Anda di halaman 1dari 33

Presentasi Kasus

Kardiomiopati ec Kemoterapi

Oleh :
Ikhsanul Akbar Misfa
1102014125

Pembimbing :
dr. Sidhi Laksono, Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO

1
BAB I
STATUS PASIEN
ILMU PENYAKIT JANTUNG
RSUD PASAR REBO

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. H
Umur : 56 tahun
Alamat : Jalan Poncol, Kelurahan Ciracas
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 2018-820033
Ruang Rawat : Rawat Jalan
Tanggal Pemeriksaan : 03 Desember 2018

A. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Dada terasa sesak sejak 5 hari yang lalu

2. Keluhan tambahan:
Sesak nafas setelah beraktivitas, sesak dirasa dada seperti ditekan, Batuk kering (+),
Demam (-), terdapat nyeri dada kiri dirasakan jika miring ke kiri, Dada berdebar-
debar (-), Keringat dingin (-), Ortopnue (-), Sakit Kepala (-)

3. Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan dada terasa sesak sejak +- 5
hari SMRS. Dada terasa sesak seperti ditekan jika beraktivitas. Pasien juga merasakan
Nyeri dada sebelah kiri +- 5 hari SMRS. Nyeri seperti tekan dan dirasakan jika badan
miring ke kiri. Gejala ini tidak pernah dialami sebelumnya. Pasien juga mengalami
batuk kering (+), Pasien rutin menglakukan kemoterapi pasca pengangkatan payudara
kiri.

4. Riwayat penyakit dahulu :


Pasien dirawat dua hari yang lalu dengan keluhan sesak nafas setelah beraktivitas dan
nyeri dada kiri, pasien sedang melakukan kemoterapi.
 Riwayat penyakit hipertensi.
 Riwayat penyakit asma disangkal.
 Riwayat penyakit jantung.
 Riwayat alergi obat disangkal.
 Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal.

5. Riwayat penyakit keluarga :


 Riwayat penyakit keluarga hipertensi diakui (Bapak).
 Riwayat penyakit keluarga asma disangkal.

2
 Riwayat penyakit keluarga jantung diakui (Bapak).
 Riwayat keluarga alergi obat disangkal.
 Riwayat keluarga penyakit diabetes mellitus disangkal.

B. STATUS GENERALIS
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Keadaan umum : Sedang
3. Tekanan darah : 140/80 mmHg
4. Nadi : 90 x/menit
5. Suhu : 36 °C
6. Pernapasan : 20 x/menit

C. PEMERIKSAAN FISIK

 KULIT
1. Warna : Kuning langsat
2. Jaringan parut : Tidak ada
3. Pertumbuhan rambut : Normal
4. Suhu Raba : Hangat
5. Keringat : Umum
6. Kelembaban : Lembab
7. Turgor : Cukup
8. Ikterus : Tidak ada
9. Edema : Tidak ada

 KEPALA
1. Bentuk : Normocephal
2. Posisi : Simetris
3. Penonjolan : Tidak ada

 MATA
1. Exophthalmus : Tidak ada
2. Enoptashalmus : Tidak ada
3. Edema kelopak : Tidak ada
4. Konjungtiva anemis : Tidak ada
5. Skelera ikterik : Tidak ada

 TELINGA
1. Pendengaran : Baik
2. Membran timpani : Tidak dilakukan
3. Darah : Tidak ada
4. Cairan : Tidak ada
 LEHER
1. Trakea : Tidak deviasi
2. Kelenjer tiroid : Tidak membesar
3. Kelenjar Limfe : Tidak membesar
3
 PARU-PARU
1. Inspeksi : Bentuk & ukuran dada normal, pergerakan nafas
dalam keadaan statis & dinamis simetris kanan dan
kiri
2. Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan dan kiri, fremitus
vokal simetris kanan dan kiri
3. Perkusi : Sonor (+) di seluruh lapang paru
4. Auskultasi : Vesikuler (+/+); Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

 JANTUNG
1. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Iktus cordis teraba
3. Perkusi : Batas atas : Sela iga II garis parasternal sinistra
Batas kanan : Sela iga IV garis sternal dekstra
Batas kiri : Sela iga IV garis midclavicula sinistra
4. Auskultasi : Bunyi Jantung I Split pada katup pulmonal, Bunyi
Jantung II Normal, Reguler.
Gallop (-)
Murmur (-)

 ABDOMEN
1. Inspeksi : Agak cembung, gerak peristaltik usus tidak terlihat,
terdapat hematom di bekas suntikan
2. Auskultasi : Bising usus (+) Normal
3. Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
4. Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba

 EKSTREMITAS
Lengan Kanan Kiri
Tonus otot Normal Normal
Massa otot Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Normal Normal
Kekuatan 5 5

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri


Tonus otot Normal Normal
Massa otot Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Normal Normal
Kekuatan Normal Normal
Edema - -
Luka - -
Varises - -
4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Radiologi
Jenis Pemeriksaan : Thoraks PA
Dilakukan pada tanggal 03/08/12 dan 10/08/12

 Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Nilai Normal


03/08/12 04/08/12 05/08/12 06/08/12 07/08/12 Satuan
Pemeriksaan
LED - 5 - - - mm/jam <15

Hemoglobin 14,5 14,9 - - - g/dl 13,2-17,3

Hematokrit 46 45 - - - % 40-52

Eritrosit - 5,2 - - - jt/ul 4,4-5,9

Leukosit 29170 26.630 - - - ul 3800-10600

Thrombosit 343.000 352.000 - - - ul 150000-440000

SGPT/ALAT 10 - - - - U/L 0-50

SGOT/ASAT 20 - - - - U/L 0-50

Ureum 31 - - - - mg/dl 20-40

Kreatinin 0,86 - - - - mg/dl 0,17-1,5

Na+ 140 - - - - mmol/L 135-147

K+ 4,0 - - - - mmol/L 3,8-4,4

iCa++ <1 - - - - mmol/L 1,06-1,26

pH 7,38 - - - - 7,37-7,40

PCO2 28 - - - - mmHg 33-44

PO2 111 - - - - mmHg 71-104

Hct 38 - - - - % 37-48

HCO3- 16,6 - - - - mmol/L 22-29

5
HCO3- std 19,3 - - - - mmol/L

TCO2 17,5 - - - - mmol/L 19-24

BE ecf -8,5 - - - -

BE (B) -7,3 - - - - (-2)-(+3)

Saturasi O2 98 - - - - % 94-98

MCV - 86 - - - fl 80-100

MCH - 29 - - - pg 26-34

MCHC - 33 - - - g/dl 32-36

Basofil - 0 - - - % 0-1

Eosinofil - 1 - - - % 1-3

Batang - 0 - - - % 3-5

Segmen - 84 - - - % 50-70

Limfosit - 9 - - - % 25-40

Monosit - 6 - - - % 2-8

Protein Total - 6,3 - - - g/dl 6-8

Albumin - 3,7 - - - g/dl 3,4-4,8

Globulin - 2,6 - - - g/dl <2

Bilirubin Total - 0,74 - - - mg/dl 0,1-1,0

Bilirubin Direk - 0,25 - - - mg/dl 0-0,2

Bilirubin Indirek - 0,49 - - - mg/dl

Alkali Fosfatase - 137 - - - U/L 30-120

GD Puasa - 101 - - - mg/dl 70-125

GD 2 Jam PP - 103 - - - mg/dl <140

Kolesterol Total - 179 - - - mg/dl <200

6
Trigliserida - 140 - - - mg/dl 40-155

Kolesterol HDL - 46 - - - mg/dl 30-63

Kolesterol LDL - 72 - - - mg/dl <130

Asam Urat - 6,0 - - - mg/dl 2-7

* Troponin T h 232 :
 < 50 ng/L = masih mungkin IMA, ulang 3-6 jam
 50 – 100 ng/L = mungkin IMA, ulang untuk lihat peningkatan
 100-2000 ng/L= mungkin IMA
 > 2000 ng/L = sangat mungkin IMA

E. RESUME
Pasien datang ke Poli jantung RSUD Pasar Rebo dengan keluhan dada terasa panas sejak
+- 5 hari SMRS. Dada terasa sesak sepeti ditimpa beban berat dan timbul jika beraktivitas.
Gejala ini tidak pernah dialami sebelumnya dan timbul setelah pasien melakukan
pengangkatan payudara dan melakukan kemoterapi. Sebelumnya pasien datang ke IGD
RSUD Pasar Rebo dengan keluhan yang sama dan dirawat selama 2 hari. Tanggal 3
Desember 2018 pasien datang untuk kontrol dan masih mengeluh sesak jika beraktivitas,
dan nyeri dada kiri jika badan dimiringkan. Pasien juga mengaku mudah Lelah jika
beraktivitas. Riwayat hipertensi dan penyakit jantung terdapat di keluarga (Bapak).

Tekanan darah pada awal pemeriksaan 140/80 mmHg. Hasil pemeriksaan fisik sebagian
besar dalam batas normal, pada auskultasi dalam batas normal. Pada EKG didapatkan ST
elevasi, gelombang Q, ST depresi dan T inversi.

F. DIAGNOSIS KERJA
Cardiomyopathy ec kemoteraphy

G. DIAGNOSIS BANDING
-

H. PEMERIKSAAN ANJURAN
Ekokardiografi

I. TATALAKSANA
Obat Oral
 Ramipril 1 x 5 mg
 Spironolacton 1 x 25 mg
 Kalium klorida 3 x 1mg

J. PROGNOSIS
1. Ad vitam : Dubia ad bonam
7
2. Ad functionam : Dubia ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad bonam

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gagal jantung merupakan masalah utama kesehatan masyarakat pada beberapa negara
industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia, yang juga merupakan tahap akhir dari
seluruh penyakit jantung dan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.1,2,3,4
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1%
laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun.
Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya
usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan
perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.4
Di Amerika, hampir 3 juta orang terdiagnosa dengan gagal jantung, dan sekitar 550.000
kasus baru terdiagnosa gagal jantung disetiap tahunnya.3 Diagnosis ini biasanya didapatkan di
tempat praktik dokter keluarga dan hampir 4 juta pasien rawat jalan berkunjung per tahun. Pada
tahun 1991, biaya untuk berobat gagal jantung menghabiskan >5% anggaran pelayanan kesehatan
nasional, dengan pengeluaran melebihi 38 miliar.5
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung
sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.6,7 Ciri penting dari definisi ini adalah gagal
didefinisikan relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh dan penekanan arti kata gagal ditujukan

8
pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Gagal jantung kongestif adalah keadaan saat
terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya.8
Walaupun secara signifikan prevalensi gagal jantung lebih banyak terjadi pada orang yang
lebih tua, namun seseorang dari segala usia juga bisa menderita penyakit ini. Gagal jantung sering
menjadi kronik, hal tersebut berdasarkan karakteristik dari ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah ke paru-paru dan mengalirkan ke seluruh tubuh.3

Gambar 1. Angka Kematian karena Gagal Jantung Kongestif 3

9
1.2 ANATOMI JANTUNG
Jantung adalah organ berongga dan memiliki empat ruang yang terletak didalam ruang
mediastinum rongga dada, yaitu diantara paru dan dibungkus oleh suatu selaput disebut
perikardium.8,9,10 Selaput perikardium tersebut terdiri dari lapisan fibrosa luar dengan serabut
kolagen yang membentuk lapisan jaringan ikat luar untuk melindungi jantung, dan lapisan serosa
dalam yang terdiri dari membran viseral yang menutup permukaan jantung serta membran parietal
yang melapisi permukaan bagian dalam fibrosa perikardium.10

Terdapat beberapa bagian jantung (secara anatomis), diantaranya yaitu :10


1). Bentuk Serta Ukuran Jantung. Jantung merupakan organ utama dalam sistem
kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium
kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-kira 12 cm,
lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425
gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua
10
dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awam, atrium dikenal
dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik. Kedua atrium merupakan ruang dengan
dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium.
Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang
mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh
sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat
antar ventrikel (septum interventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada masing-masing sisi
jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung yang disebut orifisium
atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler
(katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup
AV sebelah kanan disebut katup trikuspid.

2). Katup-Katup Jantung. Diantara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang
memisahkan keduanya yaitu katup trikuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri
juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral/ bikuspid. Kedua katup ini
berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari
atrium ke ventrikel.

