Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN TUTORIAL

BLOK RESPIRASI
KENAPA SAYA SESAK NAFAS YANG SEMAKIN BERAT DAN DADA
NYERI?

KELOMPOK IX
ALIVIO BAGASKARA G 0014019
DIO AFFAN AFGHANI G 0014075
LESTARI ELIZA H G 0014137
MAYA ANGELA P G 0014153
MEGAYANI SANTOSO G 0014155
MUHAMMAD IRFAN G 0014165
NAMIRA NURUL H G 0014175
NUR FAJRI RAHMI G 0014179
PANJI ARGA BINTARA G 0014183
RAKHMADHANIAR K.W G 0014193
RISA DHARWADI HENDRA G 0014201
SHAFA ZUHURLIA D G 0014219

TUTOR : Widana P., dr


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2014
BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 1

KENAPA SAYA SESAK NAFAS YANG SEMAKIN BERAT DAN DADA


NYERI?
Seorang laki-laki, berusia 50 tahun, datang ke UGD Rumah Sakit dengan
keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 3 hari SMRS, dan saat ini semakin
memberat. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kanan (+) saat menarik nafas. Sejak 1
bulan pasien mengeluhkan batuk berdahak, batuk darah (-), nafsu makan menurun,
berat badan menurun, demamsumer-sumer (+)1bulan, keringat malam (+).

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak compos mentis, pasien tampak
sakit sedang, gizi kurang. Tanda vital didapatkan TD: 140/90 mmHg, Frekuensi
pernafasan: 40x/menit, nadi: 108x/menit, suhu: 37,2O C, SpO2: 94% dengan oksigen
3lt/ menit, BB: 36 kg, TB: 150 cm. Pemeriksaan paru inspeksi statis: dada kanan
cembung disbanding kiri, inspeksi dinamis: pergerakan dada kanan tertinggal
disbanding kiri, fremitus raba kanan kurang dari kiri, perkusi paru kanan hipersonor,
paru kiri sonor, auskultasi suara dasar vesikuler paru kanan menurun. Pemeriksaan
sputum BTA SPS: +3, +3, +2.

Dokter jaga segera melakukan pemasangan chest tube (water seal drainage)
pada pasien tersebut. Setelah pemasangan chest tube, tampak perbaikan klinis pasien.
Dokter juga merencanakan memberikan terapi penyakit primernya dan memberikan
edukasi pada pasien terkait penyakitnya.
BAB II

PEMBAHASAN

Seven Jump

Jump 1

1. SMRS : Sebelum Masuk Rumah Sakit


2. SpO2 : Prosentase haemoglobin yang mengikat O2 dalam arteri. Rentang
normalnya 95-100%
3. Sputum BTA SPS : Sputum (mucus yang keluar saat batuk dari saluran nafas
atas), BTA SPS (bakteri tahan asam, sewaktu-pagi-sewaktu)
4. Chest tube : tabung fleksibel di dada untuk penata laksanaan jika ada udara,
cairan, ataupun darah pada dada
5. Demam sumer-sumer : demam yang suhunya tidak terlalu tinggi

Jump 2

1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan BTA?


2. Mengapa dada kanan terasa sakit saat inspirasi dan bagaimana
mekanismenya?
3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
4. Bagaimana hubungan gizi pasien dengan keluhan yang diderita pasien?
5. Bagaimana hubungan antara keluhan utama dengan keluhan penyerta?
6. Apa sajakah penyebab sesak nafas?
7. Bagaimana cara pemasangan chest tube?
8. Apa saja indikasi dan kontaindikasi dari pemasangan chest tube?
9. Apa saja penyebab batuk yang berkaitan dengan keluah pasien?
10. Bagaimana pathogenesis dari batuk berdahak?
11. Bagaimana interpretasi dari hasil foto thorax?
12. Apa saja DD dan komplikasi pasien?
13. Bagaimana penatalaksanaan dari keluhan pasien?

Jump 3

1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan BTA?


