Anda di halaman 1dari 17

REALITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI PENDERITA KUSTA

DALAM LINGKUNGAN SOSIAL


(Studi Fenomenologi Pada Penderita Kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri)

Oleh:
NIM.0911213071

ABSTRAKSI

Fenomena kusta merupakan sebuah fenomena yang tidak asing lagi. Penyakit kusta sudah
dikenal sejak jaman kuno. Ceritanya pun dari masa ke masa tidak mengalami perubahan.
Kehidupan penderita kusta masih diwarnai oleh perilaku-perilaku yang tidak menyenangkan.
Dihujat, dicaci maki dan diasingkan dari lingkungan sosial adalah warisan yang akan diterima
bagi siapa saja yang terkena penyakit kusta. Meskipun jaman sudah mengalami kemajuan,
masyarakat masih mempersepsikan kusta disebabkan karena kutukan atau pun kusta penyakit
yang dapat menurun. Fenomena tersebut menarik peneliti untuk meneliti realitas objektif dan
realitas subjektif pada penderita kusta sebelum dan ketika berada dirumah sakit. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Peter L Berger dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif serta pendekatan fenomenologi. Sumber data didapat melalui wawancara, observasi,
dokumentasi dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa realitas kehidupan sehari-
hari penderita kusta pada masa sebelum dan ketika berada dirumah sakit mengalami
transformasi. Objektifikasi yang didapat sebelum masuk rumah sakit adalah penyakit kusta
adalah penyakit kutukan, menurun hal tersebut menyebabkan internalisasi dan eksternalisasi
penderita kusta mengarah pada putus asa. Berbeda, saat dirumah sakit objektifikasi yang didapat
adalah penyakit kusta dapat disembuhkan sehingga memberikan pengaruh positif pada
internalisasi dan eksternalisasi penderita kusta yakni harapan hidup.

Kata kunci: Objektifikasi, Internalisasi, Eksternalisasi

ABSTRACT

The research examined objective social construction in Kediri Leprosy Hospital and its
subjective reality in before and while it happened in Kediri Leprosy Hospital. The objective of
the research was determining the objective reality which construct leprosy patients as long as
they lived at the hospital, and also the subjective reality in leprosy patients before and at the time
they entered the hospital. The benefit of this research is provide awareness to the society
concerning about social phenomenology about leprosy patients, so in the future discrimination
against them could be minimized or even more diminished. Perspective which used in the
research is Peter L. Berger’s theory. The theory argued that researcher should understand the
objectification process, internalization and externalization of the observed subject’s daily lives.
Human being, according to Berger is divided into two realities, which called objective and
subjective reality. In the end two of them composed the social construction. Taking social
construction as starting point, the researcher desired to explore towards leprosy patient’s daily
lives deeper. The method of the research is qualitative methods accompanied with
phenomenology’s approach. Data collection on this research was using qualitative observation,
thick interview and four main respondents. The result of the research shows that daily lives of
leprosy patients before and at the moment they entered the hospital suffered different social
reality. Their daily lives inside the neighborhood are constructed by people’s social reality. This
condition creates objectification on people’s mind that the disease was cursed, infectious and
transmitted through generations. So the outcome from of people externalization is discriminating
them. This construction gives big impact to them in the moment of objectification,
internalization and externalization. This condition make them look like desperate, have poor self-
esteem, and knowing nothing to do towards their lives from the outside. This condition is
different when they entered the hospital. The hospital managements design a place for
rehabilitation and giving treatment to them. The building object even encourages patients to the
positive objectification that: a leprosy disease is able to be cured. in the hospital, trough
internalization, their hope for better living is grow, so the externalization results is a good self
esteem.

Keywords :Objectification Internalization, and Externalization

SEBUAH NAMA SEBUAH CERITA: KUSTA

Berdasarkan hasil riset WHO tahun kusta. Pemerintah memberikan subsidi


2010, Indonesia tercatat menduduki penuh kepada masyarakat yang terkena
peringkat ke-3 penderita kusta terbanyak penyakit kusta. Dimulai dari pengobatan
sebesar 21.026 kasus yang telah terdaftar gratis sampai sembuh dan kebutuhan sehari-
(Nugroho, YA 2013). Pada tahun 2013 Jawa hari selama dirumah sakit. Hal ini bertujuan
Timur menduduki peringkat ke-2 nasional agar pasien yang datang kerumah sakit dapat
jumlah penderita kusta terbanyak (Istifadah, fokus untuk kesembuhannya. Penyakit kusta
2013). Dari data diatas menunjukan bahwa membutuhkan penanganan khusus, pasien
penyakit kusta di Indonesia bukan lah tidak boleh melakukan pekerjaan berat dan
penyakit yang asing lagi. berpikir keras. Dirumah sakit pasien pun
dianjurkan untuk istirahat total selama masa
Rumah Sakit Kusta Kediri penyembuhan.
merupakan salah satu rumah sakit milik
pemerintah yang secara khusus menangani
Mayoritas pasien yang datang Kehangatan yang mereka rasakan
kerumah sakit dalam keadan sudah terluka. dirumah sakit sepertinya tidak akan mereka
Hal ini disebabkan karena kebanyakan dapatkan saat mereka sebelum berada disini.
pasien tidak mengerti penyakit yang sedang Di masyarakat, kerumunan individu yang
dialami atau pun sudah tahu namun terkomposisikan secara heterogen dalam
mengabaikan. Keterlambatan berobat kontek kondisi normal akan terkaget jika ada
menyebabkan anggota tubuh mereka satu orang yang tidak dalam kondisi normal
mengalami kecacatan terutama tangan dan seperti mengalami sakit kusta. Kusta di
kaki. Penyakit kusta yang dibiarkan secara masyarakat masih mendapatkan ruang yang
terus menerus akan menyebabkan saraf tabu. Orang yang mengalami sakit kusta
anggota tubuh menjadi mati rasa dan organ akan mendapatkan penghargaan label
tubuh yang terkena bakteri kusta dapat negatif dari masyarakat si kusta.
terluka. Amputasi merupakan cara yang
dapat dilakukan dokter apabila penyakit Jaman yang berkembang semakin
kusta sudah dalam stadium akut. modern tidak menjamin meanset masyarakat
mengalami kemajuan. Hal ini terlihat,
Saat memasuki rumah sakit, masyarakat masih saja mempersepsikan
lingkungan yang bersih, suasana yang asri penyakit kusta disebabkan karena kutukan
langsung menyambut. Ubin lantai yang dan menurun. Pemikiran ini mewarisi
berwarna putih tidak terlihat ada satu pemeikiran nenek moyang pada jaman
kotoran pun. Dokter dan perawat disana pun dahulu yang selalu mengaitkannya dengan
ramah, sabar dan sangat bersahabat sekali hal mistis dan tabu. Tidak adanya
dengan pasien-pasien. Pasien yang berobat keilmiahan dan logis dalam mempersepsikan
mereka dirawat dalam ruangan sesuai berujung pada tindakan yang salah kaprah.
dengan jenis penyakit kusta yang dialami.
Dalam satu ruangan terisi 8 – 10 pasien yang Terlihat cerita kehidupan penderita
dirawat, runag terbesar dapat menampung kusta masih diwarnai dengan perlakuan-
sampai dengan 15 pasien. perlakuan yang tidak menyenangkan.
Dihujat, dicaci maki, diasingkan akan
Suasana didalam ruangan pun penuh didapatkan bagi siapa saja yang mengalami
dengan keakraban. Mereka pasien sakit kusta. Momok yang menakutkan
berkumpul menjadi satu tanpa adanya terhadap kusta sampai memunculkan istilah
pembatas. Mereka datang ke rumah sakit leprophobia rasa takut yang berlebihan pada
karena latar belakang dan tujuan yang sama. penderita kusta. Leprophobia ini muncul
Leg ndek kene tentrem, luwih iso karena kesalahan dalam mengartikan
nguwongne uwong artinya disini lebih terasa penyebab penyakit kusta dimana seseorang
nyaman bisa memanusiakan manusia merasa jijik, reaksi ketakutan pada penderita
(Istifadah, 2013). Rasa senasib yang mereka kusta tanpa alasan yang rasional
rasakan memudahkan mereka untuk (Rohmatika, 2009).
bersosialisasi dan berinteraksi dengan
sesama pasien. Penyakit kusta memang penyakit
menular, namun penyakit ini tidaklah mudah
menular. Menurut dr.Nurul, masa inkubasi lagi menjadi permasalan individu yang
bakteri kusta membutuhkan waktu masa mengalami saja tetapi juga menjadi
inkubasi antara 2 sampai dengan 15 tahun permasalahan nasional, pemerintah harus
setelah terinfeksi bakteri hingga muncul menghidupi orang-orang yang terkena kusta.
gejala kusta (Istifadah, 2013). Proses Permasalahan yang menjalar pada seluruh
penularan penyakit kusta tidak secepat aspek sosial, membuat penderita atau
seperti penyakit flue, microbacterium liprae mantan kusta menjadi tuna sosial, tuna
membutuhkan waktu yang lama dan sulit wisma, tuna karya dan kemungkinan
untuk bisa masuk menyerang manusia. terburuk mereka melakukan tindakan
Lebih dari 96% manusia kebal akan kejahatan mengganggu ketentraman
penyakit ini. Sebagai manusia normal, masyarakat.
secara alami telah memiliki zat kekebalan
tubuh sebagai benteng perlindungan tubuh Untuk mengkaji penelitian ini,
dari penyakit. Hanya manusia yang memiliki peneliti merumuskan dua rumusan yakni, 1)
sedikit zat kekebalan atau yang tidakada Bagaimana konstruksi realitas objektif
kekebalan saja yang dapat tertular penyakit dirumah sakit? 2) Bagaimana realitas
ini. subjektif mengkontruksi penderita kusta
sebelum dan ketika berada dirumah sakit?.
Perlakuan yang tidak menyenangkan Metode yang digunakan dalam penelitian ini
ini berimbas terhadap kehidupan sosial adalah kualitatif dengan pendekatan
penderita kusta. Permasalahan kusta telah fenomenologi. Sumber data diperoleh
beralih dari permasalahan kesehatan menjadi melalui wawancara, observasi dan data
permasalahan komplek yang tidak lain sekunder. Tekhnik penentuan informan
dipengaruhi oleh agama, sosial serta budaya. dengan menggunakan purposive dimana
Penyakit kusta memberikan dampak secara peneliti menetapkan 4 informan utama
psikis bagi penderita serta keluarga dan yakni, MU, EN, AN dan TD.
lingkungan sekitar. Penyakit kusta bukan

