Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu dari 7 negara dengan kuliner yang
terbaik. Keanekaragaman makanan disetiap daerah memang menjadi poin
tersendiri bagi negara ini. salah satu makanan khas daerah adalah dodol atau
jenang. Dodol adalah makanan tradisional semi basah yang memiliki rasa
manis dan digemari oleh masyarakat pada umumnya. Dodol terbuat dari
tepung ketan, gula merah, gula pasir, santan dan garam. Bahan tambahan
dalam pembuatan dodol biasanya berupabahan yang menentukan rasa dari
dodol tersebut. Contohnya dodol durian, sirsak, nangka dan lain-lain. Proses
pembuatan dodol yang bermutu tinggi memerlukan waktu yang lama dan
membutuhkan keahlian khusus.
Proses pembuatan dodol meliputi tahap persiapan bahan, pemasakan
yang membutuhkan waktu ± 4 jam dan membutuhkan pengadukan terus
menerus agar tidak menjadi kerak dan tahap pendinginan.Bahan utama
pembuatan dodol adalah tepung ketan merupakan bahan utama dalam
pembuatan dodol. Tepung ini terbuat dari beras ketan hitam atau putih. Tepung
ketan ini mengandung kadar amilopektin yang cukup tinggi sehingga dodol
yang dihasilkan cenderung lebih lengket dan juga berminyak. Tepung ketan
menjadi ciri tersendiri bagi dodol karena hampir semua jenis dodol
menggunakan tepung ketan sebagai bahan utamanya.
Buah merah adalah buah tradional dari Papua yang disebut juga
kuansu dan memiliki nama ilmiah Pandanus conoideus lam yang merupakan
tanaman keluarga pandan-pandanan. Buah ini memiliki banyak manfaat
terutama sebagi obat dan dapat meningkatkan stamina. Masyarakat papua
yang mengkonsumsi buah ini biasanya lebih kekar dan berstamina tinggi serta
jarang terkena penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes dan kanker.
Buah ini mengandung antioksidan yang tinggi yang berupa karoten,
betakaroten dan tokoferol. Pemanfaatan buah merah saat ini adalah ekstraksi
minyak yang akan memberikan hasil samping berupa pasta. Pasta yang
dihasilkan biasanya digunakan sebagai pakan ternak padahal pasta buah merah
ini masih memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Pasta yang dihasilkan masih
mengandung minyak dan memiiki tekstur yang halus yang memungkinkan
bisa dijadikan bahan pembuatan dodol dengan hasil yang baik. Selain itu,
pemberian pasta buah merah ini diharapkan dapat memperbaiki tekstur dan
meningkatkan nilai gizi pada dodol.
B. Tujuan
Memperoleh formula dodol terbaik dengan memanfatkan buah merah
sebagai bahan substitusi teung ketan, serta mengetahu sifat fisikokimia dan
tingkat kesukaan terhadap dodol buah merah yang dihasilkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Buah Merah adalah jenis buah yang terkenal didaerah Wamena, Papua.
ilmiahnya Pandanus Conoideus Lam karena tanaman Buah Merah termasuk
tanaman keluarga pandan-pandanan dengan pohon menyerupai pandan, namun
tinggi tanaman dapat mencapai 16 meter dengan tinggi batang bebas cabang
sendiri setinggi 5-8 m yang diperkokoh akar-akar tunjang pada batang sebelah
bawah. Kultivar buah berbentuk lonjong dengan kuncup tertutup daun buah. Buah
Merah sendiri panjang buahnya mencapai 55 cm, diameter 10-15 cm, dan bobot 2-
3 kg. Warnanya saat matang berwarna merah marun terang, walau sebenarnya ada
jenis tanaman ini yang berbuah berwarna coklat dan coklat kekuningan. Bagi
masyarakat di Papua Buah Merah disajikan untuk makanan pada pesta adat bakar
batu. Namun, banyak pula yang memanfaatkannya sebagai obat. Secara
tradisional, Buah Merah dari zaman dahulu secara turun temurun sudah
dikonsumsi karena berkhasiat banyak dalam menyembuhkan berbagai macam
penyakit.
Menurut penelitian yang dilakukan Budi (2002), buah merah mengandung
zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain betakaroten, tokoferol, asam
oleat, dan asam linoleat. Secara ringkas, buah merah mengandung antioksidan
(karotenoid, tokoferol), asam lemak jenuh dan tak jenuh, serat, serta kalsium.
Buah Merah banyak mengandung antioksidan dengan kandungan rata-rata yaitu,
karoten (12.000 ppm), betakaroten (700 ppm), dan tokoferol (11.000 ppm). Buah
merah juga mengandung jenis asam lemak tak jenuh yag berefek sehat, yaitu asam
oleat, asam linoleat, asam linolenat, dekanoat, Omega 3 dan Omega 9 yang
semuanya merupakan senyawa aktif penangkal terbentuknya radikal bebas dalam
tubuh. Selain itu juga mengandung vitamin E dan karoten yang tinggi. Senyawa
kimia yang terkandung di dalam sari Buah Merah masih tidak seragam, terutama
tokoferol dan betakarotennya. Beberapa sampel sari Buah merah yang diteliti
menunjukkan kadar kandungan tokoferol dan betakaroten yang berbeda-beda.
Jumlah kandungan dua senyawa ini dipengaruhi oleh tempat tumbuh tanaman dan
proses pembuatannya. Tokoferol dan betakaroten yang tinggi diperoleh dari buah
yang berasal dari tanaman dataran tinggi dan melalui proses pemasakan yang
benar.
Proses pemasakan dengan pemanasan tinggi dan waktu lama akan menurunkan
dua kandungan tersebut. Kandungan senyawa kimia ini juga dipengaruhi oleh
jenis buah merah tersebut. Sarunggallo, dkk (2006) megemukakan bahwa dari 85
kultivar buah merah yang ditemukan, kultivar buah merah dengan kandungan
tokoferol dan karoten tinggi adalah buah merah kultivar MMS-Md yang berasal
dari Distrk Masni, Kabupaten Manokwari. Kultivar tersebut mengandung total
tokoferol dan total aroten masing-masing 2.294,28 ppm dan 1.264,28 ppm.
Pemanfaatan buah merah yang dilakukan hingga saat ini masih terbatas
pada ekstrak minyak buah merah saja. Keunggulan minya buah merah adalah
tingginya karoten dan tokoferol yang mampu memelihara daya tahan tubuh jika
dikonsumsi secara rutin. Kaitannya sebagai sumber minyak, dalam ektraksi
minyak buah merah dperoleh hasil samping berupa pasta sisa ektraksi/ selama ini,
pasta tersebut hanya dimanfaatkan sebagai akan ternak atau langsung menjadi
limbah. Kandungan yang terdapat pada pasta buah merah masih mengandung
minyak dan karoten, serta bertekstur sangat halus sehingga berpotensi untuk
diolah menjadi dodol.
Dodol merupakan salah satu jenis makanan tradisional berjenis semi
basah. Pembuatan dodol dimulai dari persiapan bahan, emasakan, pendinginan,
pemotongan, dan pengemasan, serta pencetakan. Baha dasar pembuatan dodol
yang biasa digunakan yaitu tepung ketan, santan, dan gula.
III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris (pure experiment) yang