Berdasarkan pemeriksaan BTA dahak, TB paru dibagi atas
1. Tuberkulosis paru BTA positif, apabila memenuhi minimal 1 kriteria:
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
b. Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis
aktif
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M. tuberculosis positif

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)


:

1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

2. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan

3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

5. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)


Interprestasi hasil berdasarkan kriteria IUALTD dan panduan Depkes RI 2006

Yang dilihat Yang dilaporkan


Tidak ditemukan BTA minimal dalam BTA (-)
100 lapang pandang
1-9 BTA dalam 100 lapang pandang Ditulis jumlah BTA yang
ditemukan/100 lapang pandang
10-99 BTA dalam 100 lapang 1+
pandang
1-10 BTA dalam 1 lapang pandang , 2+
periksa minimal 50 lapang pandang
Lebih dari 10 BTA dalam 1 lapang 3+
pandang, periksa minimal 20 lapang
pandang

5. Bagaimana hubungan antara keluhan utama dengan keluhan penyerta?

Dari skenario diketahui bahwa pasien mengalami infeksi BTA, pada pasien-
pasien yang menderita gizi buruk dan gizi kurang juga mengalami imunosuppresi.
Sehingga pada pasien-pasien dengan status gizi buruk dan gizi kurang mudah
mengalami infeksi bakteri dan jika mengalami infeksi bakteri maka manifestasi
kilinisnya akan lebih berat dan prognosis penyakit nya menjadi lebih buruk

8. Apa saja indikasi dan kontaindikasi dari pemasangan chest tube?

WSD (Water Seal Drainage) atau yang disebut juga dengan “Chest-Tube”
(pipa dada) adalah suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam rongga pleura
dengan maksud untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga pleura,
seperti misalnya pus pada empisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat
di dalam rongga pleura, misalnya pneumotoraks. Bedanya tindakan WSD dengan
tindakan punksi atau thorakosintesis adalah pemasangan kateter/selang pada WSD
berlangsung lebih lama dan dihubungkan dengan suatu botol penampung. Dengan
tujuan pemasangan yaitu, Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari
rongga pleura, untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura, untuk
mengembangkan kembali paru yang kolaps dan kolaps sebagian, untuk mencegah
reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.

Sehingga indikasi pemasangan WSD sebagai berikut; Pneumothorak,


Hemothoraks, Efusi pleura, Emphsiema. Sedangkan kontaindikasinya adalah pada
pasien-pasien yang mempunya riwayat gangguan pembekuan darah dan pada
pasien yang mengalami infeksi pada tempat pemasangan WSD.

9. Apa saja penyebab batuk yang berkaitan dengan keluhan pasien?

Batuk adalah refleks pertahanan yang timbul akibat infeksi percabangan


trakeobronkial dimana berfungsi untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah.
Batuk disebabkan oleh rangsangan mekanik (dari tumor, contohnya : karinoma
bronkogenik), rangsangan kimia ( contohnya pada perokok) dan dari rangsangan
peradangan atau inflamasi.

Hubungan batuk dengan skenario adalah dari hasil pemeriksaan BTA


didapatkan hasil positif yang menandakan adanya infeksi BTA , sehingga pasien
pada skenario mengalami batuk karena adanya rangsangan peradangan atau
inflamasi yang terjadi sebagai kompensasi dari infeksi BTA terebut.
11. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

- Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas


- Kalsifikasi atau fibrotik
- Kompleks ranke
- Fibrotoraks/Fibrosis parenkim parudan atau penebalan pleura

Jump 4

SESAK NAFAS Keluhan Penyerta

Pemeriksaan Pemeriksaan
Fisik Penunjang

Diagnosis Banding:
-TB
Etiologi Tata Laksana
-Pneumothorax

Manifestasi Klinis

Komplikasi
Jump 5

1. Bagaimana hubungan antara keluhan utama dengan keluhan penyakit?


2. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
3. Apa saja penyebab sesak nafas?
4. Bagaimana cara pemasangan chest tube?
5. Bagaimana mekanisme batuk dan jenisnya?
6. Apa saja differential diagnosis dan komplikasi?
7. Bagaimana penatalaksanaan keluhan yang dialami pasien?

