Anda di halaman 1dari 4

SUNDA (JAWA BARAT)

1. Baju adat sunda (jawa barat)


Pakaian adat jawa barat pengantin ini sering disebut dengan istilah pakaian
sukapura. Untuk mempelai pada wanita dikenakan kebaya brukat yang berwarna
putih dilengkapi dengan ikat pinggang yang memiliki warna emas, alas kaki
berupa sepatu selop berwarna putih, kain rereng eneng pada bagian bawahnya.
Sedangkan untuk mempelai laki-laki dikenakan jas warna putih tertutup dengan
ikat pinggang berwarna merah. Sama seperti mempelai perempuan, alas kaki
yang digunakan adalah sendal selop berwarna putih.

2. Rumah adat sunda (jawa barat)


Rumah Adat Jawa Barat Jolopong merupakan jenis rumah adat Jawa Barat
yang paling populer di kalangan Suku Sunda secara umum. Dengan desain yang
hemat material, kokoh, dan mudah dibuat membuat warga memilih desain rumah
Jolopong sebagai desain rumah adat mereka.
Desain ini bisa dilihat dengan ciri-ciri atap yang membentuk segitiga sama
kaki yang merupakan hasil irisan dari 2 bagian atap yang disatukan di bagian
ujung. Banyak orang juga menyebut desain rumah ini dengan istilah Suhunan.
Model rumah Jolopong masih bisa kita lihat di wilayah Garut, tepatnya di
kampung duku dan rumah kasepuhan.

BUGIS (SULAWESI SELATAN)

1. Baju adat bugis (sulawesi selatan)


Baju bodo adalah baju adat Bugis-Makassar yang dikenakan oleh perempuan.
Sedangkan Lipa' sabbe adalah sarung sutra, biasanya bercorak kotak dan dipakai
sebagai bawahan baju bodo. Konon dahulu kala, ada peraturan mengenai
pemakaian baju bodo. Masing-masing warna manunjukkan tingkat usia
perempuan yang mengenakannya.
a. Warna jingga, dipakai oleh perempuan umur 10 tahun.
b. Warna jingga dan merah darah digunakan oleh perempuan umur 10-14 tahun.
c. Warna merah darah untuk 17-25 tahun.
d. Warna putih digunakan oleh para inang dan dukun.
e. Warna hijau diperuntukkan bagi puteri bangsawan
f. Warna ungu dipakai oleh para janda.

2. Rumah adat bugis (sulawesi selatan)

Rumah Adat Langkanae ini adalah istana kediaman Raja Luwu, namun
sangat di sayangkan karena rumah adat Luwu ini dibongkar karena belanda tidak
ingin adanya jejak sejarah tentang kerajaan Luwu. Rumah adat Luwu atau disebut
Rumah Adat Langkanae ini terbuat dari bahan utama kayu yang di mana rumah
adat ini memiliki 88 tiang. Meski Rumah Adat Luwu pernah dihancurkan oleh
Belanda, namun kita masi dapat melihat replika dari rumah adat Luwu di
Museum Lagaligo Benteng Rotterdam, kota Makassar.
Desain dari rumah adat luwu dapat kita pelajari langsung dengan
memasuki rumah adat tersebut. Jika kita masuk maka ruangan pertama yang kita
jumpai ialah ruangan yang sangat besar, ruangan tersebut diperkirakan dapat
menampung ribuan orang di dalamnya. Ruangan ini berfungsi sebagai Tudang
Sipulung, yaitu ruangan yang digunakan untuk membicarakan masalah kerjaan
dan rakyat. Setelah kita melewati ruangan pertama, ruangan selanjutnya yang
akan ditemui ialah ruang tengah. Pada ruang tengah ini terdapat sebuah ruangan
yang terdiri dari 2 kamar yang luas, kamar ini diyakini sebagai kamar Datuk dan
Raja untuk beristirahat. Bagian selanjutnya dari rumah adat Luwu, yaitu
ruangan terakhir adalah ruangan yang memiliki 2 kamar yang berukuran kecil,
lebih kecil dari dua kamar di ruang sebelumnya.

Rumah adat Langkanae bentuknya hampir mirip yaitu berbentuk persegi


empat. Desain bentuk jendela dan pintu pada rumah adat Luwu ini hampir sama
panjangnya. Hal ini dikarenakan untuk memaksimalkan penghawaan alami disaat
siang hari, sehingga ukuran jendela dibuat sebesar pintu. Yang membedakan
antara rumah adat Luwu dengan rumah adat lainnya di Indonesia ialah ukiran
dan pahatan dari ornament rumah adatnya. Ornament pada Rumah adat Luwu ini
memiliki ciri tersendiri yang di sebut bunga Prengreng yang memiliki filosofi
hidup menjalar sulur yang berarti hidupnya tidak putus-putus. Ornament ini
biasanya terdapat pada induk tangga, papan jendela, dan Anjong (tutup
bangunan). Ada satu lagi ornament khusus yang membedakannya dengan rumah
adat indonesia lainnya, yaitu ornament yang terdapat pada sisi kanan dan kiri
rumah adat luwu yang berbentuk seperti Timun.

