Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2
Dosen Pembimbing:
2018
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang ”Penyakit Fraktur” makalah ini diajukan
guna memenuhi tugas mata pelajaran Keperawatan Medikal Bedah. Kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan pada waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi teman-teman dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua. Akhirnya kami berharap semoga tuhan memberikan bantuan,
dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah. Amiiin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
kelompok
i
DAFTAR ISI
Pendidikan kesehatan.....................................................................................................17
1
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun, biasanya berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka
yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Pada orang tua, wanita lebih
sering mengalami fraktur dari pada laki-laki berkaitan dengan perubahan hormon
pada saat menopause sehingga meningkatkan insiden osteoporosis.
WHO mencatat tahun 2009 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan, dan sekitar 2 juta orang mengalami kecelakaan
fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup tinggi yakni insiden fraktur
khususnya ekstremitas atas dan bawah diperkirakan jumlahnya sekitar 46,2% dari
insiden kecelakaan yang terjadi, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja
atau dewasa muda. Setiap tahunnya di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang
mengalami fraktur.
2
1.2 Tujuan
3
BAB II
Pembahasan
2.1 Definisi
Fraktur adalah gangguan dari konstinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi
fraktur, maka jaringan jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi
(sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan
otot atau ligmen yang robek, saraf yang putus, atau pembulu darah yang pecah yang dapat
menjadi komplikasi pemulihan klien.
2.2 Klasifikasi
Keparahan dari fraktur biasanya tergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur
tersebut. Jika ambang fraktur tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang hanya retak dan bukan
patah. Jika gaya ekstrem, seperti pada tabrakan mobil atau luka tembak, tulang dapat hancur
berkeping-keping. Jika tulang patah sehingga ada fragmen fraktur yang menebus keluar kulit
atau ada luka luar yang memenestrasi hingga tulang yang patah, fraktur ini disebut fraktur
terbuka. Tipe fraktur ini umunya serius, karena begitu kulit telah terbuka, maka dapat terjadi
inkesi di luka dan tulang.
Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan ada lebih dari 150 tipe fraktur
yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi. Misalnya, klien dapat
mengalami fraktur compound, transversal dari femur dista. Memahami gaya yang diperlukan
untuk menciptakan berbagai tipe fraktur akan sangan membantu. Misalnya, tulang femur orang
dewasa tidak mudah patah. Sehingga jika ada klien dewasa datang dengan femur yang patah,
maka harus dilakukan pengkajian cedera lain dengan mengkaji penyebab fraktur.
Metode klasifikasi paling sederhana adalah berdasarkan pada apakah fraktur tertutup
atau terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh di atas lokasi cedera, sedangkan
fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit di atas cedera tulang. Keursakan jaringan dapat
sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya.
4
Derajar 3. Luka melebihi 6 hingga 8 cm: ada kerusakan luas pada jaringan lunak,
saraf, dan tendon, dan kontaminasi banyak. Oleh karena luka berhubungan
dengan dunia luar, risiko infeksi harus segera dikenali dan ditangani.
Tipe Fraktur yang umum terjadi :
1. Pecah: Dicirikan oleh tulang yang pecah berkeping-keping, sering terjadi pada ujung
tulang atau vertebra.
2. Kominutif: Terdapat lebih dari satu garis fraktur, lebih dari dua fragmen tulang,
fragmen dapat terputir atau hancur.
3. Komplet: Patah melintang di satu bagian tulang, membaginya menjadi fragmen-
fragmen yang terpisah, sering kali bergeser.
4. Tergeser: Fragmen-fragmen berada pada posisi tidak normal diposisi fraktur.
5. Inkomplet: Trejadi hanya pada satu sisi korteks tulang, biasanya tidak bergeser.
6. Linear: Garis fraktur masih utuh, fraktur akibat gaya minior atau yang sedang mengenai
langsung pada tulang.