Jump 6

Mencari data masing masing

Jump 7

1. Bagaimana hubungan antara keluhan utama dengan keluhan penyakit?


TB paru sering menimbulkan gejala klinis yang dapat dibagi menjadi 2 yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistematik. Gejala respiratorik seperti batuk, batuk
darah, sesak napas, nyeri dada, sedangkan gejala sistemik seperti demam, keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise. Gejala respiratorik ini
sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat
tergantung dari luasnya lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check
up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka Universitas
Sumatera Utara mungkin pasien tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi akibat adanya iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak keluar. Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit
menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Kelainan yang dijumpai tergantung
dari organ yang terlibat. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama di daerah apeks dan segmen posterior. Pada pemeriksaan fisik
dapat dijumpai antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diapragma dan mediastinum. Untuk
yang diduga menderita TB paru, diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari
yaitu sewaktu pagi – sewaktu (SPS). Berdasarkan panduan program TB nasional,
diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan dijumpainya kuman TB
(BTA). Sedangkan pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sesuai dengan indikasinya dan tidak
dibenarkan dalam mendiagnosis TB jika diagnosis dibuat hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks.

2. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?


Dari hasil pemeriksaan fisik dapat dibuat interpretasi sebagai berikut:
a. Inspeksi statis: ditemukan pembesaran dada kanan sewaktu tidak melakukan
inspirasi, hal ini menandakan adanya pembesaran volume thorax yang bisa
disebabkan oleh penumpukan cairan maupun udara di cavum pleura ataupun
merupakan kelainan kongenital seperti pigeon chest maupun kelainan lainnya
seperti barrel chest, flail chest.
b. Fremitus raba menurun dapat disebabkan adanya massa pada daerah tersebut,
atau penumpukan cairan maupun udara yang menghalangi daya hantar aliran
udara di bronchial tree.
c. Perkusi hipersonor menandakan adanya udara yang berlebih sehingga
menciptakan bunyi yang lebih tinggi.
d. Frekuensi napas dan nadi yang meningkat merupakan tanda dari kompensasi
paru dan jantung dalam mengambil oksigen dari atmosfer dan menyuplai oksigen
ke jaringan. Hal ini dapat menunjukkan adanya gangguan baik di ventilasi paru
atau di perfusi jaringan.
e. Adanya demam merupakan petunjuk adanya infeksi. Infeksi patogen memicu
dihasilkannya sitokin proinflamasi yang pirogenik.
3. Apa saja penyebab sesak nafas?
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum:
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
• Penurunan nafsu makan dan berat badan
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
4. Bagaimana cara pemasangan chest tube?
Cara pemasangan WSD (water seal drainage)/chest tube
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea
aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai
muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai
rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan
menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke
dinding dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

Ada beberapa macam WSD :


1. WSD dengan satu botol
• Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana
• Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol
penampung.
• Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
• Umumnya digunakan pada pneumotoraks
2. WSD dengan dua botol
• Botol pertama sebagai penampung / drainase
• Botol kedua sebagai water seal
• Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
• Dapat dihubungkan sengan suction control
3. WSD dengan 3 botol
• Botol pertama sebagai penampung / drainase
• Botol kedua sebagai water seal
• Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.

KOMPLIKASI Trauma Thorax


• Laserasi, mencederai organ ( hepar, lien )
• Perdarahan
• Empisema subkutis.
• Tube terlepas
• Infeksi
• Tube tersumbat.

Perawatan yang perlu dilakukan :


• Fiksasi chest tube pada dinding dada dan fiksasi semua sambungan selang
dengan baik.
• Awasi chest tube supaya tidak terlipat atau tertekuk
• Catat tanggal dan waktu pemasangan WSD dan jenis WSD yang digunakan.
• Cek level water seal chamber dan suction control chamber
• Perhatikan gelembung udara pada water seal.
• Monitor tanda – tanda vital dan status pernafasan.
• Perhatikan dan catat cairan drainase yang keluar, jumlah dan konsistensinya.
• Rawat luka drainase.
5. Bagaimana mekanisme batuk dan jenisnya?
Mekanisme Batuk Pola dasar batuk bisa dibagi kepada empat komponen yaitu
inspirasi dalam yang cepat, ekspirasi terhadap glotis yang tertutup, pembukaan
glotis secara tiba-tiba dan terakhir relaksasi otot ekspiratori (McGowan, 2006).
Menurut Weinberger (2005) batuk bisa diinisiasi sama ada secara volunter atau
refleks. Sebagai refleks pertahanan, ia mempunyai jaras aferen dan eferen. Jaras
aferen termasuklah reseptor yang terdapat di distribusi sensori nervus
trigemineus, glossopharingeus, superior laryngeus, dan vagus. Jaras eferen pula
termasuklah nervus laryngeus dan nervus spinalis. Batuk bermula dengan
inspirasi dalam diikuti dengan penutupan glotis, relaksasi diafragma dan kontraksi
otot terhadap penutupan glotis. Tekanan intratorasik yang positif menyebabkan
penyempitan trakea. Apabila glotis terbuka, perbedaan tekanan yang besar antar
atmosfer dan saluran udara disertai penyempitan trakea menghasilkan kadar aliran
udara yang cepat melalui trakea. Hasilnya, tekanan yang tinggi dapat membantu
dalam mengeliminasi mukus dan benda asing.
Jenis-jenis Batuk Menurut Dicpinigaitis (2009) batuk secara definisinya bisa
diklasifikasikan mengikut waktu yaitu batuk akut yang berlangsung selama
kurang dari tiga minggu, batuk sub-akut yang berlangsung selama tiga hingga
delapan minggu dan batuk kronis berlangsung selama lebih dari delapan minggu.
a) Batuk Akut Batuk akut berlangsung selama kurang dari tiga minggu dan
merupakan simptom respiratori yang sering dilaporkan ke praktik dokter.
Kebanyakan kasus batuk akut disebabkan oleh infeksi virus respiratori yang
merupakan self-limiting dan bisa sembuh selama seminggu (Haque, 2005).
Dalam situasi ini, batuk merupakan simptom yang sementara dan merupakan
kelebihan yang penting dalam proteksi saluran pernafasan dan pembersihan
mukus. Walau bagaimanapun, terdapat permintaan yang tinggi terhadap obat
batuk bebas yang kebanyakannya mempunyai bukti klinis yang sedikit dan
waktu yang diambil untuk konsultasi ke dokter tentang simptom batuk
(Dicpinigaitis, 2009).
b) Batuk Kronis Batuk kronis berlangsung lebih dari delapan minggu. Batuk
yang berlangsung secara berterusan akan menyebabkan kualitas hidup
menurun yang akan membawa kepada pengasingan sosial dan depresi klinikal
(Haque, 2005). Penyebab sering dari batuk kronis adalah penyakit refluks
gastro-esofagus, rinosinusitis dan asma. Terdapat juga golongan penderita
minoritas yang batuk tanpa dengan diagnosis dan pengobatan diklasifikasikan
sebagai batuk idiopatik kronis. Batuk golongan ini masih berterusan
dipertanyakan apa sebenarnya penyebabnya yang pasti (Haque, 2005).

6. Apa saja differential diagnosis dan komplikasi?

Pneumonia :

a. Gambaran radiologis
Foto toraks PA / lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi
(berawan) dapat disertai air bronchogram
b. Pemeriksaan laboratorium

 Terdapat peningkatan jumlah lekosit > 10.000/ul kadang dapat mencapai


30.000/ul

 Untuk menentukan diagnosis etiologi : pemeriksaan dahak, biakan darah


dan serologi

 Analisis gas darah : hipoksemia, pada stadium lanjut asidosis respiratorik

Thorax foto PA Normal

Bayangan semua bangunan


bertumpukan hanya
dibedakan dengan
perbedaan densitas

Simetris
Scapula ke lateral
Inspirasi cukup
Costophrenic tajam
Pneumonia

Infiltrat intra alveolar / asiner / air space

Perhatikan
Gambaran air
bronchogram OK
proses konsolidasi
infiltrat di dalam
alveoli

Bronchopneumonia

Radang paru mengenai bronchus dan alveoli

Peradangan cepat meluas


ke seluruh lapangan paru
Obstruksi dan hiperinflasi
berlangsung cepat

Efusi pleura

Terisinya cairan pada cavitas


pleura

Efusi pleura kiri


Costophrenic
tumpul terutama
posterior
SIC melebar
Mediastinum
terdorong
Garis Ellis Dumoiser
Komplikasi :

Komplikasi Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan


komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis,
usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut: Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada
penderita stadium lanjut adalah:
a.Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
e.Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya

7. Bagaimana penatalaksanaan keluhan yang dialami pasien?


1.Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat yang dipakai:
a) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol
b) Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari :
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan tiga obat
antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg
dan pirazinamid. 400 mg
c) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
• Kanamisin
• Kuinolon
• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
• Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT
• Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau

BB > 60
kg : 600 mg

BB 40-60
kg : 450 mg

BB < 40
kg : 300 mg

Dosis intermiten 600 mg / kali


• INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg
BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali
• Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu,
50 mg /kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB< 40 kg : 750 mg
• Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg BB
3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :
BB >60kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB<40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
• Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
• Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum
obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat
menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini
telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami
efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu
menanganinya.
Efek Samping OAT :
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1.Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan
pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain
ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra)
Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih
0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan
pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus

2.Rifampisin
• Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-
kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
• Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu
dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari
gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air
liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan
tidak perlu khawatir.

3.Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman
TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan
kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang
terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

4.Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan
3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa
minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak
karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

5.Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.
Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat
segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan
maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba
disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara
dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu
maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Penanganan efek samping obat:
• Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi secara
simptomatik
• Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi dengan pemberian salisilat /
allopurinol
• Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat. Penanganan seperti tertulis
di atas
• Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit yang
umumnya disebabkan oleh INH dan rifampisin, dapat dilakukan pemberian dosis
rendah dan desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan perlahan-
lahan dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa dilakukan
terhadap obat lainnya
• Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok
atau gagal ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol,
gangguan nervus VIll karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan
agranulositosis karena thiacetazon
• Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat harus diubah hingga jangka
waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.

2.Paduan Obat Anti Tuberkulosis


Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a) TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas

Paduan obat yang RHZE / 4


diberikan 2 RH
:
RHZE /
Alternatf 2 4R3H3
:
atau
(program P2TB)
2 RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b.TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan
paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas
b.Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi /
kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi
 TB Paru (kasus baru), BTA negatif
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b.TB di luar paru kasus ringan
 TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai
hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari
pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan
obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)
 TB Paru kasus gagal pengobatan
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal
menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif (
seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal
selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2
RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan
obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

• TB Paru kasus lalai berobat


Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadual
- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu
1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif, pengobatan
OAT STOP
2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang sama
4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan tetapi klinik
dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang sama
5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan
diteruskan kembali sesuai jadual.

 TB Paru kasus kronik


- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan
walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
- Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus
Program P2 TB → Evaluasi/ Follow -up → sepenuhnya Program
- Paduan obat: Program/ WHO
- Obat gratis

(+)Evaluasi Lab., foto toraks,


penderita bayar sendiri

Pengobatan Individual, disertai evaluasi / follow-up


• Paduan Obat , Pedoman PDPI (rekomendasi WHO)
• Obat & Evaluasi bayar sendiri

3.Pengobatan Suportif / Simptomatik


Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat
jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik
untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
a) Penderita rawat jalan
• Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita
tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
• Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
• Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau
keluhan lain.

b) Penderita rawat inap


Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
• Batuk darah (profus)
• Keadaan umum buruk
• Pneumotoraks
• Empiema
• Efusi pleura masif / bilateral
• Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis
dan indikasi rawat

4.Terapi Pembedahan
lndikasi operasi
a) Indikasi mutlak
• Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif
• Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
• Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
b) lndikasi relatif
• Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
• Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c) Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
• Bronkoskopi
• Punksi pleura
• Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Kriteria Sembuh
• BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
• Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
• Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

5.Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
a) Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
b) Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
c) Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)


• Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
• Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
• Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)
Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
• Sebelum pengobatan
• Setelah 2 bulan pengobatan
• Pada akhir pengobatan
Evaluasi efek samping secara klinik
• Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah
lengkap
• Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula
darah , asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping
pengobatan
• Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
• Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
• Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri
• Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek
samping obat sesuai pedoman

Evaluasi keteraturan berobat


• Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan adalah
keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka
sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan
berobat yang diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungan
• Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
Evaluasi penderita yang telah sembuh
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2
tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang
dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA
dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12,
24 bulan setelah dinyatakan sembuh

Tatalaksana TB Anak
Obat harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang cukup lama. Dosis
obat harus disesuaikan dengan berat badan.
Secara garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana untuk :
1. TBC paru tidak berat
2. TBC paru berat atau TBC ekstrapulmonal
Pada TBC paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat anti tuberkulosis
(OAT) dengan jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap intensif terdiri dari isoniazid
(H), Rifampisin (R) dan Pyraninamid (Z) selama 2 bulan diberikan setiap hari
(2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) selama 4
bulan diberikan setiap hari (4HR).
Pada TBC berat (TBC milier, meningitis, dan TBC tulang) maka juga diberikan
Streptomisin atau Etambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada TBC berat
biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan,
kemudian dilanjutkan dengan Isoniazid dan Rifampisin selama 10 bulan lagi atau
lebih, sesuai dengan perkembangan klinisnya. Kalau ada kegagalan karena
resistensi obat, maka obat diganti sesuai dengan hasil uji resistensi, atau tambah
dan ubah kombinasi OAT.
Kortikosteroid diberikan pada keadaan khusus seperti : TB milier, meningitis TB,
endobronkial TB, pleuritis TB, perikarditis TB, peritonitis TB.
Boleh diberikan prednison 1-2 mg/kg BB/hari selama 1-2 bulan

Penghentian pengobatan dapat dilakukan dengan syarat :


1.Bila setelah 6 bulan evaluasi membaik, batuk menghilang, klinis membaik, anak
menjadi lebih aktif, berat badan meningkat, foto thorax membaik, penurunan
LED.
2.Bila setelah 6 bulan tidak ada perbaikan, kemungkinan :
- Kepatuhan minum obat yang kurang
- MDR (Multi Drug Resisten)
- Diagnosis bukan TBC

Obat pencegahan dengan INH : 5-10 mg/kg BB/hari diberikan pada:


1.Profilaksis primer : anak yang kontak erat dengan penderita TB menular (BTA
positip, tetapi belum terinfeksi).
2.Profilaksis sekunder : anak dengan infeksi TB yaitu tuberkulin positip dan klinis
baik, dengan faktor resiko yang memungkinkan menjadi TB aktif.
 Umur dibawah 5 tahun
 Menderita penyakit infeksi (morbili, varicella)
 Mendapat obat imunosupresif (sitostatik, steroid, dll)
 Umur akil balik
 Kalau ada infeksi HIV
BAB IV

KESIMPULAN

Dari skenario dapat kami simpulkan bahwa pasien menderita Tuberculosis. Diagnosis
tersebut kami simpulkan dari gelaja yang pasien alami yaitu pasien mengeluh sesak
nafas, nafsu makan menurun, berkeringat pada malam hari dan batuk berdahak.Pada
sputum juga terdapat BTA SPS positif yang mengindikasikan adanya bakteri
penyebab Tuberculosis.

SARAN

Setelah pelaksanaan tutorial 2 blok respirasi, ada beberapa hal yang sebaiknya
diperhatikan demi tercapainya tujuan pembelajaran, antara lain:

A. Kekurangan

1. Hampir sebagian peserta tutorial belum membaca buku yang telah


disarankan menjadi referensi sehingga banyak yang mengemukakan
pendapat tidak dari sumber yang EBM.

2. Adapun beberapa peserta yang sudah membaca referensi pun kurang


memahami apa yang dia baca, hasilnya dalam hal mengemukakan
pendapat dengan cara membaca, sehingga sulit dipahami peserta lain.

3. Saat pelaksanaan tutorial, belum semua peserta berpartisipasi aktif,


artinya ada beberapa peserta yang mendominasi dan di sisi lain banyak
peserta yang kurang aktif menyampaikan pendapat.

B. Harapan
Untuk pelaksanaan tutorial selanjutnya khususnya di blok Respirasi
skenario 3, diharapkan:

1. Fasilitas sarana prasarana yang telah ada di Fakultas Kedokteran UNS


khususnya di ruang tutorial diharapkan dapat ditingkatkan.

2. Semua peserta sebaiknya telah membaca dan memahami materi dengan


yang telah direferensikan di dalam buku blok, agar kegiatan tutorial
berjalan efektif dan efisien serta dapat digunakan sebagai sarana
menyamakan persepsi sesuai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai