Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pendidikan Pancasila tentang “Pancasila dan Agama”.

Adapun makalah Pendidikan Pancasila tentang “Pancasila dan Agama” ini telah
saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya
dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka saya membuka selebar-lebarnya bagi pembaca
yang ingin memberi saran dan kritik kepada saya sehingga saya dapat memperbaiki
makalah matematika dasar ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah Pendidikan Pancasila


tentang “Pancasila dan Agama” ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga
dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Penyusun,

Maret 2015

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................... 1


Daftar Isi ........................................................................................................................ 2

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................................3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama .............................................................................................. 4
B. Fungsi Agama di Masyarakat ............................................................................ 5
C. Pengertian Negara .............................................................................................. 6
D. Latar Belakang Timbulnya Negara .................................................................... 7
E. Hubungan Agama dan Negara ........................................................................... 9

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................................ 14

Daftar Pustaka ............................................................................................................... 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pancasila merupakan dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang


majemuk. Bangsa indonesia adalah bangsa yang beragam suku dan budaya dan juga
agama. Yang mana ketika suatu bangsa memilki keberagaman khususnya agama maka
akan banyak di temukan permaslahan permasalahan yang sulit untuk di selesaikan
karena ini menyangkut soal keyakinan
Persoalan yang sering muncul adalah beberapa beberapa penganut agama
tertentu memaksakan kehendak mereka untuk mengganti ideologi pancasila dengan
ideologi keyakunan mereka. Bahkan ada yang memngnginkan agar negara indonesia ini
menjadi negara yang memberlakukan hukum agama tertentu. Hal ini tidak dapat terjadi
karena rakyat indonesia memilki beragam suku budaya dan agama, dengan demikian
maka untuk menjadikan indonesia sebagai negara hukum-hukumnya mengadobsi dari
satu agama tidak akan terapai karena itu sama saja dengan memaksakan kehendak.
Pancasila sebagai dasar negara merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar lagi
karena dengan pancasila maka perbedaan suku agama dan budaya bangsa indonesia bisa
di persatukan. Pancasila sebagai penengah dari perbedaan tersebut.
Sila pertama pancasila adalah ketuhanaan yang maha esa. artinya bahwa
Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun
termasuk juga Kristen, Katolik, Budha,khonhucu dan Hindu sebagai agama resmi
negara pada saat itu. Ketuhanaan yang maha esa bukan berarti rakyat indonesia harus
memilki berkeyakinan satu tuhan saja, tapi maksud dari sila pertama ini adalah rakyat
indonesia harus memilki sifat-sifat luhur atau mulia (sifat-sifat Tuhan) yaitu cinta kasih,
kasih sayang, jujur, rela berkorban, rendah hati, memaafkan, dan sebagainya.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengetian Agama
Kata Agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan
gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak
kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang
atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam
sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda
berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar
hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya.
Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang
moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.

Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris)
yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang
berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian
bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal)
dalam penyembahan dan hubungannya secara horizontal (Sumardi, 1985:71).
Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas tertinggi
secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus mempesonakan Dalam pertemuan
itu manusia tidak berdiam diri, ia harus atau terdesak secara batiniah untuk
merespons.Dalam kaitan ini ada juga yang mengartikan religare dalam arti melihat
kembali kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan tuhan yang
harus diresponnya untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.

Islam juga mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari kata Al-Din
seperti yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat 3 : 19 ( Zainul Arifin Abbas, 1984
: 4). Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin
manusia untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Secara fenomenologis,
agama Islam dapat dipandang sebagai Corpus syari’at yang diwajibkan oleh Tuhan
yang harus dipatuhinya, karena melalui syari’at itu hubungan manusia dengan Allah

4
menjadi utuh. Cara pandang ini membuat agama berkonotasi kata benda sebab
agama dipandang sebagai himpunan doktrin.

Komaruddin Hidayat seperti yang dikutip oleh muhammad Wahyuni Nifis


(Andito ed, 1998:47) lebih memandang agama sebagai kata kerja, yaitu sebagai
sikap keberagamaan atau kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ke Tuhanan.
Walaupun kedua pandangan itu berbeda sebab ada yang memandang agama sebagai
kata benda dan sebagai kata kerja, tapi keduanya sama-sama memandang sebagai
suatu sistem keyakinan untuk mendapatkan keselamatan disini dan diseberang sana.

Dengan agama orang mencapai realitas yang tertinggi. Brahman dalam


Hinduisme, Bodhisatwa dalam Buddhisme Mahayana, sebagai Yahweh yang
diterjemahkan “Tuhan Allah” (Ulangan 6:3) dalam agama Kristen, Allah subhana
wata’ala dalam Islam telah dirumuskan agama sebagai berikut: “Agama adalah
keprihatinan maha luhur dari manusia yang terungkap selaku jawabannya terhadap
panggilan dari yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Keprihatinan yang maha luhur
itu diungkapkan dalam hidup manusia, pribadi atau kelompok terhadap Tuhan,
terhadap manusia dan terhadap alam semesta raya serta isinya” ( Sumardi, 1985:75).
Uraian Sijabat ini menekankan agama sebagai hasil refleksi manusia terhadap
panggilan yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Hasilnya diungkap dalam hidup
manusia yang terwujud dalam hubungannya dengan realitas tertinggi, alam semesta
raya dengan segala isinya. Pandangan itu mengatakan bahwa agama adalah suatu
gerakan dari atas atau wahyu yang ditanggapi oleh manusia yang berada dibawah.

B. Fungsi Agama di Masyarakat


Pengertian fungsi disini adalah sejauh mana sumbangan yang diberikan
agama terhadap masyarakat sebagai usaha yang aktif dan berjalan secara terus –
menerus. Dalam hal ini ada dua fungsi agama bagi masyarakat diantaranya:

a. Agama telah membantu, mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat


dan isi kewajiban – kewajiban sosial dengan memberikan nilai – nilai yang
berfungsi menyalurkan sikap – sikap para anggota masyarakat dan menciptakan
kewajiban – kewajiban sosial mereka. Dalam hal ini agama telah menciptakan
sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh.
5
b. Agama telah memberikan kekuatan penting dalam memaksa dan
mempererat adat istiadat yang dipandang bagus yang berlaku di masyarakat.

Secara lebih jauh bahwa fungsi agama di masyarakat dapat dilihat dari
fungsinya terutama sebagai suatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiyahnya
agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik antara anggota masyarakat maupun
dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena
nilai-nilai yang mendasari sistem sosial dukungan bersama oleh kelompok-kelompok
keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan dalam masyarakat. Agama juga
cenderung melestarikan nilai-nilai sosial, maka yang menunjukan bahwa nilai-nilai
keagamaan tesebut tidak mudah diubah, karena adanya perubahan dalam konsepsi-
kosepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.

C. Pengertian Negara
Negara adalah organisasi yang didalamnya ada rakyat, wilayah yang permanen,
dan pemerintah yang berdaulat. Dalam arti luas, negara merupakan kesatuan sosial
(masyarakat) yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan
bersama. Jadi, negara adalah suatu wilayah yang didiami oleh penduduk secara tetap
dan punya sistem pemerintahan.

Secara etimologi istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing,


yakni state (bahasa Inggris), state (Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (Bahasa
Prancis), kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa Latin status atau statum, yang
berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak
dan tetap.

Secara terminologi Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu


kelompok masyarakat yang mempunyai pemerintahan yang berdaulat.

Secara khusus, pengertian negara dapat diketahui dari beberapa ahli kenegaraan,
antara lain :
1. Menurut Aristoteles, negara adalah persekutuan dari keluarga dan desa
guna memperoleh hidup yang sebaik - baiknya.

6
2. Menurut Karl Mark, negara adalah alat yang berkuasa ( kaum
borjuis/kapitalis ) untuk menindas atau mengeksploitasi kelas yang lain (
proletariat / buruh ).
3. Menurut Logemann, negara adalah organisasi kemasyarakatan ( ikatan
kerja ) yang mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara masyarakat
tertentu dengan kekuasaannya.
4. Menurut Harold J. Laski, negara adalah suatu masyarakat yang
terintegrasi karena punya wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah
lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari
masyarakat.
5. Menurut Kranenburg, negara adalah suatu sistem dari tugas - tugas
umum dan organisasi yang diatur dalam usaha mencapai tujuan yang juga
menjadi tujuan rakyat yang diliputinya, sehingga perlu adanya pemerintahan
yang berdaulat.
6. Menurut Mr. Soenarko, negara adalah suatu organisasi masyarakat yang
mengandung tiga kriteria yaitu ada daerah, warga negara, dan kekuasaan
tertentu.
7. Menurut Meriam Budiarjo, negara adalah suatu daerah teritorial yang
rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat yang berhasil menuntut warganya
untuk taat pada peraturan perundang - undangan melalui penguasaan
monopolistis dari kekuasaan yang sah.