7. Longitudinal: Garis fraktur memanjang pada sumbu longitudinal tulang.
8. Tidak Bergeser: Fragmen masih lurus pada lokasi fraktur.
9. Oblik: Garis fraktur terjadi pada kurang lebih sudut 45° pada sumbu longitudinal tulang.
10. Spiral: Garis fraktur terjadi akibat gaya puntaran, membentuk suatu spiral yang
mengelilingi tulang.
11. Stelata: Garis fraktur menyebar dari satu titik pusat.
12. Transversal: Garis fraktur terjadi pada sudut 90° pada sumbu longitudinal tulang.
13. Avulasi: Fragmen-fragmen tulang terlempar dari badan tulang pada lokasi perlekatan
ligamen atau tendon.
14. Greenstick: Fraktur inkomplet dimana satu sisi korteks tulang patah dan sisi lain
melekuk tetapi masih utuh.
15. Impaksi: Fraktur teleskopi, dengan satu fragmen terdorong kedalam fragmen lain.
16. Kompresi: Tulang melekuk dan akhirnya retak karena gaya beban yang besar terhadap
sumbu longitudinalnya.
17. Colles: Fraktur pada ujung radius distal, fragmen distal tergeser ke arah deviasi medial
dan dorsal.
18. Pott: Fraktur fibula distal, mengganggu artikulasi libio fibular dengan buruk, sebagian
maleolus (mata kaki) medial dapat terlepas karena ruptur, dari ligamen lateral internal.
5
2.3 Etiologi
Etiologi Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat
tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu
ditanggungnya. Jumlah gaya pasti yang diperlukan untuk menimbulkan suatu fraktur dapat
bervariasi, sebagai bergantung pada karakteristik tulang itu sendiri. Seorang klien dengan
gangguan metabolik tulang, seperti osteoporosis, dapat mengalami faktur dari trauma minor
karena kerapuhan tulang akibat gangguan yang telah ada sebelumnya. Fraktur dapat terjadi
karena gaya secara langsung, seperti saat sebuah benda bergerak menghantam suatu area
tubuh diatas tulang. Gaya juga dapat terjadi secara tidak langsung, seperti ketika suatu
kontraksi kuat dari otot menekan tulang (Faktor Ekstrinsik). Selain itu, tekanan dan
kelelahan dapat menyebabkan fraktur karena penurunan kemampuan tulang menahan gaya
mekanikal (Faktor Intrinsik).
Dua tipe tulang juga merespon beban dengan cara berbeda. Tulang kortikal, lapisan
luar yang ringkas dan mampu menoleransi beban di sepanjang sumbunya (longitudinal)
lebih kuat dibandingkan jika beban menembus tulang. Tulang kanselus atau spons
(cancellous, spongy) merupakan materi tulang bagian dalam yang lebih padat. Tulang ini
mengandung bentuk-bentuk serta rongga seperti sarang laba-laba yang terisi oleh susum
merah yang membuatnya mampu menyerap gaya lebih baik dibandingkan tulang kortikal.
Penonjolan tulang, disebut trabekula, memisahkan ruangan-ruangan dan tersusun di
sepanjang garis tekanan, sehingga membuat tulang kanselus lebih kuat.
Predisposisi fraktur antara lain berasal dari kondisi biologis seperti osteopenia
(misalnya, karena penggunaan steroid atau sindroma Cushing) atau osteogenesis imperfekta
(penyakit kongenital tulang yang dicirikan oleh gangguan produksi kolagen oleh osteoblas).
Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Neoplasma juga dapat melemahkan tulang dan
berperan pada fraktur. Kehilangan estrogen pasca menopause dan malnutrisi protein juga
menyebabkan penurunan masa tulang serta meningkatkan risiko fraktur. Bagi orang dengan
tulang yang sehat, fraktur dapat terjadi akibat aktivitas, hobi risiko-tinggi atau aktivitas
terkait pekerjaan (misalnya, bermain papan seluncur, panjat tebing, dan lain-lain). Korban-
korban kekerasan dalam rumah tangga juga sering dirawat karena cedera traumatik.
2.4 Patoflodiagram
6
Patoflow Fraktur
Ekstrinsik Intrinsik
Tidak Bisa Menahan BB
Tidak mampu
meredam energi besar
Fraktur
Laserasi Kulit
Pergeseran Spasme Otot
Fragmen Tulang
Putus
Vena/Arteri Deformitas Peningkatan Tekanan
7 Kapiler
Pendarahan Gangguan Fungsi
Pelepasan Histamin
Ekstermitas
Kehilangan Volume
Cairan Protein Plasma Hilang
Edema
Penekanan Pembuluh
Darah
8
2.5 ManifestasiKlinis
Manifestasi Klinis Diabetes Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan
manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa
fraktur sering langsung tampak jelas: beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan
rontgen (sinar-x).
Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut:
1. Deformitas. Pembekakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rational, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur
dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan. Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi
cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar (ekimosis). Memar terjadi karena perdarahan sybkutan pada lokasi
fraktur.
4. Spasme otot. Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntary sebenarnya
berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari
fragmen fraktur.
5. Nyeri. Jika klien secara neurologis masih bai, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur; itensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing
klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur tidak diimobilisasi.
Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera
pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan. Ketegangan di atas lokasi fraktur dusebabkan oleh cedera yang
terjadi.
7. Kehilangan fungsi. Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan
fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit-lengan pada tungkai yang
terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi. Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari
bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang menciptakan
sensasi dari suara derita.
9. Perubahan neurovascular. Cedera neurovakular terjadi akibat kerusakan saraf
perifer atau struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas
atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
9
10. Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
2.7 Penatalaksanaan
1. Reduksi
Reduksi fraktur berarti memanipulasi tulang untuk mengembalikan kelurusan,
posisi, dan Panjang dengan mengembalikan fragmen tulang menjadi dekat, untuk
mengurangi tekanan atau tarikan pada saraf dan pembuluh darah. Reduksi atau
bisa disebut bone setting biasanya sangat menyakitkan, maka dibutuhkan
anastesi lokal atau umum.
a. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
b. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
10
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu
imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur
adalah sekitar 3 bulan.
3. Gips: Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk
tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gipsa dalah :
a. Immobilisasi dan penyangga fraktur.
b. Istirahatkan dan stabilisasi.
c. Mengurangiaktifitas.
d. Membuatcetakantubuh orthotic.
2.8 Komplikasi
Komplikasi fraktur bergantung pada jenis cedera, usia klien dan adanya masalah
kesehatanlainnya, dan penggunaan obat yang mempengaruhi perderahan seperti warfarin,
kortikosteroid, dan NSAID.
1. Cedera Saraf
Fregmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Seperti adanya pucat dan tungkai yang sakit teraba
dingin, perubahan kemampuan klien untuk menggerakan jari atau tungkainya,
paratesia, atau adanya keluhan nyeri meningkat.
2. Sindroma Kompartemen
Dimana otot pada tungkai atas atau bawah dilapisi jaringan fasia yang keras dan tidak
elastis. Kondisi ini disebabkan karena gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang terbatas. Iskemia yang
berkelanjutan akan menyebabkan pelepasan histamin oleh otot-otot yang tertekan,
menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi.
3. Kontraktur Volkman
11
Suatu deformitas tungkai akibat sindroma kompartemen yang tak tertangani.
Tekanan terus menerus yang menyebabkan iskemik, kemudian otot perlahan
digantikan oleh fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Volkman bisa terjadi pada
fraktur siku dan lengan bawah atau karena perban atau gips yang terlalu ketat yang
dapat menyebabkan deformitas kaku secara permanen.
4. Sindroma Emboli Lemak
Sindrom emboli lemak adalah sebuah proses dimana jaringan lemak masuk kedalam
aliran darah yang ditandai dengan gejala klinis berupa sesak napas, demam,
ruamptekie, gangguan neurologis, gangguan pada ginjal. Indsiden tertinggi terjadi
setelah fraktur dari tulang Panjang, seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan
panggul.
