BLOK RESPIRASI
KENAPA SAYA SESAK NAFAS YANG SEMAKIN BERAT DAN DADA
NYERI?
KELOMPOK IX
ALIVIO BAGASKARA G 0014019
DIO AFFAN AFGHANI G 0014075
LESTARI ELIZA H G 0014137
MAYA ANGELA P G 0014153
MEGAYANI SANTOSO G 0014155
MUHAMMAD IRFAN G 0014165
NAMIRA NURUL H G 0014175
NUR FAJRI RAHMI G 0014179
PANJI ARGA BINTARA G 0014183
RAKHMADHANIAR K.W G 0014193
RISA DHARWADI HENDRA G 0014201
SHAFA ZUHURLIA D G 0014219
PENDAHULUAN
SKENARIO 1
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak compos mentis, pasien tampak
sakit sedang, gizi kurang. Tanda vital didapatkan TD: 140/90 mmHg, Frekuensi
pernafasan: 40x/menit, nadi: 108x/menit, suhu: 37,2O C, SpO2: 94% dengan oksigen
3lt/ menit, BB: 36 kg, TB: 150 cm. Pemeriksaan paru inspeksi statis: dada kanan
cembung disbanding kiri, inspeksi dinamis: pergerakan dada kanan tertinggal
disbanding kiri, fremitus raba kanan kurang dari kiri, perkusi paru kanan hipersonor,
paru kiri sonor, auskultasi suara dasar vesikuler paru kanan menurun. Pemeriksaan
sputum BTA SPS: +3, +3, +2.
Dokter jaga segera melakukan pemasangan chest tube (water seal drainage)
pada pasien tersebut. Setelah pemasangan chest tube, tampak perbaikan klinis pasien.
Dokter juga merencanakan memberikan terapi penyakit primernya dan memberikan
edukasi pada pasien terkait penyakitnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Seven Jump
Jump 1
Jump 2
Jump 3
2. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan
Dari skenario diketahui bahwa pasien mengalami infeksi BTA, pada pasien-
pasien yang menderita gizi buruk dan gizi kurang juga mengalami imunosuppresi.
Sehingga pada pasien-pasien dengan status gizi buruk dan gizi kurang mudah
mengalami infeksi bakteri dan jika mengalami infeksi bakteri maka manifestasi
kilinisnya akan lebih berat dan prognosis penyakit nya menjadi lebih buruk
WSD (Water Seal Drainage) atau yang disebut juga dengan “Chest-Tube”
(pipa dada) adalah suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam rongga pleura
dengan maksud untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga pleura,
seperti misalnya pus pada empisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat
di dalam rongga pleura, misalnya pneumotoraks. Bedanya tindakan WSD dengan
tindakan punksi atau thorakosintesis adalah pemasangan kateter/selang pada WSD
berlangsung lebih lama dan dihubungkan dengan suatu botol penampung. Dengan
tujuan pemasangan yaitu, Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari
rongga pleura, untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura, untuk
mengembangkan kembali paru yang kolaps dan kolaps sebagian, untuk mencegah
reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Jump 4
Pemeriksaan Pemeriksaan
Fisik Penunjang
Diagnosis Banding:
-TB
Etiologi Tata Laksana
-Pneumothorax
Manifestasi Klinis
Komplikasi
Jump 5
Jump 6
Jump 7
Gejala sistemik/umum:
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
• Penurunan nafsu makan dan berat badan
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
4. Bagaimana cara pemasangan chest tube?
Cara pemasangan WSD (water seal drainage)/chest tube
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea
aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai
muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai
rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan
menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke
dinding dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
Pneumonia :
a. Gambaran radiologis
Foto toraks PA / lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi
(berawan) dapat disertai air bronchogram
b. Pemeriksaan laboratorium
Simetris
Scapula ke lateral
Inspirasi cukup
Costophrenic tajam
Pneumonia
Perhatikan
Gambaran air
bronchogram OK
proses konsolidasi
infiltrat di dalam
alveoli
Bronchopneumonia
Efusi pleura
Dosis OAT
• Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau
BB > 60
kg : 600 mg
BB 40-60
kg : 450 mg
BB < 40
kg : 300 mg
2.Rifampisin
• Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-
kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
• Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu
dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari
gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air
liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan
tidak perlu khawatir.
3.Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman
TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan
kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang
terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4.Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan
3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa
minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak
karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5.Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.
Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat
segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan
maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba
disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara
dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu
maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Penanganan efek samping obat:
• Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi secara
simptomatik
• Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi dengan pemberian salisilat /
allopurinol
• Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat. Penanganan seperti tertulis
di atas
• Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit yang
umumnya disebabkan oleh INH dan rifampisin, dapat dilakukan pemberian dosis
rendah dan desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan perlahan-
lahan dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa dilakukan
terhadap obat lainnya
• Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok
atau gagal ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol,
gangguan nervus VIll karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan
agranulositosis karena thiacetazon
• Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat harus diubah hingga jangka
waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.
4.Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
a) Indikasi mutlak
• Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif
• Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
• Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
b) lndikasi relatif
• Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
• Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c) Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
• Bronkoskopi
• Punksi pleura
• Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Kriteria Sembuh
• BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
• Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
• Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
5.Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
a) Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
b) Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
c) Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
Tatalaksana TB Anak
Obat harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang cukup lama. Dosis
obat harus disesuaikan dengan berat badan.
Secara garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana untuk :
1. TBC paru tidak berat
2. TBC paru berat atau TBC ekstrapulmonal
Pada TBC paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat anti tuberkulosis
(OAT) dengan jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap intensif terdiri dari isoniazid
(H), Rifampisin (R) dan Pyraninamid (Z) selama 2 bulan diberikan setiap hari
(2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) selama 4
bulan diberikan setiap hari (4HR).
Pada TBC berat (TBC milier, meningitis, dan TBC tulang) maka juga diberikan
Streptomisin atau Etambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada TBC berat
biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan,
kemudian dilanjutkan dengan Isoniazid dan Rifampisin selama 10 bulan lagi atau
lebih, sesuai dengan perkembangan klinisnya. Kalau ada kegagalan karena
resistensi obat, maka obat diganti sesuai dengan hasil uji resistensi, atau tambah
dan ubah kombinasi OAT.
Kortikosteroid diberikan pada keadaan khusus seperti : TB milier, meningitis TB,
endobronkial TB, pleuritis TB, perikarditis TB, peritonitis TB.
Boleh diberikan prednison 1-2 mg/kg BB/hari selama 1-2 bulan
KESIMPULAN
Dari skenario dapat kami simpulkan bahwa pasien menderita Tuberculosis. Diagnosis
tersebut kami simpulkan dari gelaja yang pasien alami yaitu pasien mengeluh sesak
nafas, nafsu makan menurun, berkeringat pada malam hari dan batuk berdahak.Pada
sputum juga terdapat BTA SPS positif yang mengindikasikan adanya bakteri
penyebab Tuberculosis.
SARAN
Setelah pelaksanaan tutorial 2 blok respirasi, ada beberapa hal yang sebaiknya
diperhatikan demi tercapainya tujuan pembelajaran, antara lain:
A. Kekurangan
B. Harapan
Untuk pelaksanaan tutorial selanjutnya khususnya di blok Respirasi
skenario 3, diharapkan: