Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KIMIA KLINIK
OLEH :
P00341017004
II.A
2018
I. Judul : Pemeriksaan Urobilin dan Urobilinogen Urine
II. Hari/Tanggal :
IV. Prinsip Kerja : Sebuah sumber cahaya LED pada panjang gelombang
tertentu pada sudut optimum pada permukaan Test
Pad. Cahaya mengukur pada permukaan Test Pad
direfleksikan dengan intensitas yang bergantung pada
Test Pad tersebut. Sebuah detector sampel diposisikan
diatas Test Pad, menerima pantulan cahaya. Detector
mentransmisikan sinyal listrik analog yang mengubah
sinar analog menjadi nilai digital (Analog to Digital
Converter) dengan sebuah alat bernama
Microprocessor. Hasil konsentrasi semikuantitatif
ditentukan dengan membandingkan nilai reflektan
dengan suatu range. Ketika LED mentransmisikan
cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda.
Kompensasi untuk warna intrinsik dari urine yang
diketahui sebagai faktor pengganggu dibuat melalui
pengukuran dari “Blank Compensation Pad” pada test
strip. Kompensasi tersebut mencegah positif palsu
ketika sampel yang warnanya pekat.
V. Dasar Teori :
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urine pasien untuk tujuan
diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal sebagai akibat kelebihan
urine dari penyaringan unsur-unsur plasma (Frandson, 1992). Urine atau urin
merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari
dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga
homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter
menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Ningsih,
2012). Proses pembentukan urin di dalam ginjal melalui tiga tahapan yaitu filtrasi
(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (penambahan)
(Budiyanto, 2013).
Pada filtrasi terjadi proses sebagai berikut. Filtrasi darah terjadi di glomerulus,
yaitu kapiler darah yang bergelung-gelung di dalam kapsul Bowman. Pada
glomerulus terdapat sel-sel endotelium sehingga memudahkan proses penyaringan.
Selain itu, di glomerulus juga terjadi pengikatan sel-sel darah, keping darah, dan
sebagian besar protein plasma agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil proses infiltrasi ini
berupa urine primer (filtrate glomerulus) yang komposisinya mirip dengan darah,
tetapi tidak mengandung protein. Di dalam urine primer dapat ditemukan asam
amino, glukosa, natrium, kalium, ion-ion, dan garam-garam lainnya (Budiyanto,
2013).
Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan
berwarna kuning keruh. Urin berbau khas yaitu berbau ammonia. pH urin berkisar
antara 4,8 – 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein serta
urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin
yakni 1,002 – 1,035 g/mL (Uliyah, 2008). Komposisi urin terdiri dari 95% air dan
mengandung zat terlarut. Di dalam urin terkandung bermacam – macam zat, antara
lain (1) zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat
warna empedu yang memberikan warna kuning pada urin, (3) garam, terutama
NaCl, dan (4) zat – zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya vitamin C, dan obat –
obatan serta juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya
hormon (Ethel, 2003).
Urobilin adalah pigmen alami dalam urin yang menghasilkan warna kuning.
Empedu, yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area
duodenum, tempat bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sejumlah
besar urobilinogen berkurang di feses, sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran
darah; di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah
1% diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Ketika urin kental, urobilin dapat
membuat tampilan warna oranye-kemerahan yang intensitasnya bervariasi dengan
derajat oksidasi, dan kadang-kadang menyebabkan kencing terlihat merah atau
berdarah. Ekskresi urobilinogen ke dalam urine kira-kira 1-4 mg/24 jam. Ekskresi
mencapai kadar puncak antara jam 14.00 – 16.00, oleh karena itu dianjurkan
pengambilan sampel dilakukan pada jam-jam tersebut.
Banyak tes urin (urinalisis) yang memantau jumlah urobilin dalam urin karena
merupakan zat penting dalam metabolisme/ produksi urin. Tingkat urobilin dapat
memberikan wawasan tentang efektivitas fungsi saluran kemih. Urobilinogen adalah
larut dalam air dan transparan produk yang merupakan produk dengan pengurangan
bilirubin dilakukan oleh interstinal bakteri. Hal ini dibentuk oleh pemecahan
hemoglobin. Sementara setengah dari Urobilinogen beredar kembali ke hati, setengah
lainnya diekskresikan melalui feses sebagai urobilin. Ketika ada kerusakan hati,
kelebihan itu akan dibuang keluar melalui ginjal. Siklus ini dikenal sebagai
Urobilinogen enterohepatik siklus . Terdapat berbagai faktor yang dapat menghambat
siklus ini . Salah satu alasan menjadi gangguan lebih dari hemoglobin (hemolisis)
karena malfungsi hati berbagai seperti hepatitis, sirosis. Ketika ini terjadi,
Urobilinogen lebih diproduksi dan diekskresikan dalam urin. Pada saat seseorang
menderita penyakit kuning, itu didiagnosa oleh warna kulit yang sedikit kuning dan
warna kuning dari urin.Namun bila ada obstruksi pada saluran empedu, hal itu akan
menyebabkan penurunan jumlah Urobilinogen dan ada lebih sedikit urobilin dalam
urin. Lebih rendah jumlah urobilin Sof dapat disebabkan oleh hilangnya flora bakteri
usus yang berperan dalam sintesa produk HTI. Untuk mendeteksi jenis kerusakan di
hati, tes Urobilinogen dilakukan dengan mengukur kadar uribilinogen dalam urin.
