Anda di halaman 1dari 156

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA
KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5
GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG
PERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ZULFA EDAWATI, S. Farm


1106153605

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA
KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5
GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG
PERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

ZULFA EDAWATI, S. Farm


1106153605

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012

ii

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Guardian Pharmatama Kawasan Industri Manis
Jl. Manis Raya KM 8,5 Gandasari, Jatiuwung, Tangerang Periode 12 Juli – 31 Agustus 2012
adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Zulfa Edawati

NPM : 1106153605

Tanda Tangan :

Tanggal : 28 Januari 2013

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-
Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.
Guardian Pharmatama di Kawasan Industri Manis Jl. Manis Raya Km 8,5, Jatiuwung,
Tangerang. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Guardian Pharmatama
dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2012 dan merupakan salah satu syarat akademis
untuk memperoleh gelar Apoteker.
Proses PKPA ini dapat diselesaikan dengan baik berkat adanya bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan serta dorongan baik moril maupun
materil. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dra. Anni M. Wulandari, Apt., selaku Plant Manager, yang telah mengizinkan dan
memberikan fasilitas kepada mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker;
2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama melaksanakan PKPA dan menyusun tugas akhir;
3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
4. Bapak Dr. Harmita, Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia;
5. Ibu Dra. Nani Suryani, Apt., selaku QA Manager PT. Guardian Pharmatama;
6. Ibu Rita Luthviana, S.Si., Apt., selaku QC Manager PT. Guardian Pharmatama;
7. Ibu Endang Lisnawati, Apt., selaku R&D Manajer Analisis dan Registrasi PT. Guardian
Pharmatama;
8. Ibu Helena Tjahyadi, Apt., selaku R&D Manajer Formulasi PT. Guardian Pharmatama;
9. Ibu Magda Oscar, selaku Warehouse Manager PT. Guardian Pharmatama;
10. Bapak Gugun Gunadi, selaku Engineering Manager PT. Guardian Pharmatama;
11. Seluruh staf dan karyawan PT. Guardian Pharmatama, Tangerang yang telah memberikan
bantuan, pengalaman, bimbingan dan kerjasama selama pelaksanaan PKPA;
12. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan
moral;
13. Teman-teman program profesi apoteker angkatan 75 Universitas Indonesia;
14. Seluruh pihak yang telah membantu demi kelancaran pengerjaan laporan ini.

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


ii

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan praktek kerja
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran agar dapat memperbaiki
diri di masa yang akan datang. Semoga laporan ini dapat berguna bagi siapapun yang
membacanya.

Penulis

2012

ii

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Zulfa Edawati
NPM : 1106153605
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis Karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu penegetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-ekslusive Royalty Free Right) atas karya tulis
ilmiah saya yang berjudul :
1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Periode 18 Juni – 29 Juni 2012
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Mediko Farma Jl. Pinang Raya
No.10 Pondok Labu Cilandak Jakarta Selatan Periode 3 September – 12 Oktober 2012
3. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Guardian Pharmatama Kawasan
Industri Manis Jl. Manis Raya KM 8,5 Gandasari, Jatiuwung, Tangerang Periode 12
Juli – 31 Agustus 2012.

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan laporan saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 28 Januari 2013
Yang menyatakan

(Zulfa Edawati)

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013
ABSTRAK

Nama : Zulfa Edawati


Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Guardian Pharmatama
Kawasan Industri Manis Jl. Manis Raya KM 8,5 Gandasari, Jatiuwung,
Tangerang Periode 12 Juli – 31 Agustus 2012

Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Guardian Pharmatama bertujuan Memahami


penerapan aspek-aspek CPOB yang dilakukan oleh industri farmasi dalam menghasilkan
produk yang berkualitas dan Memahami peranan apoteker dalam industri farmasi. Apoteker
mempunyai peranan dan tanggung jawab penting untuk menerapkan aspek – aspek yang
tercantum dalam CPOB tersebut, antara lain sebagai penanggung jawab produksi,
penanggung jawab pengawasan dan pemastian mutu. Tugas khusus yang diberikan berjudul
studi literatur sediaan infus. Persyaratan infus intravena yaitu sediaan steril berupa larutan,
bebas pirogen, sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, tidak mengandung
bakterisida, harus jernih dan praktis bebas partikel, volume netto/volume terukur tidak kurang
dari nilai nominal, dan memenuhi syarat injeksi. Untuk memenuhi persyaratan tersebut,
dalam pembuatan sediaan infus, industri farmasi harus menerapkan CPOB pembuatan produk
steril.

Kata Kunci : PT. Guardian Pharmatama, CPOB, Infus.


Tugas Umum : ix + 110 halaman; 20 lampiran
Tugas Khusus : iii + 28 halaman
Daftar Acuan Tugas Umum : 3 (2006 – 2009)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 7 (1967 – 2006)

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


ABSTRACT

Name : Zulfa Edawati


Program Study : Apothecary Profession
Title : Apothecary Internship Report at PT. Guardian Pharmatama Kawasan
Industri Manis Jl. Manis Raya KM 8,5 Gandasari, Jatiuwung, Tangerang
Period Juli 12rd - Agustus 31th 2012

Apothecary Internship at Guardian Pharmatama to know and understand application of GMP


aspects undertaken by the pharmaceutical industry in producing quality products and
understand the role of pharmacists in the pharmaceutical industry. Pharmacists have an
important role and responsibility for implementing aspects listed in the GMP is in charge of
production, responsible for oversight and quality assurance. Given a special assignment titled
Literature intravenous infusion. Requirements that intravenous infusion of sterile dosage
form solutions, pyrogen free, as far as possible be made isotonic to blood, contains no
bactericide, should be clear and practically free from particles, the netto volume not less than
face value and qualified injection to meet these requirements, in making preparations
infusion, the pharmaceutical industry must implement the GMP manufacture of sterile
products.

Keywords : PT. Guardian Pharmatama, GMP, Infusion.


General Assignment : ix+ 110 pages; 20 appendices
Special Assignment : iii+ 28pages
Bibliography of general assignment : 3 (2006 – 2009)
Bibliography of general assignment : 7 (1967 – 2006)

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
KATA PENGANTAR............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. ix

BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................... 1


1.1 Latar Belakang..................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................. 2

BAB 2. TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI ............................. 3


2.1 Industri Farmasi ................................................................... 3
2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) ........................... 6
2.2.1 Manajemen Mutu ..................................................... 6
2.2.2 Personalia................................................................. 8
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ............................................. 9
2.2.4 Peralatan................................................................... 11
2.2.5 Sanitasi dan Higiene ................................................. 12
2.2.5.1 Higiene Perorangan....................................... 12
2.2.5.2 Sanitasi Bangunan dan Fasilitas .................... 14
2.2.5.3 Pembersihan dan Sanitasi Peralatan............... 15
2.2.5.4 Validasi Prosedur Pembersihan dan Sanitasi . 16
2.2.6 Produksi ................................................................... 16
2.2.6.1 Bahan Awal .................................................. 16
2.2.6.2 Validasi Prosedur.......................................... 17
2.2.6.3 Pencemaran................................................... 17
2.2.6.4 Sistem Penomoran Bets dan Lot.................... 18
2.2.6.5 Penimbangan dan Penyerahan ....................... 18
2.2.6.6 Pengolahan ................................................... 18
2.2.6.7 Pengawasan Selama Proses ........................... 19
2.2.6.8 Pengemasan .................................................. 19
2.2.6.9 Penyimpanan Bahan Awal, Produk Antara,
Produk Ruahan, dan Obat Jadi ...................... 20
2.2.7 Pengawasan Mutu..................................................... 20
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ................................... 22
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan
Kembali Produk dan Produk Kembalian ................... 23
2.2.10 Dokumentasi ............................................................ 23
2.2.11 Prosedur dan Catatan Penanganan Keluhan .............. 24
2.2.11.1 Prosedur dan Catatan Penanganan Obat
Kembalian .................................................. 24

vi Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


2.2.11.2 Prosedur dan Catatan Penarikan Kembalian
Obat jadi ..................................................... 24
2.2.11.3 Prosedur dan Catatan Pemusnahan bahan
dan Produk yang Ditolak............................. 24
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi............................................ 25
2.2.12.1 Kualifikasi .................................................. 25
2.2.12.2 Validasi ...................................................... 26
2.2.12.3 Validasi Prosedur Analitik .......................... 27
2.2.12.4 Validasi Berkala.......................................... 27
2.2.12.5 Langkah-langkah Pelaksanaan Validasi....... 27

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT. GUARDIAN PHARMATAMA...... 29


3.1 Sejarah Perusahaan .............................................................. 29
3.2 Visi dan Misi ....................................................................... 29
3.2.1 Visi .......................................................................... 29
3.2.2 Misi.......................................................................... 29
3.2.3 Kebijakan Mutu........................................................ 30
3.3 Struktur Organisasi Pabrik PT. Guardian Pharmatama ......... 30
3.3.1 Departemen QA (Quality Assurance)........................ 31
3.3.1.1 Assistant QA Manager .................................. 31
3.3.1.2 Assistant Manager Validation and Stability... 33
3.3.1.3 Assitant Manager GMP Complience ............. 35
3.3.2 Departemen Research and Development .............................. 36
3.3.2.1 Research and Development Formulasi .......... 36
3.3.2.2 Research and Development Analisa dan
Registrasi ...................................................... 38
3.3.3 Departemen Engineering ..................................................... 41
3.3.3.1 Mekanik ................................................................... 42
3.3.3.2 Electrician................................................................ 42
3.3.3.3 Mekanisme Pembuatan Aliran Udara........................ 43
3.3.3.4 Utility........................................................................... 44
3.3.4 Departemen PPIC ................................................................ 52
3.3.4.1 Mekanisme Kerja ..................................................... 52
3.3.4.2 Inventory Control ..................................................... 53
3.3.5 Departemen Information System .......................................... 54
3.3.6 Departemen Quality Control ................................................ 55
3.3.6.1 Departemen Quality Control Bahan Awal dan IPC ... 55
3.3.6.2 Quality Control IPC ................................................. 61
3.3.7 Departemen Quality Control Bahan Kemas.......................... 62
3.3.8 Departemen Warehouse ....................................................... 64
3.3.9 Departemen Produksi........................................................... 69

BAB 4. PEMBAHASAN .......................................................................... 77


4.1 Manajemen Mutu................................................................. 78
4.2 Personalia ............................................................................ 78

vii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


4.3 Bangunan dan Fasilitas ........................................................ 79
4.4 Peralatan .............................................................................. 80
4.5 Sanitasi dan Higiene ............................................................ 80
4.6 Produksi............................................................................... 82
4.7 Pemastian Mutu ................................................................... 82
4.8 Pengawasan Mutu ................................................................ 83
4.9 Inspeksi Diri dan Audit Mutu............................................... 84
4.10 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali
Produk dan Produk Kembalian............................................. 85
4.11 Dokumentasi........................................................................ 86
4.12 Instalasi Pengolahan Air Limbah.......................................... 86
4.13 Kualifikasi dan Validasi....................................................... 87

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 89


5.1 Kesimpulan.......................................................................... 89
5.2 Saran ................................................................................... 89

DAFTAR ACUAN .................................................................................... 90

viii Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Guardian Pharmatama .................... 91
Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen QA .................................... 92
Lampiran 3. Struktur Organisasi Departemen QC Bahan Awal dan IPC... 93
Lampiran 4. Struktur Organisasi Departemen Bahan Kemas .................... 94
Lampiran 5. Struktur Organisasi Research & Development Formulasi ..... 95
Lampiran 6. Struktur Organisasi Research & Development Analisis
Registrasi............................................................................. 96
Lampiran 7. Struktur Organisasi Departemen Engineering ...................... 97
Lampiran 8. Struktur Organisasi PPIC (Production Planning and
Inventory Control) ............................................................ 98
Lampiran 9. Struktur Organisasi Warehouse (WH) .................................. 99
Lampiran 10. Departemen Produksi........................................................... 100
Lampiran 11. Alur Keluar Masuk Bahan Baku .......................................... 101
Lampiran 12. Alur Keluar Masuk Bahan Pengemas ................................... 102
Lampiran 13. Alur Proses PPIC ................................................................. 103
Lampiran 14. Alur Proses Produksi Sediaan Solid ..................................... 104
Lampiran 15. Alur Proses Produksi Sediaan Sirup ..................................... 105
Lampiran 16. Alur Proses Produksi Sediaan Suspensi................................ 106
Lampiran 17. Alur Proses Produksi Sediaan Krim ..................................... 107
Lampiran 18. Alur Proses Produksi Sediaan Salep..................................... 108
Lampiran 19. Alur Dokumentasi Manufacturing Direction ....................... 109
Lampiran 20. Alur Penanganan Produk Jadi yang Sudah Dikemas............. 110

ix Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyambuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Permenkes RI
No 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi). Penggunaan obat yang
bersentuhan langsung dengan tubuh dan mempengaruhi kesehatan manusia secara
langsung menjadikan obat memiliki persyaratan yang ketat dalam pembuatan,
penyimpanan sampai dengan penggunaannya. Persyaratan ini menitikberatkan
pada mutu, keamanan, dan khasiat yang diberikan oleh obat tersebut kepada
pasien yang menggunakannya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk
menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat bagi masyarakat
maka pemerintah mengharuskan setiap industri farmasi untuk menerapkan Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dalam memproduksi obat.
Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat
bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan
berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk kedalam
produk selama keseluruhan proses pembuatan. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi mulai dari sistem manajemen mutu, personalia, dokumentasi, bangunan,
peralatan, manajemen mutu, produksi, sanitasi dan higiene, pengawasan mutu,
penanganan keluhan, penarikan obat dan obat kembalian, validasi dan kualifikasi
serta analisis kontrak.
Personalia yang ada di dalam industri farmasi salah satunya adalah
Apoteker. Bahkan apoteker diharuskan untuk menduduki tiga posisi kunci dalam
industri farmasi yaitu Manajer Produksi, Manajer Pengawasan Mutu, dan Manajer
Penjaminan Mutu. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin mutu dari obat yang
dihasilkan oleh industri farmasi tersebut. Apoteker yang menduduki tiga posisi
kunci dituntut untuk memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan serta
1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


2

kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya, terutama


dalam menghadapi kenyataan di lapangan industri. Dengan demikian, apoteker
harus mendapatkan bekal pengetahuan dan pengalaman praktis yang cukup
sebelumnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan gambaran
kepada calon apoteker tentang industri farmasi diperoleh melalui kegiatan Praktek
Kerja Profesi Apoteker. Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di
Industri, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT.
Guardian Pharmatama yang berlokasi di Jalan Manis Raya, Gandasari, Jatiuwung,
Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia sebagai salah satu industri farmasi di
Indonesia.

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Guardian Pharmatama bertujuan
agar calon apoteker:
1.2.1 Memahami penerapan aspek-aspek CPOB yang dilakukan oleh industri
farmasi dalam menghasilkan produk yang berkualitas.
1.2.2 Memahami peranan apoteker dalam industri farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


3

BAB 2
TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI

2.1 Industri Farmasi


Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 mengatur mengenai industri farmasi. Industri
Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Sedangkan yang dimaksud
dengan obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiolosi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan obat
adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan
dalam engolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi.
Pembuatan Obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang
meliputi pengadaan bahan awal dan bahan kemas, produsi, pengemasan,
pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk
didistribusikan.
Berdasarkan pasal 2 Permenkes No. 1799/MENKES/PER/XII/2010,
proses pembuatan obat dan/ atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh Industri
Farmasi. Industri Farmasi mempunyai fungsi untuk pembuatan obat dan/ atau
bahan obat, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan.
Industri Farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/
atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagai tahapan. Industri Farmasi
yang melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk
sebagian tahapan harus berdasarkan penelitian dan pengembangan yang
menyangkut produk sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Produk hasil penelitian dan pengembangan tersebut dapat dilakukan proses
pembuatan sebagian tahapan oleh Industri Farmasi di Indonesia.
Berdasarkan pasal 4 Permenkes No. 1799/MENKES/PER/XII/2010, setiap
pendirian Industri farmasi wajib memperoleh izin Industri Farmasi dari Direktur
Jenderal. Persyaratan untuk memperoleh izin industri terdiri atas: berbadan usaha
berupa perseroan terbatas; memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan
3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


4

obat; memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak; memiliki secara tetap paling sedikit 3
(tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia mesing-masing sebagai
penanggungjawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu; komisaris
dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Tahap persetujuan prinsip harus dilalui oleh setiap industri farmasi untuk
dapat memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi. Persetujuan prinsip diberikan
kepada industri farmasi agar melakukan persiapan-persiapan dan usaha
pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi, peralatan dan lain-lain yang
diperlukan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan
perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama
jangka waktu tiga tahun, dan setiap enam bulan sekali perusahaan yang
bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya
kepada Direktur Jenderal dari Kementerian Kesehatan dengan tembusan kepada
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi.
Pemohon yang telah selasai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat
mengajukan permohonan izin industri farmasi. Surat permohonan izin industri
farmasi harus ditanda tangani oleh direktur utama dan apoteker yang bertanggung
jawab pemastian mutu dengan memenuhi kelengkapan yang telah dipersyaratkan.
Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari sejak
diterimanya tembusan permohonan, Kepala Badan akan melakukan audit
pemenuhan persyaratan CPOB dan kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan
verifikasi kelengkapan persyaratan administratif. Paling lama dalam waktu 10
(sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, Kepala
Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala dinas provinsi dan pemohon.
Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
persyaratan administratif, kepala dinas kesehatan provinsi mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada Direktur Jenderal

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


5

dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon. Paling lama dalam waktu
10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima rekomendasi dari kepala badan dan
kepala Dinkes Provinsi, Direktur Jenderal menerbitkan Izin Industri Farmasi.
Izin Usaha Industri Farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan
tersebut berproduksi. Industri farmasi yang melakukan perubahan bermakna
tehadap pemenuhan CPOB, baik perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi
wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau
perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan penanggung jawab, atau nama
industri harus dilakukan perubahan izin.
Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan
hidup. Oleh karena itu, industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang
dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama lima tahun
sepanjang memenuhi persyaratan.
Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala
mengenai kegiatan usahanya sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai
produksi setiap obat yang dihasilkan paling lambat tanggal 15 Januari dan 15 Juli
yang disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan.
Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi dilakukan bila Perusahaan
Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi:
a. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan
penjualan tanpa izin.
b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau dengan
sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih
dahulu dari Menteri Kesehatan RI.
d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


6

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan
Makanan. 2006)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu.

2.2.1 Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)


Pemastian mutu merupakan suatu konsep luas yang mencakup semua hal
baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari
obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang
dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya, karena itu pemastian mutu mencakup CPOB
ditambah dengan faktor lain diluar pedoman ini seperti desain dan pengembangan
produk. Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi industri farmasi
hendaklah memastikan bahwa:
a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan memperhatikan persyaratan
CPOB dan semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas.
b. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
c. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan pasokan dan penggunaan bahan awal
dan pengemas yang benar.
d. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama proses (in
proses control) lain serta validasi yang diperlukan.
e. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses pengemasan
dan pengujian bets dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan
untuk distribusi penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan
termasuk kondisi pembuatan, hasil dan pengawasan selama proses, pengkajian
dokumen produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari
prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi
produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
f. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum kepala bagian manajemen mutu
(pemastian mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


7

dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan
peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan
pelulusan produk.
g. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat
mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/ simpan obat.
h. Tersedia prosedur inspeksi diri dan audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.
i. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi
spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
j. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat.
k. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu
produk.
l. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.
m. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses
dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan
spesifikasi produk.
Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
a. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang
telah ditetapkan;
b. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi;
c. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk:
1. Personil yang terkualifikasi dan terlatih;
2. Bangunan dan sarana dengan luas yang memadai;
3. Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
4. Bahan, wadah dan label yang benar;

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


8

d. Prosedur dan instruksi yang disetujui; dan tempat penyimpanan dan


transportasi yang memadai.
e. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang
jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang
tersedia;
f. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;
g. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan
dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan
jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;
h. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran
riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk
yang mudah diakses;
i. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap
mutu obat,
j. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran;
k. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu
diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan
pangulangan kembali keluhan.

2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung-jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaan.
Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian
Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


9

utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan
Mutu harus independen satu terhadap yang lain.
Kepala bagian Produksi hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis
yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala
bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam
produksi obat.
Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang
Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan
tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan
sistem mutu/ pemastian mutu
Setiap karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan obat
dan yang karena tugasnya harus memasuki daerah pembuatan obat, hendaklah
diberikan pelatihan yang sesuai dengan tugasnya maupun pelatihan CPOB.
Pelatihan hendaknya dilaksanakan secara berkesinambungan dengan program
tertulis yang disetujui oleh manajer produksi dan manajer pengawasan mutu.
Pelatihan khusus diberikan kepada karyawan yang bekerja didaerah steril,
didaerah bersih, atau bagi mereka yang bekerja menggunakan bahan yang
beresiko tinggi, toksis atau yang menimbulkan alergi. Pelatihan hendaknya
diberikan oleh orang yang cakap. Dokumen pelatihan harus disimpan dengan baik
dan efektifitas program pelatihan hendaknya dinilai secara berkala.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan
baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain
ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


10

kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan,


sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari; pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu
obat.
Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan
kontruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam melaksanakan kerja,
pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai,
sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai
kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat, dapat dihindarkan.
Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah
dan air maupun dari kegiatan di dekatnya. Apabila bangunan itu terletak pada
tempat yang tidak sesuai, tindakan yang efektif hendaklah diambil untuk
mencegah pencemarannya.
Dalam menentukan rancang bangun dan penataan gedung sebaiknya
dipertimbangkan hal-hal berikut :
a. Kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang
sama atau dalam sarana yang berdampingan.
b. Luasnya ruang kerja, yang memungkinkan penempatan peralatan dan bahan-
bahan secara teratur dan logis serta memungkinkan terlaksananya kegiatan,
kelancaran arus kerja, komunikasi dan pengawasan yang efektif maupun
untuk mencegah kesesakan dan ketidakteraturan.
c. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai lalu lintas
umum bagi karyawan atau bahan-bahan ataupun sebagai tempat penyimpanan
kecuali untuk bahan-bahan yang sedang dalam proses.
Rancang bangun dan penataan gedung sebaiknya memenuhi persyaratan-
persyaratan berikut:
a. Mencegah resiko tercampur baurnya obat atau komponen obat yang berbeda,
kemungkinan terjadinya pencemaran silang oleh obat atau bahan-bahan lain
serta resiko terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi.
b. Kegiatan pengolahan bahan bagi produk bukan obat dipisahkan dari ruang
produksi obat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


11

c. Disedikan ruang terpisah untuk membersihkan alat yang dapat dipindah-


pindahkan dan ruangan untuk menyimpan alat pembersih.
d. Kamar ganti-simpan pakaian berhubungan langsung dengan daerah
pengolahan tetapi letaknya terpisah.
e. Toilet tidak terbuka langsung kedaerah produksi dan dilengkapi dengan
ventilasi yang baik.
Untuk kegiatan-kegiatan tersebut diperlukan daerah tertentu yaitu:
a. Penerimaan bahan
b. Karantina barang masuk
c. Ruang sampling
d. Penyimpanan bahan awal
e. Penimbangan dan penyerahan
f. Pengolahan
g. Penyimpanan produk ruahan
h. Pengemasan
i. Karantina obat jadi selama menunggu pelulusan akhir
j. Penyimpanan obat jadi
k. Pengiriman barang
l. Laboratorium
m. Pencucian peralatan
Bangunan sebaiknya mendapatkan penerangan yang efektif dan
mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali udara (termasuk suhu,
kelembaban dan penyaring) yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan maupun
dengan lingkungan sekitarnya.

2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai dengan desain serta seragam dari bets ke
bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki
rancang bangun dan kontruksi yang tepat. Permukaan peralatan yang bersentuhan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


12

langsung dengan bahan atau produk tidak boleh bereaksi karena dapat merubah
identitas, mutu dan kemurnian produk yang dihasilkan, tidak boleh mencemari
produk, harus mudah dibersihkan baik bagian dalam maupun bagian luar
mesin/alat tersebut. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, dan
menguji harus diperiksa ketelitiannya secara teratur serta dikalibrasi menurut
program dan prosedur yang tepat.
Pemasangan dan penempatan alat harus dapat mencegah terjadinya
kontaminasi silang dan cukup renggang untuk memberikan keleluasaan kerja.
Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara harus dipasang dengan baik
sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung.
Peralatan hendaknya dirawat menurut jadwal agar tetap berfungsi dengan
baik dan mencegah pencemaran terhadap produk. Catatan mengenai pelaksanaan,
pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicakup dalam
buku catatan harian yang menunjukkan tanggal, waktu, kekuatan dan nomor bets
atau lot produk yang diolah dengan peralatan tersebut serta pelaksana
pembersihan.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan
higiene yang menyeluruh dan terpadu.

2.2.5.1 Higiene Perorangan


a. Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian
pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan.
b. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan
pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang
memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, paruh waktu atau

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


13

bukan karyawan yang berada di area pabrik, misalnya karyawan kontraktor,


pengunjung anggota manajemen senior dan inspektur.
c. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keamanan
personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan
sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian kerja kotor (yang
dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat
pencucian.
d. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap
berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah
mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan
pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara
ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan.
Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas
secara luas selama sesi pelatihan.
e. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat
direkrut. Industri harus bertanggung jawab agar tersedia instruksi yang
memastikan bahwa keadaan kesehatan personil yang dapat memengaruhi
mutu produk diberitahukan kepada manajemen industri. Sesudah pemeriksaan
kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala. Petugas pemeriksa
visual hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala.
f. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.
Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua
personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah
memperhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi.
g. Tiap personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang
dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani bahan awal,
bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat jadi sampai dia
sembuh kembali.
h. Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong untuk melaporkan
kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan atau personil) yang
menurut penilaian mereka dapat merugikan produk.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


14

i. Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator dengan


bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan
bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk.
j. Personil hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci
tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk
tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai.
k. Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman, menyimpan
makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat pribadi hanya
diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi,
laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin berdampak trehadap
mutu produk.

2.2.5.2 Sanitasi Bangunan dan Fasilitas


a. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan
dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.
b. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi
yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari
area pembuatan.
c. Hendaklah disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian
personil dan milik pribadinya ditempat yang tepat.
d. Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan minuman hendaklah
dibatasi di area khusus, misalnya kantin. Sarana ini hendaklah memenuhi
standar sanitasi.
e. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah hendaklah dikumpulkan
didalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke tempat penampungan di
luar bangunan dan dibuang secara teratur dan berkata dengan mengindahkan
persyaratan sanitasi.
f. Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh
mencemari peralatan, bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang
diproses atau produk jadi.
g. Hendaklah ada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida,
agens fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat. Prosedur tertulis tersebut

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


15

hendaklah disusun dan dipatuhi untuk mencegah pencemaran terhadap


peralatan, bahan awal, wadah obat, tutup wadah, bahan pengemas dan label
atau produk jadi. Rodentisida, insektisida dan fungisida hendaklah tidak
digunakan kecuali yang sudah terdaftar dan digunakan sesuai peraturan
terkait.
h. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk
sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode,
peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan
sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi.
i. Prosedur sanitasi hendaklah berlaku untuk pekerjaan yang dilaksanakan oleh
kontraktor atau karyawan sementara maupun karyawan purna waktu selama
pekerjaan operasional biasa.
j. Segala praktik tidak higienes di area pembuatan atau area lain yang dapat
berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang.

2.2.5.3 Pembersihan dan Sanitasi Peralatan


a. Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun
bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan
disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai,
kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan
dari bets sebelumnya telah dihilangkan.
b. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan.
Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan
sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk.
c. Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-pindahkan dan
penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilaksanakan dalam ruangan yang
terpisah dari ruangan pengolahan.
d. Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan
serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat,
divalidasi dan ditaati. Prosedur ini hendaklah dirancang agar pencemaran
peralatan oleh agen pembersih atau sanitasi yang dicegah. Prosedur ini
setidaknya meliputi penanggung jawab pembersihan, jadwal, metode,

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


16

peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan serta metode


pembongkaran dan perakitan kembali peralatan yang mungkin diperlukan
untuk memastikan pembersihan yang benar terlaksana. Jika perlu, prosedur
juga meliputi sterilisasi peralatan, penghilangan identitas bets sebelumnya
serta perlindungan peralatan yang telah bersih terhadap pencemaran sebelum
digunakan.
e. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi dan inspeksi sebelum
penggunaan peralatan hendaklah disimpan secara benar.
f. Disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap pencemaran mikroba;
enceran disinfektan dan deterjen hendaklah disimpan dalam wadah yang
sebelumnya telah dibersihkan dan hendaklah disimpan untuk jangka waktu
tertentu kecuali bila disterilkan.

2.2.5.4 Validasi Prosedur Pembersihan dan Sanitasi


Prosedur pembersihan sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan
dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi
persyaratan.

2.2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Prosedur produksi hendaklah
dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama-sama penanggung jawab
pengawasan mutu. Setiap penyimpangan prosedur yang telah ditetapkan
hendaknya di catat pada catatan bets dan bila perlu proses produksi setiap bets
sebelumnya di evaluasi kembali.

2.2.6.1 Bahan Awal


a. Setiap pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan harus dilakukan pencatatan.
b. Pada saat diterima harus diperiksa keutuhan kemasan dan kebenaran label
dari bahan tersebut.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


17

c. Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah


memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan yang diberi label
dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi.
d. Bahan awal yang mengalami kerusakan oleh suhu disimpan ditempat yang
suhu udaranya diatur.
e. Bahan awal yang mudah terurai atau menurun potensinya harus dinyatakan
batas waktu penggunaannya.
f. Penyimpanan hendaklah dilakukan dalam ruangan atau tempat yang suhu nya
diatur dan disesuaikan dengan sifat fisik dan kimia bahan tersebut.
g. Persediaan bahan awal diperiksa dalam selang waktu tertentu untuk
menyakinkan bahwa wadahnya tertutup rapat, bertanda yang benar dan dalam
kondisi yang baik pemeriksaan laboratorium kembali dilakukan sesuai
prosedur yang ditentukan.
h. Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat ditandai dengan jelas,
ditempatkan terpisah dan secepatnya dikembalikan kepemasok atau
dimusnahkan.

2.2.6.2 Validasi Prosedur


Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi
dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya harus
disimpan. Program dan dokumentasi validasi hendaklah membuktikan kecocokan
bahan yang dipakai, keandalan peralatan dan sistem serta kemampuan petugas
pelaksana.
Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan hendaklah disertai
dengan validasi ulang, untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap
menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

2.2.6.3 Pencemaran
Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat
merugikan kesehatan atau mengurangi daya terapeutik atau mempengaruhi
kualitas suatu produk, tidak dapat diterima. Perhatian khusus hendaklah diberikan
pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat dan tingkatannya tidak

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


18

berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini menunjukkan pelaksanaan


pembuatan obat yang tidak sesuai dengan CPOB. Tindakan pencegahan terhadap
pencemaran silang dan efektifitasnya hendaklah diperiksa secara berkala misalnya
dengan pemeriksaan rutin pada saringan udara, pemeriksaan lingkungan, dan
pemeriksaan perbedaan tekanan antar ruang terutama ruang penyangga.

2.2.6.4 Sistem Penomoran Bets dan Lot


Penomoran bets dan lot diperlukan secara rinci untuk memastikan bahwa
produk antara, produk ruahan, dan produk jadi dapat dikenali dengan nomor bets
atau lot tertentu. Sistem penomoran ini hendaknya menjamin bahwa nomor bets
dan lot yang sama tidak digunakan secara berulang. Tidak diperkenankan
memakai nomor bets atau nomor lot yang sama selama periode tertentu yaitu
paling sedikit 10 tahun. Untuk bets yang diolah ulang hendaklah diberikan kode
tambahan terhadap nomor bets tersebut.

2.2.6.5 Penimbangan dan Penyerahan


Penimbangan dan penyerahan bahan awal, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi harus dilakukan dan didokumentasikan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan. Sebelum dilakukan penimbangan harus dilakukan
pemeriksaan kebenaraan penandaan termasuk hasil pemeriksaan laboratorium.
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang, dan hilangnya identitas maka
bahan awal, produk antara, dan produk ruahan yang ada didaerah penyerahan
hanya boleh untuk satu bets saja.

2.2.6.6 Pengolahan
Semua bahan yang digunakan dalam pengolahan harus diperiksa lebih
dahulu. Hendaklah tidak memasukkan bahan lain selain bahan untuk bets yang
sedang diolah tersebut. Pemantauan kondisi area pengolahan dan langkah yang
harus dilakukan sebelum memulai proses pengolahan sebaiknya menggunakan
suatu daftar periksa yang mencakup antara lain kondisi daerah pengolahan harus
dipantau dan dikendalikan sesuai persyaratan yang telah ditetapkan, peralatan
harus dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Kegiatan pengolahan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


19

harus mengikuti prosedur tetap, dan tiap penyimpangan harus segera dilaporkan
kepada supervisor dan di dokumentasikan di dalam catatan pengolahan bets.

2.2.6.7 Pengawasan Selama Proses


Prosedur pengawasan selama proses harus dipatuhi seperti pengambilan
contoh, frekuensi pengambilan contoh, dan jumlah yang diambil untuk
pemeriksaan. Hasil pengujian pengawasan selama proses harus dicatat dan di
dokumentasikan.
Pengawasan mutu selama proses produksi (IPC) dilakukan untuk :
a. Sediaan padat meliputi: pemeriksaan kadar zat aktif, pemeriksaan
keseragaman bobot untuk tablet dan kapsul, dilakukan beberapa kali selama
proses produksi, pemeriksaan waktu hancur, kekerasan tablet (kadar air),
sample diambil pada waktu permulaan, pertengahan, dan akhir pencetakan
tablet.
b. Sediaan setengah padat meliputi: keseragaman dan homogenitas obat,
pemeriksaan ukuran partikel, pemeriksaan tampilan, viskositas, berat jenis,
pemeriksaan berat, pemeriksaan kebocoran tube (wadah).

2.2.6.8 Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk
ruahan menjadi produk jadi. Proses pengemasan hendaklah dilaksanakan dibawah
pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan kualitas barang yang
sudah dikemas. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai hendaklah dilakukan
pemeriksaan untuk memastikan bahwa peralatan dan ruang kerja dalam keadaan
bersih dan bebas dari produk dan sisa produk lain atau dokumen yang tidak
diperlukan untuk kegiatan yang dilakukan.
Sebelum menempatkan bahan pengemas pada jalur pengemasan hendaklah
diadakan pemeriksaan kesiapan jalur pengemasan yang bersangkutan oleh petugas
yang ditunjuk sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan.
Pada penyelesaian proses pengemasan produk yang sudah dikemas
hendaklah diperiksa dengan teliti untuk memastikan bahwa produk obat tersebut
sesuai dengan persyaratan dalam prosedur pengemasan induk. Hanya obat jadi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


20

yang berasal dari satu bets pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu
plat. Bila ada karton yang tidak penuh maka jumlah yang ada didalamnya
hendaklah dituliskan pada karton tersebut.
Produk dalam status karantina hendaklah diberi label “karantina” dan
disimpan dalam rak khusus untuk karantina atau ditempat yang diberi tanda
khusus sehingga mudah dibedakan dengan produk yang telah diluluskan.

2.2.6.9 Penyimpanan Bahan Awal, Produk Antara, Produk Ruahan, dan Obat Jadi
Semua bahan hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah
resiko tercampur-baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan
pemeliharaan. Semua bahan ini disimpan dengan jarak yang cukup terhadap bahan
lainnya maupun terhadap dinding, tidak diletakkan dilantai, dan dalam kondisi
lingkungan yang sesuai. Penyimpanan diluar gudang diperbolehkan bagi bahan
yang dikemas dalam wadah kedap yang mutunya tidak terpengaruh oleh suhu,
kelembaban dan faktor lainnya. Bahan yang mudah terbakar hendaklah disimpan
di gudang khusus yang letaknya terpisah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Setiap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang
disimpan hendaklah mempunyai kartu persediaan yang senantiasa direkonsiliasi
dan jika terdapat penyimpangan hendaklah dicatat disertai penjelasan.

2.2.7 Pengawasan Mutu


Pengawasan mutu adalah bagian yang penting dari cara pembuatan obat
yang baik agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaannya. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur
dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan obat yang
bermutu mulai dari saat obat dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Untuk
keperluan tersebut harus ada suatu bagian pengawasan mutu yang berdiri sendiri.
Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk
menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan dengan mutu yamg benar dan
jumlah yang ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti
prosedur standar sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang
telah ditetapkan mengenai identitas, kadar, kemurnian mutu, dan keamanannya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


21

Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisa yang dilakukan


laboratorium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan
awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi. Pengawasan mutu juga
meliputi program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, validasi,
dokumentasi suatu bets, program penyimpanan contoh dan penyusunan serta
penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk termasuk
metode pengujiannya.
Bagian pengawasan mutu melaksanakan tugas pokok sebagai berikut :
a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi.
b. Menyiapkan intruksi tertulis yang rinci untuk tiap pemeriksaan dan pengujian.
c. Menyusun rencana dan prosedur tertulis mengenai pengambilan contoh untuk
pemeriksaan.
d. Menyimpan contoh pertinggal untuk rujukan dimasa mendatang.
e. Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara, produk ruahan,
dan obat jadi serta hal-hal lain yang telah ditentukan,
f. Meneliti catatan yang berhubungan dengan pengolahan, pengemasan, dan
pengujian obat jadi bets yang bersangkutan sebelum meluluskannya untuk
didistribusikan.
g. Mengevaluasi stabilitas semua obat jadi secara berlanjut, bahan awal jika
diperlukan, dan menyiapkan intruksi mengenai cara penyimpanan bahan awal
dan obat jadi dipabrik berdasarkan data stabilitas yang ada.
h. Menetapkan tanggal daluarsa dan batas waktu penggunaan bahan awal dan
obat jadi berdasarkan data stabilitas dan kondisi penyimpanannya.
i. Mengevaluasi dan menyetujui prosedur pengolahan ulang suatu produk.
j. Menyetujui penunjukkan pemasok bahan baku dan bahan pengemas yang
diketahui dapat dipercayai mampu atau dapat diandalkan untuk memasok
bahan awal yang memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan.
k. Mengambil bagian atau memberikan bantuan dalam pelaksanaan program
validasi.
l. Mengevaluasi semua keluhan yang diterima atau kekurangan yang ditemukan
mengenai suatu bets, dan bila perlu bekerjasama dengan bagian lain untuk
mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


22

m. Menyediakan baku pembanding sekunder sesuai spesifikasi yang terdapat


pada prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding ini
pada kondisi yang tepat.
n. Menyimpan catatan pemeriksaan dan pengujian semua contoh yang diambil.
o. Mengevaluasi obat yang dikembalikan dan menetapkan apakah obat tersebut
dapat digunakan langsung atau diproses ulang atau harus dimusnahkan.
p. Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama bagian lain dalam perusahaan.
q. Memberikan rekomendasi untuk pembuatan obat oleh pihak lain atas dasar
kontrak setelah diadakan evaluasi terhadap kontraktor yang bersangkutan di
nilai mampu membuat obat yang memenuhi standart mutu yang ditetapkan.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh
aspek produksi dan pengendalian mutu senantiasa memenuhi persyaratan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mencari kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikannya. Inspeksi diri
ini hendaklah dilaksanakan secara teratur. Tindakan perbaikan yang disarankan
hendaklah dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri ditunjuk tim inspeksi
yang mampu menilai secara objektif pelaksanaan CPOB. Prosedur dan catatan
mengenai inspeksi diri hendaklah dibuat.
Untuk mendapatkan standar inspeksi diri yang minimal dan seragam maka
disusun daftar pemeriksaan selengkap mungkin. Daftar pemeriksaan hendaklah
meliputi pertanyaan mengenai hal-hal berikut :
a. Karyawan
b. Bangunan termasuk fasilitas untuk karyawan
c. Penyimpanan bahan awal dan bahan jadi
d. Peralatan
e. Produksi
f. Pengawasan mutu
g. Dokumentasi
h. Pemeliharaan gedung dan peralatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


23

Tim inspeksi diri ditunjuk oleh pimpinan perusahaan terdiri dari


sekurang-kurangnya tiga orang yang ahli dibidang yang berlainan dan paham
mengenai CPOB. Anggota tim dapat berasal dari lingkungan perusahaan atau dari
luar lingkungan perusahaan. Tiap anggota tim hendaklah bebas dalam
memberikan penilaian atas hasil inspeksi.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan


Produk Kembalian
Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang
merugikan atau masalah medis lainnya. Semua keluhan dan laporan hendaklah
diselidiki dan dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai.
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau
beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.
Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak
memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping
yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh
obat jadi tertentu dapat merupakan tindak lanjut penghentian pembuatan satu jenis
obat jadi yang bersangkutan.

