Anda di halaman 1dari 127

PERILAKU PENDERITA TB PARU POSITIF DALAM UPAYA

PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS


PADA KELUARGA DI KECAMATAN PANDAN
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH :
SEDAR MALEM SEMBIRING
NIM: 101000386

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
PERILAKU PENDERITA TB PARU POSITIF DALAM UPAYA
PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS
PADA KELUARGA DI KECAMATAN PANDAN
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :
SEDAR MALEM SEMBIRING
NIM: 101000386

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

PERILAKU PENDERITA TB PARU POSITIF DALAM UPAYA


PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS
PADA KELUARGA DI KECAMATAN PANDAN
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

SEDAR MALEM SEMBIRING


NIM: 101000386

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi


Pada Tanggal 18 Desember 2012 dan Dinyatakan
Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji :

Ketua Penguji Penguji I

Drs. Eddy Syahrial, M.S Dra. Syarifah, M.S


NIP.19590713 198703 1 001 NIP.19611219 198703 2 002

Penguji II Penguji III

Drs.Alam Bakti Keloko, M.Kes Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi,M.KM


NIP.19620604 199203 1 001 NIP. 19671219 199303 1 003

Medan, Januari 2013


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, M.S


NIP. 19610831 198903 1 001
ABSTRAK

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman Mycobacterium Tuberculosis. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar
37°C sesuai dengan suhu normal tubuh manusia, basil tuberkulosis tahan hidup
berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam ruangan yang gelap dan lembab, dan
cepat mati terkena sinar matahari langsung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku penderita TB
Paru positif dalam upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.
Jenis Penelitian adalah desain metode survey deskriptif. Populasi penelitian ini
adalah seluruh penderita TB Paru Positif di wilayah kecamatan Pandan sebanyak 138
orang dan dijadikan sampel 58 responden ditarik secara simple random sampling.
Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan
dianalisis secara univariat, disajikan dalam distribusi frekuensi.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik responden
diperoleh terbanyak berusia >30 tahun 40 orang (69,0%), Jenis kelamin laki-laki
sebanyak 38 orang (69,0%), Tingkat pendidikan SMA 30 orang (51,7%), tidak
bekerja sebanyak 35 orang (60,3%). Pengetahuan responden berada pada kategori
baik yaitu 36 orang (62,1%), Sikap responden pada kategori baik yaitu 54 orang
(93,1%). Tindakan responden sebagian besar pada kategori kurang yaitu 56 orang
(96,6%).
Diharapkan bagi petugas kesehatan agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang efektif dan efesien, dengan informasi pentingnya pencegahan
penularan Tuberkulosis terhadap keluarga.

Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Tindakan, TB Paru Positif

i
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is an infectious disease directly caused by the bacteria
Mycobacterium tuberculosis. Germs will grow optimally at temperatures around 37 °
C according to the normal temperature of the human body, tuberculosis bacilli
survive for months at room temperature and in a dark and damp, and die quickly in
direct sunlight.
This study aims to describe the behavior of patients with positive pulmonary
TB in preventing transmission of TB to families in District Pandan Central Tapanuli
2012.
Type of study design is a descriptive survey method. The study population was
all patients with positive pulmonary TB in Pandan districts and as many as 138
people sampled 58 respondents drawn by simple random sampling. Data were
obtained through interviews using a questionnaire and analyzed by univariate,
presented in frequency distribution.
Research results showed that based on the characteristics of the respondents
obtained most aged> 30 years 40 people (69.0%), male Sex in 38 people (69.0%),
level of education high school 30 people (51.7%), not worked a total of 35 people
(60.3%). Knowledge of respondents in the category of either the 36 people (62.1%),
attitude of the respondents in both categories is 54 people (93.1%). Measures most
respondents in this category is less than 56 people (96.6%).
Expected for health workers to provide health services effectively and
efficiently, the importance of prevention of Tuberculosis information on the family

Key words : Knowledge, Attitude, action and Positive Pulmonary TB

ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri

Nama : Sedar Malem Sembiring

Tempat/Tanggal Lahir : Lau Pengulu / 30 Desember 1977

Agama : Katolik

Status Perkawinan : Menikah

Jumlah Bersaudara : 6 (Enam)

Alamat : Pandan Kecamatan Pandan Kab. Tapanuli Tengah

Riwayat Pendidikan

SD Inpres Lau Pengulu : Tahun 1984 - 1990

SLTP Negeri Lau Pakam Kec. Mardingding : Tahun 1990 - 1993

SPK Herna Medan : Tahun 1993 - 1996

D III Keperawatan Stikes St.Elisabeth Medan : Tahun 2000 - 2003

Bimbingan dan Konseling FKIP UMTS : Tahun 2004 - 2005

Fakultas Kesehatan Masyarakat USU : Tahun 2010 – 2012

Riwayat Pekerjaan

Tahun 2003 – 2005 : Bekerja di NGO Perdhaki Jakarta

Tahun 2005 – Sekarang : Sebagai PNS di Dinas Kesehatan Tapanu Tengah

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

: ”Perilaku penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan

Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli

Tengah.”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitan

Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk

itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Peasihat Akademik.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan

dan Ilmu Perilaku FKM Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Eddy Syahrial selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji

yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Dra.Syarifah,Ms selaku Dosen Pembimbing II dan Penguji II yang telah

banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan

skripsi ini.

iv
5. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Penguji III yang telah

banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan.

6. Bapak Dr.Drs. R.Kintoko Rochadi,M.Kes selaku Dosen Penguji IV yang telah

banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan

skripsi ini.

7. Para Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

8. Bapak dr.Margan R.P Sibarani, M.Kes Selaku Kepala Dinas Kesehatan

Tapanuli Tengah.

9. Bapak Freddy L. Situmeang Sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan Tapanuli

Tengah.

10. Bapak dr.Rikardo Situmeang sebagai direktur RSU Daerah Pandan.

11. Ibu dr.Riana oktavianti L.Tobing selaku Pimpinan Puskesmas Pandan.

12. Kepada Ayahanda Tercinta B.Sembiring (Alm) dan Ibunda Tercinta

M.Kembaren yang telah memberikan doanya tanpa kenal waktu, semangat,

nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Sebagai

inspirasi dalam pencapaian hidupku.

13. Terkhusus buat Istri tercinta Christyn Hutasoit dan Ananda Gregory

G.Sembiring Gurky dan Geby V.Sembiring Gurky yang telah banyak

memberikan dukungan dan waktu selama Perkuliahan serta penyusunan

skripsi ini.

v
14. Kepada semua Kakanda dan Adinda Maria Gurky, teristimewa terima

kasihku.

15. Kawan – kawan Adinda Darly, Dikri, Divo, Ozik, Jon Wardani, Lenni, Mei,

Zul, dan rekan-rekan Peminatan PKIP FKM USU, mari mencapai sukses

barsama.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta

masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan

kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2013


Penulis

Sedar Malem Sembiring

vi
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK........................................................................................................ i
ABSTRACT....................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalahan ................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................... 6
1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 8


2.1 Konsep dan Teori Perilaku ......................................................... 8
2.1.1 Pengertian Perilaku. ........................................................... 8
2.1.2. Proses Pembentukan Perilaku ............................................ 9
2.1.3. Bentuk Perilaku ................................................................. 11
2.1.4. Perilaku Kesehatan ............................................................ 12
2.1.5. Perilaku Terhadap Sakit dan penyakit ................................ 12
2.1.6. Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan ................ 13
2.1.7. Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan ......................... 13
2.1.8. Perilaku Orang Sakit dan Perilaku Orang Sehat ................. 14
2.1.9. Perilaku Pencegahan Penyakit ........................................... 15
2.2 Domain Perilaku ......................................................................... 19
2.2.1. Pengetahuan ...................................................................... 19
2.2.2. Sikap (Attitude) ................................................................. 28
2.2.3. Praktik atau Tindakan ........................................................ 32
2.3 Konsep Penyakit TB Paru .......................................................... 34
2.3.1. Definisi Tuberkulosis ........................................................ 34
2.3.2. Epidemiologi Tuberkulosis ................................................ 34
2.3.3. Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis .......................... 36
2.3.4. Diagnosa TBC (Tuberculosis) Paru ................................... 38
2.3.5. Gejala TBC (Tuberculosis) Paru ........................................ 40
2.3.6. Tipe Penderita TBC (Tuberculosis) Paru ........................... 41
2.3.7. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis ...................................... 42
2.3.8. Faktor Determinan Terjadinya Tuberkulosis ...................... 43
2.3.9. Pengobatan Tuberkulosis ................................................... 45
2.4 Kerangka Konsep........................................................................ 47

vii
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 48
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 48
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 48
3.2.1. Lokasi Penelitian ............................................................... 48
3.2.2. Waktu penelitian ................................................................ 48
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 48
3.3.1 Populasi .......................................................................... 48
3.3.2 Sampel ........................................................................... 48
3.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 49
3.4.1. Data Primer ....................................................................... 49
3.4.2. Data Sekunder ................................................................... 49
3.5 Definisi Operasional .................................................................... 49
3.6 Instrumen Penelitian .................................................................... 50
3.7 Aspek Pengukuran....................................................................... 50
3.7.1 Pengetahuan .................................................................... 50
3.7.2 Sikap ............................................................................... 51
3.7.3 Tindakan ......................................................................... 52
3.8 Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data ................................. 52
3.8.1 Pengolahan Data .............................................................. 52
3.8.2. Analisa Data .................................................................... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN ...................................................................... 54


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 54
4.2. Karakteristik Responden .............................................................. 55
4.3 Pengetahuan Responden ............................................................... 57
4.4. Sikap Responden ......................................................................... 62
4.6. Tindakan Responden.................................................................... 66
4.7. Tabulasi Silang ............................................................................ 69

BAB 5. HASIL PEMBAHASAN .................................................................. 71


5.1 Karakteristik Responden ............................................................... 71
5.1.1 Gambaran Karakteristik Responden Menurut Umur ........... 71
5.1.2 Gambaran Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
................................................................................................... 72
5.1.3. Gambaran Karakteristik Responden Menurut Pendidikan .. 74
5.1.5. Gambaran Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan .... 76
5.2 Pengetahuan Responden ............................................................... 77
5.3. Sikap Responden ......................................................................... 81
5.4. Tindakan Responden.................................................................... 85

viii
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 90
6.1 Kesimpulan................................................................................... 90
6.1 Saran ............................................................................................ 91

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

4.1. Luas Kecamatan Pandan Menurut Desa/Kelurahan Kabupaten Tapanuli


Tengah Tahun 2011 ...................................................................................... 55

4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan Kelurahan/Desa


di Kecamatan Pandan Januari s/d September 2011 ........................................ 56

4.3. Jumlah Sarana Kesehatan (Satelit Puskesmas) di Kecamatan Pandan Januari


s/d September 2011....................................................................................... 56

4.4. Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Pandan Kecamatan Pandan


Januari s/d September 2011........................................................................... 57

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Terhadap Perilaku


Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan
Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli
Tengah Tahun 2012 ...................................................................................... 57

4.6. Distribusi Pengetahuan Responden Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya


Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ...................................................... 59

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Penderita TB Paru


Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ....................... 63

4.8. Distribusi Sikap Responden Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya


Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ...................................................... 64

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Penderita TB Paru Positif


Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ....................... 68

4.10. Distribusi Tindakan Responden Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya


Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ...................................................... 68

x
4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Tindakan Penderita TB Paru
Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ....................... 71

4.12. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dan Tindakan Penderita TB Paru


Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012. ...................... 72

4.13. Tabulasi Silang Antara Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru Positif
Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012. ...................... 72

xi
ABSTRAK

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman Mycobacterium Tuberculosis. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar
37°C sesuai dengan suhu normal tubuh manusia, basil tuberkulosis tahan hidup
berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam ruangan yang gelap dan lembab, dan
cepat mati terkena sinar matahari langsung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku penderita TB
Paru positif dalam upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.
Jenis Penelitian adalah desain metode survey deskriptif. Populasi penelitian ini
adalah seluruh penderita TB Paru Positif di wilayah kecamatan Pandan sebanyak 138
orang dan dijadikan sampel 58 responden ditarik secara simple random sampling.
Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan
dianalisis secara univariat, disajikan dalam distribusi frekuensi.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik responden
diperoleh terbanyak berusia >30 tahun 40 orang (69,0%), Jenis kelamin laki-laki
sebanyak 38 orang (69,0%), Tingkat pendidikan SMA 30 orang (51,7%), tidak
bekerja sebanyak 35 orang (60,3%). Pengetahuan responden berada pada kategori
baik yaitu 36 orang (62,1%), Sikap responden pada kategori baik yaitu 54 orang
(93,1%). Tindakan responden sebagian besar pada kategori kurang yaitu 56 orang
(96,6%).
Diharapkan bagi petugas kesehatan agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang efektif dan efesien, dengan informasi pentingnya pencegahan
penularan Tuberkulosis terhadap keluarga.

Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Tindakan, TB Paru Positif

i
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is an infectious disease directly caused by the bacteria
Mycobacterium tuberculosis. Germs will grow optimally at temperatures around 37 °
C according to the normal temperature of the human body, tuberculosis bacilli
survive for months at room temperature and in a dark and damp, and die quickly in
direct sunlight.
This study aims to describe the behavior of patients with positive pulmonary
TB in preventing transmission of TB to families in District Pandan Central Tapanuli
2012.
Type of study design is a descriptive survey method. The study population was
all patients with positive pulmonary TB in Pandan districts and as many as 138
people sampled 58 respondents drawn by simple random sampling. Data were
obtained through interviews using a questionnaire and analyzed by univariate,
presented in frequency distribution.
Research results showed that based on the characteristics of the respondents
obtained most aged> 30 years 40 people (69.0%), male Sex in 38 people (69.0%),
level of education high school 30 people (51.7%), not worked a total of 35 people
(60.3%). Knowledge of respondents in the category of either the 36 people (62.1%),
attitude of the respondents in both categories is 54 people (93.1%). Measures most
respondents in this category is less than 56 people (96.6%).
Expected for health workers to provide health services effectively and
efficiently, the importance of prevention of Tuberculosis information on the family

Key words : Knowledge, Attitude, action and Positive Pulmonary TB

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Satu visi atau gambaran keadaan masyarakat Indonesia di masa depan yang

ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah terciptanya perilaku masyarakat

Indonesia Sehat 2010 yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan

kesadaran, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman

penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Depkes RI,

1999).

Pencapaian rencana pembangunan tersebut harus berawal dari upaya

kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh individu, kelompok masyarakat,

lembaga pemerintahan atau swadaya masyarakat. Upaya untuk mewujudkan

kesehatan tersebut dilihat dari empat aspek yaitu upaya pemeliharaan kesehatan yang

meliputi pengobatan (kuratif) dan pemulihan kesehatan yang setelah sembuh dari

sakit (rehabilitatif) dan upaya peningkatan kesehatan berupa pencegahan penyakit

(preventif) dan peningkatan kesehatan itu sendiri (promotif) (Notoadmodjo 2005).

Menurut Depkes RI, (2006) upaya yang dilakukan oleh sektor kesehatan akan

lebih mengutamakan upaya preventif dan promotif tanpa meninggalkan upaya kuratif

dan rehabilitatif yang terdapat dalam paradigma sehat untuk mencapai sehat 2010.

Penyakit Tuberculosis (TBC) Paru adalah suatu penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium Tuberculosis) sebagian besar kuman

tersebut menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC, dengan

kematian karena TBC sekitar 140.000, secara kasar diperkirakan setiap 100.000

penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB Paru dengan BTA Positif

(Depkes RI 2008).

Di Indonesia, penyakit TB Paru masih menjadi perhatian serius karena negara

ini termasuk daerah endemis TBC. Kasus TB Baru di dunia sekitar 40% berada di

kawasan Asia. Indonesia menduduki kedudukan ketiga di bawah Cina dan India.

Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB

di dunia, yaitu diantara 100.000 penduduk terdapat 100-300 orang yang terinfeksi TB

Paru. TB Paru di kawasan ini menjadi pembunuh nomor satu, kematian akibat TB

Paru lebih banyak 2-3 kali lipat dari HIV/AIDS yang berada di urutan kedua. Hasil

Survey Prevalensi di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB

dengan BTA Positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional TB

Paru Positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu wilayah Sumatera,

wilayah Jawa dan Bali diikuti dengan wilayah Indonesia Timur (Depkes,2008).

Hasil pendataan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara selama Tahun

2010, tercatat 73,8 persen penderita TB Paru BTA Positif di Sumatera Utara atau

sebanyak 15.614 orang.

Di Kabupaten Tapanuli Tengah jumlah penemuan kasus penderita TB Paru

BTA Positif tahun 2010, diketahui BTA Positif yang diobati sebanyak 444 orang

dengan perincian laki-laki sebanyak 263 orang dan perempuan sebanyak 181 orang

(Profil Dinkes Tapanuli Tengah, 2010).

2
Untuk mengatasi masalah Tuberkulosis diperlukan peran serta baik dari

pemerintah, swasta maupun masyarakat diajak untuk menanggulangi penyakit ini.

Program TBC dengan menggunakan pendekatan strategi DOTS (Directly Observer

Treatment Shortcause/ pengawasan makan obat secara langsung). Strategi DOTS

tersebut mencakup lima kategori : Pertama, adanya jaminan komitmen pemerintah

untuk menanggulangi TBC di suatu negara. Kedua, penemuan kasus dengan

pemeriksaan mikroskopik. Ketiga, pemberian obat secara langsung yang diawasi oleh

PMO. Keempat, jaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat

waktu. Kelima, sistem monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baik (Depkes

RI, 2002).

Penyakit TB paru disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang dipengaruhi oleh

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dari sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu

kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara

langsung maupun tidak langsung. Menurut (Notoatmodjo,2003) perilaku diartikan

sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi

apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni disebut

rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku

tertentu pula.

Dalam pelayanan kesehatan tidak terlepas dari keterlibatan penderita sebagai

pasien TB paru. Pengetahuan pasien mengenai menjaga kesehatan agar tetap dalam

kondisi yang sehat baik jasmani maupun rohaninya, maka tak terlepas juga peran

pasien yang sangat diharapkan dapat mencegah penularan penyakit TB paru.

3
Faktor pengetahuan yang merupakan ilmu yang diketahui seseorang ataupun

pengalaman yang dialami oleh seseorang maupun orang lain. Dan klien yang

terdiagnosa TB Paru seharusnya mengetahui secara jelas dan benar apa sebenarnya

penyakit TB Paru ini, dan bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Sikap

pasien sangat menentukan dalam mencegah penularannya, karena jika sikap pasien

yang terdiagnosa TB Paru Positif mengerti apa yang sebenarnya dia lakukan maka

secara otomatis dia juga bisa dan mampu melindungi anggota keluarga lainnya.

Perilaku di sini adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoatmodjo,2003). Jika

perilakunya baik maka akan membawa dampak positif bagi pencegahan penularan

TB paru.

Berdasarkan penelitian Himawan (2009), hasil yang diperoleh dari penelitian

tersebut adalah respon dan tindakan penderita TB paru masih sangat kurang, akibat

sosialisasi dan pengetahuan yang kurang mengenai penyakit TB paru secara detail

sehingga tindakan antisipasi baru dilakukan setelah positif terkena TB paru.

Menurut penelitian Riswan (2008), dengan judul Hubungan Antara

Pengetahuan Tentang Penyakit TB Paru Dengan Perilaku Keluarga dan penderita TB

Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagak Kabupaten Malang, ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan tentang penyakit TB Paru dengan Perilaku keluarga

penderita TB Paru.

Kemudian Sudira (2005) dalam penelitianya berjudul Hubungan Antara

Pengetahuan dan Sikap Penderita TB Paru Tentang Pencegahan Penularan Dengan

Perilaku Dalam Membuang Sputum Di Wilayah Kerja Puskesmas Klangenan

4
Kabupaten Cirebon, Menunjukkan ada hubungan yang bermakna antar tingkat

pengetahuan dan perilaku penderita TB dalam membuang sputum.

Kasus baru TB Paru positif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pandan

terjadi peningkatan penderita TB Paru positif tiap tahunnya. Pada tahun 2010 terjadi

peningkatan yang sangat besar, yaitu mencapai 111 orang dari 93 orang penderita TB

positif pada tahun 2009 sebelumnya. Pada tahun 2011 jumlah penderita TB Paru

positif berjumlah 138 orang penderita.

Setelah dilakukan pemantauan atau observasi, ada beberapa orang penderita

TB Paru Positif saat bersin dan batuk tidak menutup mulutnya baik dengan kertas

tissue, lap tangan ataupun dengan tangan dan membuang ludah atau dahak di

sembarangan tempat. Dari hasil wawancara peneliti dapatkan jawaban dari beberapa

orang penderita TB Paru Positif bahwa di rumah alat makan seperti piring, gelas, dan

sendok penderita tidak berbeda dengan anggota keluarga lainnya, serta penderita

tidak tinggal pada ruangan khusus.

Meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan dan menjawab permasalahan -

permasalahan yang terjadi di atas diperlukan suatu pengetahuan, sikap dan

tindakan, dalam pencegahan penularan TB paru. Untuk mempelajari tentang perilaku

pasien dalam Penanggulangan penularan TB Paru maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang : ” Gambaran Perilaku penderita TB Paru Positif

Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.”

5
1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan

dalam penelitian ini termasuk kurang berhasilnya perilaku penderita dalam

pencegahan TB paru dimana dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

faktor pengetahuan, sikap dan tindakan pasien tentang penanggulangan pencegahan

penularan TB Paru sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana

Gambaran Perilaku penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan

Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku penderita TB Paru positif dalam upaya

pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten

Tapanuli Tengah.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan penderita TB Paru positif dalam

upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga Kecamatan Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah.

b. Untuk mengetahui gambaran sikap penderita TB Paru positif dalam upaya

pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di Pandan Kabupaten

Tapanuli Tengah.

c. Untuk mengetahui gambaran tindakan penderita TB Paru positif dalam upaya

pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di Kecamatan Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah.

6
1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian tentang " Gambaran Perilaku penderita TB Paru

Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di

Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 adalah:

1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan untuk memberi penyuluhan tentang

penularan dan penanggulangan Tuberkulosis paru, khususnya bagian P2M.

2. Penelitian ini memberikan informasi kepada seluruh Petugas Kesehatan

tentang pencegahan penularan Tuberkulosis paru.

3. Penelitian ini bermanfaat bagi Penderita TB Paru Positif dalam upaya

tindakan pencegahan penularan Tuberkulosis paru.

4. Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam menambah wawasan dan

menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.

7
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Teori Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang

individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon

ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif

(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat di

rumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,

khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif

dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi,

atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga

domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah

knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).

Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoadmodjo, 2003).

Ensiklopedi Amerika, perilaku di artikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme

terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan

untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan

tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoadmodjo, 2003).


Kwick (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku adalah

tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat di amati dan bahkan dapat di

pelajari. Umum, perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu

dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup

(Kusmiyati dan Desminiarti,1991). Menurut penulis yang disebut perilaku manusia

adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati

secara langsung maupun tidak langsung.

Di Indonesia istilah perilaku kesehatan sudah lama dikenal dalam 15 tahun

akhir-akhir ini konsep-konsep di bidang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan ini

sedang berkembang dengan pesatnya, khususnya dibidang antropologi medis dan

kesehatan masyarakat. Istilah ini dapat memberikan pengertian bahwa kita hanya

berbicara mengenai prilaku yang secara sengaja dilakukan dalam kaitanya dengan

kesehatan. Kenyataanya banyak sekali prilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,

bahkan seandainya seseorang tidak mengetahuinya, atau melakukanya dengan alasan

yang sama sekali berbeda (menurut Gochman,1988 yang dikutip Lukluk A, 2008).

2.1.2. Proses Pembentukan Perilaku

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham

Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yakni :

a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu

H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak

terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya, kekurangan O2

yang menimbulkan sesak nafas dan kekurangan H2O dan elektrolit yang

menyebabkan dehidrasi.

9
b. Kebutuhan rasa aman, misalnya :

a) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan dan

kejahatan lain.

b) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan dan

lain-lain.

c) Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit

d) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.

c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya :

a) Mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua,

saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.

b) Ingin dicintai/mencintai orang lain.

c) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.

d. Kebutuhan harga diri, misalnya :

a) Ingin dihargai dan menghargai orang lain

b) Adanya respek atau perhatian dari orang lain

c) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan

e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :

a) Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain

b) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita

c) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha,

kekayaan, dan lain-lain.

10
Komponen prilaku menurut Gerace & Vorp,1985 yang dikutip Lukluk A,

(2008) dapat dilihat dalam 2 aspek perkembangan penyakit, yaitu :

a. Perilaku mempengaruhi faktor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah

ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at-high-risk terhadap

penyakit tertentu.

b. Perilaku itu sendiri dapat berupa faktor resiko. contoh : merokok dianggab

sebagai faktor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun

kanker Paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada

perokok daripada orang yang tidak merokok.

2.1.3. Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap

rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis

besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :

a. Perilaku Pasif (respons internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak

dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang

nyata.

b. Perilaku Aktif (respons eksternal)

Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat

diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.

11
2.1.4. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan

lingkungan. Respons atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang

masih tertutup) dan aktif (respons terbuka, tindakan yang nyata atau

practice/psychomotor).

Menurut Notoatmodjo (2003), rangsangan yang terkait dengan perilaku

kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan lingkungan.

2.1.5. Perilaku Terhadap Sakit dan Penyakit

Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit

yang bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar

dirinya), baik respons pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif

(praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku seseorang

terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkatan-tingkatan pemberian pelayanan

kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkatan pencegahan penyakit, yaitu:

a. Perilaku peningkatan dan pemeliharan kesehatan (health promotion behavior)

b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)

c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)

d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)

12
2.1.6. Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

Perilaku ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan

modern maupun tradisional, meliputi :

a. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan

b. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan

c. Respons terhadap petugas kesehatan

d. Respons terhadap pemberian obat-obatan

Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan

penggunaan fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan.

2.1.7. Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan (Environmental behaviour)

Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan sebagai determinant

(faktor penentu) kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini sesuai lingkungan

kesehatan lingkungan, yaitu :

a. Perilaku terhadap air bersih, meliputi manfaat dan penggunaan air bersih

untuk kepentingan kesehatan.

b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor atau kotoran. Disini

menyangkut pula hygiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya.

c. Perilaku sehubungan dengan pembuangan limbah, baik limbah cair maupun

padat. Dalam hal ini termasuk sistem pembuangan sampah dan air limbah

yang sehat dan dampak pembuangan limbah yang tidak baik.

d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat. Rumah sehat menyangkut


ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
e. Perilaku terhadap pembersihan sarang-sarang vektor.

13
2.1.8. Perilaku Orang Sakit dan Perilaku Orang Sehat

Menurut Sarwono (2004) yang dimaksud dengan perilaku sakit dan perilaku sehat

sebagai berikut :

Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu

yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Perilaku sakit menurut Suchman

adalah tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat

dari timbulnya gejala tertentu.

Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan

diri dan penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi.

Penyebab perilaku Sakit Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh

Sarwono (2004) bahwa penyebab perilaku sakit itu sebagai berikut :

a. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan

normal.

b. Anggapan adanya gejalan serius yang dapat menimbulkan bahaya.

c. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan

dengan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.

d. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang dapat

dilihat.

e. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.

f. Adanya informasi, pengetahuan dan anggapan budaya tentang penyakit.

g. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.

h. Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.

14
i. Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti : fasilitas, tenaga,

obat-obatan, biaya dan transportasi.

2.1.9. Perilaku Pencegahan Penyakit

Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi

yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya

dan pada berbagai spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk – bentuk

perilaku instinktif (species–specific behavior) yang didasari oleh kodrat untuk

mempertahankan kehidupan. Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang

menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya, satu stimulus dapat menimbulkan

lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja

menimbulkan satu respon yang sama.

Lewin (1951,dalam buku Azwar, 2007) merumuskan suatu model hubungan

perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan

lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai –

nilai, sifat kpribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor – faktor

lingkunga dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar

dalam menentukan perilaku, bahkan kadang – kadang kekuatannya lebih besar dari

pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih

kompleks.

Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku

lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya

terbatas hanya pada 3 hal yaitu :

15
1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik

terhadap sesuatu.

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma – norma

subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain

inginkan agar kita perbuat.

3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma–norma subjektif membentuk suatu

intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

Secara sederhana, teori ini mengatakanbahwa seseorang akan melakukan

suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya

bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana

keyakinan–keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada

norma–norma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen

ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan

menentukan apakah perilaku yang bersangkutan dilakukan atau tidak (Azwar, 2007).

Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2003), menganalisis bahwa

perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor

dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan

atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Faktor–faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor–faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

16
kesehatan misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan

sebagainya.

3. Faktor–faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok

referensi dari perilaku masyarakat.

Di simpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang

atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut

pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak

langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan

berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi

perilaku menghindar (Notoatmodjo, 2007).

Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan

yaitu (Notoatmodjo, 2007) :

a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).

1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas.

2) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan.

3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain pelayanan

kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena

penyakit infeksi akibat seks bebas dan Pelayanan Keluarga Berencana.

17
b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific Protection).

1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah

terhadap penyakit – penyakit tertentu.

2) Isolasi terhadap penyakit menular.

3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat-tempat umum dan

ditempat kerja.

4) Perlindungan terhadap bahan–bahan yang bersifat karsinogenik, bahan-

bahan racun maupun alergi.

c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early

Diagnosis and Promotion).

1) Mencari kasus sedini mungkin.

2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.

3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC,

kanker serviks.

4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.

5) Mencari orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita

berpenyakit menular.

6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.

d. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation)

1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan tidak

menimbulkan komplikasi.

2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.

18
3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan

pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.

e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)

1) Mengembangkan lembaga – lembaga rehablitasi dengan mengikutsertakan

masyarakat.

2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan

memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk

bertahan.

3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita

yang telah cacat mampu mempertahankan diri.

4) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan

seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.

2.2. Domain Perilaku

2.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang

tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan

terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan (Widodo, 2006),

yaitu:

1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)

Pengetahuan yang berupa potongan - potongan informasi yang terpisah-pisah

atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual

pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun

19
faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology) mencakup

pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non

verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific

details and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan

informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.

2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar

dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama - sama.

Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang

implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu

pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan

generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin

maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau

tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

4. Pengetahuan Metakognitif

Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan

tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa

seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan

semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka

mereka akan lebih baik lagi dalam belajar.

20
Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu:

1. Menghafal (Remember)

Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang.

Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk

mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas

mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan

bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam

proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

2. Memahami (Understand)

Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki,

mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau

mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam

pemikiran siswa. Karena penyususn skema adalah konsep, maka pengetahuan

konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh

proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying),

mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi

(inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

3. Mengaplikasikan (Applying)

Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau

mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan

prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan

prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan

(executing) dan mengimplementasikan (implementing).

21
4. Menganalisis (Analyzing)

Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsurunsurnya dan menentukan

bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga

macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis: membedakan (differentiating),

mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).

5. Mengevaluasi

Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua

macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan

mengritik (critiquing).

6. Membuat (create)

Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam

proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating),

merencanakan (planning), dan memproduksi (producing) (Widodo,2006).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain:

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang

lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin

tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima

informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki.

22
2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman

dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek

fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini, taraf berpikir

seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni

suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik

dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman

mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang

melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu

mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid,

2007)

1) Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

23
1. Cara Tradisional untuk Memperoleh Pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan, sebelum dikemukakannya metode ilmiah atau metode penemuan secara

sistematik dan logis. Cara – cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain

meliputi:

a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)

Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam

memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba – coba atau dengan kata yang

lebih dikenal “trial and error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya

peradaban. Cara coba – coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba kembali

dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba

kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah)

atau metode coba – salah/coba – coba.

Metode ini telah digunakan orang dalam waktu yang cukup lama untuk

memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih

sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara

tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari – hari, banyak sekali kebiasaan – kebiasaan

dan tradisi – tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang

24
dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan – kebiasaan ini biasanya diwariskan

turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada

upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui

harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telor, dan sebagainya.

Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja,

melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah

diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan

tersebut dapat berupa pemimpin–pemimpin masyarakat baik formal maupun

informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain,

pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaaan, baik

tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu

pengetahuan.

c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini

mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau

pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang

dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula

menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak

25
akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat

berhasil memecahkannya.

d. Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir

manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia mampu menggunakan penalarannya

dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran

pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi

maupun deduksi.

Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran

secara tidak langsung melalui pernyataan – pernyataan yang dikemukakan, kemudian

dicari hubungannya sehingga dapat dibuat kesimpulan. Apabila proses pembuatan

kesimpulan itu melalui pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan

induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan –

pernyataan umum kepada yang khusus.

2) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih

popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula – mula

dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626). Ia adalah seorang tokoh yang

mengembangkan metode berpikir induktif. Mula–mula ia mengadakan pengamatan

langsung terhadap gejala–gejala alam atau kemasyarakatan. Kemudian hasil

pengamatannya tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dan akhirnya diambil

kesimpulan umum. Kemudian metode berpikir induktif yang dikembangkan oleh

26
Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam

memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dan

membuat pencatatan – pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek

yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni:

a. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat

dilakukan pengamatan.

b. Segala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat

dilakukan pengamatan.

c. Gejala – gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala – gejala yang

berubah – ubah pada kondisi – kondisi tertentu.

Berdasarkan hasil pencatatan – pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri – ciri

atau unsur – unsur yang pasti ada pada sesuatu gejala. Selanjutnya hal tersebut

dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi. Prinsip – prinsip umum

yang dikembangkan oleh Bacon ini kemudian dijadikan dasar untuk

mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis. Selanjutnya diadakan

penggabungan antara proses berpikir deduktif – induktif – verivikatif seperti

dilakukan oleh Newton dan Galileo. Akhirnya lahir suatu cara melalukan penelitian,

yang dewasa ini dikenal dengan metode penelitian ilmiah (scientific research

method) (Notoatmodjo, 2005).

Proses adopsi perilaku, menurut Rogers (1974), sebelum seseorang

mengadopsi perilaku, didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan

(akronim AIETA), yaitu :

a) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.

27
b) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus

c) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang

baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek

sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.

d) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.

e) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap

dan kesadarannya terhadap stimulus.

2.2.2. Sikap (Attitude)

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan

motif tertentu.

Menurut Gerungan (2002), sikap merupakan pendapat maupun pendangan

seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin

terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

28
4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Ahmadi (2003), sikap dibedakan menjadi :

a. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui

terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada

b. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang

berlaku dimana individu itu berada.

Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu:

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan.

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang

mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa

menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan kelompok

lainnya.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku.

Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada.

Perangsang pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat

adanya proses secara sadar untuk menilai perangsangan-perangsangan itu.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman.

Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman secara aktif. Artinya semua

berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia

memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua

pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian.

29
Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini disebabkan karena sikap tidak

pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat

sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang

tersebut. Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi (Notoatmodjo, 2005).

Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu,

tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan

manusia sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan

turut menentukan cara tingkahlakunya terhadap objek-objek sikapnya. Adanya sikap

akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya. Sikap dapat

dibedakan menjadi :

a. Sikap Sosial

Suatu sikap sosial yang dinyatakan dalam kegiatan yang sama dan berulang-

ulang terhadap objek sosial. Karena biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya

oleh seseorang saja tetapi oleh orang lain yang sekelompok atau masyarakat.

b. Sikap Individu

Sikap individu dimiliki hanya oleh seseorang saja, dimana sikap individual

berkenaan dengan objek perhatian sosial. Sikap individu dibentuk karena sifat pribadi

diri sendiri. Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentukkecenderungan untuk

bertingkah laku, dapat diartikan suatu bentuk respon evaluativ yaitu suatu respon

yang sudah dalam pertimbangan oleh individu yang bersangkutan.

Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu :

1. Selalu ada objeknya

2. Biasanya bersifat evaluative

30
3. Relatif mantap

4. Dapat dirubah

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu. Menurut Allpon (1954), bahwa sikap itu

mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (Total Attitude),

dalam penentuanberpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap

adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang

lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap

tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu

tercermin dari perilaku seseorang (Ahmadi, 2003).

Pengukuran sikap dapat dilakuan secara langsung atau tidak langsung, melalui

pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak langsung

dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek,

baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat

langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup tersbeut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons

31
terhadap stimulus tertentu. Tingkatan sikap adalah menerima, merespons,

menghargai dan bertanggung jawab.

2.1.3. Praktik atau Tindakan

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata.

Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimilus dalam bentuk nyata

atau terbuka (Notoatmodjo, 2003).

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan

itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk

perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah

laku dapat dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu

kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum

otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu

tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas yang

memungkinkan (Ahmadi, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari

tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh

suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak

ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak

pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki hubungan yang sistematis.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek

(practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena

itu disebut juga over behavior.

32
Menurut Notoatmodjo (2005), empat tingkatan tindakan adalah :

1. Persepsi (Perception), Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang diambil.

2. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan

urutan yang benar.

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu

dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002), faktor-faktor yang

merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaotu

faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan dengan

motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung (enabling)

perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang

memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor penguat

seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya

dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas,

sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung

dan memperkuat terbentuknya perilaku.

33
Seperti halnya pengetahuan dan sikap, praktik juga memiliki tingkatan-

tingkatan, yaitu :

a) Persepsi, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sesuai dengan tindakan

yang akan dilakukan.

b) Respons terpimpin, yaitu individu dapat melakukan sesuatu dengan urutan

yang benar sesuai contoh.

c) Mekanisme, individu dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis

atau sudah menjadi kebiasaan.

d) Adaptasi, adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dan dimodifikasi

tanpa mengurangi kebenaran.

2.3. Konsep Penyakit TB Paru

2.3.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

TB Paru (Mycobacterium TB Paru). Sebagian besar kuman TB Paru menyerang paru,

tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang,

mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu

disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar

matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap

dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama

beberapa tahun (Depkes RI, 2008).

2.3.2. Epidemiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia

ini. Pada tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan

34
tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan

bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta

adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah

terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB

terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila

dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika

hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta

setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar

kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka

mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat

di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi

mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita

baru TB Paru dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of TB Paru,

Guidelines for National Programmes, 1997). Di negara-negara berkembang kematian

TB Paru merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.

Diperkirakan 95% penderita TB Paru berada di negara berkembang, 75% penderita

TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun (Depkes RI, 2002).

Penelitian Heryanto ,dkk (2001) di Kabupaten Bandung menemukan Karakteristik

kasus kematian penderita TB paru hampir tersebar pada semua kelompok umur,

paling banyak pada kelompok usia 20-49 tahun (58,3%) yang merupakan usia

produktif dan usia angkatan kerja. Proporsi menurut jenis kelamin, laki-laki (54,5%)

35
dan perempuan (45,5%). Sebagian besar tidak bekerja (34,9%) dan berpendidikan

rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD) sebesar 62,9% .

2.3.3. Kuman dan Cara Penularan Tuberkulosis

Kuman, Mycobacterium tuberculosis sebagai kuman penyebab Tuberkulosis

Para ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882, adalah suatu basil

yang bersifat tahan asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan

Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang bersifat aerob,

panjangnya 1-4 mikron, lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh

optimal pada suhu sekitar 37°C yang memang kebetulan sesuai dengan tubuh

manusia, basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan dalam

ruangan yang gelap dan lembab, dan cepat mati terkena sinar matahari langsung

(sinar ultraviolet), dalam jaringan tubuh kuman ini bersifat dormant (tertidur lama)

selama beberapa tahun dan dapat kembali aktif jika mekanisme pertahanan tubuh

lemah (Alsagaff, 2005).

Kuman TB Paru bersifat aerob dan lambat tumbuh (Holt, 1994). Suhu

optimum pertumbuhannya 37-38oC. Kuman TB Paru cepat mati pada paparan sinar

matahari langsung tapi dapat bertahan beberapa jam pada tempat yang gelap dan

lembab serta dapat bertahan hidup 8-10 hari pada sputum kering yang melekat pada

debu (Depkes RI, 2002).

Sumber infeksi yang terpenting adalah dahak penderita TB Paru Positif.

Penularan terjadi melalui percikan dahak (droplet Infection) saat penderita batuk,

berbicara atau meludah (Soediman, 1995). Kuman TB Paru dari percikan tersebut

melayang di udara, jika terhirup oleh orang lain akan masuk kedalam sistem respirasi

36
dan selanjutnya dapat menyebabkan penyakit pada penderita yang menghirupnya.

Dengan demikian penyakit ini sangat erat kaitanya dengan lingkungan, penyakit TB

Paru dapat terjadi akibat dari komponen lingkungan yang tidak seimbang

(pencemaran udara). Masalah pencemaran udara di permukaan bumi sudah ada sejak

zaman pembentukan bumi itu sendiri. Namun dampak bagi kesehatan manusia, tentu

dimulai sejak manusia pertama itu terbentuk. Udara adalah salah satu media transmisi

penularan TB Paru dimana manusia memerlukan oksigen untuk kehidupan. Jadi jika

seorang penderita TB Paru positif membuang dahak di sembarang tempat, maka

kuman TB dalam jumlah besar berada di udara ( Achmadi U F, 2011).

Kuman TB Paru dapat menginfeksi berbagai bagian tubuh dan lebih memilih

bagian tubuh dengan kadar oksigen tinggi. Paru-paru merupakan tempat predileksi

utama kuman TB Paru. Gambaran TB Paru pada paru yang dapat di jumpai adalah

kavitasi, fibrosis, pneumonia progresif dan TB Paru endobronkhial. Sedangkan

bagian tubuh ekstra paru yang sering terkena TB Paru adalah pleura, kelenjar getah

bening, susunan saraf pusat, abdomen dan tulang (WHO, 2002).

Kemungkinan suatu infeksi berkembang menjadi penyakit, tergantung pada

konsentrasi kuman yang terhirup dan daya tahan tubuh (Depkes RI, 2002). Sumber

penularan adalah pasien TB Paru BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali

batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi

dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi

dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat

membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan

37
yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya

kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan

seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan

lamanya menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan

dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan

kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis

Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu

tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk

terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB

dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

2.3.4 Diagnosa TBC (Tuberkulosis) Paru

Diagnosa penyakit TBC Paru dapat dilakukan dengan cara :

1.Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

2. Pemeriksaan Foto Toraks

1. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Penemuan basil tahan asam (BTA) merupakan suatu alat penentu yang arnat

penting dalam diagnosis Tuberkulosis Paru. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa

dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara

mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen

hasilnya positif (Depkes RI, 2002).

38
Tujuan pemeriksaan dahak adalah untuk menegakkan diagnosis dan

menentukan klasifikasi/tipe penyakit, menilai kemajuan pengobatan dan untuk

menentukan tingkat penularan. Pemeriksaan dilakukan pada penderita Tuberkulosis

Paru dan suspek Tuberkulosis.

Pengambilan spesimen dahak yaitu : (Depkes RI, 2002)

a. S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek datang berkunjung pertarma

kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan

dahak hari kedua.

b. P (Pagi) : dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK (Unit

Pelayanan Kesehatan).

c. S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan

dahak pagi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, Tuberkulosis Paru dibagi dalam :

a. Tuberkulosis Paru BTA Positif

i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif.

ii. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif dan foto rontgen dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

b. Tuberkulosis Paru BTA Negatif

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA Negatif dan foto rontgen

dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif ditentukan oleh dokter, selanjutnya

dibagi menjadi bentuk berat dan ringan tergantung pada gambaran luas kerusakan

paru pada foto rontgen dan melihat kepada keadaan penderita yang buruk. Penentuan

39
klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan

OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.

2. Pemeriksaan Foto Toraks

Tidak dibenarkan mendiagnosa penyakit TB Paru hanya dengan berdasarkan

foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB

Paru (Dinkes Provinsi SU, 2007). Indikasi pemeriksaan foto toraks adalah sebagai

berikut :

1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

2. Mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan

khusus (Dinkes Provinsi SU, 2007).

2.3.5 Gejala TBC (Tuberkulosis) Paru

Gambaran klinik Tuberkulosis paru, (Faizal, 1992).

1. Batuk

Batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau, lebih.

Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus dan

terjadi iritasi. Akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan menjadi

produktif yang berguna untuk membuang produk-produk ekskresi

peradangan.

2. Dahak

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,

kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hijau sampai

purulen dan kemudian dapat bercampur dengan darah.

40
3. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-

bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang

sangat banyak. Kehilangan darah yang banyak kadang akan mengakibatkan

kematian yang cepat.

4. Sesak Nafas

Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru

yang cukup luas atau pengumpulan cairan di rongga pleura sebagai

komplikasi tuberkulosis paru.

5. Nyeri Dada

Nyeri kadang berupa, nyeri menetap yang ringan. Kadang-kadang

lebih sakit sewaktu menarik nafas dalam. Bisa juga disebabkan regangan otot

karena batuk.

2.3.6 Tipe Penderita TBC (Tuberculosis) Paru

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe penderita yaitu ; (Depkes RI, 2002)

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif

41
c. Pindahan (Transfer In)

Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain

dan kemudian pindah berobat ke kabupaten tersebut. Penderita pindahan

tersebut harus membawa Surat rujukan/pindah (Form TB. 09).

d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2

bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita

tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif

e. Lain-lain

1). Gagal

Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi

positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih.

2). Kasus Kroni

Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai

pengobatan ulang kategori 2 (Faizal, dkk., 1992).

2.3.7 Riwayat Terjadinya Tuberkulosis.

1. Infeksi Primer

Tuberkulosis paru primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil

tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pemah mempunyai kekebalan yang

spesifik terhadap basil tersebut. Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan

kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati

sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus

dan menetap disana.

42
Kelanjutan dari infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk

dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya

tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis.

Meskipun demikian, ada beberapa, kuman akan menetap sebagai kuman persisten

atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan

perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan

menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai

terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan (Depkes RI, 2002).

2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC)

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun

sesudah tuberkulosis primer. Infeksi dapat berasal dari luar (eksogen) yaitu infeksi

ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberkulosis, infeksi dari dalam (endogeny

yaitu infeksi berasal dari basil yang sudah ada dalam tubuh, merupakan proses lama

yang pada mulanya, tenang dan oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali, misalnya

karena daya, tahan tubuh yang menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang

buruk (Depkes RI, 2002).

2.3.8 Faktor Determinan Penyakit Tuberkulosis

1. Host

a. Umur

Sebagian besar masuknya TB pada anak tidak menimbulkan penyakit tetapi

tetap tinggal dalam paru sampai anak menjadi dewasa. Pada negara berkembang

cenderung terjadi pada kelompok umur produktif (15-50 tahun), hal ini disebabkan

43
karena orang pada usia produktif mempunyai mobilitas yang tinggi sehingga untuk

terpapar kuman Tuberkulosis lebih besar (Crofton, 2002).

b. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung terkena

TB Paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki mobilitas

yang tinggi, selain itu adanya kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat

menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena TB Paru (Crofton, 2002).

c. Nutrisi dan Sosial Ekonomi

Keadaan malnutrisi akan mempermudah terjadinya penyakit TB Paru

Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada

orang dewasa maupun anak-anak (Crofton, 2002).

d. Faktor Toksik
Kebiasaan merokok dan minum alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan

tubuh, selain itu obat-obatan kortikosteroid dan imunosupresan juga dapat

menurunkan kekebalan tubuh (Crofton, 2002).

e. Penyakit lain

Pada beberapa negara, infeksi HIV/AIDS Sering ditemukan bersamaan dengan

penyakit Tuberkulosis. Hal ini disebabkan karena rusaknya sistem pertahanan tubuh

(Crofton, 2002).

2. Agent

Tuberkulosis Paru disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis. Untuk

dapat mempengaruhi seseorang menjadi sakit tergantung dari :

1. Jumlah basil sebagai penyebab infeksi yang mencukupi.

44
2. Virulensi yang tinggi dari basil Tuberkulosis.

3. Lingkungan

Lingkungan yang buruk, misalnya pemukiman yang padat dan kumuh, rumah

yang lembab, gelap dan kamar tanpa ventilasi serta Lingkungan kerja yang jelek akan

mempermudah penularan infeksi TB Paru.

2.3.9. Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan penderita,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.

Adapun jenis dan Dosis OAT adalah sebagai berikut:

1. Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat baktearisid, dapat membunuh 90% populasi

kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap

kuman dalam keadaan metabolic akti, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis

harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali

seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

2. Rifampisin (R)

Bersifat baktearisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang

tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk

pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.

3. Pirasinamid (Z)

Bersifat bakteriasid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan

untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.

45
Penderitaberumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur

60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.

4. Etambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB

sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg

BB.

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari bebrapa jenis, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk

kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan

sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang

digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC

akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan

penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung

untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila

pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC

BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pada

tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama (Depkes RI, 2000).

46
2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian maka kerangka konsepsional dapat

digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Penderita TB
Paru Positif :
Pencegahan Penularan
• Umur
TB Paru pada keluarga
• Pekerjaan
• Pendidikan
• Pengetahuan
• Sikap

47
48

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey yang bersifat

deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran Perilaku penderita TB Paru

Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli

Tengah.

3.2.2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September – Oktober Tahun 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi atau subjek dalam penelitian ini adalah semua Penderita TB Positif yang

berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Pandan, dengan jumlah populasi sebanyak 138.

3.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random

sampling). Setiap anggota atau unit populasi memiliki kesempatan untuk

menjadi sampel. Menurut Notoatmodjo (2005) apabila besar populasi lebih dari

10.000 maka ketepatan besarnya sampel tidak begitu penting. Tetapi bila populasi
lebih kecil dari 10.000, ketepatan atau besarnya sampel perlu diperhitungkan. Untuk

populasi lebih kecil dari 10.000 dapat menggunakan formula sebagai berikut :

n = N / 1 + N (d 2)

Keterangan :

N= Besar populasi yaitu 138 orang penderita TB Paru positif.

n= Besar sampel.

d= Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 10 % (0.1)

dimana :

n = 138 / 1 + 138 (0,1)2

= 138 / 1 + 1,38

= 138 / 2,38

= 58.

Jadi besarnya sampel yang didapat adalah sebesar 58 penderita TB Paru positif

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada

Penderita TB Paru Positif dengan menggunakan kuesioner.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Laporan Puskesmas Pandan Tahun 2011

3.5.Definisi Operasional

1. Umur adalah usia responden saat penelitian berdasarkan ulang tahun terakhir.

49
2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang berhasil

ditamatkan responden yang dibedakan atas: tidak tamat SD, SD, SLTP,

SLTA, DIII/Sarjana.

3. Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh responden sebagai

sumber pendapatan utama, yang dibedakan atas bekerja dan tidak bekerja.

4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai pencegahan

penularan TBC.

5. Sikap adalah tanggapan–tanggapan Penderita TB Paru Positif dalam

penelitian ini yaitu bagaimana tanggapan–tanggapan penderita TB Paru dalam

pencegahan penularan Tuberkulosis.

6. Tindakan adalah perbuatan yang dilakukan oleh pasien TB Paru Positif

tentang pencegahan penularan tuberkulosis.

3.6.Instrumen Penelitian

Instrument penelitian yang dipakai adalah kuesioner

3.7. Aspek Pengukuran

3.7.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh Penderita TB Paru

positif tentang pencegahan penularan Tuberkulosis yang diukur melalui kuesioner

dengan 14 pertanyaan dari nomor 1-14 dengan total skor adalah 24. Ada 5 pertanyaan

yaitu nomor 2,4,6,11,14 dengan skor tertinggi 3 sehingga jumlah skor 15. Dan ada 9

pertanyaan yaitu nomor 1,3,5,7,8,9,10,12,13 dengan skor tertinggi 1 sehingga jumlah

skor 9. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden, maka dapat dikategorikan

50
tingkat pengetahuan Penderita TB Paru dalam pencegahan penularan Tuberkulosis

paru, dibagi dalam kategori, yaitu :

1. Pengetahuan baik, apabila jawaban responden benar > 75% dari total nilai (>18).

2. Pengetahuan cukup, apabila jawaban responden benar 45-75% dari total nilai

(11-18).

3. Pengetahuan kurang, apabila jawaban responden benar <45% dari total nilai

(<11).

3.7.2. Sikap

Variabel sikap menggunakan skala Likert dengan mengukur melalui 10

pertanyaan dengan item jawaban sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat

tidak setuju. Adapun ketentuan pemberian bobot nilai pada item jawaban sikap

sebagai berikut (Riduwan, 2007):

• Sangat setuju :5

• Setuju :4

• Netral/ragu-ragu :3

• Tidak setuju :2

• Sangat tidak setuju : 1

Adapun skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah berjumlah 50. Cara

menentukan kategori tingkat sikap responden mengacu pada persentase berikut

(Arikunto, 2007) :

1. Sikap baik, apabila skor jawaban >75% nilai keseluruhan (>38)

2. Sikap cukup, apabila skor jawaban 45-75% nilai keseluruhan (20-37)

51
3. Sikap kurang, apabila skor jawaban <40% nilai keseluruhan (<20).

3.7.3. Tindakan

Variabel tindakan penderita TB Paru positif tentang penanggulangan penularan

Tuberkulosis berupa pertanyaan tertutup dengan 2 pilihan jawaban yaitu :

1. Ya (Negatif/0), apabila responden melakukan penanggulangan penularan TB

Paru

2. Tidak (Positif/1), apabila responden tidak ada melakukan penanggulangan

penularan TB Paru

Adapun skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah berjumlah 9. Cara

menentukan kategori tingkat tindakan responden mengacu pada persentase berikut

(Arikunto, 2007) :

1. Tindakan baik, apabila skor jawaban >75% nilai keseluruhan jawaban (>7)

2. Tindakan cukup, apabila skor jawaban 45-75% nilai keseluruhan (4-7)

3. Tindakan kurang, apabila skor jawaban <45% nilai keseluruhan (<4)

3.8. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

3.8.1.Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Data yang dikumpulkan kemudian diperiksa, bila terdapat kesalahan dalam

pengumpulan data, maka dilakukan perbaikan (editing) dengan cara memeriksa

kembali jawaban yang kurang.

52
b. Coditing

Teknik ini dilakukan dengan memberi tanda atau klasifikasi pada masing-masing

jawaban dengan kode berupa angka.

c. Tabulating

Untuk mempermudah pengolahan data serta pengambilab kesimpulan, data

dimasukan kedalam tabel distribusi frekuensi dan dianalisis dengan system

computerisasi.

3.8.2 Analisa Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer

dan di analisis mengunakan analisis Univariat yaitu data dianalisis secara deskriptif

mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap, tindakan responden. Kemudian disajikan

dalam bentuk distribusi frekuensi dan dinarasikan sehingga dapat diketahui perilaku

penderita TB Paru positif dalam upaya pencegahan penularan tuberculosis pada

keluarga di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli

Tengah.

53
54

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Pandan merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di

Kabupaten Tapanuli Tengah, Jarak ke Kantor Bupati sebagai pusat pemerintahan

Kabupaten Tapanuli Tengah kira-kira 0,25 Km2, Dengan letak geografis antara 01º

33´ LU dan 99º 08´ LS dan ketinggian dari permukaan air laut antara 0-800 meter.

Puskesmas Pandan merupakan salah satu puskesmas dari 21 Puskesmas

Kabupaten Tapanuli Tengah. Dengan batas wilayah, yaitu :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sarudik

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kalangan

• Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tukka

Kecamatan Pandan memiliki 9 Desa dengan luas 36,31 Km2, dapat dilihat pada tabel

4.1 berikut:

Tabel 4.1 Luas Kecamatan Pandan Menurut Desa/Kelurahan Kabupaten


Tapanuli Tengah Tahun 2011
Luas Rasio /Kecamatan
No Desa/Kelurahan (Km2) (%)
1 Hajoran 6,24 17,16
2 Aek Tolang 7,3 20,1
3 Pandan 1,88 5,18
4 Lubuk Tukko 4,63 12,75
5 Sibuluan Indah 2,11 5,81
6 Sibuluan Nauli 2,89 7,96
7 Kalangan 4,66 12,83
8 Sibuluan Raya 1,9 5,23
9 Aek Sitio-tio 4,7 12,94
Jumlah 36,31 100
Profil Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah 2011
Sepuluh penyakit terbesar yang ada di Kecamatan Pandan Kabupaten

Tapanuli Tengah terlihat bahwa Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berada pada

urutan pertama dengan jumlah kunjungan sebanyak 4180. dapat dilihat pada tabel 4.4

Berikut ini :

Tabel 4.4 Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Pandan Kecamatan Pandan


Januari s/d September 2011
Jumlah
No Jenis Penyakit Kode Kunjungan
1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1303 4180
2 Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat 21 1117
3 Penyakit Riketsiasis dan penyakit karena
antropoda lain (malaria) 1097
4 Penyakit tekanan darah tinggi 1706 944
5 Diare 102 922
6 Penyakit infeksi parasit / kecacingan 703 815
7 Penyakit rongga mulut / gigi 15 492
8 Penyakit kulit dan jaringan subkutan 20 452
9 Penyakit mata dan Adneksa 10 446
10 Kecelakaan dan Keracunan 1901 325
JUMLAH 10.790
Profil Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah 2011

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi Umur,

Jenis Kelamin, Jumlah anggota Keluarga, Pendidikan terakhir, Pekerjaan. Distribusi

frekuensi berdasarkan karakteristik responden disajikan dalam tabel 4.5. berikut ini:

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Terhadap Perilaku


Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan
Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten
Tapanuli Tengah Tahun 2012

No. Umur Responden Jumlah %


1. 20-30 Tahun 18 31
2. > 30 Tahun 40 69
Jumlah 58 100

55
Tabel lanjutan 4.5
No Jenis Kelamin Responden Jumlah %
1 Laki-laki 38 65,5
2 Perempuan 20 34,5
Jumlah 58 100
No Jumlah Anggota Keluarga Jumlah %
1 4 Orang 13 22,4
2 5 Orang 21 36,2
3 6 Orang 10 17,2
4 7 Orang 13 22,4
5 8 Orang 1 1,7
Jumlah 58 100
No. Pendidikan Responden Jumlah %
1. Tidak Tamat SD/Tamat SD 6 10,3
2. Tamat SMP 14 24,1
3. Tamat SMA 30 51,7
4. Tamat Akademi/Sarjana 8 13,8
Jumlah 58 100
No Pekerjaan Responden Jumlah %
1 Tidak Bekerja 35 60,3
2 Petani 16 27,6
3 Pegawai Swasta/Wiraswasta 7 12,1
Jumlah 58 100

Berdasarkan tabel 4.5. tentang karakteristik responden diperoleh bahwa

responden terbanyak berusia >30 tahun sebanyak 40 orang (69,0%) paling sedikit

berusia 20-30 tahun sebanyak 20 orang (31,0%). Jenis kelamin responden terbanyak

laki-laki, sebanyak 38 orang (69,0%) paling sedikit perempuan sebanyak 20 orang

(31,0%). Jumlah anggota keluarga paling banyak 5 orang anggota keluarga sebanyak

21 orang (36,2%). Tingkat pendidikan responden terbanyak adalah tamat SMA yaitu

sebanyak 30 orang (51,7%) dan yang paling sedikit yaitu Tamat Akademi/Sarjana

sebanyak 8 orang (13,8%). Sedangkan pekerjaan responden terbanyak adalah sebagai

tidak bekerja yaitu sebanyak 35 orang (60,3%) dan yang paling sedikit adalah sebagai

Pegawai swasta/Wiraswasta yaitu sebanyak 7 orang (12,1%).

56
4.3.Pengetahuan Responden

4.3.1. Pengetahuan Responden Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada responden

maka pengetahuan responden tentang Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada

Keluarga Kecamatan Di Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 dapat dilihat pada

tabel 4.6. berikut ini:

Tabel 4.6. Distribusi Pengetahuan Responden Penderita TB Paru Positif Dalam


Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012
No Pengetahuan Frekuensi Proporsi
1 Penyebab dari TB Paru
• Kuman TB 44 75,9
• Kuman Basil Tahan Basa 4 6,9
• Virus 10 17,2
2 Kuman TB paru dapat berada pada
• Jawaban 2-4 50 86,2
• Jawaban <2 3 5,2
• Tidak tahu 5 8,6
3 Gejala utama pada tuberkulosis
• Batuk terus dan berdahak selama 1 mgg 10 17,2
• Batuk terus dan berdahak selama 2 minggu 8 13,8
• Batuk terus dan berdahak selama 3 minggu 40 69
4 Gejala tambahan dijumpai pada TBC
• Jawaban <2 31 53,4
• Jawaban 2-4 15 25,9
• Jawaban >4 12 20,7
5 Penyakit Tuberkulosis sangat menular
• Ya 42 72,4
• Tidak 16 27,6
6 Cara penularannya
• Jawaban <2 34 58,6
• Jawaban 2-4 24 41,4

57
Lanjutan Tabel 4.6
7 Perilaku membuang dahak di sembarang tempat
• Membuang dahak di tempat umum 52 89,7
• Perilaku batuk dengan menutup mulut 4 6,9
• Menampung dahak dalam wadah/pot 2 3,4
8 Tempat pembuangan dahak terakhir
• Saluran pembuangan kamar mandi 10 17,2
• Mengubur 5 8,6
• Toilet dan disiram dengan air lisol 43 74,1
9 Riwayat terjadinya tuberculosis
• Tahu 43 74,1
• Tidak tahu 15 25,9
10 Riwayat terjadinya tuberkulosis melalui
• Tubuh tidak mempunyai daya kekebalan 30 69,8
• Penyakit kambuh tak ada daya kekebalan 9 20,9
• Perjalanan alamiah TBC tidak diobati 4 9,3
11 Tujuan pengobatan tuberculosis
• Jawaban >4 11 19
• Jawaban 2-4 26 44,8
• Jawaban <2 21 36,2
12 Tahap pengobatan TBC
• 1 tahap 10 17,2
• 2 Tahap 38 65,5
• 3 Tahap 10 17,2
13 Tahapan Pengobatan tuberculosis
• Tahap intensif dan tahap lanjutan 30 78,9
• BenarTahap awal dan lanjutan 8 21,1
14 Penyuluhan TBC
• Jawaban >4 20 34,5
• Jawaban 2-4 20 34,5
• Jawaban <2 18 31

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pengetahuan responden tentang Upaya

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten

Tapanuli Tengah Tahun 2012 berdasarkan pengetahuan tentang penyebab dari TB

Paru yang paling banyak yaitu 44 orang (75,9%) menjawab kuman TB

(Microbacterium tuberculosis).

58
Berdasarkan pengetahuan tentang kuman TB paru dapat berada pada dengan

jawaban lebih dari satu yaitu dahak penderita TB Paru Positif, ludah penderita TB

Paru Positif, Alat makan penderita TB Paru Positif, bekas makanan TB Paru Positif,

bekas minuman TB Paru Positif, kamar penderita TB Paru Positif yang gelap dan

lembab, yang paling banyak yaitu 50 orang (86,2%) dengan menjawab 2-4 pilihan

jawaban.

Berdasarkan pengetahuan tentang gejala utama pada tuberkulosis dengan

jawaban yang benar batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih

yang menjawab paling banyak 40 orang (69,0%) yang menjawab benar.

Berdasarkan pengetahuan tentang gejala tambahan yang sering dijumpai pada

gejala tuberkulosis dengan jawaban lebih dari satu pilihan jawaban yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah dan

nafsu makan menurun, berat badan turun dan rasa kurang enak badan, berkeringat

malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan yang paling

banyak yaitu 31 orang (53,4%) yang menjawab <2 pilihan jawaban dan yang paling

sedikit sebanyak 12 orang (20,7%) yang menjawab >4 pilihan jawaban.

Berdasarkan pengetahuan tentang tentang penyakit tuberkulosis sangat

menular yang paling banyak yaitu 42 orang (72,4%) yang menjawab Ya.

Berdasarkan pengetahuan tentang cara penularan TB Paru dengan pilihan

jawaban benar lebih dari satu yaitu pada waktu batuk atau bersin, peredaran darah,

berbicara terlalu dekat, saluran napas, melalui alat makan, yang paling banyak yaitu

34 orang (58,6%) menjawab <2 pilihan jawaban dan yang paling sedikit sebanyak 24

orang (41,4%) yang menjawab 2-4 pilihan jawaban.

59
Berdasarkan pengetahuan tentang perilaku membuang dahak di sembarang

tempat dengan pilihan jawaban yang benar yaitu membuang dahak sembarangan di

tempat-tempat umum, yang paling banyak yaitu 52 orang (89,7%) menjawab benar.

Berdasarkan pengetahuan tentang tempat pembuangan dahak terakhir dengan

jawaban yang benar adalah toilet dan disiram dengan air lisol yang paling banyak

yaitu 43 orang (74,1%) menjawab benar.

Berdasarkan pengetahuan tentang riwayat terjadinya tuberkulosis yang paling

banyak yaitu 43 orang (74,1%) menjawab.

Berdasarkan pengetahuan tentang riwayat terjadinya tuberkulosis dengan

jawaban yang benar tubuh yang tidak mempunyai daya kekebalan, yang paling

banyak yaitu 30 orang (69,8%) menjawab benar.

Berdasarkan pengetahuan tentang tujuan pengobatan tuberkulosis dengan

jawaban benar lebih dari satu yaitu menyembuhkan penderita, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, menurunkan tingkat penularan, mencegah penularan

terhadap keluarga yang paling banyak yaitu 26 orang (44,8) menjawab 1-4 pilihan

jawaban.

Berdasarkan pengetahuan tentang berapa tahap pengobatan tuberkulosis

dengan jawaban yang benar adalah 2 tahap yang paling banyak yaitu 38 orang

(65,5%) menjawab benar.

Berdasarkan pengetahuan tentang tahap pengobatan tuberkulosis dengan

jawaban yang benar adalah Tahap Intensif dan Tahap Lanjutan yang paling banyak

yaitu 30 orang (78,9%) menjawab benar.

60
Berdasarkan pengetahuan tentang penyuluhan tuberkulosis dengan pilihan

jawaban yang benar lebih dari satu yaitu penyuluhan langsung perorangan,

penyuluhan kelompok, penyuluhan massa, kemitraan dalam penanggulangan TBC,

penyuluhan terhadap organisasi kesehatan yang paling sedikit yaitu 18 orang (31,0%)

menjawab <2.

Penilaian terhadap pengetahuan tentang pencegahan TB Paru dilakukan

berdasarkan perhitungan total skor pengetahuan responden. Tingkat pengetahuan

selanjutnya dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu pengetahuan baik, cukup dan

kurang. Tingkat pengetahuan responden tentang pengetahuan penderita TB Paru

positif dalam upaya pencegahan penularan tuberculosis pada keluarga Di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012, dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut

ini:

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Penderita


TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis
Pada Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2012
No. Tingkat Pengetahuan Jumlah %
1. Baik 36 62,1
2. Cukup 22 37,9
Jumlah 58 100

Berdasarkan tabel 4.7. diperoleh bahwa sebagian besar pengetahuan responden

Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 berada pada kategori baik yaitu 36

orang (62,1%).

61
4.4. Sikap Responden

4.4.1. Sikap Responden Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan

Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner tentang sikap

Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten

Tapanuli Tengah Tahun 2012. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini:

Tabel 4.8. Distribusi Sikap Responden Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya
Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan
Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012
No Sikap Frekuensi Proporsi
1. Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit yang
sangat menular
• Sangat Setuju 6 10,3
• Setuju 14 24,1
• Netral 4 6,9
• Tidak Setuju 27 46,6
• Sangat Tidak Setuju 7 12,1
2. Penderita TB Paru Positif sebaiknya tidak
membuang dahak di sembarang tempat
• Sangat Setuju 9 15,5
• Setuju 6 10,3
• Netral 2 3,4
• Tidak Setuju 30 51,7
• Sangat Tidak Setuju 11 19
3. Setiap orang batuk terus menerus lebih dari 3
minggu sebaiknya melakukan pemeriksaan dahak
• Sangat Setuju 47 81
• Setuju 10 17,2
• Netral - -
• Tidak Setuju 1 1,7
• Sangat Tidak Setuju - -

62
Lanjutan Tabel 4.8
4. Penderita TB Paru Positif tidak menularkan
penyakit TB paru kepada orang lain
• Sangat Setuju - -
• Setuju 1 1,7
• Netral 4 6,9
• Tidak Setuju 19 32,8
• Sangat Tidak Setuju 34 58,6
5. Untuk menghindari risiko penularan, saat batuk
sebaiknya menutup mulut dengan tissue, sapu
tangan
• Sangat Setuju 34 58,6
• Setuju 22 37,9
• Netral - -
• Tidak Setuju 2 3,4
• Sangat Tidak Setuju - -
6. Agar orang lain tidak tertular penyakit TB Paru,
penderita TB Paru sebaiknya berbicara tidak
terlalu dekat
• Sangat Setuju 41 70,7
• Setuju 15 25,9
• Netral - -
• Tidak Setuju 1 1,7
• Sangat Tidak Setuju 1 1,7
7. Penderita TB Paru Positif tidak perlu
mempunyai alat makan tersendiri
• Sangat Setuju 3 5,2
• Setuju 8 13,8
• Netral 2 3,4
• Tidak Setuju 19 32,8
• Sangat Tidak Setuju 26 44,8
8. Pembuangan dahak sebaiknya dalam pot khusus
dan diberi cairan lisol
• Sangat Setuju 41 70,7
• Setuju 15 25,9
• Netral - -
• Tidak Setuju - -
• Sangat Tidak Setuju 2 3,4

63
Lanjutan Tabel 4.8
9. Penderita TB Paru Positif tidak perlu tidur sendiri
diruang khusus hingga pasien sembuh
• Sangat Setuju 4 6,9
• Setuju 2 3,4
• Netral 1 1,7
• Tidak Setuju 16 27,6
• Sangat Tidak Setuju 35 60,3
10. Setuju kalau penderita tuberkulosis dapat
disembuhkan
• Sangat Setuju 37 63,8
• Setuju 16 27,6
• Netral 1 1,7
• Tidak Setuju 1 1,7
• Sangat Tidak Setuju 3 5,2

Dapat dilihat bahwa sikap responden tentang penyakit tuberkulosis

merupakan penyakit yang sangat menular yang paling banyak yaitu 27 orang (46,6%)

menjawab tidak setuju.

Berdasarkan sikap responden tentang pernyataan penderita TB Paru Positif

sebaiknya tidak membuang dahak di sembarang tempat yang paling banyak yaitu 30

orang (51,7%) menjawab tidak setuju.

Sikap responden tentang setiap orang batuk terus menerus lebih dari 3 minggu

sebaiknya melakukan pemeriksaan dahak yang paling banyak yaitu 47 orang (81,0%)

menjawab sangat setuju.

Sikap responden tentang penderita TB Paru Positif tidak menularkan penyakit

TB paru kepada orang lain yang paling banyak yaitu 34 orang (58,6%) menjawab

sangat tidak setuju.

64
Sikap responden tentang cara menghindari risiko penularan, saat batuk

sebaiknya menutup mulut dengan tissue, sapu tangan yang paling banyak yaitu 34

orang (58,6%) menjawab sangat setuju.

Sikap responden tentang agar orang lain tidak tertular penyakit TB Paru,

penderita TB Paru sebaiknya berbicara tidak terlalu dekat yang paling banyak yaitu

41 orang (70,7%) menjawab sangat setuju.

Distribusi sikap responden tentang penderita TB Paru Positif tidak perlu

mempunyai alat makan tersendiri yang paling banyak yaitu 26 orang (44,8%)

menjawab sangat tidak setuju.

Sikap responden tentang pembuangan dahak sebaiknya dalam pot khusus dan

diberi cairan lisol yang paling banyak yaitu 41 orang (70,7%) menjawab sangat

setuju.

Berdasarkan sikap responden tentang penderita TB Paru Positif tidak perlu

tidur sendiri diruang khusus hingga pasien sembuh yang paling banyak yaitu 35 orang

(60,3%) menjawab sangat tidak setuju.

Sikap responden tentang pernyataan apakah setuju kalau penderita TBC dapat

disembuhkan yang paling banyak yaitu 37 orang (63,8%) menjawab sangat setuju.

Berdasarkan perhitungan jumlah skor yang didapat dari pernyataan responden

pada pengukuran sikap maka tingkat sikap responden tentang pencegahan penularan

TB paru selanjutnya dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu sikap baik, cukup dan

Kurang. Tingkat sikap responden tentang upaya pencegahan tuberkulosis pada

keluarga dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini:

65
Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Penderita TB Paru
Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada
Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun
2012
No. Tingkat Sikap Jumlah %
1. Baik 54 93,1
2. Cukup 4 6,9
Jumlah 58 100

Berdasarkan tabel 4.9. diperoleh bahwa sebagian besar sikap responden Dalam

Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 berada pada kategori baik yaitu 54 orang

(93,1%).

4.5. Tindakan Responden

4.5.1. Tindakan Responden Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada

responden maka tindakan responden tentang Upaya Pencegahan Penularan

Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah

Tahun 2012, dapat dilihat tabel 4.10. berikut ini:

Tabel 4.10. Distribusi Tindakan Responden Penderita TB Paru Positif Dalam


Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di
Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

No Tindakan Responden Frekuensi Proporsi


1 Menutup mulut ketika batuk
- Ya 29 50
- Tidak 29 50

66
Tabel lanjutan 4.10
2. Jenis penutup mulut yang digunakan
- Tissue atau Sapu Tangan 13 44,8
- Telapak Tangan 16 55,2
3 Tempat tenutup mulut dibuang
- Tissue di buang sembarang tempat 9 69,2
- Sapu Tangan dicuci dan direndam dengan 4 30,8
larutan deterjen
4 Alasan menggunakan penutup mulut
- Mencegah penyebaran kuman penyakit 7 24,1
- Terbiasa bila batuk menutup mulut 22 75,9
5 Membuang dahak di wadah khusus
- Ya 6 10,3
- Tidak 52 89,7
6 Wadah yang saudara gunakan
- Pot bertutup dengan larutan lisol 1 16,7
- Pot biasa 5 83,3
7 Alat makan terpisah dgn anggota keluarga lain
- Ya 1 1,7
- Tidak 57 98,3
8 Tidur terpisah dengan anggota keluarga lain
- Ya 2 3,4
- Tidak. 56 96,6
9 Menjemur kasur pada terik matahari
- Ya - -
- Tidak 58 100

Berdasarkan Tabel 4.10. dapat dilihat tindakan responden Dalam Upaya

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten

Tapanuli Tengah Tahun 2012. tindakan responden menutup mulut ketika batuk

dengan jawaban yang benar adalah Ya yang menjawab yaitu sebanyak 29 orang

(50%) menjawab benar.

Tindakan responden ketika menutup mulut, jenis penutup mulut yang

digunakan sebaiknya tissu atau sapu tangan, yaitu sebanyak 13 orang (44,8%)

menjawab dengan benar.

67
Tindakan responden apabila menggunakan penutup mulut ketika batuk maka

hal yang harus dilakukan yaitu sapu tangan dicuci dan direndam dengan larutan

deterjen yaitu sebanyak 4 orang (30,8%) menjawab benar.

Tindakan responden tentang alasan menutup mulut ketika batuk yang

menjawab yaitu sebanyak 7 orang (24,1%) menjawab benar yaitu untuk mencegah

penyebaran kuman penyakit.

Tindakan responden tentang membuang dahak di wadah khusus yang

menjawab Ya yaitu sebanyak 6 orang (10,3%) dengan jawaban benar.

Tindakan responden tentang membuang dahak dalam wadah khusus, yaitu 1

orang (16,7%) pot bertutup dengan larutan lisol yang menjawab benar.

Tindakan responden tentang alat makan terpisah dengan anggota keluarga

lainya yang menjawab Ya yaitu hanya 1 orang (1,7%) yang menjawab benar.

Tindakan responden tentang tidur terpisah dengan anggota keluarga lainya yang

yang menjawab Ya yaitu hanya 2 orang (3,4%) yang menjawab ya.

Tindakan responden tentang pertanyaan apakah saudara menjemur kasur pada

terik matahari setiap harinya yaitu seluruh responden yaitu sebanyak 58 orang (100%)

menjawab tidak menjemur kasur pada terik matahari setiap harinya.

Berdasarkan perhitungan jumlah skor yang didapat dari responden pada

pengukuran tindakan upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga

tingkat tindakan selanjutnya dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu tindakan baik,

cukup dan kurang. Tingkat tindakan responden dalam upaya pencegahan penularan

Tuberkulosis pada keluarga dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut ini:

68
Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Tindakan Penderita TB
Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada
Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun
2012

No. Tindakan Responden Jumlah %


1. Cukup 2 3,4
2. Kurang 56 96,6
Jumlah 58 100

Berdasarkan tabel 4.11. diperoleh bahwa sebagian besar tindakan responden

Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 berada pada kategori kurang yaitu 56 orang

(96,6%).

4.6. Tabulasi Silang

4.6.1. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dan Tindakan Penderita TB Paru

Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga

Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

Hasil tabulasi Silang Antara Pengetahuan dan Tindakan Penderita TB Paru

Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut

ini:

Tabel 4.12. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan dan Tindakan Penderita TB


Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis
Pada Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2012.

No Pengetahuan Tindakan Pencegahan Penderita TB Paru Positif


Cukup % Kurang % Jumlah %
1. Baik 2 5,6 34 94,4 36 100
2. Cukup 0 0 22 100 22 100

69
Berdasarkan tabel 4.12. diketahui bahwa dari 36 responden yang memiliki

pengetahuan baik sebanyak 2 orang (5,6%) yang memiliki tindakan cukup. Dari 22

responden dengan pengetahuan cukup tidak ada (0,0%) yang memiliki Tindakan

cukup.

4.6.2. Tabulasi Silang Antara Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru Positif

Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di

Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

Hasil tabulasi silang antara sikap dan tindakan penderita TB Paru Positif

Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.dapat dilihat pada table 4.13 berikut

ini:

Tabel 4.13. Tabulasi Silang Antara Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru
Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada
Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2012.

No. Sikap Tindakan Pencegahan Penderita TB Paru Positif


Cukup % Buruk % Jumlah %
1. Baik 2 3,7 52 96,3 54 100
2. Cukup 0 0 4 100 4 100

Berdasarkan tabel 4.13. diketahui bahwa dari 54 responden yang memiliki

sikap baik sebanyak 2 orang (3,7%) yang memiliki tindakan cukup. Dari 4 responden

dengan sikap cukup tidak ada (0,0%) yang memiliki tindakan cukup.

70
71

BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden

5.1.1. Gambaran Karakteristik Umur Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

Berdasarkan tabel 4.5. tentang karakteristik responden diperoleh bahwa

responden terbanyak berusia >30 tahun sebanyak 40 orang. Menurut Notoatmodjo

(2003), makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya

bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan

mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun.

Penelitian Heryanto, (2001) di Kabupaten Bandung menemukan Karakteristik

kasus kematian penderita TB paru hampir tersebar pada semua kelompok umur,

paling banyak pada kelompok usia 20-49 tahun (58,3%) yang merupakan usia

produktif dan usia angkatan kerja. Proporsi menurut jenis kelamin, laki-laki (54,5%)

dan perempuan (45,5%). Sebagian besar tidak bekerja (34,9%) dan berpendidikan

rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD) sebesar 62,9% .

Sedangkan hasil penelitian Hiswani (2010), penyakit TB-Paru paling sering

ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15-50) tahun. Dewasa ini dengan

terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih

tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun,

sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.


Menurut Sarwono (2004) masa dewasa digolongkan pada umur dimulai dari

21 tahun dimana secara harfiah, dewasa berarti tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran

sempurna. Masa dewasa adalah masa dimana seseorang mampu menyelesaikan

pertumbuhan dan menerima kedudukan yang sama dalam masyarakat atau orang

dewasa lainnya. Dari penelitian diatas menemukan seluruh responden berada pada

usia dewasa yaitu di atas umur 21 tahun, dengan demikian gambaran dari penelitian

diatas karateristik umur responden sesuai, bahwa responden paling banyak diatas

umur 30 tahun yang menderita TB Paru Positif. Dari uraian ini maka dapat kita

simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada

pertambahan pengetahuan yang diperolehnya.

5.1.2. Gambaran Karakteristik Jenis Kelamin Penderita TB Paru Positif Dalam

Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di

Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

Jenis kelamin responden terbanyak adalah laki-laki. Hasil penelitian Hiswani

(2010), Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki

dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada

sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa

pada kaum laki-laki lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru.

Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan

minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih

mudah terpapar dengan agent penyebab TB Paru.

72
Di Eropa dan Amerika Utara insiden tertinggi TB Paru biasanya mengenai

usia dewasa muda. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia tetapi angka

pada wanita cenderung menurun tajam sesudah melampaui usia subur. Wanita sering

mendapat TB Paru sesudah bersalin. Sementara di Afrika dan India tampaknya

menunjukkan pola yang sedikit berbeda. Pada wanita prevalensi maksimum pada usia

40-50 tahun dan kemudian berkurang. Pada pria prevalensi terus meningkat sampai

sekurang-kurangnya mencapai 60 tahun (Putra, 2011).

Penelitian Heryanto, (2001) di Kabupaten Bandung menemukan Karakteristik

kasus kematian penderita TB paru yaitu Proporsi menurut jenis kelamin, laki-laki

(54,5%) dan perempuan (45,5%).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chandra di RSUP Manado menemukan

bahwa pada laki-laki mendapatkan TB Paru Pada kasus kontak 0,36 kali pada

perempuan. Menurut Ismen MD (2000) dalam Chandra, dkk (2004) bahwa penelitian

di negara maju didapatkan laki-laki memiliki resiko tertular akibat kontak lebih besar

dari pada perempuan. Sebaliknya di negara berkembang diperkirakan sama, bahkan

perempuan sedikit lebih banyak karena berbagai alasan sosial budaya. Peran

perempuan di sini cukup penting, karena selain merawat penderita TB Paru di rumah,

suka melakukan aktivitas rumah tangga untuk anak, suami dan anggota keluarga lain

sehingga penularan dapat dengan mudah dan cepat menular ke anggota keluarga lain

(Chandra, 2004).

Dari penelitian diatas dapat disimpulkan laki-laki lebih banyak mendapatkan

TB Paru. Ini sesuai dengan hasil penelitian yang menemukan bahwa gambaran jenis

kelamin laki-laki lebih besar mendapatkan TB Paru positif dibandingkan dengan

73
perempuan. Pada pria prevalensi TB Paru cukup tinggi akibat dari konsumsi rokok

yang cukup tinggi.

5.1.3. Gambaran Karakteristik Pendidikan Penderita TB Paru Positif Dalam

Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di

Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Makin

tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pula kesadarannya tentang hak yang

dimilikinya, kondisi ini akan meningkatkan tuntutan terhadap hak untuk memperoleh

informasi, hak untuk menolak/menerima pengobatan yang ditawarkan (Notoatmodjo,

2007). Menurut Kuntjoroningrat (1997) Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

makin mudah seseorang tersebut menerima informasi sehingga makin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Jadi

dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Tingkat pendidikan responden terbanyak adalah tamat SMA, Pendidikan

dapat mempengaruhi daya intelektual seseorang dalam memutuskan suatu hal.

Pendidikan responden yang kurang menyebabkan daya intelektualnya juga masih

terbatas sehingga perilakunya sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya ataupun

perilaku kerabat lainnya atau orang yang mereka tuakan. Pendidikan seseorang

dikategorikan kurang bilamana ia hanya memperoleh ijazah hingga SMP atau

pendidikan setara lainnya kebawah, dimana pendidikan ini hanya mencukupi

74
pendidikan dasar 9 tahun. Sementara pendidikan baru diajarkan secara lebih

mendetail di jenjang pendidikan SMA ke atas (Depdiknas, 2007).

Menurut pendapat Azwar (2009) bahwa pemanfaatan seseorang terhadap

sarana pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosial budaya.

Bila tingkat pendidikan dan sosial budaya baik, maka secara relatif pemanfaatan

pelayanan kesehatan akan tinggi. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Lukito (2003),

dimana pemanfaatan masyarakat terhadap berbagai fasilitas pelayanan kesehatan

sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka

akan semakin mudah seseorang untuk memahami sebuah perubahan dan manfaat

sebuah perubahan, khususnya bidang kesehatan.

Pendidikan formal merupakan pendidikan terencana, terorganisir dan

dilaksanakan di dalam kelas. Melalui proses ini sesorang belajar memperoleh

pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai yang

menghantarkan orang yang belajar tersebut kearah kedewasaan dalam bertindak.

Dapat diartikan bahwa pendidikan formal merupakan sarana yang dapat mengubah

pola pikir, sikap dan tindakan seseorang kearah kualitas pribadi yang lebih baik,

dengan tingkat pendidikan formal yang semakin tinggi akan membantu seseorang

untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman serta nilai-nilai yang akan

membantu seserang berpikir rasional (Notoatmodjo, 2003).

