Disusun Oleh:
Eko Apriyanto
NIM : PO.62.20.1.16.134
2. Patofisiologi
Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama
kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh,
dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100
ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan
kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang
mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada Diabetes Mellitus yang
tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine penderita Diabetes Mellitus. Bila
jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas
225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah
filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar
glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah
dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam
aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1
Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.
3. Etiologi
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-
studi eksperimental dan klinis kita mengetahuo bahwa Diabetes Mellitus adalah merupakan
suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab
yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
a. Faktor genetik
Riwayat keluarga dengan diabetes :
Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita Diabetes Mellitus
dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang menderita Diabetes
Mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang
memperlihatkan angka hanya 1, 96 %.
b. Faktor non genetik
1.) Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic
terhadap Diabetes Mellitus.
2.) Nutrisi
a.) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b.) Malnutrisi protein
c.) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
3.) Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan
hyperglikemia sementara.
4.) Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena
jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah
tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat
4. Manifestasi Klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap
ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik
cairan dan elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri,
sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan
glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari
bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.
5. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk mengatur
glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil
mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia.
Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik,
diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Penyuluhan
kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien mengatasi kondisi ini.
6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium ;
Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL.
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat
di bawah kondisi stress.
Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl
Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl
Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.
Pada respon terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa
(glukoneogenesis) untuk energi.selama perubahanini asam lemak bebas dipecah menjadi
badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditujukkan oleh ketonuria.glukosuria menunjukkan
bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa tercapai.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat, menandakan ketidakadekuatan
kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya ateroskerosis.
Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal. Tes ini mengukur presentase glukosa
yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel
darah merah. Rentang normal adalah 5-6%.
Pemeriksaan penunjang untuk DM . pemeriksaan penyaring dapat di lakukan dengan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu , kadar glukosa darah puasa , kemudian diikuti dengan
tes toleransi glukosa oral standar. Untuk kelompok resiko tinggi DM , seperti usia dewasa
tua , hipertensi , obesitas , dan riwayat keluarga , dan menghasilkan hasil pemeriksaan
negative . perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun., bagi beberapa paisen .
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus yaitu :
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak
dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/menginat, keselahan interpretasi informasi.
3. Rencana Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat
diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1.) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2.) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang
adekuat.
3.) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
4.) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5.) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respons pasien secara individual.
b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
- Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
- Menunjukkan tingkat energi biasanya
- Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi :
1.) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
2.) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan
utilisasinya).
3.) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan
makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
4.) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga
untuk memahami nutrisi pasien.
5.) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat
membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
Tujuan :
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
- Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
1). Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan
keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2). Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3). Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
4). Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan
resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5). Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret.
d. Resiko tingi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
- Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.
- Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
1.) Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
2.) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak
dengan realitas.
3.) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan
sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4.) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.
Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat,
kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit
dan gangguan keseimbangan.
4. Implementasi
Pelaksanaan rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang tercantum
dalam rencana keperawatan.
5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah :
a. Apakah kebutuhan volume cairan klien terpenuhi/adekuat ?
b. Apakah nutrisi klien terpenuhi ke arah rentang yang diinginkan ?
c. Apakah infeksi dapat dicegah dengan mempertahankan kadar glukosa ?
d. Apakah tidak terjadi perubahan sensori perseptual ?
e. Apakah kelelahan dapat diatasi dan produksi energi dapat dipertahankan sesuai
kebutuhan ?
f. Apakah klien dapat menerima keadaan dan mampu merencanakan perawatannnya
sendiri ?
g. Apakah klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakit ?
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo Tjokronegoro, Prof. dr. Ph.D, Hendra Utama,2012, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi III, EGC. Jakarta.
Barbara C. Long, 2008, Perawatan Medikal Bedah , Ikatan Alumni Pendidikan Padjajaran
Bandung.
Boedi Sarwono, 2000, Segi Praktis Diagnostik Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2006, Patofisiologi, Edisi IV, EGC. Jakarta