5. Trombosis Vena dalam dan Emboli Paru
Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) adalah penggumpalan darah
yang terjadi di dalam pembuluh darah vena dalam. Dan dapat menyebar hingga
keparu-paru. DVT yang menyerangparu-paru ini dapat menyumbat separuh atau
seluruh bagian dari arteri paru dan menyebabkan timbulnya komplikasi berbahaya
bernama emboli paru (pulmonary embolism/PE).
6. Infeksi
Infeksi menjadi penyebab morbiditas pada klien dengan fraktur. Pathogen dapat
mengkontaminasi fraktur terbuka saat cedera atau dapat masuk saat prosedur bedah.
7. Sindorma Gips
Sindorma gips hanya terjadi pada gips spika badan. Diaman duo denum tertekan
antara arteri mesenterika superior dibagian depan dan aourtaserta badan vertebral di
bagian belakang, yang menyebabkan penurunan aliran darah yang dapat
menyebabkan perdarahan dan nekrosisusus.
8. Artritis Traumatik (Kaku Sendi)
Imobilasi jangka Panjang dapat menyebabkan kontraktu rsendi, pergeseran ligament,
atau atrofiotot.
12
1. Identitas klien. Meliputi: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, agama, suku, tanggal, dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan
diagnosa medis.
2. Keluhan utama. Klien meminta pertolongan karena nyeri, dan deformitas pada
daerah trauma.
3. Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat
kecelakaan lalulintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industry. Pengkajian
yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas.
4. Masalah penggunaan obat-obatan. Perawat perlu menanyakan kepada klien
masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan pengguanaan obat-obatan alcohol.
5. Riwayat penyakit dahulu. Perawat perlu menanyakan adanya riwayat penyakit
degenerative pada tulang belakang, seperti osteoporosis, dan osteoarthritis yang
memungkinkan terjadinya kelainan pada tulang belakang. Dan penggunaan obat-
obatan.
6. Pengkajian psikospiritual. Pengkajian mengenai mekanisme koping yang
digunakan klien, diperlukan untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya.
7. Pemeriksaan fisik. Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhanklien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang tearah dan dihubungkan
dengan keluhan klien.
Tanda-Tanda Vital
13
6. Musculoskletal. Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada
ketinggian terjadinya trauma.
2. Diagnosis
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
2) Kerusakan intergritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
3) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi,
restriktif (imobilisasi).
3. Intervensi
1)
2)
14
Kerusakan integritas kulit NOC NIC
Definisi : Perubahan /
gangguan epidermis / dermis. Tissue integrity : skin - Anjurkan Jaga kulit agar tetap
and mucous bersih dan kering
Membranes - Anjurkan klien menggunakan
Hemodyalisakses pakaian yang longgar
- Mobilisasi klien (ubahs etiap 2
Kriteria hasil
jam sekali)
Integritas kulit yang
- Monitor status nutrisi klien
baik dapat
dipertahankan
Perfusi jaringan baik
Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembapan kulit.
3)
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fraktur adalah patah tulang yang diakibatkan tekanan atau benturan yang keras pada
tulang.Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan
bermotor.
16
Pendidikan kesehatan
I. Tujuan
Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan mahasiswa dapat mengetahui tentang penyebab dan penatalaksaan
penyakit Fraktur
17
IV. Metode
1. Presentasi
2. Tanya jawab
V. Media
LCD power point
18
Matriks Kegiatan
Evaluasi :
• Bertanya dan
Meminta kepada bapak/ibu menjelaskan atau
3. 15 menit menjawab
menyebutkan kembali
pertanyaan.
Penutup :
4. 5 menit Mengucapkan terima kasih dan mengucapkan Menjawab soal
salam.
19
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth.2008. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 vol 2.Jakarta: EGC
20