dilaksanakan pada bulan Februari – Mei 2007 di Laboratorium Teknologi
Pertanian Fapertek UNIPA Manokwari.

B. Bahan dan Alat


1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah gula merah kultivar


MMS-Md asal Distrik Merdey Kabupaten Teluk Bintuni, air, gula pasr,
tepung ketan, tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka, gula merah,
margarin, dan bahan kimia untuk analisis kimia dan proksimat.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan analisis,


texture analizer XT2i, Absorbtion Atomic Spectrocophy, High
Performance Liquid Chromatography, mini spektrophotmeter 1240, aW
meter, dan peralatan untuk analisis proksimat.

C. Rancangan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini menggunakan 2 tahap yaitu : 1) produksi


dan analisis kimia dan proksimat pasta buah merah dan 2) formulasi dodol
dengan beberapa tingkat substitusi tepung ketan.

1. Pembuatan pasta buah merah

Pasta buah merah diperoleh dengan cara ekstraksi minyak buah


merah mengguankan wet rendering menggunakan wadah pemanasan
dari stainless steel dan perbandingan air 2:1. Perebusan buah
dilakukan hingga daging buah mudah dilumatkan yang dilanjutakn
dengan peremasan dan pemisahan biji hingga dihasilkan sari buah
merah. Sari buah merah yang diperoleh dipanaskan kembali hingga
keluar minyaknya, selanjutnya minyak yang diperoleh dipisahkan
dengan cara mengambil bagian minyak menggunakan sendok secra
perlahan. Sari buah yang telah bebas minyak dibiarkan beberapa saat
dan disaring dengan saringan halus. Hasilnya berupa pasta buah merah
dan ditempatkan di baskom.

2. Formulasi dodol bersubtitusi pasta buah merah

Pasta buah merah yang diperoleh dari penelitian tahap pertama


selanjutnya diolah menjadi dodol buah merah. Dodol buah merah
dilakukan dengan mengguanakan 4 formula perbandingan pasta buah
merah dengan tepung ketan (b/b), yaitu : a) 1,75 : 1 , b) 1:1, c) 1:1,75,
d) 1:2,5.bahan pembantu digunakan dengan komposisi yang sama
setiap perlakuan.