D. Latar Belakang Timbulnya Negara


Asal mula terjadinya Negara berdasarkan fakta sejarah.
a. Penduduk (occupatie)
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai,
kemudian diduduki dan dikuasai. Misalnya Liberia yang diduduki budak – budak
Negara yang dimerdekakan tahun 1847.
b. Peleburan (fusi)
Hal ini terjadi ketika Negara – Negara kecil yang mendiami suatu wilayah
mengadakan perjanjian untuk saling melebur atau bersatu menjadi Negara yang
baru. Misalnya terbentuknya federasi Jerman tahun 1871.

7
c. Penyerahan (Cessie)
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada Negara lain berdasarkan
sutau perjanjian tertentu.
d. Penaikan (Acessie)
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan lumpur sungai atau
dari dasar laut (delta). Kemudian di wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang
sehingga terbentuklah Negara. Misalnya wilayah Negara Mesir yang berbentuk dari
delta sungai Nil.

Disamping itu terdapat beberapa teori pembentukan Negara, diantaranya adalah:


a. Teori Kontrak Sosial
Thomas Hobbes (1588-1679) mengemukakan bahwa Negara
menimbulkan rasa takut kepada siapapun yang melanggar hukum negara. Jika
warga Negara melanggar hukum Negara, tidak segan – segan Negara menjatuhkan
vonis hukuman mati, keadaan alamiah ditafsirkan suatu keadaan manusia yang
hidup bebas dan sederajat menurut kehendak hatinya sendiri dan mengajarkan
hidup rukun, tentram, tidak mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan, dan milik
dari sesamanya.
b. Teori Ketuhanan
Teori ketuhanan dekenal juga dengan doktrin teokratis dalam teori asal
mula Negara. Teori ini bersifat universal dan ditemukan baik di dunia timur
maupun di dunia barat, baik dalam teori maupun praktik. Diabad pertengahan,
Bangsa Eropa menggunakan teori ini untuk membenarkan kekuasaan raja – raja
yang mutlak. Doktrin ini menggunakan hak – hak raja yang berasal dari tuhan
untuk memerintah dan bertahta sebagai raja (devine right of kings). Doktrin ini
lahir sebagai resultantecontroversial dari kekuasaan politik abad pertengahan.
c. Teori Kekuatan
Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa Negara yang
pertama adalah dominasi dari kelompok yang terkuat terhadap kelompok yang
terlemah. Negara dibentuk Negara penaklukan dan pendudukan. Dengan
penaklukan dan pendudukan dari kelompok etnis yang lebih kuat atas kelompok
etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan Negara.

8
d. Teori Organis
Konsep organis tentang hakikat dan asal mula tebentuknya Negara adalah
suatu konsep biologis yang melukiskan Negara dengan istilah – istilah ilmu alam.
Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia, atau binatang.
e. Teori Histories
Teori histories atau teori evolusionistis (gradualistic theory) merupakan
teori yang menyatakan bahwa lembaga – lembaga sosial tidak dibuat, tetapi
tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan manusia.

E. Hubungan Agama dan Negara


Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan
(discoverese) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli. Berikut penulis
menguraikan hubungan agama dan negara menurut beberapa paham.

1. Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi


Negara menyatu dengan agama. Karena pemerintahan menurut paham ini di
jalankan berdasarkan firman-firman tuhan segala kata kehidupan dalam masyarakat
bangsa, Negara di lakukan atas titah Tuhan.
2. Hubungan agama dan negara menurut paham sukuler
Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan
agama atau firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin norma-norma tersebut
bertentangan dengan norma-norma agama.
3. Hubungan agama dengan kehidupan manusia
Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian
menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan Agama dipandang sebagai realisasi
fantastis makhluk manusia, agama merupakan keluhan makhluk tertindas.

