviasinya 1.502.

2. Rata-rata kemampuan berkonsentrasi anak pada Anak usia Prasekolah

Sesudah dilakukan Bermain lipat Kertas di RA Baitul Islah Bengkulu

adalah 10.00 dengan standar deviasinya 2.602.

3. Ada pengaruh bermain lipat kertas terhadap kemampuan berkonsentrasi

pada anak usia prasekolah di RA Baitul Islah Bengkulu dengan nilai p =

0.000.

B. Saran

1. STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu

Agar mahasiswa STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu khususnya

jurusan Keperawatan dapat mempelajari dan memahami hasil penelitian

ini supaya dapat mengaplikasikan hasil penelitian ini dalam praktek

keperawatan dan dapat memberikan informasi pada orang lain yang

membutuhkan.

40
41

2. Bagi RA Baitul Islah di Bengkulu

Diharapkan bagi Guru dan Orangtua untuk lebih bijak dalam

memilih permaianan anak dikarenakan banyak dampak yang positif

jikaanak mendapatkan permainan dan cara bermain yang dapat

mempengaruhi konsentrasi belajar anak.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Agar dapat mengembangkan penelitian ini untuk masa yang akan

datang dengan faktor lain yang lebih dominan yang dapat mempengaruhi

konsentrasi anak usia prasekolah.

Anda mungkin juga menyukai