Penelitian Heryanto, (2001) di Kabupaten Bandung menemukan Karakteristik

kasus penderita TB paru hampir semua dengan berpendidikan rendah (tidak sekolah,

tidak tamat SD, dan tamat SD) sebesar 62,9% .

75
Dari gambaran karateristik tingkat pendidikan dalam penelitian diatas bahwa

yang mendapatkan TB Paru lebih banyak pada tingkat pendidikan SMA. Jadi dapat

diasumsikan ini sesuai dengan penelitian diatas bahwa tingkat pendidikan sangat

mempengaruhi intelektual untuk merubah pola pikir penderita TB Paru yang

berdampak pada kedewasaan dan kesadaran untuk mengutamakan dalam bertindak

pentingnya sehat bagi dirinya dan keluarga.

5.1.4. Gambaran Karakteristik Pekerjaan Penderita TB Paru Positif Dalam

Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di

Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

Pekerjaan responden terbanyak adalah tidak bekerja. Pekerjaan merupakan

suatu kegiatan aktifitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi

kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerjaan berpengaruh terhadap kemampuan

membayar (ability to pay) khususnya terhadap belanja kesehatan. Pekerjaan berkaitan

juga degan sumber pembiayaan pada saat sakit. Responden yang bekerja mempunyai

kematangan secara finansial dibandingkan yang tidak bekerja, maka akses untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan lebih mudah (Notoatmodjo, 2007).

Penelitian Heryanto, (2001) di Kabupaten Bandung menemukan Karakteristik

kasus kematian penderita TB paru hampir tersebar pada semua kelompok umur,

paling banyak pada kelompok usia 20-49 tahun (58,3%) yang merupakan usia

produktif dan usia angkatan kerja. Proporsi menurut jenis kelamin, laki-laki (54,5%)

dan perempuan (45,5%). Sebagian besar tidak bekerja (34,9%) dan berpendidikan

rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD) sebesar 62,9% .

76
Dalam hasil penelitian diatas menunjukkan kesesuaian bahwa penderita tidak

bekerja lebih banyak mendapatkan TB Paru.

5.2. Pengetahuan Responden

5.2.1. Gambaran Pengetahuan Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka

perubahan pola pikir dan perilaku suatu kelompok dan masyarakat. Menurut

Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Jika

menghendaki suatu perilaku yang melembaga atau lestari maka diperlakukan adanya

pengetahuan dan keyakinan/attitude yang positif tentang apa yang akan dikerjakan.

Seseorang yang memperoleh rangsangan dari luar akan timbul proses pengenalan

sesuatu. Hal ini akan membangkitkan faktor kognitif (pengetahuan) dari orang

tersebut. Pada penelitian ini ternyata di dapatkan bahwa sebagian besar responden

berpengetahuan baik dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada

Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang pencegahan

penularan TB Paru adalah pengetahuan mengenai Penyebab dari TB Paru, Gejala

utama pada tuberkulosis, cara penularan TB paru, tujuan pengobatan TB Paru,

penyuluhan tentang TB Paru. Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebagian besar

pengetahuan responden Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada

77
Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 berada

pada kategori baik .

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tahapan,

yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, penilaian kembali (Notoatmodjo,

2003). Menurut Gunarso (2000), Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang

terutama menyerang parenkim paru dan dapat juga ditularkan ke bagian tubuh

lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer & Bare,

2002).

Menurut Fatmawati (2004) pengetahuan dapat diartikan sebagai kumpulan

informasi yang dapat difahami dan diperoleh dari proses belajar selama hidup dan

dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat untuk penyesuaian diri. Pengetahuan

merupakan pengenalan terhadap kenyataan, kebenaran, prinsip dan kaidah suatu

objek dan merupakan hasil stimulasi informasi untuk terjadinya perubahan perilaku.

Seandainya penderita TB paru sudah mengetahui dan mengerti bagaimana cara

mencegah penularan TB paru agar tidak menularkan kepada orang lain maka akan

timbul pemikiran yang positif. Pemikiran ini akan menghasilkan sikap positif yaitu

setuju dalam hal tersebut dan selanjutnya penderita TB paru berniat untuk

memeriksakan melakukan upaya pencegahan penularan TB paru kepada orang lain.

Manusia dalam menjalani kehidupannya, sesuai dengan tingkat kemampuan

dalam memenuhi rasa ingin tahunya, dapat memiliki berbagai jenis pengetahuan dan

kebenaran. Pengetahuan yang banyak penting kita miliki, karena merupakan bahan

dan sumber bagi tersusunnya ilmu pengetahuan (Sadulloh, 2007). Pengetahuan atau

78
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (over behavior).

Meningkatnya pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi,

kebiasaan dan membentuk kepercayaan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku seseorang yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap

positif akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan

dan kesadaran (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan atau perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan

merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam perubahanpola pikir dan perilaku

sekelompok masyarakat (Amiruddin; Jakir, 2009). Diharapkan dengan pengetahuan

yang didapat tentang upaya pencegahan penularan TB paru akan berdampak pada

pemahaman dari orang akan pentingnya menjaga diri agar tidak menularkan TB paru

kepada orang lain (Wiludjeng, 2005).

Kemudian Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pengetahuan dan tindakan

Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada

Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 diketahui

bahwa dari 36 responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 2 orang (5,6%)

yang memiliki tindakan cukup. Dari 22 responden dengan pengetahuan cukup tidak

ada (0,0%) yang memiliki Tindakan cukup. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh

Toni Lumban Tobing tentang Pengaruh Prilaku Penderita TB Paru dan Kondisi

Sanitasi terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada Keluarga di

79
Kabupaten Tapanuli Utara, dari hasil penelitian tersebut ditemukan faktor perilaku

memiliki hubungan yang signifikan terhadap penyakit TB. Dapat dilihat dari factor

pengetahuan Ods Ratio sebesar 2,5 artinya yaitu pengetahuan yang rendah

mempunyai resiko tertular TB Paru sebesar 2,5 kali lebih banyak dari orang yang

berpengetahuan tinggi (Lumban Tobing, 2008).

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang

bersangkutan (Notoatmodjo,2003). Oleh karena itu dalam hal pengobatan dan

pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis paru (TBC paru) yang dilakukan oleh

keluarga sangatlah berperan supaya tidak terjadi penularan dalam anggota keluarga

lainnya. Akan tetapi penyakit Tuberkulosis paru (TBC paru) dapat dicegah dengan

berbagai cara yaitu dengan hidup sehat (makan makanan bergizi, istirahat cukup, olah

raga teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius dan hindari stres), bila batuk mulut

ditutup, jangan meludah di sembarang tempat serta menerapkan strategi DOTS

(Directly Observed Treatment, Shortcourse) (PPTI, 2004).

Jika keluarga tidak memiliki pengetahuan tentang pencegahan penularan

Tuberkulosis paru dengan baik, maka sulit bagi keluarga untuk menentukan sikap

serta mewujudkannya dalam suatu perbuatan (Ancok, 1999).

Pendapat ini dapat peneliti simpulkan bahwa pengetahuan tentang sesuatu

menyebabkan seseorang mempunyai sifat positif yang akan mempengaruhi niat untuk

melakukan suatu kegiatan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dibanding dengan perilaku tanpa didasari pengetahuan yang baik.

Keterkaitan antara pengetahuan dan sikap atau perbuatan seseorang sangat

berpengaruh dalam upaya pencegahan TB Paru pada keluarga.

80
5.3. Sikap Responden

5.3.1. Gambaran Sikap Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan

Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

Berdasarkan tabel 4.9. diperoleh bahwa sebagian besar sikap responden

Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 berada pada kategori baik. Secara teori,

sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi

untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah

respons terhadap situasi sosial yang telah terkendali (Azwar, 2009).

Menurut Sarwono (2004) faktor penentu sikap seseorang salah satunya adalah

faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu tersebut dapat

menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif atau negatif

informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar hubungan sosial

dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut bersikap dan bertindak

sesuai dengan informasi yang diterimanya.

Berdasarkan tabulasi silang antara sikap dan tindakan penderita TB Paru

Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan

Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 diketahui bahwa dari 54 responden

yang memiliki sikap baik sebanyak 2 orang (3,7%) yang memiliki tindakan cukup.

Dari 4 responden dengan sikap cukup tidak ada (0,0%) yang memiliki tindakan

cukup. Menurut Notoatmodjo (2002) Sikap merupakan reaksi interval seseorang

dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain

81
yang dianggap penting, agama serta faktor emosi dalam diri individu yang memegang

peranan penting untuk terbentuknya sikap.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Zalmi,(2008) didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap

responden dengan kejadian TB Paru dimana Odds Ratio sebesar 0,129 artinya pada

responden dengan perilaku sikap kurang baik beresiko terkena TB Paru sebesar 0,129

kali bila dibandingkan dengan responden dengan perilaku sikap baik.

Kemudian Putra (2011) dalam penelitiannya tentang Hubungan Perilaku dan

Kondisi Sanitasi Rumah Dengan Kejadian TB Paru di Kota Solok Tahun 2011

menunjukkan hasil penelitian sikap tentang pencegahan terdapat total sikap

responden yang positif adalah 63,6% dan yang negatif yaitu 36,4%, dalam sikap

negatif yang paling banyak terdapat pada kasus yaitu 54,5% sedangkan pada kontrol

hanya 18,2%. Hasil uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,028), maka terdapat

hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian TB Paru di Kota Solok. Odds

ratio 5,4 (1,372-21,26) yang berarti responden yang memiliki sikap tentang

pencegahan TB Paru yang rendah beresiko 5,4 kali tertular TB Paru dibandingkan

responden yang mempuyai sikap yang positif.

Pada penelitian Machita Hanum dalam Putra (2011) tentang analisis

hubungan perilaku masyarakat dengan lingkungan fisik terhadap penularan penyakit

TB Paru di Jombang, penelitian ini menggunakan disain cross sectional dari hasil

penelitiannya didapatkan p = 0,035 berarti terdapat hubungan yang bermakna antara

sikap dengan kejadian TB Paru.

82
Dari penelitian diatas terdapat kesamaan yaitu sama-sama bermakna antara

hubungan sikap tentang pencegahan dengan kejadian TB Paru. Ini membuktikan

bahwa sikap yang kurang baik merupakan faktor resiko untuk terjadinya penularan

TB Paru. Sikap merupakan suatu perilaku yang dimiliki seseorang sebelum

mengambil tindakan. Jika sikap masyarakat sudah baik maka masyarakat akan mudah

untuk melakukan suatu perbuatan yang baik, tapi jika sikap ini masih kurang maka

memiliki dampak yang buruk bagi derajat kesehatan masyarakat. Untuk merubah

sikap pengetahuan harus ditingkatkan dan pemerintah harus memberikan contoh yang

baik kepada masyarakat agar perilaku hidup sehat dapat terlaksana (Azwar, 2009).

Menurut Azwar (2009), sikap terbentuk dari adanya informasi secara formal

maupun informal yang diperoleh setiap individu. Berarti sikap sejalan dengan

pengetahuan, yaitu jika seseorang berpengetahuan baik maka sikap juga akan baik.

Sikap merupakan tanggapan atau reaksi seseorang terhadap obyek tertentu yang

bersifat positif atau negatif yang biasanya diwujudkan dalam bentuk rasa suka atau

tidak suka, setuju atau tidak setuju

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap seseorang dapat berubah dengan

diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu melalui persuasif serta

tekanan dari kelompok sosialnya. Dari pertanyaan yang diberikan kepada responden

mempunyai sikap baik terhadap upaya pencegahan TB Paru. Jika dilihat dari tingkat

pengetahuan penderita yang baik tentang upaya pencegahan tuberkulosis justru

melakukan tindakan pencegahan tuberkulosis tersebut. Maka dapat disimpulkan

bahwa pengetahuan penderita TB Paru Positif yang baik mencerminkan sikap yang

baik pula tentang upaya pencegahan tuberkulosis.

83
Sikap adalah salah satu diantara kata yang paling samar namun paling sering

digunakan dalam kamus ilmu perilaku. Sikap merupakan perasaan yang lebih mantap,

ditujukan terhadap sesuatu obyek yang melekat ke dalam struktur sikap yaitu evaluasi

dalam dimensi baik dan buruk (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Fatmawati (2004) yang menjelaskan bahwa sikap itu mempunya 3

komponen pokok yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh,

dimana dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan

emosi memegang peranan penting, ternyata dalam penentuan sikap responden positif

terhadap upaya pencegahan penularan tuberkulosis disebabkan faktor dari dalam

maupun dari luar. Faktor yang mempengaruhi responden ini misalnya pekerjaan

responden, pendidikan, kepercayaan atau jarak tempat pelayanan kesehatan yang jauh

dari tempat tinggal.

Menurut Newcomb (ahli psikologi sosial) menyatakan bahwa sikap itu

merupakan kesediaan/ kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksaanan

motif tertentu (Fatmawati, 2004). Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku, apabila hal ini

dikaitkan dengan sikap responden, ternyata responden mempunyai sikap yang baik

(positif) yaitu sebanyak 54 orang (93,1%). Dan kaitannya dengan tindakan dalam

upaya pencegahan penularan tuberculosis ternyata sikap tidak memiliki kaitan dengan

84
tindakan dalam upaya pencegahan penularan tuberkulosis, hal ini menunjukkan

bahwa sikap yang positif tidak menjamin responden memiliki tindakan yang positif

pula karena sikap responden hanya pada batas kesediaan dan tidak sampai pada

pelaksanaan. Apabila dihubungkan dengan pendapat Notoatmodjo (2007)

menyatakan bahwa sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan dan ini

membuktikan bahwa agar terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata

diperlukan faktor pendukung.

Hubungan perilaku dengan sikap, keyakinan dan nilai tidak sepenuhnya

dimengerti, namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak. Analisis akan

memperlihatkan misalnya bahwa sikap, sampai tingkat tertentu merupakan penentu,

komponen dan akibat dari perilaku. Hal ini merupakan alasan yang cukup untuk

memberikan perhatian terhadap sikap, keyakinan dan nilai sebagai faktor predisposisi

(Ahmadi, 2003).

5.4. Tindakan Responden

5.4.1 Tindakan Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan


Tuberkulosis Pada Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli
Tengah Tahun 2012
Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya

kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita, pesebaran kuman tersebut diudara

melalui dahak berupa droplet. Penderita TB Paru Positif yang mengandung banyak

sekali kuman dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya

(penderita BTA positif) adalah sangat menular. Penderita TB Paru BTA positif

mengeluarkan kuman-kuman keudara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada

85
waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan

menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis. Dan dapat bertahan diudara

selama beberapa jam. Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang

lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya,

maka kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi dari satu

orang keorang lain (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan tabel 4.11. diperoleh bahwa sebagian besar tindakan responden

Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga Kecamatan Pandan

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 berada pada kategori kurang yaitu 56 orang

(96,6%). Menurut Depkes RI (2010) Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh

penderita, masyarakat dan petugas kesehatan. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan

menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.

Perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup

berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian. Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor

yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2, yakni faktor intern

dan ekstern. Hasil penelitian didapatkan paling banyak responden memiliki perilaku

yang baik dan cukup dalam pencegahan penularan Tuberkulosis. Hal ini disebabkan

karena pandangan atau persepsi keluarga terhadap penyakit Tuberkulosis paru

dianggap sangatlah penting untuk segera disembuhkan dan dicegah penularannya dari

pada penyakit infeksi lainnya yang dimana dalam satu keluarga terdapat penderita TB

Paru Positif sehingga muncullah motivasi keluarga dalam berperilaku mencegah

penularan Tuberkulosis pada anggota keluarga lainnya.

86
Program pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya mencegah penyakit

Tuberkulosis paru (TBC paru) dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment,

Shortcourse). Selain itu peran keluarga dalam mencegah penularan penyakit

Tuberkulosis paru (TBC paru) juga sangat diperlukan. Keluarga melakukan upaya

pencegahan dengan cara menerapkan pola hidup sehat (makan makanan bergizi,

istirahat cukup, olah raga teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius dan hindari stres),

bila batuk mulut ditutup, jangan meludah di sembarang tempat (PPTI, 2004). Jika

penderita tidak memiliki pengetahuan tentang pencegahan penularan Tuberkulosis

paru (TBC paru) dengan baik, maka sulit bagi penderita untuk menentukan sikap

serta mewujudkannya dalam suatu perbuatan (Ancok, 1999).

Menurut Notoatmodjo (2003) perubahan merupakan suatu proses yang

kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan atau

seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3

tahap yaitu pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan. Pengetahuan penderita TB

Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan

berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat

menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hanum dalam Putra (2011), tentang

analisis hubungan perilaku masyarakat dengan lingkungan fisik terhadap penularan

penyakit TB Paru di Jombang, penelitian ini menggunakan disain cross sectional dari

hasil penelitiannya didapatkan p = 0,000 berarti terdapat hubungan yang bermakna

antara tindakan dengan kejadian TB Paru.