Berbicara mengenai hubngan agama dan negara di Indonesia merupakan persoalan


yang menarik untuk dibahas, penyebabnya bukan karena penduduk Indonesia mayoritas
beragama Islam tetapi karena persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan di
kalangan beberapa ahli. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka
hubungan agama dan negara dapat digolongkan menjadi dua, diantaranya :

9
1. Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik .
Maksud hubungan antagonis tikadalah sifat hubungan yang mencirikan
adanya ketegangan antar negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Sebagai
contohnya adalah pada masa kemerdekaan dan sampai pada masa revolusi politik
islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis
kebangsaan negara. Sehingga presepsi tersebut membawa implikasi keinginan
negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi
politik Islam. Hal itu disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada 2 kubu
ideologi yang memperebutka Negara Indonesia, yaitu gerakan Islam dan Nasionalis.
Gerakan Nasionalis dimulai dengan pembentukan sejumlah kelompok
belajar yang bersekolah di Belanda. Mahasiswa hasil didikan belanda ini sangat
berbakat dan merasa terkesan dengan kemajuan teknis di Barat. Pada waktu itu
pengetahuan agama sangat dangkal sehingga mahasiswa cenderung menganggap
bahwa agama tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Sehingga untuk
menuju kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan mengikuti tren
sekuler barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan agama
individu. Akibatnya, aktivis politik Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai
ideologi atau agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an, mereka juga
sering disebut sebagai kelompok yang secara politik “minoritas” atau “outsider.”
Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara
tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang
berbeda. Awal hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa
pergerakan kebangsaan ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang
kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Upaya untuk menciptakan sebuah
sintesis yangmemungkinkan antara Islam dan negara terus bergulir hingga periode
kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencarikan
jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan legalistik,
formalistik dan simbolistik itu masih berkembang pada sebagian aktivis Islam pada
dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru ( kurang lebih pada 1967-1987).
Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di
mana negara betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam
menandingi eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu
memiliki ghirah atau semangat yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai
sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahan.
10
2. Hubungan Agama dan Negara yang bersifat Akomodatif
Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan
agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan
untuk mengurangi konflik( M. imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah menyadari
bahwa umat islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga Negara
mengakomodasi islam. Jika islam ditempatkan sebagai out-side Negara maka
konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI.
Sejak pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara
Islam dan negara mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif. Hal ini
ditandai dengan semakin dilonggarkannya wacana politik Islam serta
dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian (besar)
masyarakat Islam. Kebijakan-kebijakan itu berspektrum luas dan memiliki sifat
yang berbeda diantaranya :
· a. Struktura, yaitu dengan semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis Islam
untuk terintegrasikan ke dalam Negara.
b. Legislatif , misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai
akomodatif terhadap kepentingan Islam.
· c. Infrastructural, yaitu dengan semakin tersedianya infrastruktur-infrastruktur yang
diperlukan umat Islam dalam menjalankan “tugas-tugas” keagamaan.
·d. Kultural, misalnya menyangkut akomodasi Negara terhadap islam yaitu
menggunakan idiom-idiom perbendaharaan bahasa pranata ideologis maupun
politik negara.

Melihat sejarah di masa orde baru, hubungan Soeharto dengan Islam politik
mengalami dinamika dan pasang surut dari waktu ke waktu. Namun, harus diakui Pak
Harto dan kebijakannya sangat berpengaruh dalam menentukan corak hubungan negara
dan Islam politik di Indonesia.
Alasan Negara berakomodasi dengan Islam pertama, karena Islam merupakan
kekuatan yang tidak dapat diabaikan jikaa hal ini dilakukan akan menumbulkan
masalah politik yang cukup rumit. Kedua, di kalangan pemerintahan sendiri terdapat
sejumlah figur yang tidak terlalu fobia terhadap Islam, bahkan mempunyai dasar
keislaman yang sangat kuat sebagai akibat dari latar belakangnya. Ketiga, adanya
perubahan persepsi, sikap, dan orientasi politik di kalangan Islam itu sendiri. Sedangkan
alasan yang dikemukakan menurut Bachtiar, adalah selama dua puluh lima tahun
11
terakhir, umat Islam mengalami proses mobilisasi-sosial-ekonomi-politik yang berarti
dan ditambah adanya transformasi pemikiran dan tingkah politik generasi baru Islam.
Hubungan Islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat
laun menjadi akomodatif. Adanya sikap akomodatif ini muncul ketika umat Islam
Indonesia ketika itu dinilai telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam
masalah ideologi Pancasila.
Sesungguhnya sintesa yang memungkinkan antara Islam dan negara dapat
diciptakan. Artikulasi pemikiran dan praktik politik Islam yang legalistik dan
formalistik telah menyebabkan ketegangan antara Islam dan negara. Sementara itu,
wacana intelektualisme dan aktivisme politik Islam yang substansialistik, sebagaimana
dikembangkan oleh generasi baru Islam, merupakan modal dasar untuk membangun
sebuah sintesa antara Islam dan negara.
Dikalangan cendikiawan muslim, polemic tentang hubungan antara agama dan
negara masih terjadi perbedaan pendapat, di Indonesia, misalnya muncul dua pendapat
atau pandangan yaitu pendapat atau pandangan Nurcholis Madjid dan H.M. Rasjidi.
Nurcholis Madjid mengemukakan gagasan pembaharuan dan mengecam dengan keras
konsep negara Islam sebagai berikut:
“Dari tinjauan yang lebih prinsipil, konsep “negara Islam” adalah suatu distorsi
hubungan proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi
kehidupan duniawi yang dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama
adalah aspek kehidupan yang dimensinya adalah spritual dan pribadi”. Menurut Tahir
Azhary pandangan Nurcholis ini jelas telah memisahkan antara kehidupan agama dan
negara.
Seorang intelektual muslim terkemuka yaitu M. Rasjidi yang pernah menjabat Menteri
Agama dan Duta Besar di Mesir dan Pakistan, serta Guru Besar Hukum Islam dan
Lembaga-Lembaga Islam di Universitas Indonesia dengan sangat segan telah menulis
suatu buku dengan judul Koreksi Terhadap Nurcholis Madjid tentang Sekularisasi.
Kritik H.M. Rasjidi terhadap pandangan Nurcholis dikutip oleh Muhammad Tahir
Azhary yang berjudul Negara Hukum, Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat
dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa.