Tabel formulasi dodol subtistusi buah merah

Komposisi (b/b) (g/g)


Bahan 0:1 1,75:1 1:1 1:1,75 1:2,5
(F0) (F1) (F2) (F3) (F4)
Pasta 0 35 27,5 20 15,7
Tepung ketan (g) 55 20 27,5 35 39,3
Gula merah (g) 20 20 20 20 20
Gula putih 5 5 5 5 5
Santan 20 20 20 20 20

Dodol buah merah yang diperoleh diuji sifat organoleptiknya


dengan menggunakan uji kesukaan (hedonik) terhadap rasa, warna,
aroma dan tekstur. Skala hedonik yang digunakan yaitu (1) sangat
tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak
suka, (6) suka, (7) sangat suka. Dodol buah merah dengan tingkat
rerata penerimaan tertinggi selanjutnya dianalisis karakteristik
fisiknya meliputi kekerasan, kekenyalan, kelengketan, sifat kimianya
mencakup kadar air, aW, dan total padatan. Sedangkan dodol kontrol
(F0) dibuat tanpa penambahan pasta buah merah sebagai pembanding
dengan dodol yang dibuat dengan penambahan pasta buah merah

Diagram alir pembuatan dodol buah merah


Santan kelapa Tepung ketan, air

Pengadukan
Pemasakan

Adoanan
Mata ula / emulsi
santan pecah
Pencampuran

Pemasakan dan pengadukan


Penambahan gula
merah dan gula putih

Pemasakan dan pengadukan

Penambahan pasta
buah merah
Pemasakan dan pengadukan

Pencetakan dalam loyang

Pendinginan

pengirisan

Proses pembuatan dodol buah merah

1. Masak santan kental dalam wajan hingga mendidih.


2. Masukan adonan tepung yang sudah dicampur dengan air.
3. Aduk sampai 80% matang
4. Sambil mengaduk, masukan gula merah dan gula putih
5. Masukkan pasta buah merah, sambil diaduk terus hingga matang 100 %
6. Setelah matang angkat loyang dan dinginkan kedalam sebuah wadah atau
sambil dibungkus selama 1 malam..
7. Dodol bisa dimakan keesokan harinya.
D. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak


Lengkap (RAL). Faktor yang dicoba adalah perbandingan pasta buah merah
dan tepung ketan. Setiap perlakuan diulang dua kali dengan 4 formula
perbandingan pasta buah merah dan tepung ketan yang berbeda dan formula
kontrol sebagai pembandingnya.

E. Metode Analisis

Analisis proksimal pasta buah merah

Pasta yang diperoleh selanjutnya dikarakterisasi meliputi : kadar air yang


dihitung dengan menggunakan metode oven, kadar abu dihitung dengan
menggunakan metode tanur, kadar lemak dihitung dengan menggunakan
metode ekstraksi soxhlet, kadar protein (kjeldhal-mikro), kadar karbohidrat
dihitung secara by-different, total tokoferol dan karoten dihitung dengan
mengguankan spektrofotometer, kadar kalsium dan besi (AAS),dan kadar
fosfor dihitung menggunakan metode molibdat-vanadat, vitamin C dihitung
menggunakan spektrofotometer dan vitamin B1 (HPLC).

IV. PEMBAHASAN

Komposisi Kimia Pasta Buah Merah


Pasta buah merah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan metode wet rendering. Metode ini merupakan salah satu cara
rendering. Rendering adalah suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Wet
rendering (rendering basah) merupakan proses rendering dengan penambahan
sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut (Dwiari, 2008). Bahan yang
akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk,
kemudian ditambahkan air, dipanaskan perlahan sampai mencapai suhu 50oC
sambil diaduk. Dalam penelitian ini, minyak yang terekstrak dari metode wet
rendering dipisahkan karena yang akan digunakan adalah sari buah merah yang
dapat disebut sebagai pasta buah merah (Ketaren, 1986).
Menurut penelitian yang dilakukan Budi (2002), buah merah mengandung
zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain betakaroten, tokoferol, asam
oleat, dan asam linoleat. Secara ringkas, buah merah mengandung antioksidan
(karotenoid, tokoferol), asam lemak jenuh dan tak jenuh, serat, serta kalsium.
Sementara, menurut Sarungallo dan Murtiningrum (2007) dalam jurnal yang
disusun oleh Murtiningrum (2013), kandungan kimia dalam daging buah dan
pasta buah merah disajikan dalam tabel berikut.

Pada tabel, terlihat bahwa kandungan air pada pasta buah merah lebih tinggi
dari daging buahnya. Hal tersebut dikarenakan pada pembuatan pasta buah merah
dengan metode wet rendering dilakukan penambahan air, sehingga kadar air pada
pasta lebih tinggi. Sementara untuk kadar lemak, disebutkan dalam tabel bahwa
kadarnya meningkat pada pasta buah merah. Abu dalam bahan pangan merupakan
residu anorganik yang mempresentasikan total mineral yang terkandung dalam
bahan pangan. Menurut Farlex (2008), sebagian besar elemen mineral dalam
bahan pangan stabil terhadap kondisi pemasakan standar. Akan tetapi, terlihat
pada tabel bahwa kadar abu pasta buah merah lebih rendah dari kadar abu daging
buah merah segar. Hal ini dapat disebabkan karena mineral larut ke dalam cairan
hasil pemasakan, misalnya minyak yang dihasilkan dari proses ekstraksi (Selly,
2008). Kadar lemak lebih tinggi pada pasta disebabkan karena minyak atau lemak
yang terkandung dalam daging buah merah segar sudah terekstraksi dengan
metode wet rendering tersebut, sehingga kandungannya akan terlihat lebih tinggi.
Protein yang terkandung dalam pasta buah lebih tinggi daripada yang
terkandung dalam buah segar. Lebih tingginya kandungan protein pada pasta buah
kemungkinan disebabkan adanya konjugasi protein dan lipid membentuk
lipoprotein atau adanya emulsi antara air dan minyak dengan protein sebagai agen
pengemulsi. Berbeda dengan kandungan protein, kandungan karbohidrat pada
daging buah merah segar lebih tinggi dibandingkan dengan pasta buah. Hal
tersebut disebabkan pada buah merah segar masih mempunyai bagian-bagian
tanaman yang lengkap seperti biji, kulit biji dan empulur yang juga dapat
mengandung karbohidrat di dalamnya. Rendahnya kandungan karbohidrat pada
pasta juga dapat disebabkan adanya proses ekstraksi yang menghasilkan pasta dan
minyak (Selly, 2008).
Selain protein dan karbohidrat, dalam buah merah juga terkandung beberapa
komponen mineral seperti fosfor, kalsium, magnesium, seng, tembaga, mangan,
kalium, dan juga besi (Budi, 2002).
Buah merah tentunya juga mengandung senyawa bioaktif seperti tokoferol
dan karotenoid. Pada tabel diatas, kandungan total tokoferol dan karotenoid pada
pasta buah merah lebih tinggi daripada daging buah merah segar. Menurut Budi et
al. (2005), kadar beta-karoten pada sari (pasta) buah merah sebesar 700 ppm dan
total karotennya sebesar 12.000 ppm. Kandungan karotenoid yang tinggi,
terutama beta-karoten dapat berfungsi sebagai antioksidan. Total tokoferol pada
pasta buah merah yaitu sebesar 21.841,63±1159,38, lebih tinggi dari total
tokoferol pada daging buah merah segar yaitu 11.205,63±294,68. Menurut
Machlin (1991), vitamin E tidak larut dalam air, tetapi larut dalam lemak, alkohol,
pelarut organik, serta minyak nabati. Kadar lemak dalam pasta buah merah lebih
tinggi dibandingkan dalam daging buah merah, sehingga vitamin E atau tokoferol
akan lebih mudah larut. Selain itu, kandungan karotenoid dan tokoferol dalam
buah merah inilah yang membuat buah ini berwarna merah, sehingga disebut buah
merah.

Mutu Organoleptik Dodol Tersubtitusi Pasta Buah Merah

Dodol buah merah yang di peroleh diuji sifat organoleptiknya dengan uji
hedonik (kesukaan). Uji hedonik merupakan suatu kegiatan pengujian yang di
lakukan oleh panelis dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau
ketidaksukaan konsumen terhadap suatu produk tertentu (Gusfahmi, 2011). Uji
hedonik dilakukan terhadap rasa, warna, aroma dan teksur . Skala hedonik yang
digunakan yaitu ( 1) sangat suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5)
agak suka, (6) suka dan 7) sangat suka.

Hasil uji organoleptik warna, rasa, aroma, dan tekstur dodol buah merah dapat
dilihat pada tabel 3. Dodol buah merah formula 2 (F2) dengan perbandingan
pasta buah merah dan tepung ketan 1: 1 merupakan dodol dengan warna yang
paling di sukai (nilai = 4,15) oleh panelis, yaitu berwarna merah gelap. Dodol
buah merah yang di buat dengan menggunakan pasta buah merah dalam jumlah
tinggi memiliki warna merah yang lebih gelap dari pada warna dodol dengan
pasta buah merah yang lebih rendah, dodol buah merah yang dibuat dengan
penambahan tepung ketan lebih banyak memberikan warna lebih coklat pada
dodol. Hal tersebut berkaitan dengan kandunga karbohidrat yang lebih tinggi dari
tepung ketan yang di gunakan dalam jumlah besar, demikian juga karbohidrat
yeng terdapat pada pasta buah merah tersebut dapat terjadi karena adanya reaksi
Maillard antara karbohidrat dan gugus amino primer (Winarno, 1997)
Dodol dengan formula perbandingan pasta buah merah tinggi merupakan
dodol dengan warna , rasa, aroma, dan tekstur yang paling di sukai panelis.
Semakin meningkatnya penggunaan pasta buah merah (F1 dan F2) menyebabkan
penerimaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur dodol cenderung
semakin meeningkat dibandingkan dengan penggunaan pasta buah merah yang
rendah F3 dan F4). Hal ini di sebabkan karena dodol yang dihasilkan memiliki
rasa gurih, lezat, aroma harum dan tekstur yang tidak lekat / liat.
Dodol dengan formulasi perbandingan pasta buah merah dan tepung ketan
1,75 : 1 (F1) dan dodol dengan formulasi perbandingan pasta buah merah dan
tepung ketan 1 : 1 (F2). Kedua formulasi ini menghasilkan dodol dengan sifat
organoleptik yang lebih disukai panelis dibanding dodol dengan formulasi lainya.
Dodol yang dihasilkan dari kedua formulasi ini hampir memiliki kesamaan dari
segi warna, rasa, dan aroma. Namun, dari segi tekstur dodol F1 jauh lebih unggul
di banding dodol F2. Hal ini di sebabkan karena dodol F1 tidak begitu liat /
lengket bila dibandingkan dengan dodol F2.
Analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan pasta buah
merah dan tepung ketan yang digunakan berpengaruh nyata (p<0,05) hanya pada
tekstur dodol buah merah, namun tidak berpengaruh nyata terhadap warna, rasa,
dan aroma dodol buah merah/ Semakin tinggi penggunaan tepung ketan , tekstur
dodol yang di hasilkan semakin lekat / liat sehingga menurunkan tingkat kesukaan
panelis.
Lekatnya dodol yang dihasilkan disebabkan karena tepung ketan di buat
dari beras ketan yang tinggi kandungan amilopektinya dan rendah amilosanya (1-
2%), dimana semakin kecil kandungan amilosa atau semakin kecil kandungan
amilopektinya semakin lekat tepung yang dihasilkan (Fennema, 1985)
Winarno (2004) juga menyebutkan bahwa kandungan amilopektin yang
rendah akan menurunkan kekentalan karena amilopektin yang tinggi dapat
mengikat air sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat,
akibatnya suhu gelatinasi lebih tinggi. Kandungan amilosa berkorelasi positif
dengan aroma bahan dan berkorelasi negatif dengan tingkat kelunakan, kelekatan,
warna, dan kilap.
Mutu Fisik dan Kimia Dodol Tersubstitusi Pasta Buah Merah
Data table 3 menunjukkan bahwa walaupun tingkat kesukaan panelis terhadap
warna, dan rasa dodol buah merah dari formula 1 (F1) lebih rendah dari tingkat
penerimaan formula 2 (F2), namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata. Sedangkan berdasarkan nilai rerata parameter warna, rasa, aroma, dan
tekstur dodol buah merah formula 1,75:1 (F1), 1:1 (F2), 1:1,75 (F3) dan 1: 2,5
(F4) berturut-turut adalah 4,31, 4,05, 3,55 dan 3,68, maka formula 1 (F1),
memiliki nilai rerata tertinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa F1 merupakan
formula terbaik yang paling disukai oleh panelis dengan perbandingan pasta buah
merah dan tepung ketan sebesar 1,75:1. Formulasi dengan perbandingan terbaik
tersebut selanjutnya dianalisis sifat fisik dodol meliputi kekerasan, kekenyalan,
kelengketan dan aw sedangkan analisis kimia dodol meliputi kadar air dan total
padatan (Tabel 4).
Tabel 4. Karakteristik Fisik dan Kimia Dodol Buah Merah dan Dodol Kontrol
Perlakuan
Parameter
Dodol Kontrol Dodol Buah Merah (F1)
Kekerasan (gf) 4054,48 512,15
Kekenyalan (%) 0,34 0,33
Kelengketan (gf) 35,63 275,38
aw 0,85 0,87
Kadar air (%) 32,34 34,24
Total Padatan (%) 67,66 65,76

Dari analisis sifat fisik dodol meliputi kekerasan, kekenyalan, kelengketan dan
aw, dodol dengan penambahan pasta buah merah memiliki tingkat kekerasan dan
kekenyalan yang lebih rendah dibandingkan dengan dodol kontrol, namun
memiliki tingkat kelengketan dan aw yang lebih tinggi dibandingkan dengan dodol
kontrol (table 4). Dan dapat dilihat bahwa substitusi pasta buah merah terhadap
tepung ketan pada pembuatan dodol sangat berpengaruh terhadap tingkat
kekerasan dan kelengketan dari dodol buah merah yang dihasilkan, yang dilihat
dari perbandingan nilai hasil analisa yang berbeda jauh. Akan tetapi untuk
kekenyalan dan aw dari dodol buah merah yang dihasilkan tidak berbeda jauh.
Sedangkan dari analisis kimia dodol meliputi kadar air dan total padatan, dodol
dengan penambahan pasta buah merah memiliki kadar air yang lebih tinggi
dibandingkan dengan dodol kontrol, namun memiliki total padatan yang lebih
rendah dibandingkan dengan dodol kontrol. Dan dapat dilihat bahwa substitusi
pasta buah merah terhadap tepung ketan pada pembuatan dodol tidak terlalu
berpengaruh terhadap kadar air dan total padatan dodol buah merah yang
dihasilkan.
Lebih rendahnya tingkat kekerasan dodol buah merah dibandingkan dengan
tingkat kekerasan dodol kontrol diduga karena penambahan pasta buah merah
yang masih mengandung minyak dan air dalam jumlah yang tinggi, yaitu sebesar
62,14% dan 76,63%, sehingga dapat mengurangi tingkat kekerasan dodol. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Polmaria (2001) dalam penelitiannya tentang dodol
rumput laut bahwa kadar air yang tinggi akan menyebabkan nilai kekerasan yang
rendah pada dodol dan Fellows (1992) dalam Farida (2002) dimana tekstur
makanan kebanyakan ditentukan oleh kandungan air, lemak dan tipe serta
banyaknya struktur karbohidrat (selulosa, pati dan pectin). Selain itu dapat
disebabkan juga karena tersubstitusinya tepung ketan yang memiliki kandungan
amilopektin tinggi dengan pasta buah merah sehingga dapat mengurangi
kekerasan dodol yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kadar amilopektin
yang tinggi pada tepung ketan ini dapat mengikat air dengan baik dan menjadikan
proses gelatinisasi berjalan dengan sempurna dan menghasilkan dodol kontrol
dengan tekstur yang jauh lebih keras (Farida, 2002) karena adanya amilopektin
menyebabkan gel yang terbentuk lebih tahan terhadap kerusakan mekanik
(Winarno, 2004) dalam Lestari (2013) yang dapat dilihat dari tingginya nilai
kekerasan pada dodol kontrol. Sehingga dengan demikian dihasilkan dodol buah
merah dengan tekstur yang jauh lebih lunak dibandingkan dengan kontrol yang
dapat dilihat dari rendahnya nilai kekerasan pada dodol buah merah.
Sementara kekenyalan(elastisitas) pada dodol buah merah yang dihasilkan
tidak berbeda jauh dengan kekenyalan pada dodol kontrol, yaitu nilainya sedikit
rendah dibandingkan dengan kekenyalan dodol kontrol. Hal ini diduga disebabkan
karena kadar air dodol buah merah yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol, sehingga tingkat kekenyalan dodol buah merah yang dihasilkan sedikit
lebih rendah dari dodol kontrol karena kekenyalan (elastisitas) merupakan sifat
bahan pangan mengenai daya tahan untuk putus akibat ditarik (Soekarto, 1990),
oleh karena itu semakin tinggi kadar air dodol buah merah maka semakin rendah
tingkat kekenyalannya, karena dodol semakin lunak dan mudah untuk putus.
Selain itu kekenyalan juga memiliki hubungan korelasi yang positif dengan
kekerasan. Hal ini juga diduga karena tepung ketan memberi sifat kental sehingga
membentuk tekstur dodol menjadi kenyal (elastic), karena kadar amilopektin yang
tinggi menyebabkan sangat mudah terjadi gelatinisasi bila ditambah dengan air
dan memperoleh perlakuan pemanasan, yaitu dengan adanya pengikatan hidrogen
dan molekul-molekul tepung beras ketan (gel) yang bersifat kental
(Siswoputranto, 1989) dalam Ilma (2012). Sehingga dengan adanya substitusi
tepung ketan oleh pasta buah merah menyebabkan kekenyalan (elastisitas) dari
dodol buah merah lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.
Tingginya nilai kelengketan dodol dengan penambahan pasta buah merah
diduga terjadi karena lebih tingginya kadar air pada dodol buah merah yang dapat
dilihat dengan lebih tingginya kadar air dodol buah merah dibandingkan dengan
kadar air pada dodol kontrol (table 4). Hal ini dapat terjadi karena penambahan
pasta buah merah yang masih mengandung kadar air cukup tinggi yaitu sebesar
76,63% (table 2) yang menyebabkan kadar air pada dodol buah merah yang
dihasilkan lebih tinggi dari kontrol. Peningkatan kadar air ini diduga dapat
mempengaruhi proses gelatinisasi berkelanjutan pada adonan dodol yang kurang
sempurna, karena tersubstitusinya tepung beras ketan dengan amilopektin yang
tinggi oleh pasta buah yang mengandung banyak minyak dan air, sehingga
menghasilkan dodol yang lebih lengket dibandingkan kontrol. Sementara
rendahnya nilai kelengketan pada dodol kontrol diduga disebabkan karena
keuletan tepung beras ketan yang tinggi pada saat pemanasan mengakibatkan
amilopektin akan mengembang yang menyebabkan lapisan molekul pati lebih tipis
sehingga rongga udara disekitarnya semakin besar dan strukturnya makin renggang,
akibatnya bangunan amilopektin kurang kompak dan mudah dipisahkan atau kurang
lengket (Harijono dkk., 2000) dalam Lestari (2013).
Dari hasil analisa aw dan kadar air dari dodol buah merah menunjukkan bahwa
baik aw maupun kadar air yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan a w
dan kadar air dari dodol kontrol. Meskipun a w berbeda dengan kadar air, dimana
kadar air menyatakan jumlah keseluruhan air yang terdapat pada bahan, sementara
aw merupakan parameter yang menyatakan derajat keterikatan air pada bahan, hal
ini kemungkinan besar disebabkan oleh tingginya kadar air pada pasta buah merah
yang digunakan, sehingga kadar air dodol buah merah yang dihasilkan lebih tinggi
dari kontrol, yang diikuti dengan aw yang lebih tinggi pula, karena proses
pembuatan dodol yang dilakukan pada lingkungan, suhu yang sama dan bahan
yang sama (kecuali tepung ketan dan pasta buah merah), sehingga peningkatan
kadar air dodol buah merah akan seiring dengan peningkatan a wnya. Namun
selisih aw dan kadar air dari kedua dodol ini tidak berbeda jauh. Sementara
menurut literature (Soekarto, 1979) dalam Farida (2002) kadar air dari dodol
sebagai makanan semi basah adalah sebesar 10-40%, sementara aw dari dodol
sebesar 0,65-0,85. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa dodol buah merah yang
dihasilkan memiliki kadar air dan aw sesuai dengan literature.
Selain itu nilai aw dalam suatu makanan dipengaruhi oleh adanya pati, gula,
garam atau senyawa pengikat air yang kuat lainnya (Fennema,1985) dalam
Rachmawaty (2013). Oleh karena itu semakin tinggi jumlah tepung ketan yang
digunakan, seperti pada dodol kontrol, maka nilai awnya akan lebih rendah karena
tepung ketan dengan kadar amilopektin tinggi akan mengikat air lebih kuat kuat
(aw lebih rendah) hal ini terjadi karena adanya proses pengikatan air oleh gugus
hidroksil amilopektin dari tepung beras ketan yang digunakan (Siswoputranto,
1989). Sementara dengan adanya substitusi tepung ketan dengan pasta buah merah
yang memiliki kandungan air cukup tinggi menyebabkan air tidak terikat kuat (a w
lebih tinggi). Dengan demikian dodol buah merah memiliki aw lebih tinggi
dibandingkan dengan dodol kontrol.
Sedangkan kadar air pada dodol buah merah yang lebih tinggi juga dapat
dikarenakan buah merah yang diekstrak berupa pasta yang terdiri atas partikel
kecil, sehingga ketika dicampurkan dengan komponen pembuatan dodol yang lain
akan menghasilkan struktur yang tidak homogen dan memberikan ruang untuk
terjadinya adsorpsi air yang dapat meningkatkan kadar air dari dodol buah merah
yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Farida (2002) yang menyatakan bahwa ekstrak rumput laut berbentuk
pasta yang terdiri dari pertikel kecil yang ketika dicampurkan dengan komponen
lainnya pada dodol akan menghasilkan struktur yang tidak homogen dan
memberikan ruang untuk terjadinya adsorpsi air
Sementara total padatan terlarut dari dodol kontrol adalah sebesar 67,66%,
sementara total padatan terlarut dari dodol buah merah yang dihasilkan sebesar
65,76%, yang menunjukkan bahwa total padatan terlarut dari dodol buah merah
lebih rendah dibandingkan dengan total padatan dodol kontrol. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena pada dodol kontrol digunakan tepung ketan
seluruhnya, sementara pada dodol buah merah dilakukan substitusi tepung ketan
dengan pasta buah merah yang masih banyak mengandung air dan minyak,
sehingga total padatan pada dodol buah merah yang dihasilkan lebih rendah dari
total padatan dodol kontrol. Namun dodol buah merah yang dihasilkan ini sesuai
dengan criteria Sudarsono (1981) yang dikutip oleh Polmaria (2001) yang
menyatakan bahwa makanan semi basah mengandung total padatan terlarut antara
37-74,5%, yang menunjukkan bahwa makanan semi basah ini tergolong makanan
yang awet.
Menurut Purnomo (1995) dalam Rachmawaty (2013), umumnya konsumen
menyukai makanan yang mempunyai aw yang tinggi. Alasannya karena konsumen
menyukai bahan pangan yang agak basah serta mudah dikunyah. Jadi empuk dan
mudah dikunyah, merupakan faktor tekstur yang dikehendaki. Selain itu dodol
yang baik seharusnya memiliki tekstur yang empuk dan tidak lengket (elastis).
Untuk itu kelemahan formula dodol buah merah ini adalah teksturnya yang
lembek dan lengket, sehingga perlu dicari pemecahannya, antara lain penambahan
bahan pengisi seperti terigu, tapioca, dan atau tepung beras. Penambahan bahan
tersebut dapat membantu terjadinya proses gelatinisasi pati yang lebih sempurna.
Selain itu, perlu dipertimbangkan penggunaan bahan pengisi dengan pengaturan
perbandingan kadar amilosa dan amilopektin tertentu sehingga mengurangi sifat
lengket dan lunak dodol buah merah. Hasil penelitian Widjanarko, dkk. (2006),
bahwa penambahan tepung tapioca 15% b.b dapat meningkatkan sifat fisikokimia
dan organoleptic dodol pisang, sementara menurut hasil penelitian Lestari (2013)
menyatakan bahwa substitusi tepung tapioka 25 % menghasilkan kualitas dodol
susu yang terbaik ditinjau dari tekstur maupun organoleptiknya.