ANTARA AKU dan PENYAKIT KUSTA MU kebingungan, sakit apa sebenarnya yang
ia alami. Akhirnya MU memutuskan untuk
1) MU, Informan I berobat kedokter. Dari dokter, MU
Tahun 2005 adalah tahun terberat dinyatakan terkena alergi, dokter pun
bagi MU, pada tahun itu ia baru menyadari memberinya resep untuk diminumnya.
terkena penyakit kusta. Sebelumnya MU Resep telah habis ia minum, bengkak
tidak mengira sama sekali karena pada saat dikakinya tetap saja tak kunjung
itu kaki MU membengkak. Hingga mengempes. Suatu saat tiba-tiba, kaki MU
berbulan-bulan lamanya MU hanya tidak bisa digerakan sebelah. MU pun
mengobati kakinya dengan supertetra. merasa ketakutan, bingung namun ia tidak
Secara perlahan-lahan kaki MU berani menceritakan ke anak-anaknya.
membengkak semakin besar, disaat itulah Untuk kedua kalinya MU memanggil dokter,
namun tetap saja, dokter masih mengatakan Melalui Gus Endrik, MU pun
ia terkena alergi. akhirnya dapat dirawat dirumah sakit kusta.
Dugaan Gus Endrik terhadap MU mengira
Sebagai orang yang awam dengan terkena penyakit kusta ternyata benar setelah
medis MU hanya bisa menurut apa yang MU diuji lab dirumah sakit kusta. MU
dikatakan oleh dokter. Namun rupanya, merasa bersyukur, hingga akhirnya ia
kondisi kakikanya tidak segera pulih. MU mendapatkan perawatan medis. Kesabaran
yang sudah tidak memiliki uang untuk dan ketegaran MU selama ini telah dijawab
berobat akhirnya hanya bisa pasrah Tuhan sudah. Prinsipnya yang mandiri tidak
membiarkan bengkak dikakinya. Disaat mau merepotkan anaknya telah membuatnya
kondisinya yang sedang kesakitan jauh dari menjadi kuat menghadapi cobaan.
anak-anaknya, ia semakin terpuruk dengan
perlakuan lingkungan sekitarnya yang 2) EN, Informan II
menjauhi dirinya. Sebelum ia sakit,
hubungannya dengan tetangga kanan dan Suatu saat ditelapak tangan EN
kirnya amatlah baik dekat sekali. Namun muncul bercak putih, waktu itu EN mengira
saat ia sakit mereka semua para tetangganya itu adalah panu, dibelikannya obat panu.
menjauh. Kondisi yang serba terbatas Lama kelamaan bercak putih ditelapak
membuatnya terperangkap dalam tangannya mulai menyebar, EN pun merasa
keterbatasannya. kebingungan. Akhirnya ia pun
memeriksakannya ke dokter, kata dokter ia
Hampir setahun MU membiarkan terkena alergi. Resep telah habis ia minum
kakinya membengkak. Suatu saat, MU namun bercak pada tangannya tak kunjung
benar-benar merasakan kesakitan yang amat hilang. EN pun memerikasakan ke dokter
sangat diseluruh tubuhnya. Tidak ada siapa- lain, ke puskesmas, ke tabib namun tetap
siapa dirumah itu, ia merintih dengan saja bercak putih pada telapak tangannya
kesendiriannya. Tubuh MU terasa panas tidak hilang. Usaha memeriksakan dirinya
seperti terkena api, MU pun merasa keberbagai macam medis, tentunya
kehausan. Ia menyeret tubuhnya keluar pintu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
rumah untuk meminta tolong kepada para Merasa sudah pasrah dan tidak ada biaya,
tetangganya agar dibelikan air minum. MU EN pun akhirnya membiarkan penyakitnya.
berteriak kepada tetangga-tetangganya, tak Suatu saat, EN pun bertemu dengan dokter
ada yang menghiraukannya. Kesabaran MU tetangga sebelah desanya, dari situ EN pun
benar-benar diuji, tubuhnya yang terasa diberitahu kemungkinan ia terkena penyakit
panas harus bersabar menahan. Sudah tiga kusta.
hari MU menunggu uluran tangan, tiba-tiba
disore itu datanglah Gus Endrik beliau Merasa kaget dengan pemberitahuan
adalah tokoh agama dirumahnya, dengan tersebut, EN pun akhirnya memeriksakan
tulus Gus Endrik menawarkan bantuan diri ke rumah sakit di kota. Darah EN pun
untuk membawa MU segera mendapatkan diambil oleh dokter untuk diuji
pertolongan medis. laboratorium, untuk membuktikan dugaan
atas penyakit yang ia alami. Dari hasil uji
laboratorium ternyata benar, EN positive Enam bulan sudah berlalu, penyakit
terkena penyakit kusta. Mengetahui dirinya kusta yang dialaminya tak kunjung sembuh.
positive terkena penyakit kusta, EN merasa EN pun akhirnya meminta rujukan ke
shock dan ketakutan. Ia tidak tau, harus puskesmas agar ia dipindah dirujuk ke RS
bagaimana nanti ia menceritakan kepada Kusta Kediri. EN mengetahui rumah sakit
suaminya. Rumah sakit pun akhirnya tersebut dari tetangga desanya yang pernah
memberikan rujukan kepada EN agar dirawat di RS Kusta Kediri dapat sembuh.
dirawat dipuskesmas. Selama enam bulan EN merasa bersyukur dapat dirawat di RS
EN menjalani rawat jalan dipuskesmas. Kusta Kediri karena fasilitas yang ia dapat
Kondisinya yang mengalami sakit kusta, dengan sebelum berada disini jauh berbeda.
tidak membuat berubah hubungannya Disini pun EN tidak perlu malu dengan
dengan suami dan anak-anaknya. Orang- pasien-pasien lainnya karena mereka semua
orang terdekat EN tersebut masih sama berobat agar sembuh dari penyakit
menerimanya, ia masih sebagai seorang istri kusta.
dan ibu bagi anak-anaknya. Semenjak EN
sakit, suami EN lebih giat bekerja mencari 3) AN, Informan III
nafkah. Meskipun begitu suaminya tidak AN adalah seorang pedagang biasa
lupa membawakan sesuatu untuk EN setelah yang tidak mengenyam pendidikan tinggi,
ia pulang bekerja. wajar jika ia tidak mengerti penyakit kusta.
Waktu bertemu dengan suaminya Saat itu tidak tahu kenapa kakinya
hanya dimalam hari, pagi hari suaminya membengkak, ia pun mengira hanya karena
harus bekerja kembali, anak-anaknya yang kecapekan. AN pun mengobatinya dengan
masih kecil dan remaja setiap harinya supertetra, untuk beberapa saat saja bengkak
menghabiskan waktunya bermain bersama dikakinya mengempes. Begitu terus, setiap
teman-temannya. Keadaan seperti ini kali kakinya membengkak ia oabti dengan
membuat EN yang sedang sakit yang ingin supertetra. Hal ini ia lakukan berbulan-bulan
diperhatikan lebih harus menerima lamanya dan disaat kondisinya seperti itu ia
kenyataan. EN merasakan kesepian berada tetap bekerja seperti biasanya. AN takut
dirumah, seringkali ia merasa murung memeriksakan dirinya, ia takut akan biaya.
dengan keadaanya. Mau bagaimana lagi, Dalam pikirannya ia berpikir jika saja nanti
jika tidak begini, asap dapur tidak mungkin ia harus rawat inap, harus berapa banyak
bisa membumbung. Setelah ia sakit, EN uang yang dikeluarkan. Tiba-tiba saja
tidak berani bermain pergi ketempat telapak kaki AN merasakan nyeri yang amat
saudaranya. Hubungannya dengan sangat hingga merasuk keseluruh tubuhnya,
saudaranya sudah tidak seperti dahulu lagi. disaat itulah ia baru memeriksakan dirinya