87
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku manusia dari tingkat

kesehatan. Menurut Green (1980) prilaku dapat dipengaruhi oleh 3 faktor utama,

yaitu: (1) faktor predisposisi (Predisposing faktor), faktor ini mencakup lingkungan,

pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terhadap kesehatan, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi dan status pekerjaan (2) faktor pemungkin (enambling factor),

faktor ini mencakup keterjangkauan fasilitas kesehatan bagi masyarakat dan faktor

jarak (3) faktor penguat (reinforcing factor), faktor ini meliputi dukungan tokoh

masyarakat, petugas petugas kesehatan dan peran kader (Notoatmodjo, 2007).

Tindakan merupakan tahap akhir dari perilaku, sehingga tindakan yang baik

atau yang kurang yang dilakukan oleh responden adalah pengaruh dari tingkat

pengetahuan dan sikap responden. Tindakan yang kurang merupakan faktor resiko

untuk penyakit TB Paru, seperti tidak memeriksakan dahak walaupun sudah batuk

lebih dari 3 minggu atau makan obat tidak teratur hal ini dapat memperparah

penyakit. Ketika batuk tidak menutup mulut dengan tissue/sapu tangan, Membuang

dahak disembarang tempat-tempat umum atau tidak dalam wadah khusus dengan

larutan lisol, alat makan dan tidur tidak terpisah dari keluarga lainya dan tidak

menjemur kasur penderita TB Paru Positif pada terik matahari ini menjadi sumber

penularan. Untuk menjadikan tindakan yang baik masyarakat haruslah lebih sering

dipaparkan dengan bagaimana, apa dan dampak dari penyakit TB Paru tersebut serta

ada stimulan atau rangsangan yang baik dalam upaya pencegahan penularan

Tuberkulosis dari seluruh instansi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan

memberdayakan masyarakat.

88
Sejalan dengan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa dari tingkat

pengetahuan yang baik dan tingkat sikap yang baik tidak selamanya akan

menciptakan tindakan yang baik, malah sebaliknya tindakan dari Penderita TB Paru

Positif dalam pencegahan Tuberkulosis pada keluarga di Kecamatan Pandan Tapanuli

Tengah tahun 2012 pada tingkat kurang.

89
90

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian terhadap 58 responden yang menjadi sampel penelitian dari

jumlah keseluruhan 138 orang Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis

Pada Keluarga Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012,

diperoleh bahwa:

1. Karakteristik responden diperoleh bahwa responden yang menderita TB Paru

positif yang berusia >30 tahun yaitu sebanyak 40 orang (69,0%). Responden

yang menderita TB Paru positif pada Jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38

orang (69,0%). Responden yang menderita TB Paru Positif tingkat pendidikan

tamat SMA yaitu sebanyak 30 orang (51,7%). Sedangkan pekerjaan responden

yang menderita TB Paru Positif yang tidak bekerja yaitu sebanyak 35 orang

(60,3%).

2. Pengetahuan responden dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada

Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 berada

pada kategori baik yaitu sebanyak 36 orang (62,1%).

3. Sikap responden Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada

Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 berada

pada kategori baik yaitu sebanyak 54 orang (93,1%)

4. Tindakan responden Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada

Keluarga Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 berada

pada kategori kurang yaitu sebanyak 56 orang (96,6%).


6.2 Saran

Untuk meningkatkan tindakan pencegahan potensi penularan TB Paru pada

keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ada

beberapa hal yang disarankan yaitu :

1. Lebih menerapkan upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada

keluarga melalui tindakan menutup mulut ketika batuk, tidak membuang

dahak sembarang tempat, alat makan dan tempat tidur terpisah dari anggota

keluarga lainya dan menjemur kasur pada terik matahari.

2. Menambah wawasan yang lebih baik dalam mempersiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisa, dan menginformasikan data serta

meningkatkan ilmu dan pengetahuan dalam bidang kesehatan masyarakat.

3. Masukan bagi pihak institusi terkait (Pimpinan Puskesmas Pandan dan

Dinas kesehatan Tapanuli Tengah), dapat memberikan pelayanan kesehatan

yang efektif dan efisien dengan promosi kesehatan dan informasi yang

berkelanjutan terhadap pencegahan potensi penularan TB Paru Positif.

91
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. 2003. Tentang Sikap yang Tercermin dari Perilaku. Rineka Cipta,
Jakarta.
Amiruddin Jakir. 2009. Pengetahuan dipengaruhi oleh sikap
http://www.pdpersi.co.id. 2010, diakses 26 Oktober 2012
Ancok, Djamaluddin. 1999. Pencegahan dan Penularan TBC Paru pada
Keluarga.http://library.usu.ac.id/index.php.component/journals/index.h
p?option-com_journal_review&id=6173&task=view. Diakses tanggal 4
Maret 20012
Arikunto, Suharsimi 2007. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta
Azwar, S. 2009. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan
Masyarakat. EGC, Jakarta
Chandra W, Maria CH Winarti, H Mewengkang. 2004. Kasus Kontak Tuberkulosis
paru di klinik paru Rumah Sakit Umum Pusat Manado, Majalah
Kedokteran Indonesia, Maret 2004
Crofton SJ, 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi 2. MacMillan Education Ltd. London
Depkes RI. 2000. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta
Depkes RI, 2007. Pedoman penanggulangan Tuberkulosis edisi 2 tahun 2007.
Jakarta
Depkes RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta
Depkes RI. 2008. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Sumut
Depkes RI. 2010. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah, Pandan
Fatmawati, 2004. Ilmu Perilaku, CV Infomedika, Jakarta

Garungan WA, 2004 . Psikologi Sosial, PT Rafika Aditama, Bandung


Heryanto, 2001. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keluarga dengan
Pencegahan Penularan TBC Paru di Ruangan Penyakit Dalam RSU Dr.
Sam Ratulangi Tondano. Diakses pada tanggal 2 November 2012
Himawan, RH. 2009 . Perilaku Kesehatan Penderita TB Paru, Skripsi fakultas

Ilmu Sosial Ilmu Politik Program Studi Sosiologi Universitas Indonesia.


Jakarta.http://staff.ui.ac.id/internal/0107050183/material/PATO_DIAG_KLAS.pdf .
Diakses pada tanggal 25 Mei 2012
Hiswani. 2010. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi
Masalah Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Medan. Diakses pada tanggal 2 November 2012
International Standards for Tuberculosis Care, 2006. Diagnosis, Treatment, Public
Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA).
Kuntjoroningrat. 2007. Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta. Jakarta
Lukluk A, Zuyina dan Siti Bandiyah, 2008. Psikologi Kesehatan, Nuha Offset,
Jogjakarta

Lukito, 2003, Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Oleh masyarakat Pedesaan, Tesis


UGM, Yokyakarta
Lumban Tobing. 2008. Pengaruh Prilaku Penderita TB Paru dan Kondisi
Sanitasi terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada
Keluarga di Kabupaten Tapanuli Utara, USU. Diakses pada tanggal 2
November 2012
Manaf A. 1995. Pemberantasan Tuberkulosis pada Pelita VI, pertemuan berkala
Ilmiah dan organisasi tahun 1995, Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran. .

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar


Jakarta : P.T. Asdi Mahasatya
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu
Perilaku Kesehatan. Edisi I, Andi Offset, Yogjakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. P.T. Rineka Cipta,
Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. P.T Rineka
Cipta, Jakarta
Putra, N R. 2011. Hubungan Perilaku dan Kondisi Sanitasi Rumah Dengan
Kejadian TB Paru di Kota Solok Tahun 2011. Skripsi Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang. Diakses pada tanggal
26 Mei 2012
PPTI. 2004. Pencegahan Penularan Penyakit TBC. http://www.ppti.co.id. Diakses
pada tanggal 2 November 2012

Riduwan, 2007. Rumus dan Data dalam Analis Statistik. Alfabeta. Cetakan ke-2.
Bandung
Riswan, 2008. Analisis Hubungan Pengetahuan Tentang Penyakit TB Paru
Dengan Perilaku Keluarga Dan Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pagak Kabupaten Malang Tahun 2008 . Karya Tulis Ilmiah
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah. Malang. Diakses pada
tanggal 2 November 2012

Sadulloh. 2007. Tahu dan Pengetahuan, PT Rineka Cipta,. Jakarta.

Sarwono, S, 2004. Sosiologi Kesehatan. Gajah Mada University Perss, Jogjakarta


Sarwono, Sarlito W (2004). Psikologi Sosial, Individu dan Teori-Teori Psikologi
Sosial. Refika Aditama, Jakarta
Simbolon, fauzi. 2012. Metode Penelitian Pasaran. USU Press. Medan
Singarimbun, dan Effendi, 1995. Metode Penelitian Survei. Lembaga Penelitian,
Pendidikan dan penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Cetakan Kedua,
Jakarta

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metode Penelitian. USU Pres. Medan


Smeltzer, Suzanne C dan Brenda C. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Volume I. Jakarta: EGC.
Sudira, Dudung 2005. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Penderita TB Paru
Tentang Pencegahan Penularan Dengan Perilaku Dalam Membuang Sputum
DiWilayah Kerja Puskesmas Klangenan Kabupaten Cirebon Tahun 2005.
Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Semarang.

Sugiono, 2001 Metode Penelitian Kualitatif dan Rehabilitas. CV Alfabeta,


Bandung
Wawan, A dan Dewi, M. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia. Mutia Medika. Yogyakarta

Werdani, Retno Asti. 2008. Patofisiologi, Diagnosis, Klasifikasi Tuberkulosis.


Jurnal Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi dan Keluarga
FKUI. Jakarta
Wiludjeng. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Yunus, Faisal. 1992. Pulmonologi Klinik. Balai penerbit FKUI. Jakarta
Zalmi T. 2008. Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian Tuberkulosis
paru diwilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir. Diakses pada tanggal 2
November 2012
KUESIONER PENELITIAN

PERILAKU PENDERITA TB PARU POSITIF DALAM UPAYA


PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PADA KELUARGA
KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH
TAHUN 2012

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
I. Identitas Responden
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan terakhir :
d. Jumlah anggota Keluarga :
e. Pendidikan terakhir
1. Tidak Tamat SD/Tamat SD
2. Tamat SMP
3. Tamat SMA
4. Tamat Akademi / Sarjana
f. Pekerjaan :
1. Tidak Bekerja / Ibu ruah tangga
2. Petani
3. Pegawai Swasta / Wiraswasta
4. Pegawai Negeri Sipil
B. PENGETAHUAN RESPONDEN
Petunjuk : Jawablah pertanyaan-pertanyaan yang menurut Bapak/Ibu paling
benar tentang pengetahuan penderita TB Paru Positif dalam pencegahan
penularan Tuberkulosis dengan memberikan tanda (X). Jawaban boleh lebih dari
satu.

1. Menurut saudara apa penyebab dari TB Paru?


1. Kuman TB (Microbacterium Tuberculosis) (1)
2. Kuman Basil Tahan Basa (0)
3. Virus (0)

2. Menurut saudara kuman TB paru dapat berada pada?


1. Dahak penderita TB paru Positif (1)
2. Ludah penderita TB Paru Positif (1)
3. Alat makan penderita TB Paru positif Penilaian : (1)
4. Bekas Makanan TB Paru Positif Jawaban > 4 : 3 (1)
5. Bekas Minuman TB Paru Positif Jawaban 2- 4 : 2 (1)
6. Tidak Tahu Jawaban < 2 : 1 (0)

3. Gejala utama pada tuberkulosis yang saudara ketahui adalah;


1. Batuk terus menerus dan bardahak selama 1 minggu (0)
2. Batuk terus menerus dan berdahak selama 2 minggu (0)
3. Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih (1)

4. Gejala tambahan yang sering dijumpai pada gejala TBC adalah :


1. dahak bercampur darah (1)
2. Batuk darah (1)
3. Sesak napas dan rasa nyeri dada (1)
Penilaian :
4. Badan lemah dan napsu makan menurun (1)
Jawaban > 4 : 3
5. Berat badan turun dan rasa kurang enak badan (1)
Jawaban 2- 4 : 2
6. Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan (1)
Jawaban < 2 : 1
7. Tidak Tahu (0)

5. Apakah saudara tahu kalau penyakit Tuberkulosis sangat menular?


1. ya (1)
2. Tidak ( lanjut ke no.7) (0)
6. Melalui apa yang saudara ketahui cara penularannya adalah :
1. Pada waktu batuk atau bersin (1)
2. Peredaran darah Penilaian : (1)
3. Berbicara terlalu dekat Jawaban > 4 : 3 (1)
4. Saluran napas Jawaban 2-4 : 2 (1)
5. melalui alat makan Jawaban < 2 : 1 (1)
6. Tidak Tahu (0)
7. Menurut saudara yang dimaksud dengan perilaku membuang dahak di
sembarang tempat adalah :
1. Membuang dahak sembarangan di tempat-tempat umum (1)
2. Perilaku batuk menutup mulut (0)
3. Menampung dahak dalam wadah/pot degan cairan lisol (0)

8. Menurut saudara tempat pembuangan dahak terakhir adalah :


1. Saluran pembuangan kamar mandi (0)
2. Mengubur (0)
3. Toilet dan disiram dengan air lisol (1)

9. Apakah saudara tahu riwayat terjadinya TBC ?


1. Tahu (1)
2. Tidak tahu ( lanjut ke no.11) (0)

10. Kalau tahu melalui apa yang saudara ketahui :


1. Tubuh yang tidak mempunyai daya kekebalan (1)
2. Penyakit kambuh kembali karena daya tahan tubuh menurun (0)
3. Perjalanan alamiah TBC yang tidak diobati (0)

11. Tujuan pengobatan TBC yang saudara ketahui adalah :


1. Menyembuhkan penderita (1)
2. Mencegah kematian (1)
Penilaian :
3. Mencegah kekambuhan (1)
Jawaban > 4 : 3
4. Menurunkan tingkat penularan (1)
Jawaban 2-4 : 2
5. Mencegah penularan terhadap keluarga (1)
Jawaban < 2 : 1
6. Tidak Tahu (0)
12. Berapa tahap ada pengobatan TBC yang saudara ketahui
1. 1 Tahap (0)
2. 2 Tahap (1)
3. 3 Tahap (0)

13. Tahap apa saja yang saudara ketahui?


1. Tahap Intensif dan tahap lanjutan (1)
2. Tahap awal dan tahap lanjutan (0)

14. Penyuluhan TBC dapat dilakukan melalui :


1. Penyuluhan langsung perorangan (1)
2. Penyuluhan kelompok (1)
3. Penyuluhan Massa Penilaian : (1)
4. Kemitraan dalam penanggulangan TBC Jawaban > 4 : 3 (1)
5. Penyuluhan terhadap organisasi kesehatan Jawaban 2-4 : 2 (1)
6. Tidak Tahu Jawaban < 2 : 1 (0)
C. SIKAP RESPONDEN
Petunjuk : Pernyataan-pernyataan berikut ini berhubungan dengan sikap
Penderita TB Paru Positif terhadap membuang dahak di sembarang tempat,
jawablah dengan memberi tanda (√) pada kotak pilihan anda.
Keterangan pilihan jawaban :
1. SS = Sangat Setuju
2. S = Setuju
3. N = Netral
4. TS = Tidak Setuju
5. STS = Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan Jawaban
5 4 3 2 1
SS S N TS STS
1 Penyakit TBC merupakan penyakit yang
sangat menular
2 Penderita TB Paru Positif sebaiknya tidak
membuang dahak di sembarang tempat
3 Setiap orang batuk terus menerus lebih dari
3 minggu sebaiknya melakukan pemeriksaan
dahak
4 Penderita TB Paru Positif tidak menularkan
penyakit TB paru kepada orang lain
5 Untuk menghindari risiko penularan, saat
batuk sebaiknya menutup mulut dengan
tissue, sapu tangan
6 Agar orang lain tidak tertular penyakit TB
Paru, penderita TB Paru sebaiknya berbicara
tidak terlalu dekat
7 Penderita TB Paru Positif tidak perlu
mempunyai alat makan tersendiri
8 Pembuangan dahak sebaiknya dalam pot
khusus dan diberi cairan lisol
9 Penderita TB Paru Positif tidak perlu tidur
sendiri diruang khusus hingga pasien
sembuh
10 Setuju kalau penderita TBC dapat
disembuhkan
D. TINDAKAN RESPONDEN
Petunjuk : Pernyataan-pernyataan berikut ini berhubungan dengan tindakan
penderita TB Paru Positif. Jawablah dengan memberi tanda (X) pada pilihan yang
sesuai dengan pernyataan yang benar-benar anda alami.
Keterangan pilihan jawaban : Ya dan Tidak

1. Apakah saudara ketika batuk menutup mulut?


a. Ya (1)
b. Tidak (0)

2. Jika menutup mulut, jenis penutup mulut yang digunakan adalah :


a. Tissue atau Sapu Tangan (1)
b. Telapak tangan (0)

3. Apabila menggunakan penutup mulut ketika batuk maka :


a. Tissue di buang sembarang tempat (0)
b. Sapu Tangan dicuci dan direndam dengan larutan deterjen (1)

4. Apabila menggunakan penutup mulut, apa alasan saudara ?


a. Mencegah penyebaran kuman penyakit (1)
b. Terbiasa bila batuk menutup mulut (0)

5. Apakah saudara membuang dahak di wadah khusus?


a. Ya (1)
b. Tidak (0)

