Jurding Status Kesehatan Mulut Lansia
Jurding Status Kesehatan Mulut Lansia
Pembimbing:
drg. Indriani Oktaria, Sp. Prost
Disusun Oleh:
Efraim Ferdinandos Jambormias (2015.061.020)
Eldaa Prisca Refianti Sutanto (2015.061.024)
Jessica Filbertine (2015.061.205)
Sanny Winardi (2016.061.083)
Jovvita Jonathan (2016.061.048)
Regina Anindita (2016.061.041)
Prayogi Miura (2016.061.093)
Abstrak
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kesehatan mulut dan status oral pasien
lansia yang baru dirawat di panti jompo dari masuk sampai meninggal dunia.
Hasil
Pada saat masuk, pasien demensia secara signifikan lebih tua dari pada pasien
somatik; median [IQR] usia, masing-masing, 85 [79-89] dan 81 [76-87] (p = 0,001).
Selain itu, pasien edentulous secara signifikan lebih tua dari pasien dengan gigi yang
tersisa, 83 [79-89] berbanding 80 [74-86] (p = 0,001) tahun. Tiga puluh persen pasien
yang dirawat meninggal dalam waktu 12 bulan setelah masuk. Sebagian kecil (20%)
pasien memiliki gigi sendiri. Pada kelompok ini, kebersihan mulut yang buruk (72%),
karies (70%), dan gigi putus (62%) sering diamati. Pasien edentulous secara
signifikan lebih kooperatif dengan pengobatan dibandingkan pasien dengan gigi yang
tersisa (64 melawan 27%). Akhirnya, secara signifikan perawatan gigi kurang
profesional diberikan kepada pasien yang edentulous bila dibandingkan
pasien dengan gigi yang tersisa (rata-rata 90 [IQR 60-180], 165 (75-375) menit)
Kesimpulan
Bila dibandingkan dengan pasien lansia yang edentulous, pasien dengan gigi yang
tersisa lebih muda dalam penerimaan, lebih sering tidak kooperatif, dan memiliki
kesehatan mulut yang lebih buruk dan kebutuhan perawatan gigi yang lebih tinggi.
Relevansi klinis
Penting agar petugas kesehatan memastikan kesehatan mulut dan gigi yang memadai
bagi orang tua yang lemah, terutama untuk orang tua dengan gigi yang tersisa.
Pendahuluan
Pengumpulan Data
Pemeriksaan gigi standar, seperti yang sudah dijelaskan di atas, dilakukan oleh
ARH dan AV, keduanya adalah dokter gigi geriatrik. Dokter gigi ini telah bekerja
sama selama lebih dari 15 tahun, dan sangat berpengalaman dalam melakukan
pemeriksaan oral pada pasien geriatri. Semua pasien menjalani pemeriksaan gigi
pertama dalam 6 minggu pertama setelah masuk ke panti jompo sesuai pedoman
perawatan oral untuk panti jompo di Belanda. Persetujuan verbal untuk skrining ini
diperoleh dari seluruh pasien. Dalam kasus pasien dengan demensia yang tidak dapat
mengambil keputusan untuk mereka sendiri sebagai akibat dari gangguan kognitif,
persetujuan diperoleh dari keluarga pasien untuk memberikan izin kepada dokter gigi
untuk memeriksa mulut karena perawatan mulut dianggap sebagai bagian dari
perawatan rutin setiap hari. Oleh sebab itu, semua pasien diskrining. Pemeriksaan gigi
pertama dilakukan di kamar pasien di panti jompo karena kebanyakan penghuni tidak
dapat bergerak bebas atau mengalami gangguan kognitif berat. Instrumen gigi dasar
yang digunakan seperti cermin dan jika diperlukan pemeriksaan gigi dilakukan
dengan selanjutnya dilakukan di poli gigi di panti jompo jika memungkinkan.