Rumah Adat Luwu juga hampir sama dengan rumah adat Makassar di
mana status sosialnya bisa kita lihat dengan banyaknya tingkatan pada rumah
tersebut, biasaya rumah adat Luwu terdiri dari 3-5 bubungan yang menandakan
status social sang pemiliki rumah.

DAYAK (KALIMANTAN)

1. Baju adat dayak (kalimantan)

King Bibinge
King Bibinge merupakan sebutan pakaian adat untuk wanita di Dayak. Pakaian
ini terbuat dari bahan kulit dari tanaman ampuro atau kapuo. Kedua jenis
tanaman ini memeliki serat yang sangat tinggi sehingga sangat cocok dignakan
sebagai bahan pakaian. Kulit tanaman tersebut diolah sedemikian rupa hingga
menjadi sebuah pakaian adat yang sangat menawan. Untuk wanita, terdiri dari
beberapa pakaian Terdapat stagen, kain bawahan, dan penutup dada yang
dilengkapi dengan berbagai pernah pernik perhiasan. Kalung, gelang, bulu
burung enggang, dan manik-manik.
King Baba
Tak jauh berbeda dengan pakaian adat wanita suku Dayak, King Baba juga
terbuat dari kulit tanaman. Setelah proses pengolahan, terbentuklah bahan
pakaian yang selanjutnya akan diberi lukisan khas tenik Dayak. Proses pelukisan
ini menggunakan bahan-bahan pewarna yang alami namun tetap memberikan
warna-waarna yang cerah. Selanjutnya, kain tersebut dibentuk rompi tanpa
lengan dan celana panjang untuk King Baba yang merupakan pakaian adat
Dayak pria. Selain untuk pakaian, serat kulit kayu yang sebelumnya sudah
diolah menjadi sebagai ikat kepala yang akan diselipkan dengan beberapa bulu
enggang gading. Sebagai pelengkap, pria Dayak juga akan memiliki senjata
tradisional Mandau. Biasanya, dengan senjata akan digunakan sebagai pakaian
perang.

2. Rumah adat dayak (kalimantan)


Bentuk dari rumah Betang ini sendiri sangat beragam. Ada bentuk rumah Betang
yang panjangnya bisa mencapai 150 meter dengan lebar 30 meter. Rumah
Betang dibangun berbentuk panggung dengan tinggi antara 3-5 meter dari
permukaan tanah.
Ketinggian tersebut bertujuan untuk menghindari resiko banjir saat musim
penghujan yang sering mengancam banyak dari di hulu sungai di Kalimantan.

Dalam beberapa unit pemukiman, terkadang mempunyai rumah Betang tak


hanya satu. Hal ini bergantung pada besarnya rumah tangga anggota komunitas
pemukiman tersebut.

Setiap keluarga menempati bilik atau ruangan yang disekat dari rumah Betang
yang besar tersebut. Selain itu, suku Dayak juga memiliki rumah tunggal
sementara untuk aktivitas berladang karena jarak yang jauh dari ladang dan
pemukiman.
Rumah Betang sendiri bahkan lebih dari sekedar bangunan tempat untuk tempat
tinggal suku Dayak. Rumah tersebut merupakan jantung dari sruktu sosial
kehidupan dari suku Dayak.
Budaya Betang ialah cerminan tentang kebersamaan dalam menjalani aktivitas
kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalamnya setiap lini kehidupan
perorangan diatur sistematis melalui kesepakatan bersama yang dituangkan
dalam hukum adat.
Hal yang lain yang dicerminkan dari budaya tersebut ialah keamanan bersama.
Baik itu dari gangguan kriminal atau bahkan berbagi makanan, suka dan duka
maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang.

Nilai utama yang sangat ditonjolkan dari rumah Betang sendiri ialah nilai
kebersamaan (komunalisme) antar orang yang menghuninya. Terlepas dari
berbagai perbedaan apapun yang mereka miliki.

Dari hal tersebutlah kita tahu bahwa suku Dayak ialah suku yang sangat
menghargai sebuah perbedaan. Suku Dayak sangat menghargai perbedaan suku,
ras, agama, serta latar belakang sosial.
PAPUA

1. Baju adat papua


Nama pakaian adat Papua Barat adalah pakaian adat Ewer. Pakaian
ini murni terbuat dari bahan alami yaitu jerami yang dikeringkan. Dengan
kemajuan dan pengaruh modernisasi, pakaian adat ini kemudian dilengkapi
dengan kain untuk atasannya.

2. Rumah adat papua


Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang
terbuat dari jerami atau ilalang. Honai sengaja dibangun sempit atau kecil
dan tidak berjendela yang bertujuan untuk menahan hawa dingin
pegunungan Papua. Honai biasanya dibangun setinggi 2,5 meter dan pada
bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk
menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum
laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut
Wamai).
Rumah Honai biasa ditinggali oleh 5 hingga 10 orang. Rumah Honai
dalam satu bangunan digunakan untuk tempat beristirahat (tidur), bangunan
lainnya untuk tempat makan bersama, dan bangunan ketiga untuk kandang
ternak.Rumah Honai pada umumnya terbagi menjadi dua tingkat. Lantai
dasar dan lantai satu dihubungkan dengan tangga dari bambu. Para pria tidur
pada lantai dasar secara melingkar, sementara para wanita tidur di lantai
satu.

Anda mungkin juga menyukai