Dengan konklusi bahwa dalam batas tertentu, dalam Islam ada juga pemisahan
antara negara dan agama, M.Thahir Azhary berpendapat baik Nurkholis Madjid
maupun Mintaredja telah terjebak ke alam pikiran yang rancu, karena menurutnya,

12
Islam dapat diartikan baik sebagai agama dalam arti sempit, maupun sebagai agama
dalam arti yang luas. Dengan demikian menurut M, Tahir Azhary , konklusi Mintaredja
sesungguhnya kontradiktif dengan jalan pikirannya sendiri. Kalau Islam dalam arti yang
luas ia tafsirkan sebagai “Way of Life now in the earth and in the heaven after death”.
Konsekuensi logis dari penafsiran itu seharusnya ialah Islam merupakan suatu totalitas
yang komprehensif dan karena itu tidak mengenal pemisahan antara kehidupan agama
dan negara.
Berdasarkan fakta otentik, jelas bahwa dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah
Rasul kehidupan agama (dalam hal ini Islam) dengan kehidupan negara tidak mungkin
dipisahkan. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Salah satu doktrin Al-
Qur’an yang memperkuat pendirian ini adalah adanya ayat yang menyebutkan adanya
kesatuan antara hubungan manusia dengan manusia yang terdapat dalam surat Ali
Imran, ayat 112.
Ayat tersebut diperkuat lagi dengan firman Allah yang terdapat dalam surat An-
Nisa’ ayat 58-59 yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) menetapkan
hubungan diantara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu sekalian.” (al-Nisa’ : 58-59).

13
BAB III
PENUTUP

Sejak awal reformasi kebebasan dalam politik dan sosial di Indonesia makin
terbuka lebar. Kebebasan tersebut kemudian membuat kelompok apapun, termasuk
kelompok agama berhak menyuarakan pendapat. Namun, kebebasan yang terkadang
tidak terkendali membuat pertentangan muncul, bahkan pertentangan antar agama dan
kehidupan beragama.

Pertentangan yang muncul pun merambah ke segala persoalan, termasuk


mempermasalahkan keberadaan Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia yang
kemudian juga dinilai sekelompok masyarakat bertentangan dengan kehidupan
beragama. Persoalan itu kemudian memunculkan penuntutan wacana penggantian
Pancasila.

Dituturkan Katib Aam Syuriyah PBNU Dr KH A Malik Madany MA, dalam


agama Islam, memang ada keterkaitan erat antara negara dan kekuasaan. Dalam ajaran
Islam, jika memang sebuah kelompok masyarakat ingin melindungi dan menjalankan
aturan dan ajaran Islam dengan baik, boleh membangun sebuah negara.

Mengenai bentuk negara dan pemerintahannya sendiri, menurut Malik,


diserahkan sepenuhnya pada kelompok tersebut untuk menentukan.