Sehari-harinya ia habiskan waktunya ke puskesmas. Dokter puskesmas pun
dirumah. Suaminya pun memintanya agar mengatakan bahwa ia terkena alergi.
tinggal dirumah saja. Kondisinya yang sakit, tidak ia
pedulikan tetap saja AN bekerja berjualan
dipasar. Sehabis shubuh AN sudah
berangkat ke grosir buah untuk membeli Menjadi bahan buah bibir itu sudah menjadi
buah-buah yang akan ia jual. Buah yang hal wajar, apalagi kabar AN terkena
datang dari grosir dalam kranjang-kranjang penyakit kusta tersiar begitu cepat
besar ia angkat sendiri. Pagi sekitar jam 7 didesanya. Namun AN tak mempedulikan
dagangan buahnya siap ia jual. Ketika waktu keributan omongan orang-orang diluar sana.
sudah menjelang maghrib AN pun baru Ia tetap berpikir positive terhadap kondisnya
memberesi dagangannya untuk segera saat ini. Dukungan dari istri dan anak-
pulang. Kerja kerasnya yang ia lakukan anaknya adalah harapa motivasi yang
secara pelan-pelan membuat telapak kakinya menguatkan dirinya. AN tidak menutup diri
menjadi luka. Telapak kakinya yang terbiasa dari masyarakat, ia tetap bergaul dengan
ia pijakan dibawah sengatan matahari itu siapa saja yang mau bergaul dengannya.
tiba mengeluarkan dar ah dan nanah, dengan
kepolosannya ia obati lukanya dengan Setelah mengetahui hasil uji
betadine kemudian ia perban. Kondisinya laboratorium, dokter rumah sakit pun
yang sudah parah seperti itu ia paksakan memberi rujukan agar AN dapat dirawat di
tetap bekerja tapi untuk kali ini ia dibantu RS Kusta Kediri. Tawaran dari dokter
dengan anak istrinya. nampaknya tidak mudah langsung ia terima.
Ia masih meminta waktu tiga hari untuk
AN yang biasanya terlihat kuat, tiba- menjawab tawaran dokter. Pikirannya hanya
tiba saja ia tergeletak dikamar. Kakinya terbebani dengan biaya yang akan ia
terasa kaku tak bisa digerakan. Selama keluarkan untuk berobat. Kondisinya yang
berminggu-minggu AN hanya bisa sedang gundah, oleh istri dan anak-anaknya
terbaring. Tulang punggungnya mu pun mencoba meyakinkannya, AN dibujuk agar
digantikan oleh istrinya berjualan makanan mau dirawat di RS Kusa Kediri. Akhirnya
dan kue dipasar. Lama AN terbaring AN pun dengan mantap menerima tawaran
dirumah tapi tetap saja ia berisi keras tidak untuk di rujuk di RS Kusta Kediri. Malam
mau dibawa kerumah sakit. Luka dikakinya itu juga AN langsung diberangkatkan
semakin bertambah parah, jika pada malam dengan ambulance karena saat itu tubuh AN
hari kakinya tidak ia tutup akan keluar menggigil, ia tidak tahu dirinya saat itu
belatung dari telapak kakinya. Melihat masih sadar atau tidak. AN merasa
kondisi ayahnya yang parah, si sulung bersyukur dapat dirawat di RS Kusta
memaksanya untuk segera memeriksakan Kediri, semua kebutuhannya telah mendapat
diri kerumah sakit. Akhirnya AN pun subsidi dari pemerintah.
memeriksakan dirinya ke rumah sakit yang
ada dikotanya. Dari hasil uji laboratorium 4) TD, Informan IV
ternyata AN terkena penyakit kusta. Penyakit kusta sudah digelutinya
Tinggal hidup didesa, sudah pasti sejak masa kecilnya, dia adalah TD yang
ada kabar kabur dari masyarakatnya. kini telah menjadi seorang ayah bagi dua
Sebelum AN tahu ia terkena kusta, banyak anaknya. Masa kecil tinggal didesa
para tetangganya yang menjauhi dirinya. membuatnya kala itu TD kecil menjadi
momok didesanya. Orang tuanya yang polos
tidak tahu menahu sakit yang sedang dialami dengan seorang perempuan yang menerima
TD kecil. Berbagai pengobatan dicobanya dirinya apa adanya. Setelah lama menjalani
mulai dari dukun, TD kecil pun sempat kehidupan berumah tangga, cobaan datang
dikatakan terkena guna-guna, ia disarankan menguji kesabaran TD, penyakit kusta yang
untuk menjalani ritual. Pengobatan medis sempat dialaminya dulu, kini datang
saat itu masih belum secanggih saat ini kembali. Disaat kondisinya yang sedang
apalagi didesa, penyakit kusta memang sakit, kesabarannya masih diuji
sudah ada obatnya dari dulu, namun masih mengahadapi sikap orang-orang yang tidak
belum bisa membunuh dan mematikan bisa menerima kondisinya. Ujian berat
bakterinya. Setelah diobatkan ke mantri TD menghadangnya, namun sang istri masih
kecil baru mengetahui ia terkena penyakit setia mendampinginya beserta anak-anaknya
kusta. Masa kecil yang seharusnya penuh yang selalu menjadi motivasi bagi TD.
dengan keceriaan, nampaknya tidak
dirasakan sepenuhnya oleh TD, ia merasa TD masih bisa bersyukur disaat
ketakutan karena banyak diantara teman- penyakit kusta menghampirinya kembali,
temannya yang menjauhinya. pengobatan penyakit kusta sudah mengalami
banyak kemajuan. Ia pun tidak perlu takut
Selama beberapa tahun lamanya penyakit yang dialaminya akan datang
penyakit kusta yang dialami TD kecil tidak kembali untuk kesekian kalinya. Beberapa
stabil, sembuh kemudian kambuh kembali. bulan TD menjalani rawat jalan di rumah
Hingga akhirnya saat TD memasuki usia sakit dikotanya. Kondisi sebelah kakinya
remaja ia dapat terbebas dari penyakit kusta. yang sudah mengalami kelumpuhan
Saat itulah kepecayaan diri TD mulai membuatnya tidak bisa bekerja terlalu berat,
tumbuh kembali. Memasuki usia dewasa sehari-harinya ia manfaatkan waktunya
layaknya laki-laki normal lainnya TD mulai untuk menjadi seorang aktivis permata
bekerja. Mimpi buruk akan penyakit kusta (persatuan mandiri kusta) didaerahnya.
sudah ia lupakan. Angan-angan dalam benak Mulai dari sanalah TD lebih berani
pikirannya mulai ia tata satu persatu untuk mengahdap masyarakat memberikan
masa depannya. Ia pun berpikir saat dirinya sosialisasi tentang penyakit kusta dan
sudah mampu mencukupi kebutuhan dirinya menjadi fasilitator bagi penyandang
sendiri dan membantu orang tuanya, hal apa penyakit kusta didaerahnya. Setelah
lagi yang harus ia lakukan. Keinginan beberapa bulan menjalani perawatan
menikah sempat terbesit dalam otaknya, ia dirumah sakit dikotanya, akhirnya TD
mencoba membolak-balikan pikirannya. dirujuk untuk dirawat di RS Kusta Kediri.
Terlintas dalam pikirannya, apakah ada Dirumah sakit pun TD masih tetap
perempuan yang mau menikah dengannya menjalankan perannya sebagai aktivis
yang pernah memiliki riwayat penyakit permata, memberikan motivasi kepada
kusta. teman-teman senasibnya. Berkat usahanya,
kini diskriminasi terhadap penderita kusta
Akhirnya dengan keyakinan yang didesanya sudah tidak ada lagi.
mantap TD pun memutuskan untuk menikah
PENDERITA KUSTA DALAM terjadi melalui objektifikasi1, internalisasi2
KACAMATA PETER L BERGER dan eksternalisasi3 yang mana akan
membentuk sebuah fenomena penderita
kusta (Berger, 1991:5).