Pembentukan urobilin :
Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh
enzym bakteri β-glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi
oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak berwarna.
Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa
ke ginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada
urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feses akan dioksidasi oleh bakteri
usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan.
VI. Alat dan Bahan :
A. Alat
Tabung reaksi
Rak tabung
B. Bahan
Sampel urine
Strip calibrator
Strip urine
Tissue
2. Pasang holder (tempat strip) ke alat urit 50. Lalu masukkan holder
sampai ke dalam alat.
3. Tekan tombol start dan taruh strip calibrator di holder, dengan posisi
warna putih di bagian atas.
1. Tekan tombol strip, pilih ke parameter 13G, 11G, atau 10G (pilihlah
sesuai dengan strip yang akan digunakan, jika antara strip dan pilihan
menu parameter tidak cocok maka akan muncul error setelah seusai
dengan OK).
IX. Pembahasan :
Pemeriksaan urine ada dua cara, yaitu secara manual dan otomatis. Secara
manual, kita menggunakan kertas urine strip. Di dalam urine strip ada beberapa
warna indikator, sehingga apabila kita mencelupkan kertas strip ke dalam urine maka
urine strip akan berubah warna. Perubahan warna pada urine strip tersebut
dicocokkan dengan tabel dan kadarnya diketahui masing-masing parameter.
Pemeriksaan urine secara otomatis menggunakan alat Urine Analyzer. Alat ini
membaca hasil dari urine strip tersebut yang berkaitan dengan sel darah merah, pH,
bilirubin, protein, glukosa, urobilin, urobilinogen dan lainnya. Untuk pembacaan hasil
urine memang menggunakan alat, namun pencelupan kertas indikator ke dalam urine
masih manual dengan tangan. Beberapa model urine analyzer terdiri dari urine strip
readers, suatu tipe alat dari fotometer reflektansi yang dapat membaca beberapa ratus
urine strip per jam. Urine Analyzer membaca strip tes urine pada kondisi standar,
menyimpan hasil ke memori dan menampilkan hasil melalui printer built-in dan/atau
serial interface pada alat tersebut. Urine Analyzer menstandarisasi hasil ‘Urine Test
Strip’ dengan menghilangkan faktor-faktor yang diketahui dapat memengaruhi
evaluasi/pengecekan secara visual pada strip tes urine.
Didalam urine normal harusnya tidak ditemukan urobilin. Urobilin dalam urine
bisa muncul dikarenakan oksidasi dari urobilinogen dari situlah iodium sebagai
larutan lugol ditambahkan untuk menjalankan oksidasi tersebut.
Kemudian untuk melihat ada tidaknya urobilin dalam reaksi tersebut maka
ditambahkan reagen Schlesinger. Pemeriksaan urobilin sendiri harus bebas dari
billirubin jadi jika ada bilirubin buang dahulu dengan cara menambahkan kalsium
hidroksida (Ca(OH)2) dalam urin kemudian saringlah dan pakai filtratnya untuk
pemeriksaan urobilin
Prosedur pemeriksaaan urobilin pertama kali kita menyiapkan alat dan bahan
seprti tabung reaksi, pipet, gelas ukur dan lain-lain. Kemudian untuk bahan reagen
lugol kita membuatnya dengan resep iodium 1 gram, kalium iodida 2 gram setelah itu
tambah aquadest sebanyak 300 ml. Untuk pembuatan reagen Schlesinger timbang
zink-asetat 10 gram kemudian larutkan dalam alkohol 95% sebanyak 100 ml, kocok
kuat-kuat setelah itu simpan dalam botol, dan jika ada sisa reagen yang tidak larut
biarkan ikut masukkan dalam botol.
Maka dari itu juga pemeriksaan ini juga didampingi dengan pemeriksaan
urobilin. Selain memakai urin segar pengambilan sampel yang baik untuk urin segar
atau sewaktu lebih bagus diambil pada sore hari untuk pemeriksaan urobilinogen.
Regen sudah dibuat kemudian tuang 1 ml regen Wallace dan Diamond kedalam
tabung reaksi kemudian tambahkan 10 ml sampel urine homogenkan, biarkan 3-5
menit. Kemudian bacalah hasilnya dengan cara melihat dari atas kebawah dalam
tabung reaksi itu yang didirikan vertikal dan di bawahnya diberi kertas berwarna
putih. Jika warna yang terlihat samar-samar saja maka pemeriksaan dianggap selesai.
Namun jika warna merah terlihat jelas lanjutkan dengan pengenceran sampel urin.
Dengan cara buatlah deretan pengenceran urine dari 10 kali samapai 100 kali atau
lebih tinggi.
X. Kesimpulan :
Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.