LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. HA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 1 tahun 11 bulan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia
Alamat : Jl. Tamangapa Raya III
No. Register : 170173
Tanggal Pemeriksaan : 01/03/2016
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bintik putih pada mata kanan
Anamnesis Terpimpin :
Yang disadari sejak 1 bulan lalu. Keluhan ini tidak disertai air mata yang berlebih,
tidak ada kotoran mata, dan tidak nyeri. Awalnya mata sebelah kanan merah 1 minggu
yang lalu disertai mata berair dan kotoran mata berlebih. Riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama yaitu sepupu pasien. Riwayat berobat sebelumnya tidak ada.
Riwayat Persalinan di RS Pertiwi, P5A0, anak ke lima dari lima bersaudara, lahir
cukup bulan, secara normal, BBL 2900 gr. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat kejang
saat umur 11 bulan.
III. PEMERIKSAAN FISIS
STATUS GENERALIS
KU : Sakit Sedang/Gizi Cukup/Composmentis
Tanda Vital : Tekanan darah: Tidak dilakukan
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,4 °C
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Hiperemis (-), edema
(-)
App. Lakrimasi Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimasi (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bola mata Normal Normal
Kornea Sulit dievaluasi Jernih
Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat, Krypte(+) Coklat, Krypte (+)
Pupil Terdapat bintik putih Bulat, sentral, RC
(+)
Lensa Sulit dinilai Jernih
B. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tensi Okuler Tn Tn
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak Ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak Ada
Glandula Tidak ada Tidak ada pembesaran
Preaurikuler pembesaran
C. Tonometri
TOD : Tidak dilakukan pemeriksaan
TOS : Tidak dilakukan pemeriksaan
D. Visus
VOD : light perception (-)
VOS : light perception (+)
E. Campus Visual
Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
G. Light Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
H. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Bola Mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih. Jernih
Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat, krypte(+) Coklat, krypte (+)
Pupil Terlihat bintik putih Bulat, sentral, RC (+)
Lensa Sulit dinilai Jernih
I. Slit Lamp
SLOD : Tidak dilakukan pemeriksaan
SLOS : Tidak dilakukan pemeriksaan
J. Funduskopi
IV. CT Scan :
Kesan: Retinoblastoma bilateral, tidak ada metastasis intra-cranial
V. RESUME
Seorang anak perempuan berusia 1 tanun 11 bulan dibawa oleh keluarga di Poli
Mata RS Ibnu Sina dengan keluhan mata sebelah kanan terdapat bintik putih ang
disadari sejak 1 bulan lalu. Keluhan ini tidak disertai air mata yang berlebih, tidak ada
kotoran mata, dan tidak nyeri. Awalnya mata sebelah kanan merah 1 minggu yang lalu
disertai mata berair, nyeri dan gatal. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama yaitu
sepupu pasien. Riwayat berobat sebelumnya tidak ada.
VI. DIAGNOSIS
ODS Retinoblastoma Stadium I
VII. PENATALAKSANAAN
Rencana Kemoretapi
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia
Quo ad Sanationam : Dubia
Quo ad Visam : Malam
Quo ad Comesticam : Dubia et malam
IX. DISKUSI
Dari anamnesis didapatkan, Seorang anak perempuan berusia 1 tanun 11 bulan
dibawa oleh keluarga di Poli Mata RS Ibnu Sina dengan keluhan mata sebelah kanan
terdapat bintik putih ang disadari sejak 1 bulan lalu. Keluhan ini tidak disertai air mata
yang berlebih, tidak ada kotoran mata, dan tidak nyeri. Awalnya mata sebelah kanan
merah 1 minggu yang lalu disertai mata berair, nyeri dan gatal. Riwayat keluarga
dengan keluhan yang sama yaitu sepupu pasien. Riwayat berobat sebelumnya tidak ada.
Riwayat Persalinan di RS Pertiwi, P5A0, anak ke lima dari lima bersaudara,
lahir cukup bulan, secara normal, BBL 2900 gr. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat
kejang saat umur 11 bulan. Dari pemeriksaan inspeksi dengan penyinaran obliq tampak
bintik putih pada pupil pasien. Hasil CT Scan: Kesan: Retinoblastoma bilateral, tidak
ada metastase intracranial.
Terdapat jumlah yang cukup besar penyakit mata pada anak-anak yang dapat
memicu terjadinya retinoblastoma. Akan tetapi, beberapa kondisi yang paling sering
memunculkan kesulitan diagnostik adalah ciri diagnostik retinoblastoma dengan
stadium I (stadium awal) seperti Katarak Kongenital, PHPV (persisten hyperplastic
primary vitreous), toksokariasis ocular dan penyakit Coat’s (congenital retinal
telangiectasis) yang khas dengan munculnya leukokoria atau reflex pupil putih.
Sedangkan pada stadium ekstensi ekstraokular, retinoblastoma dapat di diagnosis
banding dengan pembesaran tumor jenis lain seperti rhabdomyosarcoma, tumor
retrobulbar yang terjadi pada anak-anak. Pada retinoblastoma stadium IV tumor sudah
meluas ke jaringan ekstraokuler dan telah berinervasi ke jaringan sekitar bola mata
maka dilakukan exenterasi dan diikuti dengan kemoterapi maupun radioterapi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata, membentang dari papil saraf
optic ke depan sampai Oraserata.
Retina mempunyai ketebalan 0,23 pada polus posterior dan 0,1 pada Oraserata yang
merupakan lapisan paling tipis.
Embriologi dan Anatomi Retina
Retina berasal dari bagian dalam cawan optic yang timbul dari bagian cefal tabung neural
embrio. Bagian luar cawan ini akan menjadi satu lapisan epitel pigmen. Sel bakal retina
tersebut terus berkembang dari satu jenis sel embrional akhirnya menjadi 5 jenis sel yang
tersusun teratur.
Fungsi sel kerucut adalah untuk photoptic vision ( melihat warna, cahaya
intensitas tinggi dan penglihatan sentral / ketajaman penglihatan ). persepsi detail dan
warna pada cahaya yang cukup terang. Pada cahaya yang remang-remang sel kerucut
ini kurang berfungsi. Didalam sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang masing-
masing peka terhadap sinar merah, hijau, biru. Pigmen yang peka terhadap sinar
merah, spectrum absorbsinya luas, 575 mA. Pigmen yang peka terhadap sinar hijau
mempunyai frekuensi maksimal 540 mA, sedang pigmen yang peka terhadap sinar
biru frekuensi absorbs maksimalnya 430 mA. Sel-sel batang lebih banyak di bagian
perifer terutama di sekitar macula. Fungsinya adalah untuk penglihatan di tempat
gelap, untuk scotoptic vision, yaitu untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah,
tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan.4
2. Sel-sel bipolar
Yaitu penghubung dari sel sel reseptor dengan sel ganglion. Bentuknya ada
yang khusus menyambungkan satu sel reseptor kerucut dengan sel ganglion dan ada
pula bercabang banyak yang menghubungkan beberapa sel batang ke satu sel
ganglion.
3. Sel ganglion
Sel ganglion menyampaikan impuls ke arah otak. Aksonnya panjang meliputi
lapisan permukaan retina, yang terus berkumpul di saraf optic dan selanjutnya sampai
di badan genikulatum lateral untuk bersinaps di sini dengan sel sel saraf yang
melanjutkan impuls visual kekorteks ke daerah fissure calcarina lobus oksipitalais.
4. Neuron Lainnya : sel Horizontal dan sel amakrin
Diduga berfungsi mengatur atau menggabungkan dan menyaring aliran impuls
dari masing-masing sel saraf sebelumnya.
5. Sel Muller
Bukan sel saraf tapi fungsinya penting sebagai membentuk system kerangka
penunjang jaringan retina. Membran limitasi interna dan eksterna adalah bagian yang
dibentuknya. Sel muller berfungsi sebagai depot glikogen yang penting untuk energi
sel lainnya.
Histologi neuroretina terdiri atas 9 lapisan, 10 dengan lapisan epitel pigmen yaitu
(dari dalam keluar)
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina
sentral masuk retina melalui papil syaraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina
dalam. Dari ekskavasasi fisiologis papilla nervi optisi keluarlah arteri dan vena retina sentral
yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah.
Arteri ini merupakan arteri terminal dan tidak ada anastomose ( end artery ). Kadang-kadang
didapat anastomose antara pembuluh darah arteri siliaris dan arteri retina sentral yang disebut
arteri silioretina yang biasanya terletak di daerah makula.
Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang
tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah :
Arteri : diameter lebih kecil dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah,
bentuknya lebih lurus di tengah-tengahnya terdapat reflex cahaya.
Vena : lebih besar, warna lebih tua dan bentuk lebih berkelok-kelok.
Retina menerima darah dari 2 sumber :
1. Koriokapilaris yang mendarahi 1/3 luar retina termasuk lapisan flexiform luar dan
lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina.
2. Arteri retina sentral yang mendarahi 2/3 sebelah dalam retina.
3. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh koriokapilaris. Pembuluh darah retina mempunyai
lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Sawar
darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
Fisiologi Retina3
Retina berfungsi sebagai bidang di mana gambar ruang luar terproyeksikan atau
terfokuskan. Energi cahaya yang membentuk gambar itu menimbulkan perubahan kimia dari
rhodopsin yang banyak terkumpul di segmen luar sel-sel reseptor. Dengan cara tertentu
perubahan kimia tersebut menyebabkan pengaturan keluar masuknya ion Na, K, Ca lewat
“ion gate” sehingga menimbulkan perubahan potensial pada membrane sel. Penjalaran
perubahan potensial dinding membran sel yang kemudian terjadi terus di sampaikan ke sel-
sel bipolar dan ke sel-sel Ganglion menerjemahkan potensial menjadi rentetan impuls saraf
yang diteruskan kea rah otak secara berantai lewat beberapa neuron lainnya.
Di dalam retina diduga terdapat sel-sel khusus yang memantau kekuatan / jumlah
cahaya yang diterimanya. Bila cahaya berlebihan, maka sel itu memberikan perintah lewat
suatu busur reflex untuk penyempitan lobang pupil.
Perubahan Energi Cahaya Menjadi Energi Listrik Biologik di Retina
Rhodopsin, derivat vitamin A, merupakan bahan dasar untuk proses perubahan cahaya
ke impuls listrik pada retina. Lapisan epitel pigmen di bawah retina sebagai gudang zat ini,
disamping memberikan nutrisi pada retina. Bila rhodopsin sudah mengabsorbsi energy
cahaya, rhodopsin segera terurai dalam waktu sepertriliun detik. Penyebabnya adalah foto
aktivasi electron pada bagian retinal dari rhodopsin yang menyebabkan perubahan segera
pada bentuk cis dari retianal menjadi bentuk all-trans. Produk yang segera terbentuk adalah
batorhodopsin, kemudian menjadi lumirhodopsin, metarhodopsin I, metarhodopsin II dan
akan jadi produk pecahan terakhir menjadi scotopsin dan all-trans retina. Metarhodopsin II
(rhodopsin teraktivasi merangsang perubahan elektrik dalam sel batang yang kemudian
menjalarkan bayangan visual ke system syaraf pusat. Perangan sel batang menyebabkan
peningkatan negatifitas dari potensial membrane yang merupakan keadaan hiperpolarisasi hal
ini disebabkan sewaktu rhodopsin yang ada di segmen luar batang terpapar cahaya dan mulai
terurai, terjadi penurunan konduktansi natrium ke dalam sel batang walaupun ion ion natrium
terus di pompa keluar dari segmen dalam. Berkurangnya ion ion ini dalam sel sel batang
menciptakan negatifitas di dalam membrane , dan semakin banyak jumlah energy cahaya
yang mengenai sel batang, maka semakin besar muatan elektro negatifnya, semakin besar
pula derajat hiperpolarisasinya.
Fotokimiawi kerucut hampir sama persis dengan komposisi kimiawa rhodopsin dalam
sel batang. Perbedaaannya hanya terletak pada bagian protein, opsin, yang disebut fotopsin
dalam sel keucut berbeda dengan sel batang. Pigmen peka terhadap warna dari sel kerucut
merupakan kombinasi antara retinal dan fotopsin. Pigmen warna ini dinamakan sesuai dengan
sifatnya, pigmen peka warna biru, pigmen peka warna hijau, dan pigmen peka warna merah.
Sifat absorbs dari pigmen yang terdapat di dalam ketiga macam kerucut itu menunjukkan
bahwa puncak absorbsi adalah pada panjang gelombang cahaya, berturut turut sebesar 445,
535, dan 570 nanometer. Panjang gelombang ini merupakan puncak sensitifitas cahaya untuk
setiap tipe kerucut, yang dapat mulai dipakai untuk menjelaskan bagaimana retina dapat
membedakan warna.
2.2 Definisi
Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel
batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan
pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina
embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral
bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom. Massa tumor diretina dapat tumbuh
kedalam vitreus (endofitik) dan tumbuh menembus keluar (eksofitik). Pada beberapa kasus
terjadi penyembuhan secara spontan. Sering terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis
dan kalsifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan 50% menurunkan anak dengan
retinoblastoma. Pewarisan ke saudara sebesar 4-7%.
Gen retinoblastoma adalah tumor dengan gen yang resesif, berada pada lengan
kromosom 13 pada daerah 14, kode itu untuk protein RB. Penyakit terjadi dari mutasi yang
yang membuat allel normal menjadi inactive.
Sekitar 60 % retinoblastoma muncul sekunder menjadi somatik dan mutasi yang tidak
diturunkan. Mutasi tersebut menyebabkan tumor yang predominan secara unilateral dan
menyebabkan tumor unifokal. Sekitar 40% tumor disebabkan oleh mutasi akibat infeksi yang
bisa dikarenakan keturunan atau karena sudah ada faktor mutasi karena infeksi yang
diturunkan (sejarah keluarga positif, 10 % ) atau onset baru akibat mutasi yang disebabkan
infeksi, ( riwayat keluarga negatif, 30%). Pola keturunan adalah suatu tipe dari autosomal
yang dominan.
2.3 Patogenesis
Retinoblastoma biasanya tumbuh dibagian posterior retina. Tumor terdiri dari sel-sel
ganas kecil, bulat yang berlekatan erat dengan sitoplasma sedikit. Jika timbul dalam lapisan
inti interna, tumor itu tumbuh ke dalam ( endofitik ) mengisi rongga kaca dan tumbuh kearah
luar ( exofitik ) menembus koroid, sklera dan ke N. Optikus.
1. Tumor endofitik mungkin tampak sebagai suatu tumor tunggal dalam retina tetapi
khas mempunyai fokus ganda. Jika timbul dalam lapisan inti interna, tumor itu
tumbuh ke dalam dan mengisi ruang vitreus. Pertumbuhan endofitik ini mudah dilihat
dengan oftalmoskop.
2. Tumor eksofitik yang tumbuh ke arah luar menembus koroid, sklera dan ke N.
Optikus, diagnosis lebih sukar. Perluasan retinoblastoma ke dalam koroid biasanya
terjadi pada tumor yang masif dan mungkin menunjukkan peningkatan kemungkinan
metastasis hematogen. Perluasan tumor melalui lamina kribosa dan sepanjang saraf
mata dapat menyebabkan keterlibatan susunan saraf pusat. Invasi koroid dan saraf
mata meningkatkan resiko penyakit metastase.
Karena tumor ini jarang mengalami metastasis sebelum terdeteksi, masalah utama
dalam diagnosis biasanya adalah penyelamatan ( preservasi) penglihatan yang bermanfaat.
Retinoblastoma yang tidak ditangani dengan baik akan berkembang didalam mata dan
akan mengakibatkan lepasnya lapisan retina, nekrosis dan menginvasi nervus optikus dan ke
sistem saraf pusat. Metastase biasanya terjadi dalam 12 bulan. Metastase tersering terjadi
secara langsung ke sistem saraf pusat melalui nervus optikus. Tumor juga bisa menyebar ke
ruangan subarachnoid ke nervus optikus kontralateral atau melalui cairan serebrospinal ke
sistem saraf pusat, dan juga secara hematogen ke paru-paru, tulang. Hampir semua pasien
meninggal disebabkan perluasan intrakranial dan metastase tumor yang terjadi dalam dua
tahun. Faktor yang menyebabkan prognosis yang buruk adalah diagnosa tumor yang lambat,
tumor yang besar, dan umur lebih tua, hasil pemeriksaan yang menunjukan terkenanya
nervus optikus, dan perluasan extraocular.
2.4 Klasifikasi
1. Stadium Leukokoria
Pupil lebar. Dipupil tampak refleks kuning yang disebut “amaorotic cat’s eye “ hal
inilah yang menarik perhatian orang tuanya untuk kemudian berobat. Pada
funduskopi, tampak bercak yang berwarna kuning mengkilap. Dapat menonjol ke
dalam badan kaca. Dipermukaannya ada neovaskularisasi dan perdarahan. Dapat
disertai dengan ablasio retina.
2. Stadium glaukoma
Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler meninggi.
Glaulpma sekunder yang disertai rasa sakit yang hebat. Media refrakta menjadi keruh,
sehingga pada funduskopi sukar menentukan besarnya tumor.
4. Stadium Metastase
Stadium ini sangat buruk oleh karena tumor sudah masuk ke kelenjar lymfe pre
aurikuler atau sub mandibula.Penanganan pada stadium ini hanyalah bersifat paliatif
saja.
Group I
a. Tumor soliter, ukuran diameter kurang dari 4 disk, pada atau dibelakang garis
equator.
b. Tumor yang multiple, ukuran diameter tidak ada melebihi 4 disk,semua pada garis
atau dibelakang garis ekuator.
Group II
a.Tumor soliter, ukuran diameter 4 atau 10 disk, pada atau dibelakang garis equator.
b. Tumor multiple, ukuran diameter 4 atau 10 disk, dibelakang garis ekuator.
Group III
a. Luka apapun pada anterior di depan garis ekuator.
b. Tumor soliter, ukuran diameter lebih besar dari 10 disk, dibelakang garis ekuator.
Group IV
a. Tumor multiple, beberapa diameter lebih besar dari 10 disk.
b. Luka apapun yang memanjang didepan ke ora serata
Group V
a. Penyebaran yang massif mengenai setengah dari retina
b.penyebaran ke vitreus
Grup A :
Mata dengan tumor ukuran kecil jauh dari macula dan nervus optikus yang secara
primer hanya dilakukan fokal terapi.
Grup B :
Mata dengan tumor berukuran sedang atau tumor pada macula dan nervus optikus
yang saat dilakukan beberapa kali kemotherapi mengecil, kemudian selanjutnya dilakukan
dengan terapi fokal.
Mata dengan dengan ukuran tumor besar dengan berbatas pada vitreous dan atau
menyebar ke subretinal yang secara primer dilakukan terapi dengan kemoterapi dilanjutkan
dengan fokal terapi.
Group D :
Mata dengan ukuran tumor besar dengan penyebaran yang luas pada vitrous dan
subretinal yang juga secara primer dilakukan kemoterapi dan fokal terapi.
Group E:
Mata dengan resiko tinggi di masa dating seperti tumor yang telah mencapai lensa,
neovaskularisasi, glaukoma, selulitis orbita, segmen anterior, bilik mata depan, keterlibatan
iris dan siliaris dalam berkerja.
5. Bila mata kena sinar akan memantul seperti mata kucing yang disebut “amurotic cat’s
eye”.
6. Buphthalmos
7. Kerusakan retina
8. Endopthalmitis
9. Panophthalmitis
10. Protopsis
11. Hifema
Leukokoria ( reflex putih atau pupil yang berwarna putih, dibandingkan dengan yang
normal yaitu berwarna merah) adalah gejala yang paling sering timbul dan seringkali disadari
oleh keluarga. Pada pemeriksaan fisik reflex merah yang normal lebih berwarna orange (bisa
terjadi salah interpretasi), dan dapat berubah-ubah bergantung dari pigmentasi iris . Optic disc
normal dapat berwarna kekuningan yang disebabkan oleh perubahan sudut dan ini bukan
merupakan tanda yang berbahaya.
Pada anak yang sehat dilakukan pemeriksaan sejak lahir hingga usia 3 tahun dan
kepada orangtua harus ditanyakan tentang keluhan terhadap mata anak. Pemeriksaan fisik
termasuk evaluasi untuk refleks mata merah atau kelainan mata lain hingga anak berusia 3
tahun dan kemudian pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan. Jika leukokoria
diperiksa atau jika ada keraguan tentang refleks merah anak harus diperiksakan ke dokter
spesialis mata dalam seminggu sekali. Tanda kedua yang paling umum dari retinoblastoma
adalah strabismus.
Massa tumor yang cukup besar dalam rongga vitreous dapat mendorong iris ke depan
sehingga sudut bilik mata tertutup akibat gangguan aliran aqueous dan menimbulkan
glaukoma. Glaoukoma yang timbul pada anak dibawah usia 3 tahun akan menyebabkan
buphthalmos, gejala yang cukup sering setelah leukokoria.
Sel-sel tumor yang terlepas dari masa tumor kedalam vitreous ( vitreous seeding )
dalam jumlah banyak dan cukup massif akan memperlihatkan gejala endophthalmitis atau
uveitis posterior.
Manifestasi lain yang mungkin terjadi adalah mata merah, berair, kornea yang
berawan, perubahan warna iris (disebabkan oleh neovaskularisasi), inflamasi, hifema(darah
diruangan anterior) .
Massa tumor yang tumbuh kearah dinding bola mata ( exophyttic ) dapat
menyebabkan ablasio retina exudativa. Pada stadium lanjut tumor dapat menembus sklera
masuk kedalam jaringan orbita menyebabkan mata merah dan menonjol ( protopsis )
memberi gambaran seperti panophthalmitis dan selulitis orbita. Pada stadium lanjut sel-sel
tumor dapat juga meluas ke intrakranial melalui N-II atau bermetastasis ke sumsum tulang
melalui darah atau melalui saluram lymph regional.
2.6 Diagnosis
Gejala subyektif
Biasanya sukar ditemukan karena anak tidak mengeluh. Kelainan ini dapat dicurigai
bila ditemukan adanya leukokoria (Refleks putih pada pupil dan dapat disebabkan karena
kelainan pada retina, badan kaca, dan lensa), strabismus, glaukoma (suatu penyakit dimana
gambaran klinik yang lengkap ditandai oleh peninggian tekanan intraokluler, penggunaan
dan degenerasi papil saraf optik serta defek lapang pandangan yang khas), mata sering
merah atau penglihatan yang menurun pada anak-anak.
Gejala obyektif
a. Tampak adanya suatu massa yang menonjol di dalam badan kaca
b. Massa tumor dapat menonjol di atas retina ke dalam badan kaca pada retinoblastoma tipe
endofitik atau terletak di bawah retina terdorong ke dalam badan kaca seperti pada tipe
eksofitik.
c. Masa tumor tampak sebagai lesi yang menonjol berbentuk bulat, berwarna merah jambu,
dapat ditemukan satu atau banyak pada satu mata atau kedua mata.
f. Pada pemeriksaan funduskopi pada lesi ini tidak ditemukan tanda peradangan seperti
edema retina, kekeruhan badan kaca dan lain-lain.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis RB tidak sama seperti dianosis keganasan lainnya, yang didahului dengan
biopsi, karenaRB terletak didalam rongga mata yang merupakan kesatuan organ yang berisi
cairan, sehingga tidak mingkin dilakukan pengambilan cairan. Biopsi akan menyebabkan
kemungkinan metastasis ekstraokuler sehingga memperburuk prognosis.
Diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan hasil pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
a. Imajing
Pemeriksaan punsi sumsum tulang ( BMP ) bila ada protopsis dan pemeriksaan
pungsi lumbal ( LP ) bila terdapat gejala peninggian tekanan intrakranial atau
penyebaran tumor ke N.II pasca operasi.
c. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Diagnosis banding untuk penyakit retinoblastoma adalah semua penyakit yang masuk
kedalam kelompok leukokoria.
Penyakit coats adalah suatu penyakit mata idiopatik yang muncul secara predominan
pada anak laki-laki. Karakter dari penyakit ini adalah telengiektasi pembuluh darah
retina yang bocor dan terjadi akumulasi dari cairan subretinal dan lipid yang terlihat
seperti leukokoria. Penyakit coats adalah penyakit yang sering salah didiagnosis
dengan retinoblastoma, namun ini bisa disingkirkan dengan tidak adanya kalsifikasi
dari retina.
Catarak congenital juga merupakan penyebab dari leukokoria pada anak-anak. Dapat
muncul pada saat lahir dan merupakan kelainan idiopatik, familial atau berhubungan
dengan penyakit yang berhubungan dengan penyakit maternal seperti rubella, sifillis
dan galaktosemia. Pemeriksaan yang hati-hati dengan slit lamp dapat mengidentifikasi
katarak.
Retinopathy of prematurity ( ROP ) adalah kegagalan dari retina normal yang terjadi
pada bayi yang lahir premature yang terpapar oksigen konsentrasi tinggi selama
periode postnatal. Ini berhubungan dengan vaskularisasi yang abnormal, fibrosis dan
lepasnya retina yang dapat mengakibatkan reflex putih dan harus diperhatikan pada
bayi yang lahir premature.
2.7 Penatalaksanaan
Perencanaan terapi dilakukan oleh tim multidisiplin untuk mencapai hasil terapi yang
optimum. Tujuan utama terapi selain kuratif, juga untuk preservasi penglihatan.
Retinoblastoma intraokular
Pada retinoblastoma grup A-C, unilateral atau bilateral, dimana penglihatan masih
mungkin untuk dipertahankan karena ukuran tumor sangat kecil, maka dapat diberikan terapi
kemoreduksi, yang dilanjutkan dengan terapi fokal, dan/atau brakhiterapi / radiasi eksterna.
Kemoreduksi merupakan pemberian kemoterapi sistemik dengan tujuan untuk mereduksi
volume tumor sehingga memungkinkan pemberian terapi fokal, seperti krioterapi,
fotokoagulasi dengan laser, termoterapi, atau brakhiterapi dengan plak. Pada umumnya
diberikan kombinasi karboplatin, etoposide, dan vinkristin (CEV).
Pemberian kemoreduksi sendiri dapat mengurangi kebutuhan untuk dilakukan
enukleasi atau radiasi eksterna hingga 68% pada kelompok R-E grup I, II, dan III. Pada
keterlibatan bilateral, tatalaksana bergantung pada gambaran manifestasi pada tiap-tiap mata.
Pada umumnya satu mata lebih berat daripada lainnya. Enukleasi dapat dilakukan pada mata
dengan penyakit yang lebih berat. Namun demikian, bila kedua mata memiliki potensi
penglihatan yang baik, maka dapat diberikan radiasi bilateral atau kemoreduksi dengan
evaluasi terhadap respon ketat dan terapi fokal (seperti, krioterapi atau terapi laser), bila
terdapat indikasi. Terapi sistemik dipilih berdasarkan gambaran dari mata yang menunjukkan
keterlibatan lebih luas.
Pada retinoblastoma grup D, modalitas pilihan terapi hampir sama dengan grup A-C,
yaitu dengan kemoreduksi terlebih dahulu, namun terapi fokal dilakukan lebih agresif. Pada
kasus unilateral, di mana pada umumnya sudah massif dan penglihatan tidak mungkin
dipertahankan, maka pilihannya adalah enukleasi, yaitu mengangkat seluruh bola mata yang
terkena.
Pada pasien dengan retinoblastoma intraokular lanjut/Grup E, unilateral ataupun
bilateral dengan neovaskularisasi iris, invasi ke segmen anterior, infiltrasi iris, terdapat
nekrosis dengan inflamasi orbital dan tidak memiliki potensi penglihatan, pilihan terapi
adalah enukleasi primer, dengan kemudian dilakukan evaluasi faktor risiko histopatologi.