Selain karakteristik demografik pasien, hal berikut dinilai dan dicatat pada
formulir standar selama pemeriksaan gigi:
Ada atau tidaknya gigi alami. Pasien dikelompokkan sebagai “patient with
remaining teeth” jika setidaknya ada satu gigi alami yang ada dalam rongga
mulut. Pasien edentulous (misalnya, pasien tanpa gigi) dengan satu atau lebih
akar residu di bawah gigi tiruan, dianggap sebagai edentulous.
Kerjasama pasien dengan pemeriksaan gigi dan perawatan (kooperatif atau
non-kooperatif). Jika pasien menderita demensia dengan kuat menolak
(tindakan membela diri, menendang, berteriak, dll.) selama pemeriksaan
rongga mulut atau selama perawatan oral harian sederhana (misalnya,
menyikat gigi, pembersihan gigi tiruan), pasien dipertimbangkan menjadi
tidak kooperatif.
Kebersihan oral dinilai baik apabila tidak terdapat plak sesuai sesuai dengan
skor Mombelli et al (skor 0; Gambar 1a), bila ada plak yang terdeteksi (skor 1;
Gambar 1b), poor apabila terdapat lapisan tipis plak pada seluruh permukaan,
bad apabila terdapat lapisan plak pada seluruh gigi.
Gambar 1. Skor Kebersihan Mulut (plak), modifikasi Mombelli et al. a. skor 0 plak,
b. skor 1 plak, c. skor 2 plak, d. skor 3 plak.
Setelah melakukan skrining gigi standar, rencana perawatan dibuat untuk semua
pasien, yang kemudian akan menerima perawatan gigi yang mereka butuhkan saat
mengambil status kesehatan mereka. Perawatan gigi tidak selalu memungkinkan dan
diinginkan karena masalah kesehatan yang parah, mobilitas yang buruk, dan
keinginan pribadi. Perlakuan sederhana yang dapat dilakukan seperti recall,
pembersihan, ekstraksi, restorasi gigi dan relining, dan rebasing atau pembaharuan
gigi palsu, namun tidak ada prostodontik yang rumit yang digunakan seperti fixed
partial dentures (mahkota dan bridgework). Jumlah konsultasi dan perawatan gigi
yang diberikan (dalam hitungan menit) dinilai dari tanggal masuk sampai penghuni
meninggal atau meninggalkan panti jompo.
Analisis Statistik
Karakteristik baseline dianalisis dengan metode statistik deskriptif. Perbedaan
yang terdapat pada kelompok lanjut usia berdasarkan karakteristik individu (yaitu,
status kesehatan mulut, usia, jenis kelamin) dihitung dengan tes Kruskal-Wallis dan
Pearson's Chisquared, jika memenuhi kriteria. Nilai p ≤0.05 adalah signifikan secara
statistik. Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS 22.0
Hasil
Pasien
Selama bulan Januari 2009 hingga bulan Desember 2013, 725 pasien (yang
terdiri dari 479 pasien demensia dan 246 pasien somatik) diperiksa dan dilakukan
skrining gigi dalam waktu 6 minggu setelah masuk ke panti jompo (Tabel 1). Usia
rata-rata pasien saat masuk panti jompo adalah 83 tahun [Interquartile Range (IQR)
78-88]. Pasien demensia secara signifikan lebih tua dibandingkan dengan pasien
somatik (p=0,001). Sebagai tambahan, pasien yang telah kehilangan seluruh gigi
aslinya (edentulous) secara signifikan lebih tua dibandingkan dengan pasien yang
masih memiliki sisa gigi asli (p=0,001; lihat Gambar 2). Selama follow up, 27%
(n=198) pasien tetap berada dalam panti jompo dan 15% (n=107) pasien
meninggalkan panti jompo untuk tinggal di panti jompo lainnya dengan lokasi yang
lebih dekat dengan tempat tinggal keluarga atau pulang ke rumah untuk dirawat
hingga ajalnya. Hampir 60% (n=420) dari pasien meninggal selama masa follow-up
dengan 29% (n=208) diantaranya meninggal dalam tahun pertama masuk panti jompo
(Tabel 2)
Status kesehatan mulut dan usia pasien yang meninggal pada tahun pertama
masuk panti jompo tidak jauh berbeda dengan pasien yang tinggal dengan jangka
waktu lebih lama dalam panti jompo (p=0,81 dan p=0,66). Pada masa sebelum masuk
panti jompo, hampir tidak ada pasien yang mengunjungi dokter gigi. Banyak pasien
dan keluarga pasien yang bahkan tidak mengenali siapa dokter gigi pasien
sebelumnya. Dengan demikian, kecuali pada beberapa pasien, tidak terdapat informasi
perawatan gigi sebelumnya.