Realitas objektif dan subjektif


mereka, mengantarkan mereka pada arah
objektivikasi untuk berinteraksi dengan
dunia sosio cultural, secara bersama-sama
membentuk kesadaran bersama dalam
kehidupannya yang tak terlepas oleh
lingkungan sekitar. Melalui pelembagaan
dan institusionalisasi, kesadaran bersama
tersebut akan terbentuk yang dapat diketahui
dari kebiasaan mereka yang sedang
berlangsung secara berulang-ulang.
Keberadaan mereka selama dirumah,
menuntut mereka untuk tetap berada dalam
Gambar 1 Pemetaan Hasil Penelitian ranah dunia sosio cultural. Rumah mereka
tidak berdiri sendiri, sebalah kanan kiri
Raganya sakit, jiwanya pun juga mereka dikelilingi oleh orang-orang yang
sakit itulah fenomena penderita kusta secara langsung memberikan pengaruh
diseluruh penjuru dunia. Bukanlah menjadi dalam keberlangsungan hidup mereka.
hal yang asing lagi bagi masyarakat melihat Sesaat setelah mendengar kabar bahwa diri
atau sekedar mengetahui siapa, apa dan mereka terkena kusta, dengan cepatnya
bagaimana sisi penderita kusta karena lingkungan sekitarnya menangkap apa yang
fenomena ini telah ada sejak jaman nenek sedang terjadi dengan kehidupan mereka.
moyang dahulu kala. Kehidupannya Apalah daya mereka, untuk membela diri.
ditengah masyarakat mengalami pro dan Penderita kusta dilingkungan sosial telah
kontra, entah dari kalangan keluarganya terkonstruksikan secara buruk dari masa ke
maupun masyarakat, bisa jadi karena masa dan kini kontruksi tersebut terulang
tekanan dalam dirinya yang begitu hebat kembali. Pengetahuan yang ada dimasa lalu
akan membuat diskriminasi pada dirinya
sendiri. Keberadaan mereka didunia ini tidak 1
Objektifikasi terjadi ketika produk dari aktifitas-
terlepas dari kontruksi-kontruksi sosial yang aktifitas tersebut telah membentuk suatu fakta
mengelilinginya sebagai suatu realitas dari (faktasitas) yang bersifat eksternal dan lain dari
produser itu sendiri.
kenyataan objektif yang kemudian olehnya 2
Internalisasi adalah peresapan kembali realitas
ditransformasikan kedalam kenyataan tersebut oleh manusia dan mentransformasikannya
subjektiv sebagai pengetahuan. Perjalanan sekali lagi dari struktur-struktur dunia objektif
kedalam struktur-struktur kesadaran subjektif.
hidupnya yang pro dan kontra tidak terlepas 3
Eksternalisasi suatu pencurahan kedirian manusia
dari sebuah momentum dialektika yang secara terus menerus kedalam dunia baik dalam
aktifitas fisis maupun mentalnya.
terus ditransformasikan bahkan sudah mensosialisasikan nilai, aturan serta norma
mentradisi. Dihujat, dicaci maki, diasingkan kepada mereka sehingga mereka menjadi
adalah sebuah tradisi nyta yang harus terbiasa. Sosialisasi pembentukan,
diterima oleh penderita kusta. Nilai-nilai penanaman yang diberikan oleh rumah sakit
yang ada tersebut tak hanya diserap oleh adalah pandangan-pandangan positif, seperti
orang-orang normal saja, sebagai objek, terlihat pada slogan-slogan disekitar rumah
penderita kusta menyadari hal tersebut sakit “terlambat berobat berakibat cacat”,
karena ini bukanlah sesuatu yang baru “hapus stigma dan diskriminasi terhadap
namun sesuatu yang sudah ada sebelum kusta” dan lain-lain. Pandangan-pandangan
penyakit itu mereka alami. Kemampuan positive yang diberikan berfungsi untuk
logika dan akal sehat lah yang dapat menjadi merecover diri mereka agar ketika mereka
filter bagi diri mereka sendiri untuk sudah tak lagi berada dirumah sakit, mereka
menentukan pilihan jalan hidup mereka. siap dan mampu berada ditengah lingkungan
masyarakat. Kondisi sebelum mereka berada
Suasana hangat, keakraban begitu dan ketika berada didalam rumah sakit
mereka rasakan saat menjalani rawat inap di adalah sebuah dunia yang dibangun secara
RS Kusta Kediri. Rumah sakit sebagai agen sosial, melegitimasi dirinya sendiri berkat
dalam mengkontruksi memiliki wewenang faktasitas objektifnya (Berger, 1991:38).
untuk memberikan padastruktur
dibawahnya. Nilai, aturan serta norma yang Kehidupannya yang menempati dua
telah melembaga dan terinstitusionalisasikan dunia berbeda, dirumah dan dirumah sakit
diciptakan untuk membentuk suatu akan selalu membawa pengaruh yang
kesadaran bersama didalam rumah sakit. berbeda pula dalam diri mereka. Melalui
Identitas mereka diluar sebagai penderita internalisasi dunia sosial akan memiliki
kusta, kini saat mereka berada dirumah sakit status realitas didalam kesadaran diri
berganti menjadi pasien. Kehidupan mereka individu (Berger, 1991:100). Objek-objek
diluar sana yang terkucilkan, kini dirumah yang ada sebelum dan ketika berada
sakit mereka dipersatukan dalam sebuah dirumah sakit, mereka tafsirkan dalam
ruangan berdampingan dengan pasien- kesadaran. Mereka menerawang menyusuri
pasien lainnya yang memiliki nasib sama objek-objek disekitarnya, namun tak
dengan mereka. Keseharian yang mereka semuanya dapat mereka saring hanya
lakukan secara bersama-sama, lama- sebagian saja. Dirumah, perlakuan yang
kelamaan akan memunculkan keterdekatan, tidak menyenangkan yang mereka dapatkan
pada tahap ini akan terjadi proses perubahan mereka maknai sebagai sebagai suatu hal
identitas kembali dikalangan mereka. Awal yang wajar atau menyakitkan bagi dirinya.
mulanya hubungan mereka hanya sebatas Keluarganya pun orang-orang terdekat
pasien dengan pasien berubah menjadi mereka tak luput dari sorotan
hubungan saudara, perubahan yang terjadi internalisasinya, mereka memaknai sikap
tersebut akan menghasilkan pengetahuan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat
bagi mereka. Kondisi seperti ini tidak mereka sebagai bentuk emapati, ketulusan
terlepas dari konstruksi rumah sakit yang dalam menerima kondisi mereka. Masa
sosialisasi primeir sebagai masa terpenting mengalami sakit kusta pada masa sosialisasi
dalam pembentukan karakter, proses primer atau pun sekunder karena dengan
terbentuknya pun tergantung pada sosialisasi dukungan ini akan ada pengalih pikiran
orang-orang terdekat pemberi materi mereka sehingga mereka terdorong untuk
terutama orang tua. Proses ini sering kali tetap berpikir positif minimal tidak terlarut
terjadi kesalahan dalam memberikan definisi dalam keadaan.
kusta, pada akhirnya akan membawa RS Kusta Kediri adalah bagian dari
konfrontasi saat individu tersebut berada agen sosialisasi sekunder dimana kehadiran
dalam kondisi terkena kusta, entah di mereka tampil disaat individu telah
sosialisasi primernya ataupun sekundernya. melewati masa sosialisasi primernya.
Permasalahan terpentingnya adalah adanya Jangkauan dari sosialisasi sekunder
duplikasi kesadaran antara yang ditentukan oleh kompleksitas pembagian
tersosialisasi atau tidak tersosialisasi. kerja dan distribusi pengetahuan dalam
Menurut Berger, kesadaran tidak dapat masyarakat yang menyertainya (Berger dan
disosialisasi secara total hanya sebagian Luckmann, 2013:188). Pihak rumah sakit,
yang kemudian sebagian lagi kesadaran itu khususnya dokter dan perawat sesuai dengan
dibentuk oleh sosialisasi kedalam suatu peran yang dimilikinya mereka memberikan
bentuk yang menjadi identitas individu, materi kepada pasien kusta, baik secara
secara sosial dapat dikenali. Pada formal maupun non formal. Secara formal
kenyataannya, identitas yang diberikan oleh mereka melaksanakan, menyampaikan apa
lingkungan sekitar kepada mereka di yang sudah menjadi tanggung jawabnya
tahapan internalisasi mengalami ketegangan sedangkan secara non formal mereka
dialektis. Duplikasi kesadaran yang memberikan motivasi, penguatan dan rasa
ditimbulkan oleh internalisasi dunia sosial kepercayaan diri kepada pasien. Kebutuhan
menyebabkan mereka menjadi terasingkan, pasien baik secara jasmaniah dan rohaniah
menjadi bahan hujatan dilingkungan telah diberikan oleh rumah sakit, seperti
sosialnya, terutama masyarakat. Mereka bimbingan keagamaan yang merupakan
menginternalisasikan dirinya pada sebuah kebutuhan wajib bagi setiap manusia
kondisi keterasingan dimana Berger sebagai pengingat hubungannya dengan
(1991:103) mengartikan sebagai proses yang sang Pencipta. Secara totalitas rumah sakit
melewati hubungan dialektis antara individu telah memenuhi segala kebutuhan pasien,
dan dunianya itu hilang dari kesadaran, apa yang diberikan oleh rumah sakit adalah
individu “lupa” bahwa dunia ini tadinya dan sebuah objek, dimana objek tersebut
akan terus diproduksi olehnya . Kondisi ditafsirkan di tiap kesadaran masing-masing
seperti ini dapat membahayakan diri mereka pasien. Mereka merasakan persingungan-
jika terus menerus berlarut dalam kesadaran persinggungan nyata antara drinya dengan
keterasingannya karena psikis mereka objek dalam seharinya-harinya. Internalisasi
dihantam dengan tekanan-tekanan mental pada diri mereka memberikan makna akan
dari dirinya sendiri. Dukungan dari keluarga kenyamanan dirinya berada dirumah sakit
amat sangatlah penting bagi mereka saat akan fasilitas serta lingkungan yang
kondusif kemudian dirumah sakit mereka Keluarga, orang terdekat mereka merupakan
merasakan kemandirian karena mereka tidak tujuan utama mereka untuk dapat kembali
perlu lagi merepotkan keluarganya yang ada berkumpul bersama dan menjalani
dirumah dan mereka telah memaknai kehidupan normal seperti dahulu kala.
hubungan dirinya dengan pasien lainnya Setelah sembuh, mereka menginginkan
bukan lagi sebagai antar pasien namun lebih dapat menjalankan perannya sebagai
dari itu yakni saudara. Objek-objek yang seorang kepala rumah tangga atau sebagai
diproduksi oleh rumah sakit sebagai seorang ibu rumah tangga untuk dapat
pencitraan telah mampu dapat disaring dan kembali bekerja menghidupi keluarga.
dimaknai oleh mereka. Meskipun pada
tahapan sosialisasi sekunder ini, internalisasi …Dunia manusia tidak terprogam
yang didapat tidak begitu melekat seperti dengan sempurna oleh konstruksi
manusia sendiri. Dunia manusia
pada sosialisasi primer setidaknya materi adalah suatu dunia yang mesti
yang diberikan oleh rumah sakit mampu dibentuk oleh aktivitas manusia
mengantarkan mereka untuk berdiri ditengah sendiri. Manusia berada dalam
lingkungan sosialnya. Seperti yang suatu dunia yang sudah ada
sebelum ia sendiri muncul
dikatakan oleh Berger, subdunia-subdunia dimuka bumi, manusia harus
yang diinternalisasi dalam sosialisasi membentuk dunianya sendiri oleh
sekunder pada umumnya merupakan sebab itu aktivitas membangun
kenyataan parsial berbeda dengan dunia dunia manusia bukanlah suatu
fenomena yang non biologis
dasar yang diperoleh dalam sosialisasi tetapi merupakan konsekuensi
primer, walapun demikian subdunia- langsung dari konstruksi biologis
subdunia itu pun merupakan kenyataan yang manusia. (Berger, 1991:7)
sedikit banyaknya kohesif bercirikan
Seperti gagasan Berger yang
komponen-komponen yang normative dan disampaikan diatas, bahwa manusia secara
efektif maupun yang kognitif (Berger dan
aktif dan terus menerus
Luckmann, 2013:189). Dari hasil temuan
mengeksternalisasikan dirinya. Tidak ada
dilapangan, MU, EN, AN dan TD ketika
ceritanya, jika dalam kehidupannya individu
berada dirumah sakit mereka semua hanya berdiam diri tanpa melakukan suatu
memiliki harapan hidup, harapan yang
hal apa pun. Kehidupannya akan mati seperti
mereka miliki memiliki makna optimisme
tak bernyawa tanpa sebuah eksistensi.
mereka untuk dapat segera sembuh dari
Individu tidak bisa memahami dirinya
penyakit kusta. Seakan-akan mereka sendiri jika ia tidak mengekpresikan dirinya
mendapatkan suntikan nyawa, setelah
dalam aktivitas. Manusia hidup memerlukan
sebelum mereka berada dirumah sakit
keseimbangan yang diperlukannya untuk
beberapa diantaranya MU dan EN seperti
membangun dunianya sendiri dalam suatu
tidak memiliki harapan. Sosialisasi yang dunia. Keseimbangan tersebut diperolehnya
diberikan oleh rumah sakit telah mampu
melalui eksistensi sebagai alat tindak
merecover diri mereka, menjadikan mereka
penyeimbangan antara manusia dan dirinya
mampu berpikir tentang masa depan.
serta manusia dan dunianya. Sama halnya,
dengan penderita kusta mereka jugalah sama habitualisasi. Dirumah, misalkan EN,
seperti manusia normal lainnya. Mereka juga sebagai ibu rumah tangga ia pun harus
membutuhkan keseimbangan hidup saat menyelesaikan pekerjaan rumah seperti
sebelum dan ketika berada dirumah sakit. memasak, bersih-bersih dan lain-lain yang
Saat dirumah, jika internalisasi pada dirinya menjadi rutinitas wajibnya, setelah itu ia pun
positive maka mereka tidak akan membatasi bebas dapat melakukan aktivitas lain seperti
eksternalisasi ruang gerak pada diri mereka menonton tv, pergi ke tempat saudaradan
namun jika mereka berlarut terus menerus lain-lain. Aktivitasnya tersebut ia produksi
dalam keterpurukannya maka ruang gerak secara terus menerus namun tidak kemudia
eksternalisasi pada diri mereka pun menjadi aktivitas berubah selalu karena keesokan
dibatasi. Mereka yang membatasi dirinya, harinya pasti ia akan melakukan hal yang
hanya terkunci didalam rumah, tak bisa sama pula sehingga aktifitas pada dirinya
melakukan aktivitas yang mereka inginkan. seperti rutinitas menjadi pembiasaan yang
Rasa tidak percaya diri, malu, ketakutan disebut habitualisasi. Dirumah sakit pun
menjadi penghalang bagi mereka untuk meskipun mereka memiliki kebebasan untuk
menunjukan eksistensinya. Pada akhirnya berekspresi, tetap saja mereka memiliki
aktivitas mereka pun hanya berkutat didalam rutinitas wajib yaitu makan, minum obat dan
rumah saja. Berbeda dengan dirumah, istirahat yang tidak boleh mereka tinggalkan.
mereka pada saat dirumah sakit merasa Rutinitas yang mereka jalani dirumah sakit
memilliki kebebasan, tidak ada ketakutan ini, lama-kelamaan menjadi sebuah
atau rasa tidak percaya diri. Faktor kebiasaan bagi mereka yang pada akhirnya
kesamaan, memiliki nasib yang sama menjadi habitus. Dengan adanya
membuat mereka merasa nyaman untuk habitualisasi, akan memunculkan sebuah
mengekpresikan diri. Aktivitas mereka pun pengetahuan dan pengalaman pada individu
tidak hanya untuk dirinya sendiri namun untuk menghadapi sebuah situasi dan kondisi
mereka juga bersosialitas bersama teman- yang sama.
teman pasien lainnya.
Menurut Berger, aktifitas yang
Sebagai penyeimbang eksternalisasi mengalami habitualisasi akan memunculkan
tidak dilakukan pada satu waktu saja tipifikasi namun tidak hanya aktifitasnya saja
melainkan diproduksi secara terus menerus pelakunya pun juga memiliki pengaruh.
melalui aktivitas sampai pada akhirnya Dirumah, orang yang terkena kusta oleh
individu tersebut tiada. Namun meskipun lingkungan sekitarnya dianggap sebagai
eksternalisasi diproduksi secara terus momok yang kemudian muncul sebutan si
menerus tidak kemudian aktivitas, penderita kusta. Jika orang yang sakit kusta
pengungkapan diri tersebut mengalami ini membenarkan atas tipifikasi yang
perubahan secara terus menerus pula, diberikan oleh lingkungan sosialnya pada
