Askep Asma
Askep Asma
PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode
penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan.
b. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami tentang ”Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Asma”
Istilah asma berasal dari bahasa yunani yang artinya terengah-engah dan
berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk
menyatakan gambaran klinis napas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang
istilah ini hanya ditunjukkan untuk keadaan-keadaan yang menunjukkan respon
abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan napas yang meluas.
Asma dapat dibagi dalam tiga kategori. Asma ekstrinsik atau alergik,
ditemukan pada sejumlah kecil pada pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergan yang
diketahui. Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit atopik termasuk hay fever, ekzema dermatitis, dan
asma. Asma alergik disebabkan oleh kepekaan individu terhadap alergan (biasanya
protein) dalam bentuk sebuk sari yang dihirup, bulu binatang, spora jamur, debu, serat
kain, atau yang lebih jarang, terhadap makanan seperti susu atau cokelat.
Pajanan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil,
dapat mengakibatkan serangan asma. Sebaliknya, pada asama inteinsik, atau
ideopatik, ditandai dengan sering tidak ditemunya faktor-faktor pencetus yang jelas.
Faktor nonspesifik (seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi) dapat memicu serangan
asma. Asma intrinsik lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dan serangan timbul
sesudh infeksi sinus, hidung, atau pada percabangan trakeal broncial. Makin lama
serangan makin sering dan makin hebat, sehingga akhirnya keadaan ini berlanjut
menjadi bronkitis kronik dan kadang-kadang emfisema. Banyak pasien menderita
asma campuran, yang terdiri dari komponen-komponen asma ektrinsik dan intrinsik.
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu
penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai
dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
a. Hidung
b. Faring
c. Trakea
Trakea atau bantang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk
seperti kuku kuda (huruf C) . Sebelah dalam diliputi oleh selaput lender yang
berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang
trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot
polos.
d. Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya
tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang
lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
2.4 Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversible yang disebabkan
oleh:
1. Kontraksi otot disekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas
2. Pembengkakan membran bronkus
3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental
4. Temperatur
5. Ansietas
Dehidrasi
6.
7.
8.
2.5 Patofisiologi
Akademi Keperawatan Harum Jakarta
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh dua faktor yaitu alergi
dan psikologis kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-
otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya
kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga
terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara pada jalan nafas
maka akan menimbulkan gangguan seperti ventilasi (hipoventilasi), distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di
tingkat alveoli.
Tiga kategori asma (asma akstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yang
disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik
seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma.
Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya
faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan
fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang
disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan
obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga
dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak
berhubungan secara spesifik dengan alergen. Faktor-faktor seperti udara
dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan
polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma.
Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma
campuran yaitu alergi dan non alergi.
2.8 Penatalaksanaan
b. Test Laboratorium
1. Analisa Gas Darah dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan
maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila
pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah )
adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO 2 (
Akademi Keperawatan Harum Jakarta
ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali
merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat,
PaO2 < 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
2. Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari
adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari
perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri,
diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
3. Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT
dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia
atau hiperkapnea.
4. Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 – 1500
/mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai
penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
2.10 Komplikasi
a. Status asmatikus
b. Pneumothorax
c. Asidosis respiratorik
d. Gagal nafas
e. Kematian
2.11 Prognosis
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Anamnesis
Klien dengan seragam status asmatikus datang dengan keluhan sesak nafas
hebat dan mendadak diikuti dengan gejala – gejala lain, yaitu wheezing, penggunaan
otot bantu nafas, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan
darah.
b. Pemeriksaann Fisik Fokus Pernapasan
Pada klien dengan status asmatikus terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernafasan penggunaan otot bantu nafas, terlihat kelelahan sampai
gelisah, dan kadang didapatkan kondisi sianosis.
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
5) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda – tanda
toksisitas.
Rasional :
Intervensi
Mandiri :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
6) Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase , perkusi dan fibrasi
dada
Rasional :
Kolaborasi :
Rasional :
Rasional :
9) Kortikosteroid
Rasional :
Intervensi
Mandiri
Rasional :
2) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti
krekels, mengi, dan gesekan pleural.
Bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap
perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (Atelektasis). Ronki dan
mengi menyertai obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Kolaborasi
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Kriteria hasil : klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula
kurang menjadi adekuat.
Intervensi
Mandiri
Rasional :
2) Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai
indikasi).
Rasional :
3) Pantau intake dan output, timbang berat badan secara periodik (sekali
seminggu)
Rasional :
4) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta
sebelum dan sesudah intervensi/ pemeriksaan per oral.
Rasional :
Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa sputum atau obat
pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah.
Rasional :
Kolaborasi
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet
yang tepat.
Rasinal :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman eksterm/
ketidaknyamanan fisik menetap.
menerima tindakan yang diberikan, Klien mau berpartisipasi dan merubah sikap
Intervensi
Mandiri
Rasional :
Rasional :
3) Berikan penjelasan tentang latihan nafas dalam dan batuk yang efektif.
Rasional :
Ekspansif paru dapat maksimal sehingga dapat mencegah dan batuk yang
efektif dapat membersihkan jalan nafas sehingga sesak nafas berkurang
dan hilang.
3.4 Evaluasi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari penulisan makalah di atas, maka kami selaku penulis menarik
kesimpulan asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten
yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme,
peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas.
4.2 Saran
Harapan kami semoga dengan selesainya makalah ini dapat memenuhi
kebutuhan materi bagi para pembaca terutama bagi para mahasiswa khusunya bagi
kami.Namun tidak menutup kemungkinan makalah ini bisa sesempurna mungkin.
Maka dari itu kritik dan saran dari para pembaca kami harapkan, terutama dari
dosen pembimbing.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:EGC