2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan dan
laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan
obat. Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap
bets atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta
penelusuran terhadap bets atau lot produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi
diperlukan pula dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi
lingkungan, perlengkapan dan personalia.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


24

2.2.11 Prosedur dan Catatan Penanganan Keluhan


Hendaklah dibuat prosedur penanganan keluhan dan laporan mengenai
reaksi yang merugikan dari obat jadi, yang mencakup definisi tentang keluhan dan
reaksi merugikan, jenis keluhan dan laporan, cara penanganan keluhan dan
laporan mengenai reaksi yang merugikan dari obat jadi, yang mencakup definisi
tentang keluhan dan reaksi merugikan, jenis keluhan dan laporan, cara
penanganan dan evaluasi. Juga dibuat catatan untuk tiap keluhan dan laporan yang
memuat nama produk dan nomor bets. Jenis keluhan dan laporan, tempat asal
keluhan dan laporan, contoh produk yang bersangkutan, ringkasan tentang
keluhan atau laporan, hasil penyelidikan, evaluasi, tanggapan dan tindak lanjut
terhadap keluhan atau laporan.

2.2.11.1 Prosedur dan Catatan Penanganan Obat Kembalian


Hendaklah dibuat prosedur penanganan obat yang dikembalikan yang
mencakup pedoman mengenai obat jadi yang dapat diselamatkan, diolah kembali
dan dimusnahkan. Hasil penanganan obat kembalian haruslah dicatat.

2.2.11.2 Prosedur dan Catatan Penarikan Kembalian Obat Jadi


Hendaklah dibuat prosedur penarikan kembali obat jadi suatu bets atau
lot atau seluruh obat jadi dari peredaran dan juga dibuat catatan tindakan
penarikan kembali yang mencakup nama produk, nomor bets dan ukuran bets
tanggal dimulai dan selesainya penarikan, alasan penarikan kembali, jumlah sisa
dan jumlah yang telah didistribusikan, jumlah produk yang dikembalikan, tempat
asal produk dikembalikan, evaluasi, tindak lanjut, dan laporan penanganan
penarikan kembali termasuk laporan kepada pemerintah jika diperlukan.

2.2.11.3 Prosedur dan Catatan Pemusnahan Bahan dan Produk yang Ditolak
Dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang
mencakup tindakan pencegahan lingkungan dan kemungkinan jatuhnya produk
tersebut ketangan orang yang tidak berwenang. Juga harus dibuat catatan
pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang berisi antara lain nama bahan,

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


25

nomor bets dan jumlah, asal bahan atau produk, cara pemusnahan, nama petugas
yang melaksanakan, dan tanggal pemusnahan.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi


2.2.12.1 Kualifikasi
Validasi untuk mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang disebut
dengan kualifikasi. Jadi, kualifikasi adalah istilah yang digunakan untuk validasi
mesin, peralatan produksi maupun sarana penunjang. Kualifikasi mesin, peralatan
produksi maupun sarana penunjang merupakan langkah pertama (first step) dalam
pelaksanakan validasi di industri farmasi.
Kualifikasi adalah “kegiatan pembuktian” bahwa perlengkapan fasilitas
atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/ sistem akan selalu bekerja sesuai
dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Kualifikasi peralatan merupakan
identitas sifat suatu peralatan yang berkaitan dengan kinerja dan fungsinya serta
pemberian batasan nilai tertentu terhadap sifat tersebut.
Validasi/ kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang terdiri dari 4
tingkatan, yaitu:
a. Kualifikasi desain
Tujuan dari kualifikasi desain adalah untuk menjamin dan
mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan
dipasang atau dibangun (rancang bangunan) sesuai dengan ketentuan atau
spesifikasi yang diatur dalam ketentuan CPOB yang berlaku. Jadi kualifikasi
desain dilaksanakan sebelum mesin, peralatan produksi atau sarana penunjang
(termasuk bangunan untuk industri farmasi) tersebut dibeli/ dipasang/ dibangun.
b. Kualifikasi instalasi
Tujuan kualifikasi instalasi adalah untuk menjamin dan
mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan
spesifikasi yang tertera pada dokumen pembelian, manual alat yang bersangkutan
dan pemasangannya dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Jadi
kualifikasi instalasi dilaksanakan pada saat pemasangan atau instalasi peralatan
produksi atau sarana penunjang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


26

c. Kualifikasi Operasional
Tujuan dari kualifikasi operasional adalah untuk menjamin &
mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja
(beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Jadi kualifikasi
operasional dilaksanakan setelah pemasangan atau instalasi mesin atau peralatan
produksi atau sarana penunjang dan digunakan sebagai tes mesin/ peralatan.
d. Kualifikasi Kinerja
Tujuan dari kualifikasi kinerja adalah untuk menjamin &
mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja
(beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dengan cara menjalankan
sistem sesuai dengan tujuan penggunaan
Masing-masing pelaksanaan kualifikasi harus dilakukan secara berurutan
dan berkesinambungan. Artinya, dalam pelaksanaan kualifikasi dimulai dari
Kualifikasi Desain, kemudian Kualifikasi Instalasi, Kualifikasi Operasional dan
yang terakhir Kualifikasi Kinerja, tidak bisa dibolak-balik.

2.2.12.2 Validasi
Validasi adalah tindakan pembuktian yang didokumentasi dengan cara-
cara yang sesuai bahwa tiap bahan, prosedur, kegiatan, sistem, dan perlengkapan
yang digunakan dalam produksi dan pengawasan mutu akan senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan.
Cara-cara pelaksanaan validasi terbagi empat yaitu :
a. Validasi Prospektive
Adalah validasi berdasarkan pada perolehan data pertama sesuai protokol
validasi yang direncanakan. Validasi ini berlaku untuk produk yang belum
beredar.
b. Validasi Concurrent
Adalah validasi yang berdasarkan data otentik yang diperoleh dan
dikumpulkan dari proses yang sedang dilaksanakan. Validasi ini berlaku pada
produk yang sedang beredar.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


27

c. Validasi Retrospektive
Adalah validasi yang berdasarkan data otentik yang diperoleh dan
dikumpulkan dari proses yang sudah dilaksanakan dan dinilai menurut prinsip
statistik. Validasi ini berlaku pada produk yang sudah beredar.
d. Validasi Ulang
Adalah validasi yang dilakukan bila ada perubahan bahan baku, proses
pembuatan, dan mesin.

2.2.12.3 Validasi Prosedur Analitik

Validasi prosedur analitik merupakan proses yang dilakukan melalui


penelitian laboratorium untuk membuktikan bahwa karakteristik kinerja prosedur
itu memenuhi persyaratan aplikasi analitik yang dimaksudkan. Jenis prosedur
analitik yang harus divalidasi pada umumnya adalah uji identifikasi, uji kuantitatif
komponen terpilih lainnya dalam suatu produk obat, uji kuantitatif kandungan
cemaran, dan uji batas untuk mengendalikan jumlah cemaran.

2.2.12.4 Validasi Berkala


Bagian pengawasan mutu hendaklah memberikan bantuan yang
diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh
bagian lain, khususnya bagian produksi untuk menjamin bahwa setiap produk
yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

2.2.12.5 Langkah-langkah Pelaksanaan Validasi


Begitu luasnya cakupan validasi, terkadang membingungkan kalangan
praktisi di industri farmasi untuk melaksanakannya. Food and Drug
Administration (FDA) dalam “Guideline on General Principles of Process
Validation” memberikan langkah-langkah dalam pelaksanaan validasi, yang
tertuang dalam “validation life cyle” berikut ini, yaitu:
a. Membentuk Validation Comitee (Komite Validasi), yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan validasi di industri farmsai bersangkutan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


28

b. Menyusun Validation Master Plan (Rencana Induk Validasi), yaitu dokumen


yang menguraikan (secara garis besar) pedoman pelaksaan validasi di industri
farmasi yang bersangkutan.
c. Membuat Dokumen Validasi, yaitu protap (prosedur tetap), protokol serta
laporan validasi.
d. Pelaksanaan Validasi.
e. Melaksanakan Peninjauan Periodik, Change Control dan Validasi ulang
(revalidation).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


29

BAB III
TINJAUAN KHUSUS
PT. GUARDIAN PHARMATAMA

3.1. Sejarah Perusahaan


PT.Guardian Pharmatama terdiri dari kantor pusat yang terletak di
Kompleks Green Ville Maisonette Blok FA 18-19, Jakarta 11510 dan pabriknya
yang terletak di Kawasan Industri Manis Jl. Gatot Subroto Km 8,5, Gandasari,
Jaituwung, Tangerang, Banten. PT. Guadian Pharmatama merupakan industri
farmasi yang didirikan pada September 1992 menggantikan Industri Farmasi
Hasto Husodo. Sejak itu, PT Guardian Pharmatama memiliki Motto “Quality is
our concern”. PT Guardian Pharmatama berkomitmen dalam menghasilkan
produk yang berkualitas tinggi tanpa memberikan kerugian terhadap perusahaan
maupun konsumen.

3.2. Visi dan Misi


3.2.1 Visi
“ To be dominant in health care industry by providing significant
satisfication to our customers and stakeholders through professional
management”
“ Menjadi industri farmasi yang mendominasi di bidang kesehatan dengan
cara memberikan kepuasan kepada konsumen dan seluruh pemilik modal melalui
manajemen yang profesional.”
3.2.2 Misi
To provide a better health for life through:
a. Products niche and continous improvement
b. Delivering quality products
c. Establishing strategic alliances
Untuk menyediakan kesehatan yang lebih baik bagi kehidupan melalui:
a. Menghasilkan produk yang khas dan terus melakukan peningkatan.
b. Mengirim produk yang berkualitas.
c. Mengembangkan hubungan kerjasama yang strategis.

29 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


30

3.2.3 Kebijakan Mutu


Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang farmasi, pucuk pimpinan
dan seluruh karyawan PT.Guardian Pharmatama berkomitmen untuk :
a. Menghasilkan produk yang berkualitas, aman dan berkhasiat dengan
pemenuhan persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik terkini.
b. Mengirim produk tepat waktu kepada seluruh pelanggan.
c. Menjaga kepercayaan publik dengan menjaga kontinuitas terhadap
pelaksanaan Cara Pembuatan Obat yang Baik terkini dan Peraturan
Pemerintah yang berlaku.
d. Terus menerus memperbaiki keefektifan sistem manajemen mutu untuk
menetapkan sistim manajemen mutu ISO 9001:2008
e. Menilai keberhasilan kinerja sistem manajemen mutu, maka ditetapkan
sasaran mutu PT. Guardian Pharmatama secara menyeluruh yang dijabarkan
melalui sasaran mutu setiap unit kerja.
f. Penetapan dan evaluasi sasaran mutu dilakukan pada rapat manajmen setiap
bulan.
g. Sistem manajemen mutu PT. Guardian Pharmatama selalu ditinjau dan bila
perlu diperbaiki atau disempurnakan pada setiap rapat tinjauan manajemen
yang dialkukan minimal 1 kali dalam setahun.
h. Manajemen Representatif bertanggung jawab dalam mensosialisasikan
kebijakan mutu kepada seluruh PT. Guardian Pharmatama.

3.3. Struktur Organisasi Pabrik PT. Guardian Pharmatama


Dalam melaksanakan kegiatannya Pabrik PT. Guardian Pharmatama,
menggunakan struktur organisasi yang disusun sedemikian rupa sehingga jelas
terlihat batas-batas tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap personil
dalam organisasi. Struktur organisasinya dapat dilihat pada lampiran 1, dimana
didalamnya mencakup level manager sampai pada level asisten manager dan
supervisor, sedangkan untuk level karyawan tidak digambarkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


31

3.3.1 Departemen QA (Quality Assurance)


3.3.1.1 Assistant QA Manager
Assistant QA Manager membawahi dua orang supervisor, yaitu:
Supervisor Trend Evaluator dan Supervisor Manajemen Mutu. Supervisor Trend
Evaluator membawahi satu orang admin Trend evaluator. Selain itu Assistant QA
Manager juga membawahi Batchfile Controller dan Inspector QA.
Adapun tanggung jawab dari Assitant QA Manager, yaitu:
a. Pereleasan produk jadi
Departemen QA bertanggung jawab dalam proses pereleasan produk
sebelum didistribusikan. Sebelum sebuah produk diluluskan untuk direlease
dibutuhkan pengawasan terhadap kelengkapan dokumen dan investigasi terhadap
seluruh hasil formulasi dan analisa dari sediaan tersebut yang tercantum dalam
batch file. Setelah mendapat persetujuan release dari departemen QA pada nota
PDN (Product Delivery Note), maka produk jadi pun bisa didistribusikan.
b. Penanganan penyimpangan batch
Seluruh penyimpangan yang terjadi di semua departemen akan dilaporkan
ke QA. Penyimpangan tersebut akan dianalisa resiko yang disebabkan oleh
penyimpangan tersebut kemudian diputuskan tindakan koreksi terbaik untuk
mencegah terjadinya resiko tadi.
c. Pengawasan dan penyimpanan batch file
Batch file merupakan suatu dokumen yang berisi seluruh rekaman proses
pembuatan suatu batch produk. Batch file dibuat oleh departemen Research and
Development (R&D) Formulasi yang kemudian diisi oleh departemen Produksi,
QC Bahan Awal dan QC Bahan Kemas. Batch file akan disimpan sampai dengan
bulan expired date tiap produk yang ditambah 2 tahun dari bulan expired datenya.
Batch file yang telah melewati masa simpannya akan dimusnahkan dan dibuat
berita acaranya.
d. Penanganan keluhan, barang kembalian dan penarikan kembali produk
1. Penanganan keluhan produk
Biasanya keluhan terhadap produk berasal dari dokter, apotek maupun
pasien. Keluhan tersebut bisa terhadap kualitas produk, efek yang merugikan
ataupun efek terapeutik dari produk tersebut.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


32

Keluhan produk tersebut diterima oleh marketing yang kemudian disampaikan


kepada departemen QA, kemudian dengan bantuan R&D Analisa-Registrasi dan
QC Bahan Awal akan menganalisa produk yang dikeluhkan. Setelah itu, QA akan
memberikan surat jawaban ke Marketing yang berisi alasan dan tindak lanjut
terhadap keluhan tersebut.
2. Penanganan produk kembalian
Produk dapat dikembalikan dan digantikan atau di-CN atau dengan batch
baru, akan tetapi harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya:
a) Produk dengan ED ± 1 bulan, misal produk tersebut ED nya bulan agustus
maka produk tersebut dapat diganti jika dilaporkannya antara bulan juli
sampai september.
b) Kemasan produk masih tersegel terutama untuk sediaan liquid/semi solid
c) Untuk kondisi khusus seperti terjadi bencana, produk yang mengalami
kecacatan fisik seperti pecah atau bocor, label tidak ada, tidak ada penandaan
tanggal kadaluarsa, penanganannya dapat berupa repack atau penggantian
barang.
3. Penarikan kembali obat
Penarikan kembali obat bisa dilakukan oleh Badan POM dan pabrik itu
sendiri. Penarikan yang dilakukan oleh badan POM disebabkan dari hasil
penelitian, obat tersebut mempunyai dampak yang membahayakan bagi kesehatan
ataupun jika berdasarkan uji stabilitas on going pada waktu tertentu akan terjadi
perubahan pada sediaan yang dapat membahayakan bagi pasien yang
mengkonsumsi obat tersebut dan bisa juga karena produk tersebut sudah sampai
pada masa expired date-nya maka berdasarkan inisiatif industri sendiri akan
ditarik dari peredaran. QA akan segera memberitahukan pada marketing untuk
menarik produk tersebut. Produk yang ditarik kembali dari peredaran akan
dimusnahkan dan dibuat berita acaranya.
4. Pengkajian Produk Tahunan (PPT)
Produk tahunan yang akan dikaji hanya untuk produk yang minimal
diproduksi 3 batch dalam tahun tersebut. Pengkajian tersebut meliputi: bahan
baku, bahan kemas, sistem HVAC, pengawasan mutu, produksi, pemantauan
lingkungan, pengendalian perubahan, stabilitas, evaluasi keluhan produk dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


33

barang kembalian serta rekomendasi tindak lanjut. Produk yang dikaji akan
dimasukkan dalam laporan pengkajian produk tahunan.
5. Pembuatan Certificate of Analysis (COA)
QA akan membuat COA produk jadi dari setiap produk yang diproduksi.
COA yang dibuat berdasarkan data-data hasil analisis yang dilakukan oleh
departemen terkait yang dipakai sebagai dokumen yang sah untuk menjamin
kualitas dan khasiat obat yang dibuat.

3.3.1.2 Assistant Manager Validation and Stability


Assistant Manager Validation and Stability membawahi seorang
Supervisor Validasi Proses, serta langsung membawahi Analis Stabilitas dan
Analis Validasi Pembersihan. Supervisor Validasi Proses membawahi analis
validasi proses. Tugas Assistant Manager Validation and Stability diantaranya:
a. Validasi
QA hanya menangani validasi proses dan validasi pembersihan, sedangkan
validasi metoda analisis dilakukan oleh bagian R&D An-Reg.
1. Validasi proses
Validasi proses yang dilakukan mulai dari proses pengolahan sampai
proses pengemasan. Validasi proses pengolahan merupakan tindakan pembuktian
bahwa dengan prosedur pengolahan yang digunakan akan senantiasa
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditentukan. Pendekatan validasi yang digunakan adalah validasi konkuren.
Validasi ulang dilakukan jika ada perubahan formula, perubahan ukuran bets >
20%, perubahan metoda dan proses, perubahan produsen bahan awal aktif dan
bahan tambahan. Sebelum melakukan validasi, QA akan membuat Rencana Induk
Validasi (RIV) yang disusun setiap 6 bulan dan dari RIV akan dibuat protokol
validasi proses tiap produk. Jika tidak terjadi perubahan yang signifikan maka
validasi ulang akan dilakukan setiap 5 tahun.
2. Validasi pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan bertujuan untuk mengecek kontaminan
seperti residu zat aktif serta kontaminan mikrobiologi. Validasi ini dilakukan
setelah proses produksi selesai dilaksanakan. Setiap alat memiliki product marker

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


34

karena tidak semua produk diuji. Parameter yang digunakan untuk memilih
product marker diantaranya adalah produk yang paling sulit dibersihkan, produk
yang paling toksik, yang tidak larut dalam air atau alkohol, zat aktif dengan dosis
kecil, produk yang paling sering diproduksi. Residu yang dianalisa yaitu residu
zat aktif dan mikrobiologi. Penentuan residu zat aktif dapat dilakukan secara fisik
(visual) dan kimia (HPLC). Selain penentuan residu zat aktif juga dilakukan
pemeriksaan mikrobiologi.
Sampel yang biasanya digunakan adalah:
a) Air bilasan: bilasan terakhir dengan menggunakan purified water. Air bilasan
tersebut diambil untuk di cek residu dengan HPLC dan Total Organic Carbon
(TOC)
b) Usapan (swab): pada beberapa bagian alat yang sulit untuk dibersihkan
diusap dengan kapas pada area 5x5 cm. Hasil yang didapatkan kemudian
dikonversikan dengan keadaan (luas mesin) yang sebenarnya.
Metode yang digunakan untuk proses pembersihan adalah metode
konkuren. Validasi minimal dilakukan terhadap 3 batch. Jika hasil validasi tidak
memenuhi syarat, validasi dapat diulang kembali. Jika hasil ulangan tersebut juga
tidak memenuhi syarat maka dapat diusulkan perubahan pada proses pembersihan.
Kriteria penerimaan proses pembersihan untuk mikroba yaitu < 100 koloni/swab
dan untuk jamur < 10 koloni/swab. Jika product marker berubah, maka akan
dilakukan revalidasi pembersihan.
b. Stabilitas
Uji stabilitas dilakukan oleh R&D analisa (3 batch pertama), selanjutnya
dilakukan oleh QA. Uji stabilitas yang dilakukan oleh QA meliputi yang rework
dan yang telah dipasarkan (existing). Uji stabilitas dari masing-masing produk
diambil 1 batch pertahunnya. Interval analisanya yaitu 12 bulan, 24 bulan, 36
bulan, 48 bulan sampai ED+1 tahun dengan maksimal analisa 5 tahun namun
kalau produk memiliki ED 5 tahun berarti analisa hanya sampai 5 tahun. Khusus
untuk produk rework, analisa diperketat menjadi tiap 6 bulan karena produk
tersebut diluluskan untuk release dengan pengecualian. Kondisi untuk uji
stabilitas dilakukan disuhu 30oC ± 2oC, kelembaban 75% ± 5% dalam climatic
chamber. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran produk yang sudah ada

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


35

di pasaran, memastikan produk yang ada di pasaran masih memenuhi syarat


sampai dengan waktu expired date dan dapat juga untuk memperpanjang expired
date untuk produk selanjutnya. QA juga melakukan uji stabilitas post market di
mana sampel diambil langsung dari apotek oleh pihak marketing. Uji stabilitas ini
dilakukan untuk beberapa produk yang mengalami masalah di stabilitas on going.

3.3.1.3 Assistant Manager GMP Compliance


Assistant Manager GMP Compliance membawahi Supervisor GMP
Compliance yang membawahi inspektor GMP Compliance dan bagian Document
Controller. Assistant Manager GMP Compliance memiliki 4 tugas utama:
a. Kalibrasi dan kualifikasi
Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
membandingkan antara hasil pengukuran yang ada dengan standar. Standar yang
digunakan juga harus tertelusur. Kalibrasi dilakukan bagi alat yang memiliki
parameter ukur. Biasanya kalibrasi dilakukan setiap 6 bulan, tapi untuk alat-alat
tertentu bisa lebih sering karena sering digunakan, begitu juga sebaliknya.
Kalibrasi dapat dibagi 2, yaitu kalibrasi internal (kalibrasi yang dilakukan oleh
pihak dalam pabrik meliputi parameter suhu, kecepatan putaran/rpm, tekanan,
timer, dll) menggunakan kalibrator yang telah terkalibrasi dan tertelusur, serta
kalibrasi eksternal (dilakukan oleh pihak luar yang telah terakreditasi, contohnya;
HPLC, Spektrofotometer, timbangan, jangka sorong, dll). Proses kalibrasi
termasuk dalam dokumen kualifikasi operasional yang merupakan persyaratan
BPOM.
QA melakukan kualifikasi dalam hal perencanaan, penjadwalan,
persetujuan protokol dan laporan kalifikasi serta rekualifikasi. Sedangkan
pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing departemen yang
bersangkutan. Kualifikasi untuk ruangan dilakukan setiap 5 tahun namun tiap
bulan harus diperiksa untuk memastikan ruangan tetap dalam ketentuan yang
diinginkan. Sistem HVAC termasuk dalam kualifikasi ruangan. Perputaran udara
berbeda antara kelas D dengan kelas E dan udara dalam ruang produksi tidak
boleh keluar ke koridor sehingga dibuat tekanan dalam koridor lebih besar

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


36

daripada tekanan dalam ruangan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya


kontaminasi.
b. Document Controller
Bertugas untuk mengatur distribusi Protap dan KTP (Kontrol Tehadap
Perubahan) dari tiap-tiap departemen. Protap berlaku selama 3 tahun kecuali ada
perubahan. QA akan mendata protap yang masa berlakunya akan habis setiap
bulan, kemudian QA akan mengirimkan memo ke departemen terkait. Semua
perubahan harus ada KTP nya seperti perubahan desain bahan kemas.
c. Mengadakan pelatihan bagi karyawan
Bertugas untuk membuat jadwal pelatihan bagi karyawan setiap akhir
tahun. Tiap bulan dilaksanakan realisasi pelatihan bekerjasama dengan HRD.
Departemen yang ingin melakukan pelatihan bagi karyawannya dapat menulis
pada surat yang diedarkan oleh QA setiap bulan. Pelatihan untuk karyawan dapat
dilakukan sendiri oleh bagian QA GMP Compliance dan bisa trainner dari luar
yang di datangkan ke pabrik.
d. Pengendalian perubahan
Pengendalian perubahan terutama berhubungan dengan mutu produk baik
langsung maupun tidak langsung. Departemen yang ingin melakukan perubahan
mengisi form KTP (Kontrol Terhadap Perubahan) yang berisi perubahan yang
dilakukan, alasan perubahan beserta dampak perubahan. Kemudian diedarkan ke
semua departemen yang terkait untuk minta persetujuan perubahan. Jika disetujui
maka perubahan dapat dilakukan dan apabila sudah disetujui maka acuan yang
digunakan selanjutnya untuk proses kegiatan mengikuti hasil perubahan tersebut.

3.3.2. Departemen Research and Development


3.3.2.1.Research and Development Formulasi
Research and Development Formulasi dikepalai oleh seorang manajer
R&D formulasi dan membawahi seorang manajer formulation, asisten manajer,
tiga orang supervisor formulasi untuk produk baru dan satu orang supervisor
formulasi untuk produk existing, serta seorang supervisor packaging development.
R&D formulasi memiliki tanggung jawab dalam memastikan produk
memenuhi spesifikasi dari parameter yang digunakan yaitu efficacy (manfaat),

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


37

quality (kualitas), safety (keamanan), dan consumen satisfaction (kepuasan


pelanggan). Tanggung jawab lainnya adalah menerapkan CPOB yang berlaku saat
ini. Di PT. Guardian Pharmatama terdapat tiga bagian formulasi yaitu:
a. Bagian formulasi produk baru
Produk baru akan dibuat berdasarkan dari instruksi atau usulan dalam
bentuk form persetujuan registrasi yang diberikan oleh marketing berupa produk
yang belum diedarkan kepada plant manajer, selanjutnya ke R&D manajer.
Departemen R&D formulasi pun dapat mulai mecari formula yang tepat untuk
produk tersebut. Formula dari suatu produk dapat mengacu pada studi literature,
produk innovator, trial laboratorium, maupun produk existing jika senyawa yang
digunakan memiliki struktur molekul yang mirip dengan senyawa produk baru.
Form persetujuan registrasi akan dilengkapi dengan perkiraan formula dan
kemasan yang dipakai. Setelah perkiraan formula dan kemasan yang akan dipakai
disetujui, pengembangan produk baru dapat dilakukan. Kemudian R&D analisa
dan registrasi akan melakukan pemeriksaan bahan aktif yang akan dipakai, apabila
sudah direlease akan dipakai untuk formulasi. Selanjutnya R&D formulasi akan
melakukan trial berskala laboratorium terhadap formula yang ditetapkan dengan
bahan baku yang telah dipilih dan analisa tersebut. Skala laboratorium tersebut
sebelumnya harus dianalisa terlebih dahulu oleh R&D analisa dan registrasi.
Apabila skala laboratorium telah dilakukan dan produk yang dihasilkan
telah sama dari analisa disolusi terbanding dengan produk paten dan
representative untuk hasil yang diinginkan di skala produksi nantinya, pengujian
dapat dilanjutkan dalam skala pilot. Pada setiap tahap skala pilot produk harus
dianalisa terlebih dahulu oleh R&D analisa dan registrasi. Bulk pada skala pilot
dengan jumlah batch minimal 3 batch.
Setelah skala pilot memenuhi spesifikasi sampel akan dikirimkan ke
marketing untuk persetujuan bentuk, warna dan kemasan. Kemudian dilanjutkan
dengan uji stabilitas oleh bagian R&D analisa dan registrasi, selanjutnya mulai
membuat registrasi. Setelah mendapat nomor registrasi, dilakukan proses
produksi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


38

b. Bagian formulasi produk existing


Bagian ini bertugas menangani produk yang sudah exist seperti
pembesaran batch, perubahan bahan baku, perubahan mesin, serta memperbaiki
kualitas produk seperti perbaikan disolusi. Usulan pengembangan terhadap produk
existing dapat muncul dari Departemen Produksi, QA, QC, marketing maupun
purchasing.
c. Bagian packaging development
Bagian ini bertugas melakukan trial kemasan untuk produk baru, produk
yang mengalami perubahan jenis bahan kemas ataupun produk yang mengalami
perpindahan mesin seperti perubahan sealing roll pada mesin stripping,
memeriksa desain bahan pengemas yang akan dibuat meliputi desain untuk
produk baru dan desain untuk produk existing yang mengalami perubahan bahan
pengemas. Pemeriksaan meliputi ukuran bahan pengemas, jenis material bahan
kemas, redaksi, tata letak, nomor registrasi, nomor kode dan spesifikasi bahan
pengemas dengan mengacu pada protap-protap yang ada.
Bagian ini memiliki tanggung jawab untuk memutuskan bahan dan
spesifikasi dari bahan kemas. keputusan yang nantinya diperoleh akan
disampaikan ke bagian marketing untuk dibuat desain kemasannya oleh bagian
artwork, seperti pemilihan teks dan warna. Kemasan tersebut kemudian dikoreksi
kembali oleh bagian R&D dan produksi serta dibuatkan FKB (Formula
Pengemasan Barang) dan PAD (Packaging Direction) yang harus disetujui oleh
bagian QA. Setelah QA menyetujui, purchasing akan memberikannya kepada
pemasok bahan kemas.

3.3.2.2 Research and Development Analisa dan Registrasi


a. Sub Departemen Research and Development Registrasi
Registrasi atau pendaftaran obat dilakukan untuk memperoleh nomor izin
edar. Izin edar tersebut berlaku selama jangka waktu 5 tahun. Bila masa izin edar
tersebut habis maka industri farmasi harus mendaftarkan ulang izin edar dari
produk tersebut. Berdasarkan peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011, registrasi obat
terdiri atas:

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


39

1. Registrasi baru
a) Kategori 1 : untuk obat baru, produk biologi, termasuk produk
biologi sejenis
b) Kategori2 : obat copy
c) Kategori3 : sediaan lain yang belum mengandung obat
2. Registrasi variasi
a) Kategori4 : variasi mayor
b) Kategori5 : variasi minor yang memerlukan persetujuan
c) Kategori6 : variasi minor dengan notifikasi
3. Registrasi ulang
Kategori7 : registrasi ulang
Obat yang mendapat izin edar harus memenuhi kriteria berikut:
1. Khasiatnya pasti dan keamanannya memadai dibuktikan melalui uji non
klinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan
ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai cara
pembuatan obat yang baik (CPOB), spesifikasi dan metode analisis terhadap
semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sahih.
3. Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, objektif dan tidak
menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional
dan aman.
4. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Khusus untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulan dibandingkan
dengan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia. Dan untuk kontrasepsi
atau obat lain yang digunakan dalam program nasional dapat dipersyaratkan
uji klinik di Indonesia.
Registrasi obat produksi dalam negeri dilakukan oleh pendaftar yang harus
memenuhi persyaratan yaitu memiliki izin industri farmasi dan memiliki sertifikat
CPOB yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang
diregistrasi.
Tahapan registrasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


40

Pendaftar mengajukan permohonan pra registrasi secara tertulis kepada


kepala BPOM dilampiri dengan dokumen pra registrasi. Paling lama dalam
jangka waktu 40 hari sejak diterimanya permohonan Kepala Badan POM
memberikan Hasil Pra Registrasi (HPR). HPR berlaku selama satu tahun sejak
tanggal dikeluarkan. Setelah mendapatkan HPR, pendaftar dapat menyusun dan
melengkapi dokumen registrasi. Jika dibutuhkan penambahan data maka BPOM
akan memberikan surat permintaan tambahan data dan selambat-lambatnya 20
hari pendaftaran harus menyampaikan tambahan data.
Dokumen registrasi terdiri dari:
1. Bagian I : Dokumen administratif, informasi produk dan penandaan
2. Bagian II : Dokumen mutu
3. Bagian III : Dokumen non klinik (untuk obat baru)
4. Bagian IV : Dokumen klinik (untuk obat baru)
Jika dokumen registrasi memenuhi syarat pendaftaran obat maka BPOM
akan memberikan nomor izin edar. Tahap registrasi dapat selesai dalam jangka
waktu 1-2 tahun. Izin edar terdiri dari 15 digit yaitu:
1. 1 Digit I : Obat dagang (D) atau generik (G)
2. 1 Digit II : Bebas (B), bebas terbatas (T), keras (K), narkotika
(N), psikotropika (P)
3. 1 Digit III : Lokal (L), ekspor (E), atau impor (I)
4. 2 digit IV dan V : periode tahun pendaftaran
5. 3 digit VI, VII, VIII : nomor urut pabrik yang disetujui masing-masing
pabrik (antara 100-1000)
6. 3 digit IX, X, XI : nomor urut obat yang disetujui masing-masing
pabrik
7. 2 digit XII dan XIII : Macam bentuk sediaan yang ada.
8. 1 digit XIV : urutan kekuatan dosis (contoh A untuk kekuatan
sediaan obat yang pertama disetujui dan B untuk
kekuatan sediaan yang kedua disetujui)
9. 1 digit XV : urutan kemasan yang didaftarkan (contoh 1 untuk
kemasan utama dan 2 untuk kemasan beda
kemasan pertama).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


41

b. Sub Departemen Research and Development Analisa


Asisten manajer R&D analisa membawahi lima orang supervisor yaitu
supervisor trial produk jadi, supervisor trial bahan baku, supervisor validasi
bahan baku, supervisor stabilitas dan supervisor validasi produk jadi. Supervisor
tersebut masing-masing membawahi analis.
Sub departemen R&D analisa menerima free sampel dari Departemen
purchasing, kemudian dilakukan analisa terhadap sampel bahan baku tersebut.
Kemudian setelah melakukan analisa, R&D analisa membuatkan rating pemasok
tersebut berdasarkan analisa bahan baku. Rating tersebut dibuat berdasarkan
kualitas dari bahan baku itu sendiri serta hasil pembandingan hasil analisa dengan
sertifikat analisis (CoA).
Pengembangan metode analisa menjadi tugas dari supervisor produk jadi.
Pengembangan dilakukan dengan mengacu kepada literatur resmi seperti USP, BP
dan literatur lainnya. Setelah trial terhadap metode analisa dilakukan, maka
metode tersebut akan divalidasi meliputi persyaratan validasi pada CPOB dengan
batch formula skala pilot. Metode analisa yang telah divalidasi akan disusun
dengan nomor protap R&D dan didistribusikan ke laboratorium QC.
Pada batch pertama skala produksi R&D analisa akan melakukan transfer
metode analisa ke laboratorium QC. Transfer metode meliputi pelatihan teknis ke
personel QC mengenai tahapan analisa dan verifikasi metode antara laboratorium
R&D dan laboratorium QC.
Pada trial skala pilot dan 3 batch pertama produksi, sampel produk jadi
diambil untuk uji stabilitas dipercepat pada suhu 40oC ± 10C dan RH 75% ± 5%
selama 6 bulan. Sedangkan uji stabilitas real time pada suhu 30oC ± 10C dan RH
75% ± 5% selama 2 tahun. Data yang diperoleh lewat uji stabilitas tersebut
digunakan sebagai data dalam menentukan expire date (ED) untuk keperluan
bagian sub departemen R&D registrasi.

3.3.3 Departemen Engineering


Departemen engineering berada di bawah tanggung jawab seorang
manajer engineering. Manajer engineering membawahi asisten manajer yang
membawahi supervisor electrical, mechanical dan utility.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


42

3.3.3.1 Mekanik
Mekanik memiliki tanggung jawab terhadap perbaikan, instalasi, setup dan
perawatan mesin-mesin yang terdapat di PT. Guardian Pharmatama. perawatan
mesin merupakan preventif dari masalah yang dapat mengganggu mesin. Jadwal
perawatan mesin bergantung pada jadwal produksi. Semakin sering suatu mesin
digunakan, semakin sering pula pengecekan yang dilakukan terhadap mesin
tersebut. Perawatan terhadap mesin yang dilakukan meliputi kegiatan inspeksi
seperti oiling, greasing dan cleaning serta kegiatan small repair dan medium
repair.

3.3.3.2 Electrician
Staf electrician bertanggung jawab terhadap:
a. System HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning)
Di bagian produksi pabrik PT. Guardian Pharmatama menggunakan
klasifikasi ruangan D dan E atau pada sistem HVAC merupakan kelas 100.000
untuk syarat partikulat. Sistem HVAC pada ruang produksi terbagi menjadi dua
zona yaitu zona 1 yang merupakan ruang penimbangan dan pencampuran serta
zona 2 yaitu ruang pencetakan dan stripping serta blistering. Pemisahan kedua
zona tersebut bertujuan untuk menghemat energi yang digunakan karena zona 1
tetap berjalan di malam hari sementara zona 2 tidak.
Ruang produksi memiliki spesifikasi sebagai berikut:
1. Temperatur 24 ± 2oC
2. Tekanan 15-20 Pascal
3. RH < 70%
4. A/C/Hr (Air Change per Hour) 10-20 kali.
AHU atau Air handling Unit merupakan bagian dari HVAC. Fungsinya
adalah mengatur sirkulasi udara di ruang produksi. Udara yang masuk ke ruang
produksi akan melalui saringan udara yang terdapat di langit-langit ruang
produksi. Saringan udara ini merupakan saringan bertingkat yang terdiri dari:

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


43

a) Washable filter
Memiliki efisiensi 80-85%. Saringan ini dapat dicuci sehingga partikel
yang melekat pada saringan dapat dihilangkan serta secara tidak langsung akan
menjaga keawetan dari saringan tersebut.
b) Prefilter
Saringan dengan efisiensi 25-30%.
c) Medium filter
Saringan dengan efisiensi 90-95%.
d) HEPA
e) Saringan dengan efisiensi 99,99%.

b. Kalibrasi mesin
Alat-alat yang dikalibrasi antara lain thermometer, termograf, pressure
grid, vacuum grid, timer pengukuran rpm. Semua alat dikalibrasi menggunakan
kalibrator yang telah tersedia.

3.3.3.3 Mekanisme Pembuatan Aliran Udara


Setelah udara disaring maka udara tersebut akan kembali ke pendingin
outdoor dimana terdapat Freon yang berfungsi mengompres udara menjadi
bertekanan tinggi kemudian melewatkannya melalui kondensor sehingga
terbentuk gas. Gas tersebut kemudian dikompres lagi menjadi liquid, kemudian
dipindahkan ke pipa yang lebih besar (ekspansi), udara kembali menjadi gas dan
dilewatkan pada cooling. Cooling akan menyerap kalor dari udara sekitar yang
menyebabkan udara yang dihasilkan akan menjadi lebih dingin. Udara yang
diproses 20% berasal dari udara luar. Udara kemudian akan mengalir ke masing-
masing ruang produksi dan volume dibagi menggunakan volume damper agar
terdistribusi secara merata.
Tekanan di koridor ruang produksi dijaga selalu lebih tinggi sehingga
aliran udara yang terjadi selalu masuk ke dalam ruang produksi. Air change per
Hour merupakan parameter intensitas pertukaran udara dalam ruangan. Pertukaran
udara di dalam ruang produksi lebih sering disbanding ruang biasa yaitu 10-20

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


44

kali dalam 1 jam. Hal ini bertujuan untuk mengurangi penumpukan debu di ruang
produksi.

3.3.3.4 Utility
a. Perawatan ganset
Genset digunakan sebagai penghasil tenaga listrik disaat lisrik padam.
Genset digunakan agar pada saat listrik padam, aktivitas di pabrik masih bias
berjalan seperti biasanya. Genset diletakkan pada suatu container yang kedap
suara agar meminimalisir bisingnya suara genset tersebut saat sedang digunakan.
b. Air compressing
Merupakan udara bertekanan tinggi yang digunakan disaat produksi.
c. Pengolahan limbah
d. Purified Water System
Merupakan suatu sistem pengolahan air yang digunakan untuk proses
produksi. Pada proses pengolahan air ini, air yang digunakan adalah air yang
terdapat pada sumur penampungan air. Kemudian air tersebut diproses dengan
menggunakan sistem pemurnian air atau yang dikenal dengan Purified Water
System. Adapun proses yang dilalui dalam pengolahan air tersebut adalah:
1. Pretreatment
Proses ini digunakan untuk menyisihkan mineral-mineral yang terlarut
yang terjadi didalam R/O (Reverse Osmosis) dapat lebih optimum dan membrane
R/O tidak cepat rusak. Proses yang dilalui dalam fase pretreatment adalah:
a) Klorinasi
Air sumur dipompakan masuk ke raw meter storage tank yang terlebih
dahulu telah diinjeksi dengan Na Hipoklorida. Na Hipoklorida ini dalam raw
water storage tank akan melepaskan klorin. Klorin akan memutuskan ikatan
organic, mengoksidasi besi dan oksidan lainnya dan sekaligus sebagai desinfektan
untuk membunuh bakteri yang ada.
b) Multimedia filter
Berisi anthracite dan silica gravel sebagai media pendukung. Fungsi dari
filter ini adalah mengurangi kotoran dan partikel-partikel yang terdapat dalam air.
Proses penyaringan ini akan berjalan secara terus-menerus. Bila terjadi perbedaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


45

tekanan pada multimedia filter, hal ini menandakan adanya penumpukan


kotoran/partikel di atas media filter. Maka pada saat ini perlu dilakuka pencucian
terhadap filter. Proses pencucian filter terdiri dari dua tahap yaitu backwash (cuci
balik) dan rinsing (pembilasan).
c) Active carbon filter
Fungsi dari filter ini adalah menyerap bau, warna organic dan sisa klorin
yang ada pada air saat melalui media filter. Prinsip penyerapan klorin pada air ini
dengan cara absorbsi. Media utama Activated Carbon Filter adalah karbon aktif
dan silica gravel sebagai media pendukung. Mekanisme kerja dari filter ini adalah
air akan mengalir dari bagian atas filter, melewati media filter dan pori filter,
keluar dari bagian bawah filter, sehingga menyebabkan partikel-partikel dalam air
akan tertahan pada filter bagian atas. Hingga nantinya air yang keluar melalui
filter tersebut akan jernih dan pada saat yang sama media carbon active menyerap
sisa klorin yang masih terdapat pada air. Namun, adanya kotoran yang tertahan
pada pori tersebut akan menyebabkan naiknya tekanan masuk dan menyebabkan
naiknya tekanan masuk dan menghambat penyerapan klorin, sehingga proses
penyaringan dan pengabsorbsian tidak berlangsung dengan tidak baik.
Pada saat ini lah perlu dilakukan pencucian terbalik atau backwash
terhadap filter. Aliran yang seharusnya berjalan dari atas kebawah diubah menjadi
dari bawah ke atas. Sehingga partikel yang melekat pada filter dapat dilepaskan
dan pada saat yang sama klorin yang terkandung didalam air dapat membunuh
bakteri yang mulai tumbuh pada bagian bawah filter. Kemudian filter dibilas
dengan tujuan untuk membuang sisa kotoran dan sisa klorin yang terdapat
didalam tabung filter. Proses ini dilakukan secara berkala untuk menghindari
kemungkinan tumbuhnya mikroorganisme pada media filter.
d) Water softener
Pada water softener proses yang terjadi adalah pertukaran ion. Kandungan
hardness (kesadahan) yang terdapat dalam air sumur (Ca hardness dan Mg
hardness) ini akan diikat oleh resin kation. Sedangkan resin kation akan
melepaskan Na+ ke dalam air. Proses pertukaran ion Ca2+ dan Mg2+ dengan Na+
akan berlangsung terus menerus selama proses sehingga muatan Na+ akan
berlangsung terus menerus selama proses, sehingga muatan Na+ dalam resin

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


46

habis. Pada saat inilah softener memerlukan proses pengaktifan kembali


(regenerasi). Pada waktu regenerasi, ion kalsium dan magnesium yang terikat di
dalam resin akan dilepas dan ditukar kembali dengan ion Na+ dan NaCl sebagai
regeneran, sehingga resin aktif kembali dan siap untuk mengikat ion kalsium dan
magnesium.
2. Reverse osmosis
Setelah proses pretreatment dilakukan, air telah diolah sudah memenuhi
standar sebagai air baku untuk sistem R/O. Antiscalant Dosing System
(pendosisan anti scalant) dilakukan untuk membantu menjaga agar membrane
tidak mudah rusak oleh adanya oksidator yang masuk kedalam membran dan
mengurangi kecenderungan terjadinya pengendapan pada permukaan membran.
Bagian-bagian pada sistem ini :
a) Cartridge filter
Berfungsi untuk menyaring sisa partikel yang berukuran diatas 5 mikron
yang masih terdapat di dalam air sehingga tidak mengakibatkan penyumbatan
pada membran R/O.
b) Reverse osmosis membrane
Sistem penyaringan air dengan menggunakan membran semipermeabel
dengan tekanan tinggi (sesuai spesifikasi). Membran semipermeabel ini
mempunyai pori yang sangat kecil (sekitar 0,0001 mikron) sehingga dapat
memisahkan zat-zat yang terlarut, logam berat, organic, pirogen, koloidal dan
bakteri. Pencemaran ini akan terkonsentrasi dan harus disalurkan sebagai
concentrate atau reject. Proses ini akan menghasilkan air dengan kandungan
mineral yang rendah.
c) Concentrate outlet
Bagian ini harus disambungkan ke saluran pembuangan atau ditampung
dalam tangki penampung untuk digunakan bagi keperluan lain yang tidak
memerlukan kualitas air yang tinggi. Saluran concentrate ini tidak boleh tertutup
rapat sehingga air dapat megalir dengan lancer tanpa adanya penghambat aliran.
d) Reverse osmosis circulation sistem
Sistem sirkulasi digunakan untuk mencegah tumbuhnya biofilm di dalam
membran R/O karena tidak terjadinya aliran air pada saat reverse osmosis tidak

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


47

bekerja. Tangki penampungan dan pompa sirkulasi yang berfungsi untuk


menampung air R/O terlebih dahulu dan kemudian digunakan untuk keperluan
sirkulasi dan juga digunakan pada saat chemical cleaning untuk pembersihan
mebran R/O.
e) Reverse osmosis storage
Tangki penampungan air produksi reverse osmosis sebelum dilakukan
proses mixed bed polisher dan ultrafiltration untuk menghasilkan purified water
sesuai standar USP. Tangki R/O ini juga berfungsi untuk sirkulasi pada mixed bed
filter untuk mencegah terjadinya biofilm, mempertahankan konduktivitas air
sehingga siap untuk pengisian ke purified water storage tank apabila diperlukan.
3. Polisher
a) Mixed Bed Exchanger
Mixed bed exchanger merupakan ion removal polisher untuk mendapatkan
kualitas akhir air murni yang tinggi dengan daya hantar listrik dibawah 1,3
microsimens/cm2. Kolom mixed bed exchanger ini berisi resin kation dan anion
yang tercampur secara merata untuk mendapatkan kualitas air yang tinggi.
Resin kimia yang terjadi pada kolom ini dengan cara menukar ion-ion
yang terkandung dalam air, ion positif diikat oleh resin kation sedangkan resin
kation akan melepaskan ion hydrogen dan ion negative diikat oleh resin anion
sedangkan resin anion melepaskan ion hidroksida.
Jika ion hydrogen dan ion hidroksida yang terdapat pada resin telah habis
tertukar dengan ion-ion positif dan negative yang terkandung dalam air yang
dialirkan ke dalam kolom mixed bed exchanger. Perlu dilakukan regenerasi untuk
mendapatkan hasil kualitas yang baik lagi.
Proses regenerasi terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Backwash
Dilakukan untuk membuang kotoran sekaligus terjadi proses pemisahan
resin kation dan anion. Resin kation akan berada pada bagian bawah dan resin
anion akan berada pada bagian atas karena adanya perbedaan berat jenis. Saat
pemisahan ini akan terbentuk rongga antara resin menjadi lebih besar sehingga
proses regenerasi dapat berlangsung dengan baik. Pada tahap ini, air mengalir dari
bawah ke atas lalu keluar menuju saluran buangan umum.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


48

2) Settle
Pada tahap ini tidak ada aliran dalam kolom, sehingga resin kation akan
turun keagian bawah dan resin anion akan berada pada bagian atas.
3) Regenerasi resin anion
Proses ini berlangsung dengan aliran regeneran dari atas ke bawah
(concurrent) melewati resi anion dan keluar melalui kolektor tengah menuju bak
penampungan limbah.
4) Pembilasan resin anion
Proses ini berlangsung dengan aliran air dari atas ke bawah dan keluar dari
kolektor tengah menuju tangki penampung limbah tanpa adaya regeneran yang
masuk.
5) Regenerasi resin kation
Proses ini berlangsung dengan aliran regeneran dari bawah ke atas
(counter current) melewati resin kation lalu keluar dari kolektor tengah menuju
bak penampungan lumbah untuk dinetralkan tanpa adanya regeneran yang masuk.
6) Fast rinse
Proses pembilasan ini berlangsung dengan aliran air dari atas dan dari
bawah bersamaan melewati resin anion dan kation lalu keluar melalui kolektor
tengah menuju tangki penampungan limbah tanpa adanya regeneran yang masuk.
7) Drain down
Tahap ini merupakan persiapan pencampuran resin kation dan resin anion
dengan membuang sebagian air yang ada pada tabung mixed bed hingga diatas
permukaan resin agar dapat melakukan proses pencampuran dengan baik.
8) Pencampuran
Tahap ini merupakan tahap pencampuran kembali resin kation dan resin
anion yang telah diregenerasi dengan menggunakan udara yang bebas dari minyak
dengan kapasitas aliran dan tekanan tertentu untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Pada proses ini udara bertekanan dialirkan dari bagian bawah resin
agar resin kation dapat tercampur dengan anion secara merata.
9) Pembilasan akhir
Pada tahap ini air mengalir dari bagian atas ke bagian bawah lapisan resin
yang telah tercampur lalu keluar dari bagian bawah.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


49

b) Cartridge filter
Filter yang digunakan untuk menjaga agar tidak ada partikel resin yang
lolos pada saat mixed bed filter bekerja (dapat juga disebut resin trap). Bagian ini
harus diganti secara berkala untuk memperoleh hasil yang maksimal.
c) Ultra filter
Merupakan filter akhir sebelum air masuk kedalam ultraviolet sterilizer.
Ukuran porinya sangat kecil 1,1-0,01 micron yang digunakan untuk memastikan
bahwa partikel kotoran yang terkontaminasi dalam tangki penampungan tersaring
dengan baik dan ultraviolet sterilizer dapat bekerja maksimal.
d) Ultra violet sterilizer
Sinar ultra violet telah dikenal dapat membunuh mikroorganisme. Sinar
UV dapat mebunuh kelompok mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, alga
dan protozoa. Ketika mikroorganisme dihadapkan ke sinar ultra violet, asam
nuklida dari mikroorganisme menyerap energi dan akan merusak DNA dari
mikroorganisme dan menghambat reproduksi dari mikroorganisme tersebut.
Intensitas penyinaran dari sistem ini adalah 30.000 microwatt detik/cm2
dimana standar pemakaian sinar UV untuk air minum 16.000 microwatt
detik/cm2.
Selain intensitas penyinaran yang besar, sistem ini juga perlu didukung
filter untumenyaring suspended solid yang kemungkinan dapat digunakan sebagai
tempat berlindung bagi mikroorganisme saat dipaparkan dengan UV. Setelah
dilewatkan dalam UV sterilizer ini, air diharapakn benar-benar telah memenuhi
persyaratan secara fisik, kimia dan biologi untuk digunakan sebagai air baku
sesuai standar USP.

e. Pengolahan Limbah
1. Pengolahan Limbah Cair
Sumber limbah cair berasal dari air cucian di ruang produksi, air cucian
alat-alat di laboratorium serta limbah domestik.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


50

H
D E

A G
B F

Keterangan: A = Saluran masuk E = Bak Aerasi


B = Bak penampung F = Bak Aerasi
C = Mesin pompa G = Bak Sedimentasi
D = Bak Netralisasi H = Bak Indikator
Gambar 3.1. Denah bak pengolahan limbah cair PT. Guardian Pharmatama.

Proses pengolahan limbah cair yaitu:


a) Limbah cair yang dikeluarkan ditampung dalam bak penampungan yang
terdiri dari bak penampungan I (inlet produksi) dan bak penampungan II (inlet
domestik) selanjutnya dipompakan dengan mesin pompa ke bar screen untuk
disaring.
b) Pada bar screen limbah yang masuk akan dipisahkan antara air limbah dengan
benda padat terapung, seperti daun, plastik tutup botol, dll.
c) Selanjutnya limbah cair akan masuk ke bak equalisasi, limbah yang berasal
dari bak penampungan I akan masuk ke bak equalisasi I, sedangkan limbah
yang berasal dari bak penampungan II akan masuk ke oil trap baru selanjutnya
ke bak equalisasi II.
d) Pada bak equalisasi jika perlu akan ditambahkan kapur untuk meningkatkan
pH dari limbah tersebut dan untuk mempermudah proses sedimentasi
nantinya, selanjutnya dari bak equalisasi akan masuk ke bak netralisasi.
e) Pada bak netralisasi bila perlu, ditambahkan PAC untuk menetralkan limbah
cair yang dikeluarkan. Selanjutnya limbah cair yang telah netral ditambahkan
polimer untuk membentuk flok-flok yang lebih besar sehingga pengendapan
lebih cepat terjadi. Selanjutnya akan dialirkan ke drying bed.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


51

f) Setelah ditunggu beberapa saat pada bak drying bed akan terpisah antara
lumpur dan limbah yang beningnya. Selanjutnya limbah yang bening akan
dialirkan ke bak sedimentasi untuk pengendapan lebih sempurna.
g) Selanjutnya dari bak sedimentasi limbah cair akan dialirkan ke bak aerasi I.
Pada bak aerasi I dilakukan aerasi dengan menggunakan aerator yang
bertujuan untuk menginjeksikan udara kedalam bak tersebut supaya bakteri
aerob yang terdapat dalam bak tersebut dapat melakukan penguraian bahan-
bahan organik yang terdapat dalam limbah cair tersebut. Sehingga dapat
menurunkan kadar BOD5, COD sampai 90%. Selanjutnya juga dialirkan ke
bak aerasi II dengan mendapatkan perlakuan yang sama. Lalu dialirkan ke bak
clarifier.
h) Pada bak clarifier, limbah tadi di endapakan lagi. Selanjutnya dialirkan ke bak
filtrasi.
i) Dialirkan ke bak filtrasi dengan tujuan untuk menyaring endapan-endapan
yang terbawa selain itu juga untuk menurunkan kadar besi, Mg serta
menghilangkan bau. Selanjutnya dialirkan ke bak stabilisasi.
j) Bak stabilisasi merupakan bak indikator dari hasil olahan limbah (apakah
olahan tersebut baik atau tidak). Indikator yang digunakan adalah ikan. Jika
diketahui hasil olahan limbah tersebut baik maka limbah cair tersebut sudah
dapat dialirkan ke lingkungan.
k) Aliran pipa limbah dari bak stabilisasi ke lingkungan dilengkapi dengan flow
meter yang berguna untuk mengukur banyaknya air limbah yang dibuang
setiap harinya.

2. Pengolahan Limbah Padat


Sumber limbah padat berasal dari:
a) Debu yang pada dust collector di ruang produksi .
b) Debu yang berasal dari vacuum cleaner yang digunakan untuk membersihkan
ruangan produksi dan alat produksi.
c) Wadah dan etiket yang rusak dari bagian pengemasan. Untuk tube sebelum
dimusnahkan digunting terlebih dahulu.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


52

d) Bahan-bahan yang tidak memenuhi spesifikasi ataupun yang telah rusak yang
berasal dari bagian gudang.
Semua limbah padat tersebut di bakar oleh petugas dan sisa pembakaran
tersebut dibuang ketempat pembuangan akhir. Sedangkan limbah padat yang
berasal dari endapan limbah cair dikirim ke PT. WASTTEC (manifest limbah).

3.3.4 Departemen PPIC


Struktur organisasi pada bagian PPIC dikepalai oleh seorang manajer.
Asisten manajer yang dibawahi manajer bertanggung jawab terhadap perencanaan
produk solid dan liquid, serta asisten manajer yang bertanggung jawab terhadap
perencanaan produk semisolida dan makloon. Setiap asisten manajer membawahi
masing-masingnya dua orang supervisor yaitu supervisor inventory control bahan
baku dan bahan kemas. supervisor bertanggung jawab terhadap pengendalian stok
bahan baku dan bahan kemas.

3.3.4.1 Mekanisme Kerja


Marketing mengeluarkan forecast berdasarkan pada data penjualan selama
3 bulan terakhir. Dengan mempertimbangkan lewat stok finished goods yang ada
di gudang dan produk WIP (work in process) yang masih belum masuk gudang
dan lead time dari produk tersebut, maka produk yang perlu diproduksi dapat
dikalkulasi dan ditentukan. Lead time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengolah suatu produk yaitu sejak bahan awal keluar dari gudang untuk
ditimbang hingga produk jadi masuk gudang. Lead time untuk suatu produk
berbeda-beda. Di PT. Guardian Pharmatama, lead time untuk sedian solid (tablet
dan kapsul) adalah 6 minggu. Untuk sedian yang di coating adalah selama 7
minggu, untuk sediaan semi solid (sirup, shampoo dan krim) adalah selama 5
minggu. Untuk produk makloon disesuaikan dengan industry terkait.
Dalam menentukan jumlah yang akan diproduksi berdasarkan dari hasil
pengurangan jumlah forecast dari marketing dengan WIP serta finished goods
yang ada di gudang. Terkadang digunakan sejumlah buffer stock untuk
menanggulangi kekurangan barang jadi pada gudang karena tingginya fluktuasi
pasar.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


53

Rencana produksi dibuat pertama kali lewat estimasi rencana produksi 6


bulanan, kemudian akan dibuat lebih spesifik lagi yaitu rencana produksi bulanan
dan kemudian rencana produksi per minggu sesuai dengan lead time dari masing-
masing produk. Rencana produksi bulanan memiliki ketepatan sekitar 80-90%
untuk dijalankan pada proses produksi. Rencana produksi bulanan ini dikeluarkan
satu minggu sebelum bulan berjalan. Rencana produksi per minggu tersebut akan
dibuat semakin spesifik lagi oleh departemen produksi yaitu rencana produksi
harion oleh scheduler dengan mempertimbangkan lead time produk, satuan batch
size, dan tanggal butuh masuk gudang. Rencana packing bulanan merupakan
sebagai penandaan akhir yang digunakan sebagai panduan barang memasuki
gudang dan diberikan setiap awal bulan. Rencana produksi mingguan memiliki
tingkat ketepatan 99% untuk dijalankan sebagai proses produksi. Rencana
produksi mingguan ini disesuaikan dengan kedatangan material yang biasanya
dikeluarkan setiap hari kamis.
Untuk batch file formula pengolahan batch, formula pengemasan batch,
manufacturing direction, dan packing direction dibuat oleh departemen R&D
formulasi dan salinannya diberikan ke PPIC. Copy MFD dan PAD diberikan
kepada bagian produksi 1 hari sebelum penimbangan dan FPB dan FKB dibuat 3
salinan yaitu untuk bagian accounting, gudang dan melekat pada batch file. Batch
file ini dikeluarkan sesuai dengan schedule harian yang ditentukan oleh bagian
produksi (scheduler).
Departemen PPIC bertanggung jawab dalam mengendalikan tenggat waktu
proses produksi dengan tanggal butuh. Tanggal butuh merupakan waktu deadline
ketika produk jadi harus masuk ke gudang. Informasi tersebut diberikan oleh
departemen PPIC ke departemen produksi berupa rencana packing bulanan.
Rencana produksi bulanan akan direkap selama 1 tahun ke dalam GIS (Guardian
Information System).

3.3.4.2 Inventory Control


Pengendalian stok bahan yang ada di gudang dilakukan oleh supervisor
inventory control. Setiap produk yang diproduksi PT. Guardian Pharmatama telah
memiliki bill of material tersendiri. Bill of material adalah dokumen yang

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


54

mengandung informasi bahan-bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan


untuk proses produksi utnuk setiap produk. Berdasarkan bill of material tersebut
dibuat suatu laporan yang mengandung informasi tentang jenis bahan yang akan
dibeli (laporan requirement), jumlah dari bahan tersebut dan waktu disaat bahan
tersebut dibutuhkan. Laporan requirement material tersebut kemudian diberikan
ke departemen purchasing. Laporan tersebut akan ditinjau oleh purchasing dan
akan dibuat ratingnya berdasarkan kualitas dan harga dari bahan. Hasil tinjauan
tersebut akan diberikan kembali ke departemen PPIC dan berdasarkan hasil rating
maka PPIC akan membuat permohonan pembelian (PP) dan purchasing akan
membuat Purchasing Order (PO) ke pemasok. Laporan material requirement
dibuat berdasarkan pertimbangan :
a. Jumlah bahan yang ada di gudang.
b. Outstanding PP atau bahan yang telah dipesan tapi belum sampai.
Supervisor IC juga bertanggung jawab atas review outstanding PP yitu jika
sales dari produk turun, maka outstanding PP dapat diundur atau dibatalkan.
Kemudian supervisor IC juga bertugas untuk memonitor outstanding PP yaitu
memastikan jadwal kedatangan bahan baku sama dengan waktu kedatangan yang
sesungguhnya.
Materi atau bahan baku yang dibutuhkan per produk mengacu pada FPB
(Formula Pengolahan Batch) dan FKB (Formula Pengemasan Batch) yang telah
dibuat oleh departemen R&D (Research and Development). Sedangkan jadwal
produksi mempertimbangkan MFD (Manufacturing Direction) dan PAD
(Packaging Direction).

3.3.5 Departemen Information System


Information System merupakan sistm pendukung proses transaksi yang
terjadi di industri farmasi. Departemen ini bertanggung jawab terhadap semua
sistem komputer yang ada di PT. Guardian Pharmatama untuk menjaga integritas
jaringan dan database, sehingga semua data dari setiap departemen dapat diproses
dengan baik agar dapat memberikan informasi yang diperlukan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


55

Departemen IS ini dikepalai oleh seorang Manager IS yang membawahi


asisten manager technical support dan asisten manager programmer. Masing-
masing asisten membawahi supervisor dan staff.
Tugas dan tanggung jawab dari departemen IS antara lain;
a. Maintanance yaitu merawat atau menjaga hardware dan software komputer
yang digunakan di pabrik.
b. Development yaitu mengembangkan sistem komputer yang telah ada di
pabrik.
c. Troubleshooting yaitu memperbaiki kesalahan yang terjadi di pabrik baik
hardware maupun software. Serta membantu user menyelesaikan masalah
yang ada di komputer.
d. Backup data yaitu membuat copy dari databse terakhir, sehingga jika terjadi
kerusakan pada database yang digunakan, backup data dapat digunakan.
e. Mengatur jaringan lokal agar setiap komputer yang masuk dalam jaringan
dapat terhubung dengan baik antara yang satu dengan yang lain.
Membuat GIS Application yaitu program khusus yang membantu jalannya
bebebrapa transaksi di pabrik.

3.3.6 Departemen Quality Control


Departemen QC merupakan suatu departemen yang melakukan kontrol
atau pengawasan terhadap mutu suatu produk. Departemen QC terbagi menjadi
dua bagian, yakni QC bahan awal dan IPC serta QC bahan kemas. Struktur
organisasi departemen QC terlampir.

3.3.6.1 Departemen Quality Control Bahan Awal dan IPC


Bahan awal baik berupa zat aktif maupun zat tambahan yang datang dari
pemasok diterima oleh petugas gudang. Pihak gudang akan memeriksa
kelengkapan dokumen, antara lain berupa surat jalan, Purchasing Order (PO),
sertifikat analisis bahan (CoA) dari bahan awal tersebut serta tampilan fisik,
kesesuaian label dengan bahan dan kondisi bahan awal. Bila kelengkapan
dokumen telah tersedia dan pemeriksaan secara fisik telah memenuhi syarat, maka
gudang akan membuat BPB (Bukti Penerimaan Barang). BPB terdiri dari 4

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


56

rangkap yang kesemuanya diberikan kepada departemen QC untuk dilakukan


analisa dan untuk setiap bahan awal dibuat nomor kontrol oleh warehouse. Pada
nomor kontrol terdapat kode RA (Raw Active) untuk zat aktif dan RT (Raw
Tambahan) untuk eksipien. Nomor kontrol itu sendiri merupakan nomor BPB
sesuai dengan urutan bahan yang datang pada bulan tersebut. Setelah bahan awal
dianalisa dan mendapatkan status dari departemen QC, maka rangkap ketiga dari
BPB akan diberikan kepada departemen QC.
Pihak QC akan melakukan pemeriksaan kesesuaian antara BPB dengan
label bahan awal, kesesuaian antara CoA dengan label bahan awal dan kesesuaian
antara CoA yang datang dengan CoA pada kedatangan sebelumnya. Data-data
tersebut kemudian didokumentasikan pada form checklist kedatangan barang. Jika
disetujui, maka QC bahan awal mengeluarkan form pengambilan sampel.
Bila dokumen yang telah lengkap tersebut diterima dan disetujui, maka
pihak QC akan melakukan analisa mutu terhadap bahan tersebut. Jika terdapat
ketidak sesuaian, maka pihak QC bahan awal membuat surat keluhan yang akan
diberikan kepada departemen purchasing yang nantinya akan diteruskan ke pihak
supplier. Pihak supplier memiliki kewajiban untuk memberikan tanggapan atau
jawaban terhadap surat tersebut dan berdasarkan jawaban tersebut dapat diterima
atau tidak oleh pihak QC. Follow up kepada pihak supplier dilakukan setiap awal
minggu. Penyimpangan didokumentasikan sebagai resume untuk masing-masing
supplier nantinya.
Sampel yang diambil oleh pihak QC bahan awal digunakan untuk analisis
kimia dan analisis mikro (pada bahan awal tertentu). Jumlah sampling ditentukan
berdasarkan :
a. Pola n, digunakan untuk bahan baku existing atau hanya jika bahan yang akan
diambil sampelnya diperkirakan homogen dan diperoleh dari pemasok yang
disetujui. Sampel dapat diambil dari bagian manapun dari wadah namun
umumnya pada bagian atas, dimana rumus pola n yaitu
N = 1 + √n
dimana N adalah jumlah wadah yang dibuka/diambil; n adalah jumlah wadah
yang diterima. Apabila n ≤4 maka sampel diambil tiap wadah.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


57

b. Pola p, digunakan jika bahan homogen, diterima dari pemasok yang disetujui
dan tujuan utama adalah pengujian identitas. Rumusnya yaitu:
P = 0,4 √n
dimana P adalah jumlah wadah yang dibuka/diambil sampel berdasarkan
pembulatan keatas; n adalah jumlah wadah yang diterima.
c. Pola r, digunakan untuk bahan yang diperkirakan tidak homogen dan/atau
diterima dari pemasok yang belum dikualifikasi. Pola r dapat digunakan
untuk produk herbal yang digunakan sebagai bahan awal. Rumusnya yaitu:
R = 1,5 √n
dimana R adalah jumlah sampel yang akan diambil berdasarkan pembulatan
ke atas; n adalah jumlah wadah yang diterima/dambil sampel.
Analisa kimia yang dilakukan terdiri dari analisa secara manual seperti
titrasi dan penggunaan reagen serta analisis dengan menggunakan instrument
analisis seperti HPLC atau spektrofotomeri. Uji stabilitas atau uji restability
dilakukan pada sampel dengan mengacu kepada surat/ keterangan dari pemasok
bahan awal yang bersangkutan. Untuk bahan awal yang dibutuhkan oleh produk
yang diproduksi diluar (produk makloon) analisa dilakukan oleh kedua pihak.
Sampel yang dianalisa oleh QC PT. Guardian Pharmatama disampling oleh
perusahaan yang bersangkutan. Bahan awal dibakukan menggunakan baku
pembanding sekunder yang sudah dibakukan terhadap baku pembanding primer
dengan membandingkan data dari 2 analis, dengan simpangan deviasi < 1%.
Analisa terhadap bahan awal dilakukan sesuai dengan protap yang telah
tersedia, kemudian hasil dari analisa tersebut dilaporkan dalam HPBA (Hasil
Pemeriksaan Bahan Awal). Waktu pemeriksaan maksimum dari bahan awal
adalah 7 hari. Jika tidak ada permasalahan dan semuanya memenuhi spesifikasi
maka bahan awal dapat diberi label release. Sedangkan jika terdapat masalah atau
sampel tidak memenuhi spesifikasi maka bahan awal akan diberi label reject. QC
bahan awal juga bertanggung jawab terhadap penanganan penyimpangan bahan
awal.
QC bahan awal juga bertanggung jawab untuk memantau pelaksanaan dan
menyetujui analisa limbah cair. Limbah cair yang terdapat di pabrik PT. Guardian
Pharmatama terdiri dari 2 macam, yaitu:

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


58

a. Limbah laboratorium
Limbah ini terdiri dari limbah sisa analisa kimia baik pelarut, fase gerak,
maupun limbah sisa analisis obat jadi serta limbah sisa destruksi mikrobiologi.
Limbah ini dimusnahkan di pihak ketiga dengan beberapa klasifikasi keamanan.
b. Limbah domestik dan produksi
Limbah ini adalah limbah dari ruang produksi wastafel dan toilet. Limbah
ini diolah dalam waste water treatment oleh Departemen Engineering. Limbah ini
dianalisis 1 minggu sekali di 2 titik yaitu titik inlet (awal) dan titik outlet (akhir),
serta setiap 1 bulan sekali dilakukan analisi keluar. Pemerikasaan yang dilakukan
meliputi pemeriksaan suhu, pH, BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD
(Chemical Oxygen demand). Hasil pemeriksaan harus memenuhi spesifikasi
peraturan pemerintah yang berlaku.
Selain melakukan analisa terhadap bahan awal dan limbah, bagian QC
bahan awal juga bertanggung jawab untuk memantau pelaksanaan dan
memberikan persetujuan terhadap kualitas purified water yang digunakan untuk
produksi. Departemen QC dalam melakukan analisa dibantu oleh departemen
Engineering sebagai departemen yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
pengolahan purified water untuk produksi tersebut.
Adapun parameter yang harus dianalisa oleh departemen QC terhadap
purified water tersebut adalah :
a. Setelah Raw Water Tank, berupa pemerian, kesadahan, total koloni dan E.
coli.
b. Setelah Raw Water Tank dengan penambahan klorin, berupa pemerian, klorin
≤ 0,5 mg/L, total klorin dan E. coli.
c. Setelah Multimedia filter, berupa pemerian, pH, konduktivitas, klorida, sulfat,
kalsium, zat mudah teroksidasi, zat padat total, karbon dioksida, kesadahan,
total mikroba dan E. coli.
d. Setelah carbon Filter, berupa pemerian, pH, konduktivitas, klorida, sulfat,
kalsium, zat mudah teroksidasi, zat padat total, karbon dioksida, kesadahan
total mikroba dan E. coli.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


59

e. Setelah Softener, berupa pemerian, pH, konduktivitas, klorida, sulfat,


kalsium, zat mudah teroksidasi, zat padat total, karbondioksida, kesadahan,
total mikroba dan E. coli.
f. Setelah Reverse Osmosis, berupa pemerian, pH, konduktivitas, klorida, sulfat,
kalsium, zat mudah teroksidasi, zat padat total, karbondioksida, kesadahan,
total mikroba dan E. coli.
g. Setelah Ultra Filter, berupa pemerian, pH, konduktivitas, klorida, sulfat,
kalsium, zat mudah teroksidasi, zat padat total, karbon dioksida, kesadahan,
total mikroba dan E. coli.
h. Setelah Ultra Violet, berupa pemerian, pH, konduktivitas, klorida, sulfat,
kalsium, zat mudah teroksidasi, zat padat total, karbon dioksida, TOC (Total
Organic Carbon), logam berat, ammonia, total mikroba dan E. coli.
i. Setelah Purified Water tank, berupa pemerian, pH, konduktifitas, klorida,
sulfat, kalsium, zat mudah teroksidasi, zat padat total, karbon dioksida, TOC
(Total Organic Carbon), logam berat, ammonia, total mikroba dan E. coli.
j. Ruang Emulsifier, berupa pemerian, pH, konduktivitas, klorida, sulfat,
kalsium, zat mudah teroksidasi, zat padat total, karbon dioksida, TOC, logam
berat, ammonia, total mikroba dan E. coli.
k. Ruang Mix Liquid, berupa pemerian, pH, konduktivitas, klorida, sulfat,
kalsium, zat mudah teroksidasi, zat padat total, karbon dioksida, TOC, logam
berat, ammonia, total mikroba dan E. coli.
l. Ruang cuci botol, berupa pemerian, pH, konduktivitas, klorida, sulfat,
kalsium, zat mudah teroksidasi, zat padat total, karbon dioksida, TOC, logam
berat, ammonia, total mikroba dan E. coli.
Ruang cuci, berupa pemerian, pH, konduktivitas, klorida, sulfat, kalsium, zat
mudah teroksidasi, zat padat total, karbon dioksida, TOC, logam berat,
ammonia, total mikroba dan E. coli.
QC IPC bertanggung jawab dalam pengendalian kualitas produk dari
produk antara (ketika proses produksi masih berjalan) hingga produk ruahan. Pada
kegiatan ini yang melakukan sampling pada saat proses produksi adalah operator
dari departemen produksi. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir intensitas orang
keluar masuk dari ruang produksi yang dapat menyebabkan cross contamination.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


60

Setelah sampel diambil, operator menyerahkan kepada pihak analis QC IPC yang
akan membawanya ke QC untuk dianalisa lebih lanjut.
Metode analisa yang digunakan oleh pihak QC merupakan hasil transfer
metoda yang dilakukan oleh R&D Analisa dengan departemen QC. R&D Analisa
merancang protap analisa yang kemudian ditetapkan menjadi protap QC setelah
transfer metode dilakukan. Sampel yang diterima didokumentasikan pada buku
ekspedisi. Analis IPC melakukan analisis parameter fisik seperti kekerasan,
ketebalan, diameter, kerapuhan dan dimensi tablet pada awal, tengah dan akhir
proses produksi. Sedangkan untuk analisis secara kimia dilakukan oleh analis QC
di laboratorium seperti penentuan kadar, disolusi, keseragaman kandungan tablet,
serta keseragaman bobot tablet. Analisa dan pengujian ini dilakukan terhadap
produk antara dan produk ruahan. Produk antara akan dilanjutkan proses
pembuatannya bila telah release oleh departemen QC berdasarkan hasil uji yang
didapatkan (telah memenuhi spesifikasi). Parameter yang dianalisa oleh IPC
terdapat pada form HPOJ (Hasil Pemeriksaan Obat Jadi) termasuk spesifikasi dan
hasilnya.
Pada saat proses sampling terdiri dari 3 titik sampling yaitu atas, tengah
dan bawah. Namun terkadang titik sampling bisa mencapai 5 titik bahkan 10 titik
hal ini disesuaikan dengan produk yang diperiksa. Untuk tablet dengan bobot
dibawah 250 mg maka diambil sepuluh titik, bobot 250 mg – 500 mg diambil lima
titik, dan bobot diatas 500 mg diambil tiga titik. Analisa dilakukan maksimum
dalam 6 hari. Apabila terjadi perubahan metode analisa, maka metode analisa
tersebut harus divalidasi kembali oleh departemen R&D.
Produk jadi sisa dari analisa harus dimusnahkan ke pihak luar atau pihak
ketiga yang berwenang. Bila terjadi penyimpangan pada proses produksi maka
seluruh departemen akan mengevaluasi setiap hal yang berkaitan dengan produk
tersebut seperti produksi meninjau dari sisi operator, mesin dan prosesnya, atau
QC bahan awal meninjau sumber bahan awal yang digunakan untuk produksi
batch tersebut. Kemudian berdasarkan evaluasi tersebut departemen QA akan
memutuskan tindakan koreksi yang tepat untuk penyimpangan yang terjadi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


61

3.3.6.2 Quality Control IPC


Quality Control IPC berjalan dibawah tanggung jawab seorang asisten
manager. Bagian ini terdiri dari 3 subbagian yaitu QC pengolahan, QC analisa dan
QC mikrobiologi. Masing-masing bagian tersebut dikepalai oleh supervisor yang
membawahi analis.
QC IPC bertanggung jawab dalam pengendalian kualitas produk dari
produk awal (ketika proses produksi masih berjalan) hingga produk ruahan. Pada
kegiatan ini yang melakukan sampling pada saat proses produksi adalah operator
dari departemen produksi. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir intensitas orang
keluar masuk dari ruang produksi yang dapat menyebabkan cross contamination.
Setelah sampel diambil, operator menyerahkan kepada pihak analis QC IPC yang
akan membawanya ke QC untuk dianalisa lebih lanjut.
Metode analisa yang digunakan oleh pihak QC mengacu kepada protap
yang telah ditetapkan oleh R&D Analisa yang kemudian berubah menjadi protap
QC setelah dilakukan transfer metode. Sampel yang diterima didokumentasikan
pada buku ekspedisi. Analis IPC kemudian melakukan analisis parameter fisik
seperti kekerasan, ketebalan, diameter, kerapuhan dan dimensi tablet pada awal,
tengah dan akhir proses produksi. Sedangkan untuk analisis secara kimia
dilakukan oleh analis QC di laboratorium seperti penentuan kadar, disolusi,
keseragaman kandungan tablet, serta keseragaman bobot tablet. Analisa dan
pengujian ini dilakukan terhadap produk antara dan produk ruahan. Produk antara
akan dilanjutkan proses pembuatannya bila telah release oleh departemen QC
berdasarkan hasil uji yang didapatkan (telah memenuhi spesifikasi). Parameter
yang dianalisa oleh IPC terdapat pada form HPOJ (Hasil Pemeriksaan Obat Jadi)
termasuk spesifikasi dan hasilnya.
Pada saat proses sampling terdiri dari 3 titik sampling yaitu atas, tengah
dan bawah. Namun terkadang titik sampling bisa mencapai 5 titik bahkan 10 titik
hal ini disesuaikan dengan produk yang diperiksa. Untuk tablet dengan bobot
dibawah 250 mg maka diambil sepuluh titik, bobot 250 mg – 500 mg
diambilnlima titik, dan bobot diatas 500 mg diambil tiga titik. Analisa dilakukan
maksimum dalam 6 hari dan apabila terjadi perubahan metode analisa, maka
metode analisa tersebut harus divalidasi kembali oleh departemen R&D.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


62

Produk jadi sisa dari analisa harus dimusnahkan ke pihak luar atau pihak
ketiga. Bila terjadi penyimpangan pada proses produksi maka seluruh departemen
akan mengevaluasi setiap hal yang berkaitan dengan produk tersebut seperti
produksi meninjau dari sisi operator, mesin dan prosesnya, atau QC bahan awal
meninjau sumber bahan awal yang digunakan untuk produksi batch tersebut.
Kemudian berdasarkan evaluasi tersebut departemen QA akan memutuskan
tindakan koreksi yang tepat untuk penyimpangan yang terjadi.