menurut Berger, manusia cenderung dirinya, ini akan menjadi suatu tipifikasi
mengulangi aktivitas yang pernah timbal balik, dimana tipifikasi tersebut
dilakukannya, terbiasa dengan tindakan- memungkinkan untuk memunculkan menjadi
tindakannya, Berger menyebutnya sebuh institusi sosial jika hal tersebut sudah
berlaku secara umum, objektif dan memaksa yang pada mulanya hanya satu atau dua
terhadap kesadaran bagi orang sakit untuk orang saja namun lama kelamaan banyak
menerimanya. Tipifikasi yang mereka pasien yang mengikuti tindakan tak patut
dapatkan pun berbeda ketika mereka berada dicontoh tersebut, hal ini dapat menjadikan
dirumah dengan diriumah sakit. Sebutan si tindakan tersebut sebagai pengalaman
penderita kusta sudah tidak mereka dengar bersama karena tindakan tersebut telah
kembali, mereka telah berganti identitas mendapatkan kedudukan objektif dari
menjadi pasien dihadapan rumah sakit, dan teman-teman pasien lainnya.
ditipifikasikan sebagai saudara saat mereka
berhadapan dengan teman-teman pasien Melalui eksternalisasi maka
lainnya. Institusionalisasi bermula saat masyarakat merupakan produk manusia,
tipifkasi-tipifikasi tersebut muncul dan salin melalui objektifikasi masyarakat menjadi
berhubungan pengaruh memperngaruhi. realitas sui generis (unik) dan melalui
internalisasi maka manusia merupakan
Semua pasien rawat inap mereka produk masyarakat (Berger, 1991:5).
menempati ruangan yang dihuni secara Hubugan antara manusiadan masyarakat
bersama-sama. Tak dapat dipungkiri, adalah realitas sosial yang bergerak muncul,
aktifitas mereka mulai dari membuka mata bertahan dan berubah yang bersifat dialektis.
dipagi hari sampai menutup mata dimalam Kehidupan penderita kusta ditengah
hari mereka jalani secara bersama-sama masyarakat merupakan sebuah realitas sosial
dengan pasien lainnya. Pengalaman bersama dimana pro dan kontra mewarnai kehidupan
ini merupakan suatu keselurahan yang utuh mereka. Munculnya pro dan kontra tersebuat
yang lain dari akumulasi pengetahuan membuat kehidupan penderita kusta sebelum
individu (Samuel, 2012:30). Pengalaman dan ketika berada dirumah sakit memiliki
bersama ini dapat terjadi pada saat moment- sifat dialektis. Dirumah mereka seperti tidak
moment berkesan saja yang mereka dapatkan memiliki harapan hidup, namun saat ia
saat masa pengobatan. Menjadi berada dirumah sakit harapan itu ada.
memungkinan saat semua pengalaman Kehidupan mereka menjadi lebih optimis
bersama yang pernah mereka dapatkan untuk menatap masa depan. Dua kondisi
sebelum-belumnya terkumpul menjadi satu yang berbeda saat melihat fenomena mereka
akan dapat berpeluang menjadi tradisi. dilingkungan sosialnya.
Pengalaman bersama ini dapat juga terjadi
saat seorang individu melakukan suatu hal SIMPULAN
yang kemudian apa yang dilakukannya 1) Kontruksi sosial yang ada di RS
tersebut menjadi trend atau diikuti oleh Kusta Kediri sengaja dirancang oleh pihak
banyak orang yang mengetahui maupun rumah sakit sebagai system yang digunakan
yang tidak mengetahui latar belakang hal untuk merecover penderita kusta yang
tersebut karena apa yang dilakukan oleh menjalani masa pengobatan rawat inap.
individu tersebut mendapatkan kedudukan Melalui peraturan dan kewajiban yang telah
objektif. Seperti yang dilkukan oleh teman- ditetapkan oleh rumah sakit menjadi bagian
teman AN merokok dibelakang mushola dari realitas objektif yang harus ditaati
oleh pasien. Dirumah sakit, mereka yang memikirkan biaya selama menjalani rawat
mengalami sakit kusta bukan lagi disebut si inap. Pasien rawat inap, mereka hanya
penderita kusta namun status mereka sama difokuskan untuk istirahat total, tidak
dengan orang sakit lainnya, yaitu pasien. melakukan aktifitas dan stress berat.
Objek yang ditampilkan rumah sakit adalah
membuat rumah sakit seolah-olah sebagai 2) Realitas subjektif pada penderita
rumah kedua mereka, pada dasarnya pihak kusta saat sebelum dan ketika berada
rumah sakit sangat memperhatikan dirumah sakit akan menggambarkan kondisi
kenyamanan pasien. Keterdekatan antar yang berbeda. Saat dirumah, denyut nadi
pasien satu dengan pasien lainnya dibangun kehidupan mereka seakan-akan berhenti
dengan cara mengumpulkan mereka dalam secara tiba-tiba. Mereka hanya bisa terkapar
satu ruangan rawat inap, jadi disetiap dengan penyakit yang dialaminya, tanpa ada
ruangan, mereka dirawat bersama sesuai prioritas dan masa depan. Beruntung bagi
dengan tipe kusta masing-masing. Aktifitas mereka yang memiliki konsep diri yang
yang dilakukan secara bersama-sama dan positif, beban mereka hanya sebatas sakit
suasana saling bertatap muka secara terus yang dirasakannya, tapi tidak bagi mereka
menerus memunculkan keterdekatan antar yang memiliki konsep diri negatif, mereka
pasien dalam satu ruangan bahkan hanya bisa berlarut dalam keterpurukan
pengalaman bersama. Sehingga dalam tanpa ada nyawa untuk bergerak. Beban yang
tahapan ini status mereka telah berubah dari dirasakannya tidak hanya sakit yang
sesama pasien menjadi sesama saudara. dialaminya namun beban mental menambah
Keterdekatan tidak hanya sebatas sesama rasa sakitnya. Dirumah sakit mereka
pasien saja, dokter dan perawat juga penderita kusta menemukan harapan, mereka
menjalin keterdekatan dengan pasien optimis dengan kehidupan masa depan.
dirumah sakit. Aliran energi objektifikasi Harapan untuk segera sembuh dari penyakit
yang positif ini pada akhirnya mendorong kusta menjadi semangat bagi mereka untuk
mereka untuk mengeksternalisasikan segera kembali menjalani aktifitas kehidupan
dirinya dilingkungan rumah sakit. Mereka mereka seperti sedia kala. Hidup normal
dapat mengekpresikan dirinya melalui menjalankan peran dan tanggung jawab
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan adalah suatu kebanggaan bagi mereka
rumah sakit. Pada proses ini mereka lebih sebagai sebuah pembuktian eksistensi
berani menunjukan eksistensi diri mereka dirinya dalam kehidupan sehari-hari mereka.
dihadapan pasien-pasien lainnya. Mereka 3) Hal yang menarik dari penelitian ini
tidak perlu ketakutan atau pun minder adalah transformasi penderita kusta terhadap
karena disini mereka bebas berekpresi kontruksi dua dunia yang berbeda yakni,
selama tidak melanggar aturan yang ada. sebelum dan ketika berada dirumah sakit.
Hal yang terpenting disini adalah semua Terlihat jelas perubahan yang terjadi dari
fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh keterpusasaan menjadi asa (harapan).
rumah sakit telah didukung oleh Kehidupan penderita kusta dalam penelitian
pemerintah sehingga pasien tidak perlu ini penuh dengan dinamika, realitas yang ada
pada kehidupan mereka tetap dapat membuat mereka mampu untuk bertahan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:
Berger, Peter L. 1991. Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial. LP3ES. Jakarta.
_____, dan Thomas Luckmann. 1990.Tafsir Sosial Atas Kenyataan. LP3ES. Jakarta.
Bungin,Burhan. 2010.Metodologi Peneletian Kualitatif. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Creswell, W. John. 2010. Research Design pendekatan kualitatif, kuantitatif dan Mixed. Pelajar
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Penyakit
Kusta. Jakarta.
Ditjen PPM dan PLP. 1996. Buku Pedoman Penyebaran Penyakit Kusta.Jakarta
EB, Surbakti.2009.Lepra Siapa Takut?.Yayasan Transformasi Lepra Indonesia. Bekasi.

Harahap, M.2000.Ilmu Penyakit Kulit. Hiprokates. Jakarta.


Idrus, Muhammad. 2007. Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif). UII Press. Yogyakarta.
Koentjaraningrat. 1993. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Kuswantoro,Engkus.2009.Metodologi Penelitian Komunikasi, Fenomenologi, Konsepsi,
Pedoman dan Contoh Penelitian.Widya Padjajaran. Bandung.
Nawawi, Hadiri.2005.Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Padmosukotjo.1979.Silsilah Wayang Purwa Mawa Carita.Citra Jaya: Surabaya
Ritzer,George.2011.Sosiologi Berparadigma Ganda. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Tiara Wacana. Yogyakarta.

Samuel, Hanneman. 2012.Peter Berger Sebuah Pengantar Ringkas.KEPIK. Jakarta.


Sugiyono.2009.Metode Penelitian Pendidikan.Alfabeta:Bandung
Suprayoga, Imam dan Tobrani.2001.Metodologi Penelitian Sosial Agama.PT.Remaja
Rosdakarya. Bandung.
SKRIPSI:

Dewi, Gustina (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tindakan Masyarakat Terhadap
Penderita Kusta Di Jorog Kuamang Kanagarian Panti Kecamatan Panti Kabupaten
Pasaman. Skrips Jurusan Ilmu Keperawatan. Tidak Diterbitkan. Universitas Andalas.
Padang.

Maharani, Priscilla Jatu (2010). Konsep Diri Mantan Penderita Kusta di Wisma Rehabilitasi
Sosial Katholik (Wireskrat) Blora. SkripsiJurusan Psikologi. Tidak diterbitkan.
Universitas Katholik Soegijapranata. Semarang.

Mongi, Rilauni Angelina (2012). Gambaran Persepsi Penderita Tentang Penyakit Kusta dan
Dukungan Keluarga Pada Penderita Kusta di Kota Manado. Skripsi. Tidak Diterbitan.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.

JURNAL:

Masduqi, Bahrul Fuad.(2009).Kecacatan:Dari Tragedi Personal Menuju Gerakan Sosial.Jurnal


Perempuan.(65)
Rohmatika (2009).Gambaran Konsep Diri Pada Klien dengan Cacat Kusta Di Kelurahan
Karangsari RW 13 Kecamatan Neglasari, Tangerang. Jurnal Kesehatan. 28.
Varul, Matthias Zick.(2010). Talcott Parsons, The Sick Role and Cronic Illness.Jurnal.16:72

INTERNET:

Nugroho,YA. 2012.Kusta masih banyak di Indonesia.http://www.fitzania.com. 1 Maret 2013


(20.00).

DATA PENULIS
NAMA :NUR ISTIFADAH
ALAMAT :JALAN VETERAN 40 KEDIRI
EMAIL :fada.aminudin71@gmail.com
TELEPON :085649100071

Anda mungkin juga menyukai