11
1. Katup Trikuspid: Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel
kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium
kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya,
katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup.
2. Katup pulmonal: Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam
ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi
arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan
dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari

12
3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila
ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel
kanan menuju arteri pulmonalis.
3. Katup Bikuspid: Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium
kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat
kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
4. Katup Aorta: Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta.
Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan
mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri
relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.

Jantung adalah salah satu organ tubuh yang vital. Jantung kiri berfungsi memompa darah
bersih (kaya oksigen/zat asam) ke seluruh tubuh, sedangkan jantung kanan menampung darah
kotor (rendah oksigen, kaya karbon dioksida/zat asam arang), yang kemudian dialirkan ke paru-
paru untuk dibersihkan. Jantung normal besarnya segenggam tangan kiri pemiliknya. Jantung
berdenyut 60-80 kali per menit, denyutan bertambah cepat pada saat aktifitas atau emosi, agar
kebutuhan tubuh akan energi dapat terpenuhi. Andaikan denyutan jantung 70 kali per menit, maka
dalam 1 jam jantung berdenyut 4200 kali atau 100.800 kali sehari semalam. Tiap kali berdenyut
dipompakan darah sekitar 70 cc, jadi dalam 24 jam jantung memompakan darah sebanyak kira-
kira 7000 - 7.571 liter.

Jantung mempunyai dua fungsi :


1). Jantung harus menyediakan darah yang cukup mengandung oksigen dan nutrisi untuk
organ-organ dari tubuh, darah ini harus mempunyai tekanan yang cocok untuk perfusi dan
pemberian makanan. Pada saat yang sama jantung juga harus memompakan darah yang
mengandung bahan-bahan sisa ke organ-organ ekskresi misalnya hati dan ginjal dan
memompakan darah yang suhunya berlebihan ke sistem pendingin dari tubuh, yaitu
pembuluh darah di kulit. Semua hal ini dapat dilakukan oleh jantung sebelah kiri.
2). Fungsi lain dari jantung ialah mengisi darah dengan oksigen yang segar dari udara dan pada
saat yang bersamaan mengekskresi salah satu hasil akhir metabolisme yaitu

13
karbondioksida. Pertukaran kedua gas ini dengan udara dari alveoli paru berlangsung
melaui membran alveolus yang sangat tipis. Jika tekanan sama tingginya dengan tekanan
di bilik kiri atau aorta, cairan darah segera akan mengisi alveoli dengan cara filtrasi dan
penderita akan mati oleh karena edema paru.

14
BAB II
GAGAL JANTUNG

2.1 DEFINISI
Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi pada seseorang yang struktur
dan atau fungsi jantungnya abnormal dikarenakan faktor genetik atau didapat, kemudian
berkembang menjadi sekumpulan gejala klinis (dispnea dan lelah) dan tanda (edema dan rales/
ronkhi).1,11
Gagal jantung adalah suatu keadaan patologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.4,8 Ciri penting dari definisi ini adalah, 1.
Gagal didefinisikan relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, dan 2. Penekanan arti gagal
ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan.8 Keadaan ini dapat timbul dengan atau
tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau
sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat
menyebabkan kematian pada pasien.4

2.2 KLASIFIKASI
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan
penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip
yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi
Forrester, Stevenson dan NYHA.4
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan
pembagian:4
- Derajat I : tanpa gagal jantung
- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan peningkatan
tekanan vena pulmonalis
- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg) dan
vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti dan
kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah,

15
refluks hepatojugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square
wave blood pressure pada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan
nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan
kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry).
Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm).
Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu:4
- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)
Sedangkan klasifikasi fungsional berdasarkan NYHA (New York Heart Association)
adalah : 1,4
- Kelas I : Pasien masih dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
- Kelas II : Pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari
tanpa keluhan
- Kelas III : Pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
- Kelas IV : Pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah
baring

2.3 ETIOLOGI
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untuk

mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri koroner dan

hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi

penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada

beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada

keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study

dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko

koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada

16
perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total

dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal

jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa

penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk

hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik

dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk

terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang

menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4

Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan

oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit

pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi

(kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot

jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel

kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE,

sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan

penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai

dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang

asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif).

Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak

membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat

pengisian ventrikel.

Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah

mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah

17
regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan

kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban

tekanan (peningkatan afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan

dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita

hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan.

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut

maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan

dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol

menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi

dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi

seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung

akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.4

2.4 PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot

skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang

kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan

terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi

neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin

dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas

jantung dapat terjaga.

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output

dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer

18
(peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan

pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis

miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.4

Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma

dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan

sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat

tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium

dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta

berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.12

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek

yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)

dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi.

Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada

ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh

darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain

natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan

bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi

natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak

penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah

digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung

kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan

menyebabkan hiponatremia. Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan

19
merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh

darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan

semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan

tekanan pulmonary artery capillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah

dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat

terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.

Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan

dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada

pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi

dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi

pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita

gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering

ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.4

2.5 DIAGNOSIS

Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti sesak

nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai.

Kriteria Framingham untuk menentukan Gagal Jantung Kronik:13

 Kriteria Major

1) Distensi vena leher

2) Orthopnea atau paroxysmal nocturnal dyspnea


20
3) Ronkhi

4) Kardiomegali pada foto rontgen

5) S3 gallop

6) Tekanan vena sentral >12 mmHg

7) Disfungsi ventrikular kiri pada echocardiogram

8) Berat badan menurun >4.5 kg

9) Edema paru akut

 Kriteria Minor

1) Edema pada pergelangan kaki

2) Batuk pada malam hari

3) Dispnea setelah aktivitas

4) Hepatomegali

5) Efusi pleura

6) Takikardi (>120 x/menit)

*diagnosis gagal jantung kronik terpenuhi bila ada 2 kriteria major, atau 1 kriteria major ditambah

2 kriteria minor

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung

antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan

radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru. Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya

pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis

terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat

timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila

tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan

21
adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila

unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.

Gambar 1. Pemeriksaan Vena Jugularis


(Dikutip dari 14)

Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh

penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus.

Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi

ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada

keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab

dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal

jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi

jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal

jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan

fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior,

hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi

sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.4,15

22
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah

bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang

berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia

dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.

Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal,

juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah

pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung

berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa

suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat

dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada

gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena

kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.

Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP

plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml.2,8,12-14 Pemeriksaan radionuklide

atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju

pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.

Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel

kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan

diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium

kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.4

2.6 PENATALAKSANAAN

23
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non

farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk

penatalaksaan paripurna penderita gagal jantung. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan

kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan progosis, meskipun penatalaksanaan secara

individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahui

penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.

Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan

menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat

dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan

pada penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta

pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung

kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif

terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas

terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal

jantung kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap

influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan

prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer maupun pengguna

katup prostesis.4

Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non farmakologis dan

farmakologis. Gagal jantung kronis bisa terkompensasi ataupun dekompensasi. Gagal jantung

terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi air dan edema paru tidak dijumpai.

Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang mungkin timbul adalah episode udema paru akut

maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas. Penatalaksaan

24
ditujukan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah

untuk memperbaiki prognosis serta penurunan angka rawat.

Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain: diuretik (loop

dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, β-blocker (carvedilol, bisoprolol,

metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia,

serta obat positif inotropik.4,13,16

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari) dan

pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu

perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian

heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan

diberikan pada pemderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi

ventrikel.

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta

cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi

(tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan

bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok

kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium

maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek

septum ventrikel pasca infark.

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan

penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik,

menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan

posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan

25
pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan

kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus.

Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis

laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi

memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter.

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang

akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi

prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat

antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal

jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan

kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem

paru. Dosis pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan. Pemberian nitrat

(sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan

berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai

vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri

koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara dilatasi

vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada

pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24jam.

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal

jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian

nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5

μg/kg/menit. Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah

26
BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki

hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan

menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena

menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke

volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1 menit

dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit.

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai

hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita

gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka

inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan

akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan

bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.