Jadi jangan mempertentangkan agama dengaan negara. Karena dalam Islam pun,
Al Qur'an secara eksplisit telah mengakui keberadaan bangsa dan suku. Bahkan
penyelenggaraan pemerintahan dan kekuasaan dalam Islam memiliki dua tujuan utama
yakni menjalankan ajaran agama dan mengurusi masalah duniawi.

Hubungan antara agama & Negara dalah tidak dapat dipisahkan. Negara
menyatu dengan agama, karena pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman
Tuhan. Segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan Negara dilakukan atas
titah Tuhan.
Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan
agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut
bertentangan dengan norma-norma agama.
14
Kehidupan manusia, dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan
masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk
manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas
Agama, secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan
(etimologi) dan sudut istilah (terminology) menurutnya dalam masyarakat indonesia
selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam
bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Pengertian agama yang
dikutip sudah pasti tidak akan mendapatkan kesepakatan dan hal ini sudah dapat diduga
sebelumnya karena sebagaimana dikatakan, bahwa kita sulit sekali atau mustahil
menjumpai definisi yang dapat diterima semua pihak
Negara, secara literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing,
yakni kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang
berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak
dan tetap. Secara terminology, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara
satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam
daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Pancasila dan Agama secara garis besar memiliki kesamaan, yaitu keduanya
merupakan pedoman dalam kehidupan. Tetapi secara khusus kedua pedoman ini jauh
berbeda sudut pandangnya. Pancasila adalah sumber dari gagasan mengenai wujud
masyarakan indonesia, yang menjamin kesentosaan dan memberikan kesejahteraan lahir
dan batin. Pancasila dipergunakan sebagai pegangan hidup bangsa, penjelmaan falsafah
hidup bangsa dalam pelaksanaan hidup sehari-hari. Semua tingkah laku dan tindakan /
perbuatan setiap warga negara indonesia wajib mengamalkan dan mencerminkan
pancaran Pancasila.pancasila pun adalah pedoman dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Sedangkan agama adalah pedoman hidup kita yang khususnya berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari. Harus disadari bahwa
kebenaran yang dapat dicapai oleh kita adalah kebenaran yang masih reklatif tidah
absolute atau mutlak. Tidak semua manusia mengakui bahwa dia mempunyai agaman,
agama adalah wahyu atau karunia dari sang pencipta kepada kita. Agama adalah
kepercayaan, keyakinan bahwa kita adalah makhluk yang di ciptakan oleh sang
pencipta, agama pun tidak hanya sebatasa status. Melainkan di terapkan untuk mengatur
tindakan-tindakan yang tidak baik, meluruskan yang salah menjadi yang benar.

15
Pendapat yang mengatakan bahwa "menjadikan pancasila sebagai ideologi
merupakan sebuah bentuk mengagamakan pancasila" dapat dibantah karena bangsa ini
memilki kebebasan untuk menterjemahkan Pancasila itu sendiri, untuk
menyederhanakan Ideologi hanya sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila bukanlah agama karena kesederhanaan dan keumuman nilai-nilai
yang terdapat di dalamnya, sedangkan agama sangatlah kompleks untuk diterjemahkan
dan nilai-nilainya yang bersifat khusus bagi penganutnya, sedangkan pancasila menjadi
sebuah nilai-nilai umum yang berlaku bagi seluruh rakyatIndonesia, apapun latar
belakang agamanya.
Pancasila berbicara tentang kebaikan, sedangkan agama berbicara tentang
kebenaran. Adakalanya kebaikan menjadi bagian dari kebenaran dan sebaliknya.
Namun, tetap terdapat bagian dari kebenaran yang tidak dapat tersentuh oleh nilai
kebaikan, begitupun sebaliknya, tidak semua nilai kebaikan merupakan kebenaran.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://agustinadais.blogspot.com/2013/04/makalah-hubungan-agama-dengan-
pancasila.html
http://nasional.sindonews.com/read/712148/12/pancasila-agama-miliki-keterkaitan-
kuat-1359454341
http://ayurostika.blogspot.com/2012/09/makalah-negara-dan-agama.html

http://stiawangreenblack.blogspot.com/2012/07/meredefinisi-hubungan-agama-dan-
negara.html

http://education.poztmo.com/2010/07/hubungan-agama-dan-negara.html

http://socialpolitic-article.blogspot.com/2009/03/hubungan-agama-dan-negara.html

http://artikelkomplit2011.blogspot.com/2012/07/hubungan-agama-dan-negara.html

http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-pancasila-pancasila-vs-agama/
(dengan perubahan)

17

Anda mungkin juga menyukai