PENUTUP

A. Kesimpulan
- Formulasi terbaik untuk pembuatan dodol buah merah adalah formulai F1

atau dengan perbandingan buah merah dengan tepung ketan 1,75:1.


- Sifat fisikokimia yang dihasilkan yaitu kekerasan 512,15 gf, kekenyalan

0,33%, kelengketan 275, 38 gf, Aw 0,87, kadar air 32,24% dan total

padatan 65,76%.
- Penerimaan panelis untuk warna, rasa dan aroma menunjukkan kriteria

netral sampai agak suka dengan nilai berturut 4,10; 4,05 dan 4,85.
DAFTAR PUSTAKA

Budi, I.M. 2002. Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisiko Kimia Berbagai
Jenis Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) Hasil Ekstraksi
Secara Tradisional di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya. Tesis.
Bogor: Fakultas Pertanian, IPB.

Budi, I.M., R. Hartono, dan I. Setyonova. 2005. Tanya Jawab Seputar Buah
Merah. Jakarta: Penebar Swadaya.

Dwiari, Sri Rini, Nurhayati, dkk. 2008. Teknologi Pangan Jilid I. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Farlex. 2008. Cooking.


http://www.encyclopedia2.thefreedictionary.com/cooking+basic+ topics.
Diakses pada 22 September 2013.

Farida, Ida. 2002. Pengaruh Pengeringan terhadap sifat fisik dan Kimia Dodol

Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii). (on-line)


http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19394/C02IFA1.pdf?

sequence=1 diakses pada 18 September 2013

Gusfahmi, Ahmad. 2011. Uji Hedonik.


http://achmadgusfahmi.blogspot.com/2011/03/uji-hedonik.html (diakses
pada 23 September 2013)

Ilma, Nur. 2012. Studi Pembuatan Dodol Buah Dengen. (on-line)


http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1906/STUDI

%20PEMBUATAN%20DODOL%20BUAH%20DENGEN.pdf?sequence=1

diakses pada 15 September 2013

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Lestari. 2013. Pengaruh Substitusi Tepung Tapioka terhadap Tekstur dan Nilai

Organoleptik Dodol Susu. (on-line)


http://fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/Pengaruh-Substitusi-

Tepung-Tapioka-Terhadap-Tekstur-dan-Nilai-Organoleptik-Dodol-Susu.pdf

diakses pada 13 September 2013

Machlin, L.J. 1991. Vitamin E. Di dalam: L.J Machlin. Handbook of Vitamins.


New York: Marcell Dekker Inc.

Marpaung, Polmaria. 2001. Pengaruh konsentrasi Gula Pasir terhadap Mutu

Dodol Rumput Laut. (on-line)


http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/16136/C01PMA.pdf

diakses pada 16 September 2013


Murtiningrum. 2010. Pemanfaatan Pasta Buah Merah (Pandanus conoideus L)

sebagai Bahan Substitusi Tepung Ketan dalam Pembuatan Dodol. (on-line)


http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JAGT/article/download/34/13 diakses pada

13 September 2013
Rachmawaty. 2013. Pengaruh Komposisi Sirup Glukosa dan Variasi Suhu

Pengeringan Terhadap Sifat Fisiko - Kimia dan Inderawi Dodol Rumput

Laut (Eucheuma spinosium). (on-line)


http://jbkt.ub.ac.id%2Findex.php/jbkt/article/view/96/93 diakses pada 18

September 2013
Soekarto, S.T. 1979. Pangan Semi Basah Ketahanan dan Potensinya dalam Gizi

Masyarakat. Bogor: Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB.

Sarungallo, Z.L. dan Murtiningrum. 2007. Potensi Anti-kolesterolemia Buah


Merah (Pandanus conoideus L) Asal Papua. Makalah dalam Seminar
Hibah Bersaing XIV. Tahun ke-2. Jakarta, 17-19 Desember 2007.

Selly, Andini Julia. 2008. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Pengujian


Antiproliferasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Terhadap
Sel Kanker HeLa dan K-562 Secara In Vitro. Skripsi. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian.
Winarno, F. G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan ke-XI. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
TUGAS TERSTRUKTUR
TEKNOLOGI BUAH DAN SAYUR

PEMANFAATAN OASTA BUAH MERAH (Pandanus conoideus L)


SEBAGAI BAHAN SUBTITUSI TEPUNG KETAN DALAM OEMBUATAN
DODOL

Disusun Oleh:

Amelia Puspasari A1M011013


Florentina Yunita R A1M011029
Fitria Dwijayanti A1M011034
Mira Pertiwi A1M011041
Inna Kurniani A1M0110

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013

Anda mungkin juga menyukai