3.3.7 Departemen Quality Control Bahan Kemas


Pada awalnya QC bahan kemas berada di bawah departemen Quality
Control, bersama dengan QC bahan awal, IPC dan produk jadi. Namun pada
tahun 2012, QC bahan kemas dipisah dari departemen lainnya membentuk
departemen QC Bahan Kemas. Struktur organisasi Departemen QC Bahan Kemas
terlampir.
Tugas Departemen QC Bahan Kemas, antara lain :
a. Proses pelulusan atau penolakan (disposisi) barang masuk/ incoming
material
Pengambilan jumlah sampel bahan kemas selain menggunakan table dari
AQL (Acceptable Quality Level) yang diadaptasi dari ANSI (American Nation
Standarization Inspection). Pada AQL terdapat special inspection dan general
inspection. Cara pengambilan jumlah box sampel adalah dengan rumus n ( +
1). Sampel yang telah di sampling diberikan label “Telah Disampling”. Bahan
kemas yang telah memenuhi spesifikasi diberi label “Release” dan yang tidak
memenuhi spesifikasi diberikan label “Reject”. Hasil analisa dari bahan kemas
didokumentasikan didalam HPBK atau Hasil Pemeriksaan Bahan Kemas (HPBK).
b. IPC pengemasan primer dan sekunder
IPC dilakukan setiap dua jam sekali selama proses pegemasan primer
(filling, blistering, dan stripping). IPC pengemasan sekunder dilakukan setiap dua
jam sekali dan diperiksa kelengkapannya.
c. Inspeksi secara visual untuk sediaan larutan steril
Dilakukan oleh personel yang terlatih. Dilakukan dalam ruangan gelap,
dilakukan pengamatan di bawah lampu dengan kekuatan minimal 1000 LUX

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


63

dengan menggunakan latar hitam untuk melihat partikel asing berwarna putih dan
menggunakan latar putih untuk meliat partikel asing berwarna putih.
d. Menyimpan retain sample produk jadi
Diambil sebanyak kebutuhan tiga kali pemeriksaan lengkap. Disimpan
pada suhu yang sesuai dengan yang tertera pada etiket, terdapat dua suhu
penyimpanan yakni suhu 150-250 C dan suhu 250-300C. Penyimpanan produk jadi
dilakukan dalam kemasan utuh (kemasan primer dan kemasan sekunder).
Penyimpanan dilakukan selama dalam rentang daluarsa ditambah satu tahun (ED
+ 1).
e. Melakukan audit suplier bahan kemas
Dilakukan pemeriksaan terhadap kriteria penerimaan, jika suplier
memenuhi kriteria penerimaan dapat dimasukkan dalam daftar suplier tetap.
Untuk suplier baru pihak purchasing akan menilai kesesuaian harga terlebih
dahulu sebelum melakukan pemesanan bahan kemas. Audit terhadap suplier
bahan kemas dilakukan oleh QC Bahan Kemas bekerja sama dengam QA dan
purchasing packaging. Audit terhadap suplier bahan kemas dilakukan setiap tiga
tahun. Hal-hal yang diperiksa meliputi fasilitas, mesin, bangunan, dan
pengawasan mutu dari pemasok tersebut.
Bahan kemas terdiri atas dua macam, yakni printed dan non printed.
Bahan kemas non printed contohnya botol volume 60 ml, vial, dan ampul. Bahan
kemas printed merupakan bahan kemas yang memberikan penandaan dan ciri
khas tertentu kepada suatu produk hasil produksi suatu pabrik (artwork).
Spesifikasi dari bahan kemas tersebut telah ditentukan oleh R&D formulasi.
Kemudian untuk desain bahan kemas printed akan dibuat oleh artwork designer
yang berada di bawah departemen marketing. Desain tersebut disosialisasikan
kepada semua bagian dan dilakukan konsultasi antara R&D formulasi dengan
marketing untuk merampungkan desain kemasan menjadi Final Artwork (FA). FA
akan diteruskan ke bagian purchasing untuk dicarikan suplier pembuat kemudian
suplier tersebut akan mengirimkan proofprint sebagai contoh. Proofprint
merupakan berkas yang dibuat oleh suplier untuk memastikan bahwa suplier
mampu memproduksi bahan kemas sesuai dengan kualitas yang diminta oleh PT.
Guardian. Selain dikirimkan kepada bagian purchasing FA juga dikirimkan ke

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


64

bagian QC bahan kemas yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam


pembuatan Spesifikasi Bahan Kemas (SPBK) dan Hasil Peeriksaan Bahan Kemas
(HPBK). Kemudian HPBK dan proofprint menjadi acuan dalam penerimaan
bahan kemas. Kesesuaian antara HPBK dan proofprint merupakan indikator
penerimaan (masuk dalam spesifikasi). Apabila bahan kemas yang didapat dari
pemasok tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan, pihak PT. Guardian
maka dinyatakan adanya penyimpangan. Penyimpangan itu sendiri terbagi 3 yaitu:
1. Minor, penyimpangan yang dapat diabaikan.
2. Mayor, penyimpangan yang masih bisa diterima tapi cukup mengganggu dan
PT. Guadian pharmatama melayangkan surat keluhan kepada suplier.
3. Kritikal, penyimpangan tidak dapat ditoleransi dan bahan kemas tersebut di
tolak.

3.3.8. Departemen Warehouse


Struktur organisasi dari gudang pabrik PT. Guardian Pharmatama
dikepalai oleh seorang manager yang membawahi seorang asisten manager dan
tiga orang supervisor yaitu Supervisor Bahan Awal, Supervisor Bahan Kemas dan
Supervisor Produk Jadi. Adapun tanggung jawab di gudang diantaranya:
a. Menangani penerimaan bahan baku dan bahan kemas yang datang dari
pemasok, dan produk jadi dari bagian produksi.
b. Menjaga kondisi dan mengontrol stok barang sesuai dengan sistem FEFO
(First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out).
c. Menyimpan dan menyediakan barang yang dibutuhkan untuk produksi.
d. Menangani pengeluaran barang untuk kebutuhan produksi, penerimaan sisa
barang dari produksi.
e. Mendistribusikan produk jadi ke distributor sesuai dengan Delivery Order.
Sebelum barang masuk ke gudang bahan baku atau gudang bahan kemas,
sebelumnya disimpan di ruang karantina untuk di sampling oleh QC. Setelah hasil
analisa keluar, maka akan ditentukan barang tersebut akan di reject atau di release
(masuk ke gudang masing-masing).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


65

Gudang dapat dibagi menjadi 3 bagian besar:


a. Gudang Bahan Baku
Terdapat 3 kondisi penyimpanan bahan baku:
1. Suhu 2-80C, biasanya untuk tempat penyimpanan flavour seperti minyak ikan.
2. Suhu 15-250C, misalnya untuk penyimpanan soft capsule, cangkang kapsul,
vitamin E dan vitamin C.
3. Suhu < 300C, misalnya untuk penyimpanan gliserin, sorbitol, sukrosa dll.
Gudang bahan baku terbagi atas beberapa bagian:
1. Bahan baku psikotropika dan prekursor
Bahan baku ini disimpan pada suhu 25-300C. Penyimpanannya didalam
tempat khusus yang terkunci. Setiap penggunaannya dicatat dan dilaporkan ke
Badan POM setiap bulannya oleh departemen produksi.
2. Bahan baku beta laktam
Bahan baku beta laktam disimpan di ruangan yang terpisah dari bahan
baku lainnya, yaitu di tempat makloon dari produk tersebut.
3. Bahan additional
Bahan baku ini disimpan pada suhu 15-250C, kecuali untuk bahan baku
yang di COAnya mensyaratkan untuk disimpan pada suhu 2-80C.
4. Bahan baku yang mudah terbakar
Bahan baku yang mudah terbakar seperti alkohol disimpan terpisah dari
gudang bahan baku lainnya dan Badan POM mensyaratkan gudang ini terletak di
ruangan terbuka.
b. Gudang bahan kemas
Gudang bahan kemas dibagi menjadi dua yaitu gudang bahan kemas
primer dan gudang bahan kemas sekunder. Penyimpanan barang dilakukan
terpisah dari masing-masing batchnya, serta menggunakan sistem FIFO. Pada
masing-masing rak ditempelkan nama-nama bahan yang ada pada rak tersebut.
Bahan kemas primer merupakan bahan kemas yang berkontak langsung dengan
produk seperti PLCN, PVC, alufoil, botol, ampul, dll biasanya disimpan pada
suhu 15-250C, sedangkan bahan kemas sekunder bahan pengemas sekunder
seperti box dan shipper yang disimpan pada suhu 25-300C.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


66

Untuk leaflet dan label disimpan di dalam gudang bahan kemas sekunder, tapi
di dalamnya terdapat ruangan khusus untuk leaflet dan label.
c. Gudang produk jadi (finishing goods)
Sebelum produk jadi di release oleh QA, produk jadi tersebut disimpan di
ruang karantina produksi, setelah dinyatakan release maka akan dipindahkan ke
gudang produk jadi. Untuk produk jadi tersebut ada 5 ruangan, yaitu:
1. Ruang psikotropika
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan produk jadi yang mengandung
obat psikotropika. Ruangan ini terkunci dan dikondisikan pada suhu 25-300C.
2. Ruang produk jadi
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan produk jadi pada suhu <300C.
Sebagian besar produk jadi disimpan disini.
3. Ruang Cool Room
Ruangan ini dikondisikan pada suhu 15-250C. Produk jadi yang biasanya
disimpan disini berupa injeksi, krim, salep, soft capsule,dll.
4. Ruang beta laktam
Ruangan ini dikondisikan pada suhu <250C, dan dikhususkan untuk
menyimpan produk beta laktam dan derivatnya.
5. Ruang Cephalosporin
Ruangan ini dikondisikan pada suhu <250C, dan dikhususkan untuk
produk cephalosporin dan derivatnya.
6. Ruang prekursor
Ruangan ini dikondisikan pada suhu <250C, dan dikhususkan untuk
produk prekursor.

Produk jadi yang telah dipasarkan dapat dikembalikan maupun ditarik


kembali untuk kemudian di evaluasi tindak lanjutnnya. Untuk itu disediakan 2
ruangan, yaitu:
1. Ruang Return Goods
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan produk-produk yang
dikembalikan oleh distributor yang dikondisikan pada suhu 15-250C. Pengaturan
suhu dan kelembaban pada setiap ruangan di gudang dilakukan setiap hari secara

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


67

rutin pada jam 8 pagi dan jam 3 sore. Kelembaban ruangan diatur < 75%.
Pembersihan rak-rak di gudang dilakukan secara rutin setiap dua hari sekali.
Perawatan di gudang dari pest dilakukan berkerja sama dengan PT. Etos yang
menangani pest control terhadap tikus, rayap, nyamuk dan serangga lainnya.
2. Ruang rejected goods
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan produk-produk kembalian yang
telah berstatus reject (ditolak). Kemudian produk tersebut dipisahkan dari kemas
primernya. Setelah dikumpulkan, kemasan dihancurkan dan produk-produk
tersebut ditimbang dan dipindahkan ke gudang penampungan sementara dan
menunggu proses pemusnahan dari pihak ketiga.

Beberapa alur kegiatan di gudang:


1. Prosedur penerimaan bahan baku dan bahan kemas
Bagian PPIC mengirimkan permintaan pembelian (PP) ke bagian
Purchasing. Kemudian bagian pembelian akan mengirimkan Purchasing Order
(PO) ke supplier, sedangkan copyan PO akan dikirimkan ke bagian gudang. Pada
saat pengiriman barang dari pemasok, surat jalan yang dibawa oleh supplier
diperiksa kesesuaiannya oleh pikak gudang dengan PO yang berisi jenis, jumlah
dan tanggal kebutuhan barang dan suplai yang disetujui. Jika sesuai, maka barang
yang diterima akan disimpan di gudang karantina dan diberi label karantina yang
berwarna kuning dan dibuatkan Bukti Penerimaan Barang (BPB) yang
mencamtumkan nama barang, nomor kontrol, nomor kode, jumlah barang dan
nama pemasok. BPB terdiri dari 4 rangkap, yang asli diberikan kepada bagian
Accounting untuk proses pembayarannya. BPB juga diserahkan ke bagian QC,
setelah QC menerima BPB dari gudang, maka QC akan melakukan sampling dan
menganalisa sampel. Setelah itu baru didapatkan hasil apakah barang yang masuk
tersebut akan direlease (berwarna hijau) yang kemudian disimpan di gudang
bahan baku atau bahan kemas atau direject (berwarna merah) yang kemudian
disimpan di ruang tertentu sebelum diberitahukan dan dikembalikan kepada
pemasok untuk mendapat gantinya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


68

2. Prosedur keluar masuk barang ke ruang produksi


Bagian PPIC akan mengeluarkan FPB (formula Pengolahan Batch) untuk
meminta bahan baku dan FKB (Formula Pengemasan Batch) untuk meminta
bahan kemas sebelum memproduksi suatu batch. Setelah itu bagian gudang akan
melakukan penimbangan sesuai dengan FPB tadi. Hasil penimbangan tadi
kemudian akan di crosscheck (pemeriksaan silang) dengan bagian produksi untuk
memastikan hasil penimbangan pada saat serah terima barang.
Jika bagian produksi kekurangan bahan dan ingin meminta bahan baku
diluar FPB, maka produksi akan mengeluarkan surat permintaan berupa SIV
(Store Issue Voucher) yang disetujui oleh kepala bagian produksi dan diterima
oleh manager gudang serta didokumentasikan oleh bagian akuntansi. Seandainya
setelah produksi ternyata terdapat kelebihan bahan, maka bagian produksi akan
mengeluarkan surat pengembalian SRV (Store Return Voucher) yang disetujui
oleh kepala bagian produksi dan diterima oleh manager gudang serta
didokumentasikan oleh bagian akuntansi.
Permintaan bahan dari bagian lain seperti R&D dan QC harus
menyertakan nota Bon Permintaan Barang (PB) dan Bon pengembalian (BP) jika
ada sisa.
3. Prosedur keluar barang ke distributor
Jika pihak distributor membutuhkan kiriman produk, maka distributor
akan membuat Purchasing Order (PO) dan bagian marketing akan membuat
Delivery Instruction Note (DIN) yang berisi nomor kode, nama produk, satuan
dan tujuan pengiriman. DIN yang telah disetujui oleh departemen accounting ini
kemudian dikirim ke bagian gudang. Berdasarkan DIN tersebut, gudang akan
mengeluarkan Delivery Order (DO) untuk diberikan kepada distributor beserta
barang yang dipesan.
4. Prosedur penerimaan barang kembalian
Prosedur penerimaan barang kembalian diawali dengan bagian QA akan
menentukan disposisi barang yang harus disetujui oleh pihak management. Jika
barang akan di repack, maka bagian produksi akan mengeluarkan SIV. Setelah
produk selesai direpack maka bagian produksi akan mengeluarkan SRV untuk
disimpan kembali di gudang produk jadi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


69

3.3.9. Departemen Produksi


Departemen produksi dikepalai oleh seorang manajer yang membawahi
asisten manajer produksi solid yang secara langsung membawahi supervisor
stripping & blistering, leader dan peutgas sanitasi. Selain itu, manajer produksi
juga membawahi asisten menajer produksi liquid dan semisolida, supervisor
packing liquid dan semisolida, supervisor packing solid, administrator toll
manufacturing dan administrator produksi.
Departemen ini bertanggung jawab terhadap proses pengolahan obat sejak
bahan baku mulai ditimbang oleh departemen gudang hingga pengemasan produk
ruhan yang kemudian akan disimpan ke gudang finished good. Proses pengolahan
tersebut dilaksanakan sesuai dengan jadwal produksi bulanan yang telah disusun
oleh departemen PPIC. Jika jadwal tersebut telah disetujui oleh departemen
produksi, maka jadwal itu akan dipecah menjadi jadwal produksi perminggu.
a. Alur proses produksi
Proses produksi diawali dengan proses penimbangan oleh departemen
gudang hingga proses pengemasan.
1. Proses produksi tablet biasa
Metoda pembuatan tablet yang digunakan di PT. Guardian Pharmatama
ada dua metoda yaitu metoda langsung dan granulasi basah. Proses pembuatan
tablet dengan metoda granulasi basah diawali dari penimbangan terhadap bahan
baku kemudian dilakukan mixing dengan menggunakan Diosna Mixer. Sebelum
itu, bahan harus diayak terlebih dahulu dengan mesh tertentu. Pencampuran pada
mesin Diosna Mixer dilakukan dengan penambahan bahan pengikat yang
sebelumnya telah dilarutkan. Kemudian massa yang dihasilkan dikeringkan
dengan jenis bahannya. Massa granul yang telah kering kemudian diayak dengan
ukuran mesh tertentu menggunakan hammer granulator. Selanjutnya dilakukan
lubrikasi dalam double cone mixer dengan penambahan bahan pelincir. Setelah
semua selesai, dilakukan proses pencetakan tablet.
Sementara itu, untuk proses kempa langsung membutuhkan waktu yang
lebih singkat, sehingga dapat menghemat waktu, tenaga, alat dan ruang produksi,
namun harga bahan baku yang digunakan lebih mahal. Proses kempa langsung
diawali dengan penimbangan bahan baku yang dilakukan oleh petugas gudang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


70

Kemudian dilanjutkan dengan proses mixing dengan menggunakan v-mixer, lalu


hasil mixing tersebut dicetak dengan menggunakan mesin pencetak tablet JMCO
atau CADMACH.
2. Proses produksi tablet salut
Penyalutan yang digunakan di PT. Guardian Pharmatama adalah
penyalutan film. Tablet inti yang akan disalut harus telah lulus uji dari departemen
QC. Pemeriksaan yang dilakukan pada tablet inti seain sesuai dengan persyaratan
umum untuk tablet, juga perlu diperhatikan hal-hal lainnya, yaitu permukaannnya
halus, berbentuk cembung, bebas debu dan kerapuhannya serendah mungkin.
Proses penyalutan dilakukan dalam ruang coating menggunakan mesin Narong
Rama Cota.
3. Proses produksi kapsul
Setelah bahan baku ditimbang, bahan baku kemudian dicampur, kemudian
diperiksa kadar air dan kadar zat aktif oleh departemen QC. Bila telah dinyatakan
lulus uji, maka dilakukan proses pengisian dengan mesin filling kapsul (Chin Yi
tipe ACF-52) atau mesin filling semi otomatis Chuan Yung. Kapsul yang telah
diisi kemudian dimasukkan ke dalam mesin polishing kapsul untuk membersihkan
kapsul dari debu yang menempel dan agar kapsul menjadi mengkilap.
4. Proses produksi sirup
Proses produksi sirup diawali dengan pencucian botol dengan purified
water yang selanjutnya dibilas dengan alkohol 70%. Bahan-bahan yang telah lulus
uji oleh departemen QC kemudian ditimbang dan dilarutkan dengan menggunakan
purified water (PW). Setelah itu baru dilakukan pencampuran semua bahan dalam
tangki pencampuran thorax homogenizer dan dilakukan penambahan PW hingga
volume yang dikehendaki. Pencampuran dan pengadukan dilakukan hingga
homogen. Sirup yang telah jadi, kemudian disaring dan selanjutnya dikarantina
sambil menunggu hasil pemeriksaan dari bagian QC. Pemeriksaan pada sirup
meliputi kadar zat aktif, pH, viskositas, berat jenis dan cemaran mikroba. Jika
telah dinyatakan lulus uji kemudian dilakukan pengisian sirup ke dalam botol.
Pengisian dilakukan menggunakan mesin LF Avanty atau CVC dan dilanjutkan
dengan penutupan botol dengan capperr machine. Hasil pengisian ini kemudian