6. Bila dalam wadah khusus, wadah yang saudara gunakan adalah?


a. Pot bertutup dengan larutan lisol (1)
b. Pot biasa (0)

7. Apakah alat makan saudara terpisah dengan anggota keluarga lainya?


a. Ya (1)
b. Tidak (0)

8. Apakah saudara tidur terpisah dengan anggota keluarga lainya?


a. Ya (1)
b. Tidak (0)

9. Apakah saudara menjemur kasur pada terik matahari setiap harinya?


a. Ya (1)
b. Tidak (0)
Sampel Penelitian TB Paru Positif
Puskesmas Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah
N
Nama Umur JK Pendidikan Pekerjaan Alamat
o Jlh
aggt
Tahun terakhir
kelga
1 Sihite 22 L 4 SMA Wiraswasta Lubuk Tukko
2 Nasiran 58 L 4 SMP Wiraswasta Lubuk Tukko
3 Tulmok Sinaga 57 L 5 SMP Petani Pesantren
Tidak
4 Amomo 39 L 7 SMA bekerja Pandan
5 Komaria 45 L 7 SMS Petani Pandan
6 Upun 38 L 5 AKADEMI Wiraswasta Sibuluan Raya
7 Nursaida 47 P 7 AKADEMI IRT Lubuk Tukko
8 Ishak Tanjung 75 L 5 SMP Nelayan Budi Luhur
Tidak
9 Agustin 20 L 6 SMA bekerja Pesantren
10 Marhalim 45 L 6 AKADEMI Wiraswasta Pandan
11 Muhamad Syahril 36 L 4 SMA Wiraswasta Pandan
12 Sariaji Koto 46 P 4 SMA IRT Aek Tolang
Tidak
13 Simon 22 L 6 AKADEMI bekerja Aek Tolang
14 Efende Sipahutar 43 L 4 SMP Petani Sibuluan Raya
Tidak
15 Kanna 23 L 6 SMP bekerja Aek Tolang
Tidak
16 Hasnan Habib 21 L 5 SMA bekerja Sibuluan Raya
Tidak
17 Supriadi 20 L 7 SMA bekerja Budi Luhur
18 Samakan Laia 49 L 5 SD Petani Pandan
Tidak
19 Esmina 87 P 5 SD bekerja Aek Tolang
20 Martin 36 L 5 SMA Wiraswasta Pandan
Tidak
21 Besli Simamora 54 L 8 SMP bekerja Pandan
22 Hendrik 27 L 6 AKADEMI Nelayan Lubuk Tukko
23 Rina Sari 32 P 5 AKADEMI Nelayan Budi Luhur
Tidak
24 Hasbi 23 L 4 SMA bekerja Pandan
25 Indra 35 L 6 SMA Petani Pandan
26 Hanizar 45 P 5 SMA IRT Pandan
27 Amerdin 40 L 7 SMP Petani Sibuluan Nauli
Tidak
28 Zainal Marpaung 55 L 5 SMP bekerja Pandan
Sibuluan
29 Lilis Maisaro 36 P 7 AKADEMI IRT Indah
30 Darmin Simamora 40 L 7 SMA Wiraswasta Sibuluan Raya
31 Rosmida 41 P 4 SMA IRT Sibuluan Raya
32 Maruli Tua 38 L 4 SMA Nelayan Pandan
33 Friska Halawa 21 P 5 SD IRT Sibuluan Nauli
34 Parulian Gultom 47 L 7 SMA Nelayan Sibuluan Nauli
35 Candra 18 L 5 SMA Tidak bekerja Pandan
36 Esmina 85 P 6 SD IRT Pandan
37 Juliarni 27 P 7 SMA IRT Pandan
38 Binahar 64 L 7 SMP Tidak bekerja Pandan
39 Lia simanjuntak 25 P 5 SMA IRT Pandan
40 Kuri Tanjung 70 L 4 SD Tidak bekerja Budi Luhur
41 Erniwati 42 P 4 SMP IRT Aek Tolang
42 Rosmaini 56 P 5 SMP IRT Pandan
43 Jupri 48 L 5 SMA Nelayan Pandan
44 Sakdiah 43 P 6 SMA IRT Sibuluan Raya
45 Sardi 18 L 7 SMA Tidak bekerja Pandan
46 Linda Manalu 47 P 4 SMP IRT Sibuluan Raya
47 Daplina 47 P 5 SMP IRT Budi Luhur
48 Ardiansyah 25 L 5 AKADEMI Tidak bekerja Sibuluan indah
49 Andi 20 L 5 SMA Tidak bekerja Sibuluan
50 Sahala Bahdar 49 L 4 SMP Tidak bekerja Lapas
51 Agus L Tobing 41 L 4 SMA Wiraswasta Pandan
52 Annes 23 P 6 SMA Tidak bekerja Pandan
53 Indi Wijaya 28 L 7 SMA Wiraswasta Pandan
54 Sopoyono 65 L 5 SD Tidak bekerja Aek Tolang
55 Agus Susanti 24 P 5 SMA Tidak bekerja Pandan
Sahat
56 Simanukalit 40 L 6 SMA Nelayan Pandan
57 Waida 40 P 7 SMA IRT Pandan
58 Firda 39 P 5 SMA IRT Sibuluan Raya
Frequency Table

Umur Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-30 Tahun 18 31,0 31,0 31,0
>30 Tahun 40 69,0 69,0 100,0
Total 58 100,0 100,0

Jenis Kelamin Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 38 65,5 65,5 65,5
Perempuan 20 34,5 34,5 100,0
Total 58 100,0 100,0

Jumlah Anggota Keluarga Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 4 13 22,4 22,4 22,4
5 21 36,2 36,2 58,6
6 10 17,2 17,2 75,9
7 13 22,4 22,4 98,3
8 1 1,7 1,7 100,0
Total 58 100,0 100,0

Pendidikan Terakhir Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Tamat SD/Tamat
6 10,3 10,3 10,3
SD
Tamat SMP 14 24,1 24,1 34,5
Tamat SMA 30 51,7 51,7 86,2
Tamat Akademi/Sarjana 8 13,8 13,8 100,0
Total 58 100,0 100,0

Pekerjaan Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bekerja 35 60,3 60,3 60,3
Petani 16 27,6 27,6 87,9
Pegawai
7 12,1 12,1 100,0
Swata/Wiraswasta
Total 58 100,0 100,0
Menurut saudara apa penyebab dari TB Paru?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kuman TB
(Micobacterium 44 75,9 75,9 75,9
tuberculosis)
Kuman bas il tahan basa 4 6,9 6,9 82,8
virus 10 17,2 17,2 100,0
Total 58 100,0 100,0

Me nurut saudara kum an TB paru dapat bera da pada ?

Cumulative
Frequency Percent Valid P ercent Percent
Valid Tidak t ahu 5 8,6 8,6 8,6
Jawaban < 2 3 5,2 5,2 13,8
Jawaban 2-4 50 86,2 86,2 100,0
Total 58 100,0 100,0

Ge jala uta ma pada tuberkulosis yang sa uda ra keta hui ada lah;

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid Batuk menerus dan
berdahak s elama 1 10 17,2 17,2 17,2
minggu
Batuk menerus dan
berdahak s elama 2 8 13,8 13,8 31,0
minggu
Batuk menerus dan
berdahak s elama 3 40 69,0 69,0 100,0
minggu atau lebih
Total 58 100,0 100,0

Ge jala tam ba han yang se ring dijumpai pada gej ala TBC ada lah

Cumulative
Frequency Percent Valid P ercent Percent
Valid <2 31 53,4 53,4 53,4
2-4 15 25,9 25,9 79,3
>4 12 20,7 20,7 100,0
Total 58 100,0 100,0
Apakah saudara tahu kalau penyakit Tuberkulosis sangat menular?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 16 27,6 27,6 27,6
Ya 42 72,4 72,4 100,0
Total 58 100,0 100,0

Melalui apa yang saudara ketahui cara penularannya adalah :

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <2 24 57,1 57,1 57,1
2-4 18 42,9 42,9 100,0
Total 42 100,0 100,0

Me nurut saudara yang di maksud dengan pe rilaku m em bua ng daha k di sem ba rang te
adalah :

Cumulative
Frequency Percent Valid P ercent Percent
Valid membuang dahak
sembarangan di tempat 52 89,7 89,7 89,7
umum
Prilaku bat uk tidak
4 6,9 6,9 96,6
menutup mulut
menampung dahak
2 3,4 3,4 100,0
dalam wadah c airan lisol
Total 58 100,0 100,0

Menurut saudara tempat pembuangan dahak terakhir adalah :

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid saluran pembuangan
10 17,2 17,2 17,2
kamar mandi
Mengubur 5 8,6 8,6 25,9
toilet dan disiram
43 74,1 74,1 100,0
larutan lisol
Total 58 100,0 100,0

Apakah saudara tahu riwayat terjadinya TBC ?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak tahu 15 25,9 25,9 25,9
Tahu 43 74,1 74,1 100,0
Total 58 100,0 100,0
Kalau tahu melalui apa yang saudara ketahui;

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tubuh yang tidak
30 69,8 69,8 69,8
memiliki daya kekebalan
penyakit kambuh
kembali karena daya 9 20,9 20,9 90,7
tahan tubuh menurun
Perjalanan alamiah TBC
4 9,3 9,3 100,0
yang tidak diobati
Total 43 100,0 100,0

Tujuan pe ngobata n TBC yang saudara ke tahui a dala h :

Cumulative
Frequency Percent Valid P ercent Percent
Valid <2 21 36,2 36,2 36,2
2-4 26 44,8 44,8 81,0
>4 11 19,0 19,0 100,0
Total 58 100,0 100,0

Be rapa ta hap ada pe ngobata n TBC yang sa uda ra ketahui

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid 1 t ahap 10 17,2 17,2 17,2
2 t ahap 38 65,5 65,5 82,8
3 t ahap 10 17,2 17,2 100,0
Total 58 100,0 100,0

Ta hap apa sa ja yang saudara ke tahui?

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid Tahap intensif dan
30 78,9 78,9 78,9
tahap lanjutan
tahap awal dan lanjutan 8 21,1 21,1 100,0
Total 38 100,0 100,0

Pe nyuluha n TBC dapa t di lakukan me lalui :

Cumulative
Frequency Percent Valid P ercent Percent
Valid <2 18 31,0 31,0 31,0
2-4 20 34,5 34,5 65,5
>4 20 34,5 34,5 100,0
Total 58 100,0 100,0
Penyakit TBC merupakan penyakit yang sangat menular

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju 6 10,3 10,3 10,3
Tidak Setuju 14 24,1 24,1 34,5
Netral 4 6,9 6,9 41,4
Setuju 27 46,6 46,6 87,9
Sangat Setuju 7 12,1 12,1 100,0
Total 58 100,0 100,0

Penderita TB Paru Positif sebaiknya tidak membuang dahak di sembarang tempat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju 9 15,5 15,5 15,5
Tidak Setuju 6 10,3 10,3 25,9
Netral 2 3,4 3,4 29,3
Setuju 30 51,7 51,7 81,0
Sangat Tidak Setuju 11 19,0 19,0 100,0
Total 58 100,0 100,0

Setiap orang batuk terus menerus lebih dari 3 minggu sebaiknya melakukan
pemeriksaan dahak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Setuju 1 1,7 1,7 1,7
Setuju 10 17,2 17,2 19,0
Sangat Setuju 47 81,0 81,0 100,0
Total 58 100,0 100,0

Penderita TB Paru Positif tidak menularkan penyakit TB paru kepada orang lain

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Setuju 1 1,7 1,7 1,7
Netral 4 6,9 6,9 8,6
Tidak Setuju 19 32,8 32,8 41,4
Sangat Tidak Setuju 34 58,6 58,6 100,0
Total 58 100,0 100,0
Untuk menghindari risiko penularan, saat batuk sebaiknya menutup mulut
dengan tissue, sapu tangan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Setuju 2 3,4 3,4 3,4
Setuju 22 37,9 37,9 41,4
Sangat Setuju 34 58,6 58,6 100,0
Total 58 100,0 100,0

Agar orang lain tidak tertular penyakit TB Paru, penderita TB Paru sebaiknya
berbicara tidak terlalu dekat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju 1 1,7 1,7 1,7
Tidak Setuju 1 1,7 1,7 3,4
Setuju 15 25,9 25,9 29,3
Sangat Setuju 41 70,7 70,7 100,0
Total 58 100,0 100,0

Penderita TB Paru Positif tidak perlu mempunyai alat makan tersendiri

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Setuju 3 5,2 5,2 5,2
Setuju 8 13,8 13,8 19,0
Netral 2 3,4 3,4 22,4
Tidak Setuju 19 32,8 32,8 55,2
Sangat Tidak Setuju 26 44,8 44,8 100,0
Total 58 100,0 100,0

Pe mbuangan dahak seba iknya dala m pot khusus dan dibe ri ca ira n lisol

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid Sangat Tidak S etuju 2 3,4 3,4 3,4
Setuju 15 25,9 25,9 29,3
Sangat Setuju 41 70,7 70,7 100,0
Total 58 100,0 100,0
Pe nde rita TB Paru Positi f tidak perlu tidur sendiri dirua ng khusus hingga pasi e
se mbuh

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid Sangat Setuju 4 6,9 6,9 6,9
Setuju 2 3,4 3,4 10,3
Netral 1 1,7 1,7 12,1
Tidak S etuju 16 27,6 27,6 39,7
Sangat Tidak S etuju 35 60,3 60,3 100,0
Total 58 100,0 100,0

Setuju kalau penderita TBC dapat disembuhkan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Tidak Setuju 3 5,2 5,2 5,2
Tidak Setuju 1 1,7 1,7 6,9
Netral 1 1,7 1,7 8,6
Setuju 16 27,6 27,6 36,2
Sangat Setuju 37 63,8 63,8 100,0
Total 58 100,0 100,0

Apakah ketika batuk saudara menutup mulut

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 29 50,0 50,0 50,0
Ya 29 50,0 50,0 100,0
Total 58 100,0 100,0

Jenis penutup mulut yang digunakan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Telapak Tangan 16 55,2 55,2 55,2
Tis su atau sapu tangan 13 44,8 44,8 100,0
Total 29 100,0 100,0

Apabi la m enggunkan penutup m ulut ketika batuk m aka ?

Cumulative
Frequency Percent Valid P ercent Percent
Valid Tis su di buang
9 69,2 69,2 69,2
sembarang tempat
Sapu t angan di cuc i
dan direndam dengan 4 30,8 30,8 100,0
larutan det erjen
Total 13 100,0 100,0
Alasan menggunakan penutup mulut

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Terbias a batuk
22 75,9 75,9 75,9
menutup mulut
Mencegah penyebaran
7 24,1 24,1 100,0
kuman penyakit
Total 29 100,0 100,0

Apakah membuang dahak di wadah khusus?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 52 89,7 89,7 89,7
Ya 6 10,3 10,3 100,0
Total 58 100,0 100,0

W ada h ya ng digunakan

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid Pot biasa 5 83,3 83,3 83,3
Pot bertutup dengan
1 16,7 16,7 100,0
larutan lisol
Total 6 100,0 100,0

Apaka h a lat m akan yang diguna kan terpisa h dengan a nggota ke luarga
la in

Cumulative
Frequency Percent Valid P erc ent Percent
Valid Tidak 57 98,3 98,3 98,3
Benar (Ya) 1 1,7 1,7 100,0
Total 58 100,0 100,0

Apakah tidur terpisah dengan anggota keluarga yang lain

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 56 96,6 96,6 96,6
Ya 2 3,4 3,4 100,0
Total 58 100,0 100,0
Apakah kasur dijemur diterik matahari setiap hari

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 58 100,0 100,0 100,0

Tingkat pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 36 62,1 62,1 62,1
Cukup 22 37,9 37,9 100,0
Total 58 100,0 100,0

Tingkat sikap

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 54 93,1 93,1 93,1
Cukup 4 6,9 6,9 100,0
Total 58 100,0 100,0

Tingkat tindakan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Cukup 2 3,4 3,4 3,4
Kurang 56 96,6 96,6 100,0
Total 58 100,0 100,0
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Mis sing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat pengetahuan
58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%
* Tingkat tindakan
Tingkat sikap *
58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%
Tingkat tindakan

Tingkat pengetahuan * Tingkat tindakan Crosstabulation

Tingkat tindakan
Cukup Kurang Total
Tingkat pengetahuan Baik Count 2 34 36
% within Tingkat
5,6% 94,4% 100,0%
pengetahuan
Cukup Count 0 22 22
% within Tingkat
,0% 100,0% 100,0%
pengetahuan
Total Count 2 56 58
% within Tingkat
3,4% 96,6% 100,0%
pengetahuan

Tingkat sikap * Tingkat tindakan Crosstabulation

Tingkat tindakan
Cukup Kurang Total
Tingkat Baik Count 2 52 54
sikap % within Tingkat sikap 3,7% 96,3% 100,0%
Cukup Count 0 4 4
% within Tingkat sikap ,0% 100,0% 100,0%
Total Count 2 56 58
% within Tingkat sikap 3,4% 96,6% 100,0%

Anda mungkin juga menyukai