Pemberian dopamin < 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik

dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi

peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi.4,16

Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik β1 dan β2, menyebabkan

berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis

umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15

μg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih

tinggi yaitu 15 – 20 μg/kg/menit. Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP

menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering

digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi

27
penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang

memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian

infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 – 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5

μg/kg/mnt.4

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok

kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya

dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama

30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus

kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1

μg/kg/mnt.

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya gagal

jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan

sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan

untuk menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat

seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium

intravena (nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan.

Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.

Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita

dengan gagal ginjal, diterapi sesuai penyakit dasar.

Aritmia jantung harus diterapi. Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa

balon intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular

assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok

kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau

28
ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju

jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita

dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable

cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel.

Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel,

indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama

inotropik.4

Gambar 2. Skema Tatalaksana Gagal Jantung17

29
Tabel 1. Dosis terapi yang bisa diberikan 17

30
BAB III

KESIMPULAN

Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan primer otot jantung atau beban jantung

yang berlebihan ataupun kombinasi keduanya. Secara garis besar, faktor yang menyebabkan

penyakit gagal jantung adalah orang yang memiliki penyakit hipertenisi, hiperkolesterolemia

(kolesterol tinggi), perokok, diabetes (kencing manis), obesitas (kegemukan) dan seseorang yang

memiliki riwayat keluarga penyakit jantung serta tentunya pola hidup yang tidak teratur dan

kurangberolahraga.

Gagal jantung merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat menyebabkan

meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung. Sangat penting untuk

mengetahui gagal jantung secara klinis. Penatalaksanaan meliputi penanganan gagal jantung

kronik dan gagal jantung akut, dengan penanganan non medikamentosa, dengan obat – obatan

serta dengan menggunakan terapi invasif.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine, 17th
Edition. 2008
2. Lauralee Sherwood, Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 6,Jakarta, 2012
3. Herry Y. Pengaruh penyekat beta pada perbaikan harapan hidup penderita gagal jantung
kronik dengan risiko tinggi. Dalam : Tanuwidjojo S, Rifqi S, editor. Atherosclerosis from
theory to clinical practice. Naskah lengkap Semarang Cardiology –Update, 2003 : 175
4. Lab, Evangelia Kranias. http://www.med.uc.edu/kranias/heart_failure.htm. Last modified
11-12-08. Copyright © University of Cincinnati. Diunduh pada 5 agustus 2012.
5. Mariyono HH, Santoso A. Gagal Jantung. J Peny Dalam, Volume 8 Nomor 3 Bulan
September. 2007.
6. Darmojo B. Buku Ajar Geriatri : Penyakit Kardiovaskuler pada Lanjut Usia. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2004: 262
7. Mcconaghy JR., Smith SR. Outpatient Treatment of Systolic Heart Failure, volume 70
number 11. American Family Physician. 2004
8. Rich MW. Heart failure. In : Hazzard RW, Blass JP, Ettingen WH, Halter JB, Ouslander
JG, editors. Principles of geriatric medicine and gerontology, 4th ed.
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed 6 volume I.
2006.
10. Sloane, Ethel. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakaarta. 2004
11. Saptawati, W. Bersahabat dengan penyakit jantung. Yogyakarta. 2009
12. Braunwald, Eugene. Heart Disease : a textbook of cardiovascular medicine, 4th ed. volume
I. 1992.
13. McNamara DM. Neurohormonal and cytokine activation in heart failure. In: Dec GW,
editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel
Dekker; 2005.p.117-36.
14. Figueroa MS, Peters JI. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, Therapy,
and Implications for Respiratory Care. Respiratory Care. April 2006 Vol 51 No 4.
15. Steimle, Anthony. Evidence-Based Clinical Vignettes from the Care Management Institute:
Heart Failure.

32
16. Institute For Clinical System Improvement. Health Care Guideline: Health Failure in
Adults, 12th edition. 2011.
17. Poppas A, Rounds S. Update in Nonpulmonary Critical Care: Congestive Heart Failure.
Am J Respir Crit Care Med Vol 165. pp 4–8. 2002.
18. Arnold JMO et al. Can J Cardiol; 22 (1) : 23-45. 2006.

33

Anda mungkin juga menyukai