Terapi ajuvan sistemik dengan vincristine, doxorubicin, dan cyclophosphamide, atau
vincristine, carboplatin, dan etoposide, sebanyak 6 siklus digunakan pada pasien dengan
risiko tinggi berdasar gambaran patologik pasca enukleasi untuk menghindari penyebaran
tumor lebih lanjut. Bila terdapat invasi margin, diberikan adjuvant radioterapi.
Retinoblastoma Ekstraokular
Ekstraokular dapat meliputi jaringan lunak di sekitar mata atau perluasan ke arah
nervus optikus hingga melebihi margin yang direseksi. Perluasan lebih jauh dapat ke arah
otak dan meningen dengan penyebukan lebih lanjut ke cairan spinal, ataupun metastasis jauh
ke paru, tulang, dan sumsum tulang. Belum terdapat standar terapi yang jelas untuk penyakit
ekstraokular, pada umumnya meliputi kemoterapi dan/atau radiasi.
Pada pasien dengan stadium 2 (ISSRB), yaitu pasien dengan klinisterbatas pada orbita
namun didapatkan faktor risiko tinggi histopatologi pasca operasi enukleasi, diberikan
kemoterapi adjuvant 6 siklus dan radiasi eksterna bila terdapat invasi margin.
Pada pasien dengan stadium 3A (ISSRB) dengan klinis retinoblastoma melewati orbita,
diberikan kemoterapi dosis tinggi 3-6 siklus yang kemudian dilanjutkan dengan enukleasi
atau extended enukleasi, atau diberikan radiasi eksterna yang dilanjutkan dengan kemoterapi
12 siklus.
Pada stadium 3B (ISSRB) di mana sudah terdapat keterlibatan KGB, maka
terapi di atas dapat ditambahkan dengan diseksi KGB.
Pada pasien stadium 4A, di mana sudah terdapat metastasis hematogen, pilihan
pengobatan adalah kemoterapi dengan penyelamatan hematopoietik stem cell. Bila sudah
terdapat keterlibatan SSP (stadium 4B), maka dipertimbangkan apakah terapi masih bersifat
kuratif atau paliatif, dengan mengikutsertakan pihak keluarga untuk mendiskusikan hal
tersebut.
Pada pasien dengan genetik retinoblastoma dapat ditemukan kelainan pada SSP
berupa fokus intrakranial, seperti tumor pineal. Diagnosis dini membantu penatalaksanaan
yang lebih baik. CT scan kepala atau MRI direkomendasikan untuk dilaksanakan setidaknya
2 kali setahun sampai dengan usia 5 tahun.
2.8 Komplikasi
1) Glaucoma
Kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO),
dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi
syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan
2) Osteosarkoma
3) Kebutaan
4) Kematian
Adanya metastase ke :
a. Lamina kribosa, saraf optik yang infiltrasi ke vaginal scheat sampai ke subarachnoid
dan intrakranial menjadi tumor otak.
1.9 Prognosis
Angka kesembuhan keseluruhan lebih dari 90%, meskipun ketahanan hidup sampai
dekade ketiga dan keempat yang mungkin dapat menurun akibat insidensi keganasan
sekunder yang tinggi. Kesembuhan yang terjadi pada penderita dengan orbita yang masif atau
keterlibatan saraf mata yang luas pada waktu diagnosis, yang mungkin mempunyi perluasan
intrakranial dan metastasis jauh, jika pemeriksaan mikroskopik menunjukkan tumor di
jaringan saraf mata periglobal, ada kemungkinan kecil ketahanan hidup jangka panjang
dengan iradiasi dan kemoterapi.
2. Ilyas Sidarta, Prof. dr. H. SpM, Ilmu Penyakit Mata , edisi ke-5, FKUI, Jakarta, 2017
7. Chantada GL, Dunker IJ, Abramson DH, Management of high risk retinoblastoma.
Expert Rev. Opthalmol. 2012 ; 7 : 61-67