Tabel 1. Karakteristik dari Pasien
Tabel 2. Data kohort pasien yang tetap hidup dan meninggal setelah masuk atau
meninggalkan panti jompo berdasarkan tahun masuk
Gambar 2. Plot dari perbedaan usia (median, IQR) pada saat masuk panti jompo
antara pasien somatik dengan dan tanpa gigi asli yang tersisa dibandingkan dengan
pasien demensia dengan dan tanpa gigi asli yang tersisa. Pasien demensia jauh lebih
tua dibandingkan dengan pasien somatik (p = 0,001). Pasien yang telah kehilangan
seluruh gigi aslinya (edentulous) lebih tua dibandingkan dengan pasien yang masih
memiliki sisa gigi asli (p = 0,001)
Diskusi
Analisis kesehatan mulut dan status oral lansia yang baru terdaftar untuk
tinggal dalam jangka panjang di nursing home menunjukkan bahwa saat masuk, usia
pasien dengan gigi yang tersisa lebih sedikit daripada pasien tanpa gigi dan juga
pasien demensia lebih tua dari pada pasien dengan keluhan somatik. Sehubungan
dengan kebutuhan spesifik lansia dengan gigi yang tersisa, kesehatan mulut dan
kebersihan mulut pasien ini biasanya sangat buruk dan kebutuhan mereka untuk
perawatan mulut sangat tinggi. Dalam hal ini, penting untuk dicatat bahwa pasien
dengan gigi yang tersisa, seringkali merupakan pasien yang membutuhkan perawatan
gigi, namun kurang kooperatif untuk perawatan gigi bila dibandingkan dengan pasien
yang tanpa gigi.
Tabel 3. Status oral pasien dengan gigi tersisa atau dental prostheses saat masuk ke
panti jompo
Proporsi lansia dengan gigi yang tersisa dalam kelompok pasien penelitian ini
cukup kecil bila dibandingkan dengan lansia yang tanpa gigi, yang mungkin terkait
dengan usia pasien yang cukup tua yang mendaftar ke panti jompo. Jumlah pasien
dengan gigi yang tersisa mungkin akan meningkat selama dekade berikutnya karena
persentase lansia dengan gigi yang tersisa tumbuh lebih cepat. Saat ini, pasien di atas
usia 75 tahun, pasien tanpa gigi masih berada banyak di wilayah yang paling jauh di
bagian utara Belanda, sementara pada lansia berusia 65-75 tahun, jumlah pasien tanpa
gigi dengan cepat menurun dibandingkan dengan lansia 65-75 tahun pada tahun
sebelumnya. Jumlah lansia yang diperkirakan meningkat ini akan memiliki dampak
signifikan pada kebutuhan perawatan gigi. Organisasi perawatan oral di panti jompo
pada saat ini memerlukan pengoptimalan yang tinggi karena banyak lansia yang tidak
dapat merawat gigi mereka sendiri dan kesadaran akan kesehatan gigi mereka rendah
Tabel 4. Status oral pasien edentulous dengan implan saat masuk ke panti jompo
Kesimpulan
Bila dibandingkan dengan pasien lansia yang edentulous, pasien dengan gigi yang
tersisa rata-rata lebih muda dalam penerimaan, lebih sering tidak kooperatif, dan
memiliki kesehatan mulut yang lebih buruk serta kebutuhan perawatan gigi yang lebih
tinggi.