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


71

diperiksa lagi oleh departemen QC, yang meliputi pemeriksaan keseragaman


volume dan kekerasan segel atau kebocoran.
5. Proses produksi suspensi
Proses pembuatan suspensi hampir sama dengan pembuatan sediaan sirup,
hanya saja pada suspensi menggunakan suspending agent agar dapat
menghasilkan suspensi. Pada mulanya, bahan-bahan yang diperlukan untuk
pembuatan suspensi ditimbang terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan
pembuatan sirup simplex dalam thorax homogenizer hingga dihasilkan larutan
sirup yang homogen dan jernih. Sementara itu juga dibuat larutan suspensi dengan
mendispersikan bahan aktif dan suspending agent dalam PW, dan dilanjutkan
dengan penghalusan larutan suspensi dengan menggunakan thorax homogenizer.
Sirup simpex dan larutan suspensi kemudian dicampur dalam vacuum emulsifier
mixer. Suspensi yang telah jadi kemudian diperiksa berat jenisnya, pH, kadar zat
aktif dan viskositas, serta cemaran mikrobanya. Jika telah dinyatakan lulus uji,
suspensi akan diisikan ke dalam botol, kemudian diperiksa lagi oleh QC yang
meliputi pemeriksaan keseragaman volume, kekerasan segel dan kebocoran.
6. Proses produksi sediaan semi solid
Tahapan dalam proses pembuatan salep atau krim diawali dengan
penimbangan bahan baku salep atau krim. Kemudian dilanjutkan dengan proses
pelelehan dan pencampuran. Proses pencampuran diawali dengan pelelehan dan
pencampuran fase air dan fase minyak sehingga menjadi basis salep atau krim.
Setelah basis salep atau krim jadi, baru dilakukan pencampuran bahan aktif dalam
basis tersebut. Proses ini dilakukan dengan menggunakan mesin vacuum
emulsifier mixer. Fungsi dari vakum disini adalah untuk mengurangi timbulnya
buih atau busa saat proses berjalan.
Salep atau krim yang telah jadi kemudian dimasukkan ke dalam tube
alumunium menggunakan mesin Kentex. Mesin ini juga melakukan pelipatan pada
ujung tube dan penomoran batch dengan emboss pada lipatan tersebut. Selama
proses produksi setengah padat, dilakukan pengawasan selama proses (IPC) yang
meliputi homogenitas pada saat pelehan dan pencampuran, pemeriksaan kadar zat
aktif dan pemeriksaan keseragaman bobot pada saat pengisian tube.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


72

Proses produksi dilakukan di ruang kelas E. Kondisi ruang kelas E ada PT.
Guardian Pharmatama adalah sebagai berikut:
1. Bangunannya kokoh, permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan
langit-langit) licin, menggunakan cat epoxy, mudah dibersihkan dan tidak
membentuk sudut.
2. Bebas dari retakan dan sambungan.
3. Memiliki ventilasi dengan sistem pengendali udara HVAC (Heating
Ventilation Air Conditioning) yang mendukung persyaratan untuk ruang kelas
E.

Setiap personil yang bekerja di dalam atau hendak masuk ke dalam ruang
kelas E harus memiliki persyaratan:
1. Menggunakan pakaian pelindung, penutup kepala, sarung tangan, masker dan
sepatu khusus untuk ruang kelas E.
2. Tidak menggunakan arloji, perhiasan atau aksesori dan kosmetika yang
berlebihan.
3. Dalam kondisi sehat, dapat melaksanakan tugas dengan baik yang didukung
dengan data medical check up secara periodik.
4. Mencuci tangan dengan sabun antiseptik dan mengeringkannya sebelum
memasuuki ruang kelas E.

Ruangan yang terdapat pada ruangan kelas E:


1. Ruang timbang
Ruang ini digunakan untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan
dalam proses produksi. Letak ruang timbang berdekatan dengan gudang bahan
baku. Tiap bahan yang akan masuk ke ruang timbang harus melewai ruang antara.
Di dalam ruang timbang tersebut terdapat alat timbang, baik untuk kapasitas besar
maupun kecil. Selain itu terdapat juga dust collector untuk menyedot debu yang
ada pada ruangan tersebut.
2. Ruang staging
Ruang ini digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang telah ditimbang
dan menunggu untuk diolah pada proses produksi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


73

3. Ruang solid compound


Ruangan ini digunakan untuk proses pencampuran bahan-bahan yang telah
ditimbang. Ruangan ini digunakan pada proses pencampuran untuk pembuatan
sediaan solid yang menggunakan metode granulasi basah. Proses pencampuran
dilakukan dengan menggunakan mesin Diosna mixer.
4. Ruang drying
Pada ruangan ini terjadi proses pengeringan granul menggunakan Fluid
Bed Dryer (FBD).
5. Ruang granulator
Ruangan ini digunakan untuk proses granulasi menggunakan mesin
hammer granulator.
6. Ruang mix dry
Di ruangan ini terdapat alat double cone mixer dan V-mixer untuk
mencampur granulat dengan bahan lubrikan atau bahan pelincir. Double cone
mixer lebih sering digunakan untuk mixing terakhir pada proses granulasi basah,
sedangkan V-mixer lebih sering digunakan untuk mixing pada proses cetak
lansung dan pada pembuatan kapsul.
7. Ruang cetak tablet
Granul yang telah mendapat status release dari QC selanjutnya akan
dicetak menjadi tablet atau kaplet. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan
mesin JMCO atau CADMACH.
8. Ruang coating
Ruang coating merupakan tempat penyalutan tablet. Jika tablet
memerlukan penyalutan film, maka tablet akan disalut menggunakan mesin
penyalut Narong Rama Cota.
9. Ruang filling kapsul
Ruangan ini digunakan untuk melakukan pengisian granul ke dalam
cangkang kapsul. Pengisisan dilakukan dengan menggunakan mesin Chin Yi tipe
ACF-52 atau mesin filling semi otomatis Chuan Yung.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


74

10. Ruang stripping


Ruangan ini digunakan untuk mengemas tablet, kaplet, kapsul dalam
bentuk strip dengan menggunakan mesin ACCEDE, Kung Long atau Chuan Yung
11. Ruang blistering
Ruangan ini digunakan untuk mengemas kaplet dalam bentuk blister
menggunakan mesin Lenze atau Ulhmann.
12. Ruang liquid compound
Ruangan ini digunakan untuk pencampuran semua bahan yang digunakan
untuk pembuatan sediaan cair. Proses pencampuran dilakukan dengan
menggunakan mesin Thorax Homogenizer.
13. Ruang filling liquid
Ruangan ini digunakan untuk melakukan proses pengisian sediaan cair ke
dalam botol sekaligus menutup botol dengan cap. Pengisian sediaan cair dalm
botol dilakukan dengann menggunakan alat LF Avanty atau CVC, sedangkan
untuk penutupan botol (capping) dilakukan dengan capper machine.
14. Ruang compound setengah padat
Ruang ini digunakan untuk membuat sediaan setengah padat. Proses
pencampuran dilakukan dengan menggunakan mesin vacuum emulsifier mixer.
15. Ruang filling tube
Ruang ini digunakan untuk memasukkan sediaan setengah padat ke dalam
tube alumunium. Filling dilakukan dengan menggunakan mesin Kentex.
16. Ruang clean bottle
Pada ruang ini terdapat oven double door yang menghubungkan ruang
kelas E dan kelas F. Botol-botol yang akan digunakan dicuci dengan PW dan
kemudian dibilas dengan alkohol 70%. Pencucian botol ini dilakukan di ruang
kelas F. Botol yang telah dicuci kemudian dimasukkan ke dalam oven double
door dari ruangan kelas F. Botol kemudian disterilisasi pada suhu 1200C selama 3
jam, setelah botol kering kemudian diambil dan disimpan di ruang kelas E.
17. Ruang WIP
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan produk antara dan produk
ruahan yang menunggu untuk proses selanjutnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


75

18. Ruang IPC (In Process Control)


Ruangan ini digunakan untuk mengawasi dan mengontrol kualitas produk
selama proses produksi. Dalam ruangan ini terdapat alat timbangan, disintegration
test, hardness tester sekaligus alat pengukur dimensi tablet dan friability tester.
19. Ruang washing
Ruangan ini digunakan untuk mencuci alat yang telah dgunakan untuk
proses produksi.
20. Ruang equipment
Ruangan ini digunakan untuk menyimpan alat atau spare part dari mesin.
21. Ruang R&D
Ruangan ini digunakan oleh bagian R&D untuk melakukan trial dalam
pilot project. Dalam ruangan ini terdapat alat super-mixer mini, FBD mini, thorax
homogenizer mini, mesin cetak tablet mini dan alat uji tap density.
Pengontrolan ruang keals E dilakukan dengan sedemikian rupa agar
senantiasa memenuhi persyaratan untuk ruang kelas E. Pengendalian hama atau
pest control dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak ketiga. Pengendalian
dilakukan terhadap serangga , nyamuk dan tikus. Pengendalian dilakukan dengan
cara fogging 1 bulan sekali, sedangkan pengendalian terhadap partikel dan
mikrobiologi udara dilakukan dengan pemasangan HEPA (High Efficacy
Particulate Air) filter dengan efisiensi 99,95% pada sitem AHU (Air Handling
Unit) dan melakukan desinfeksi udara (air borne desinfectan). Desinfeksi
terhadap udara dalam rang proses produksi dilakukan 2 bulan sekali. Desinfektan
yang digunakan merupanakan derivat formaldehid. Ruangan produksi disemprot
menggunakan cairan desinfectan (aplikasinya selama + 5 menit tergantung
volume ruuangan dan kecepatan penyemprotan), kemudian udara yang ada di
ruang produksi ditarik keluar menggunakan blower. Sisa residu di udara dapat
diantisipasi dengan mengosongkan ruangan selama 3 jam (tidak ada aktifitas dan
tidak ada personil).
b. Alur Proses Pengemasan
Pegemasan merupakan proses pengolahan produk ruahan menjadi produk
jadi sebelum dikirim ke gudang dan dapat didistribusikan. Kemasan suatu produk
berfungsi untuk memberikan identitas yang berupa nama produk, isi dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


76

kekuatan, nomor batch, nama pabrik pembuat, nomor registrasi, tanggal


kadaluarsa dan Harga Eceran Tertinggi (HET). Kemasan juga dapt melindungi
produk dari hal-hal yang dapat mengakibatkan berkurangnya khasiat obat,
melindungi dari kerusakan fisik dan kontaminasi.
Proses pengemasan dilakukan di ruang kelas E dan F. Pengemasan primer
dilakukan ada ruang kelas E sedangkan pengemasan sekunder dan tersier
dilakukan di ruang kelas F. PT. Guardian Pharmatama melakukan pengkodean
yang meliputi HET, watu kadaluarsa dan nomor batch dilakukan dengan 2 cara,
yaitu emboss (cetak timbul langsung pada kemasan primer) dan ink jet.
Pencetakan dengan sistem emboss dilakukan di ruang kelas E, sedangkan sistem
ink jet dilakukan di ruang kelas F pada stiker label untuk kemasan botol, pada
bagian luar kemasan yang telah melewati proses stripping, blistering, dan filling
tube alumunium.
Ruang kelas F di PT. Guardian Pharmatama terdiri dari 2 ruang, yaitu
ruang secondary packaging preparation dan ruang packaging. Ruang secondary
packaging preparation digunakan untuk melakukan coding pada stiker
label/etiket, dos, strip, blister dan tube. Coding yang dilakukan pada ruang ini
menggunakan sistem ink jet. Ruang packaging digunakan untuk penempelan
etiket pada botol atau labeling, pengemasan sekunder, pengemasan tersier serta
penimbangan hasil pengemasan.
In Process Control (IPC) pada proses pengemasan dilakukan oleh QC.
Pemeriksaan pada saat pengemasan sekunder meliputi uji kebocoran kemasan dan
estetika. Pada penyelesaian proses pengemasan produk, dilakukan pemeriksaan
akhir oleh QC. Pemeriksaan meliputi kelengkapan kemasan, adanya etiket, leaflet,
sendok takar, nomor batch, waktu kadaluarsa, jenis dan nama produk serta segel
pada box (kemasan sekunder) dan shipper (kemasan tersier). Setelah produk
diperiksa, produk dikemas dalam shipper. Shipper yang telah disegel kemudian
ditimbang dan disimpan dalam ruang karantina produk jadi sebelum akhirnya
dikirim dan disimpan dalam gudang finishing goods setelah ditetapkan release
oleh QA.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


BAB 4
PEMBAHASAN

Industri farmasi harus memproduksi obat sedemikian rupa agar sesuai


dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Guna tercapainya
tujuan tersebut industri farmasi harus menerapkan suatu pedoman yang bertujuan
untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya yang disebut CPOB. Prinsip dari CPOB adalah menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu.
PT. Guardian Pharmatama telah mendapatkan sertifikat CPOB dari Badan
POM dan juga sertifikat ISO 9001:2008. Hal ini menunjukkan bahwa PT.
Guardian Pharmatama telah menerapkan seluruh aspek CPOB sehingga dapat
dipastikan bahwa obat-obat yang dihasilkan terjamin kualitasnya. Aspek CPOB
diterapkan melalui Quality Management System. Quality Management System
adalah suatu sistem yang diterapkan untuk mengetahui bagaimana meyakinkan
bahwa setiap proses mendapat suatu penjaminan (assurance). Sistem quality
management ini dilakukan secara menyeluruh terhadap setiap tahapan dari proses
pembuatan obat mulai dari pemilihan pemasok bahan awal sampai dengan
penilaian terhadap distributor yang akan menyalurkan produk hingga ke tangan
konsumen. Adapun aspek CPOB yang telah diterapkan oleh PT. Guardian
Pharmatama meliputi aspek manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan
audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk
dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan
kontrak, kualifikasi dan validasi.
PT. Guardian Pharmatama memproduksi obat-obat ethical dan Over The
Counter (OTC). PT. Guardian Pharmatama memproduksi obat dalam bentuk
sediaan antara lain shampoo, salep, tablet, krim, sirup, dan lain-lain. Untuk produk
steril, antibiotik dan sirup kering, PT. Guardian Pharmatama melakukan
77 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


78

kerjasama/ makloon dengan perusahaan farmasi lainnya. Produk yang diproduksi


oleh PT. Guardian Pharmatama diklasifikasikan berdasarkan efektifitas
farmakologinya antara lain golongan obat antialergi, antipiretik dan analgetik,
antibiotik, obat kulit, obat saluran pencernaan, obat cerebrovaskularr, suplemen,
vitamin, dan lain-lain. Kualitas obat yang diproduksi suatu perusahaan farmasi
dapat terjamin dan ditingkatkan kualitasnya melalui penerapan CPOB, ini telah
dibuktikan dan diterapkan oleh PT. Guardian Pharmatama yang sesuai dengan
visi dan misi perusahaan ini.

4.1 Manajemen Mutu


Menurut CPOB, manajemen mutu bertanggung jawab dalam pencapaian
tujuan sebuah industri farmasi untuk memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen registrasi dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan
konsumen. Untuk itu, manajemen mutu terdiri dari pemastian mutu dan
pengawasan mutu. Pada awal tahun 2012 bagian pemastian mutu dan pengawasan
mutu di PT. Guardian Pharmatama baru dipisah, sebelumnya kedua bagian ini
digabung dalam departemen pemastian mutu.
PT. Guardian Pharmatama didukung dengan tersedianya personil yang
berkompeten, bangunan, sarana serta peralatan yang memadai dalam menjalankan
sistem pemastian mutu. PT. Guardian Pharmatama merupakan perusahaan yang
mengutamakan mutu menerapkan pemastian mutu secara konsisten. Selain
berpedoman pada CPOB, PT. Guardian Pharmatama juga mengadopsi standar
dari ISO 9001:2008 dalam manajemen mutunya.

4.2 Personalia
PT. Guardian Pharmatama berusaha menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai. PT. Guardian Pharmatama memiliki
personalia yang tersebar pada kantor Head Office dan pabrik. Karyawan tersebut
berasal dari berbagai tingkat pendidikan, keterampilan dan kemampuan sesuai
dengan bidang tugasnya masing-masing. Pembagian bidang karyawan didasarkan
pada lokasi tempat dibutuhkannya bidang tersebut. Sebagai contoh adalah bagian
pemastian mutu, bagian tersebut terdapat di pabrik di Tangerang agar lebih mudah
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


79

untuk memastikan produk yang dihasilkan memang sesuai dengan syarat yang
telah ditetapkan.
Berdasarkan CPOB, sebuah industri farmasi sekurang-kurangnya memiliki
3 orang apoteker, yaitu sebagai manajer produksi, manajer pemastian mutu dan
manajer pengawasan mutu. Syarat tersebut telah dipenuhi oleh PT. Guardian
Pharmatama, bahkan pada beberapa departemen memiliki lebih dari 1 orang
apoteker agar lebih dapat menjamin kualitas dari produuk yang dihasilkan. Di
pabrik PT. Guardian Pharmatama terdiri dari 10 departemen yaitu Quality
Assurance, Quality Control Bahan Awal & IPC, Quality Control Bahan Kemas,
Research and Development Analisa dan Registrasi, Research and Development
Formulasi, Production Planning and Inventory Control (PPIC), Production,
Warehouse, Information System dan Enginering.
PT. Guardian Pharmatama telah menerapkan pelatihan mengenai CPOB
untuk karyawan di setiap bagian sehingga karyawan mempunyai job description
yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Kecakapan setiap karyawan selalu
dimonitor oleh masing-masing manajer pada tiap departemen terkait sehingga
kesalahan yang dilakukan oleh karyawan dapat ditelusuri dan dapat segera diatasi.

4.3 Bangunan dan Fasilitas


Bangunan PT. Guardian Pharmatama memiliki desain, konstruksi, serta
letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan
pemeliharaan. Tata letak dan desain dibuat sedemikian rupa sehingga
memperkecil resiko terjadinya kekeliruan maupun pencemaran silang. Letak
bangunan dibuat sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan
sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan
industri lain yang berdekatan.
Bangunan ruang produksi dibuat per unit berkesinambungan dan
dipisahkan dengan sekat dari kaca bening dan tertutup, sehingga menghindari
kontaminasi silang. Lantai, dinding dan langit-langit di seluruh ruangan bagian
dalam produksi dilapisi dengan epoxy dibuat dengan permukaan yang rata, halus,
dan kedap air, tidak terdapat celah atau sambungan, langit-langit kokoh, sisi sudut
setiap ruangan melengkung (coving) sehingga debu tidak mudah menempel dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


80

mudah untuk dibersihkan. PT. Guardian Pharmatama hanya memiliki dua


ruang produksi, yaitu ruang kelas E (Grey Area) dan ruang kelas F (Black Area)
sehingga PT. Guardian Pharmatama hanya dapat memproduksi sediaan non steril.
Sedangkan sediaan steril dan antibiotika β-laktam diproduksi dengan cara bekerja
sama dengan perusahaan lain (Toll Manufacturing).

4.4 Peralatan
Peralatan di PT. Guardian Pharmatama telah didesain dan dikonstruksikan
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Ukuran yang memadai serta ditempatkan
dan dikualifikasi dengan tepat sehingga mutu obat terjamin seragam dari batch ke
batch. Peralatan telah dikualifikasi, baik kualifikasi instalasi, kualifikasi
operasional, kualifikasi kinerja serta dikalibrasi. Validasi dan kalibrasi peralatan
dilakukan untuk menjamin keseragaman produk yang dihasilkan. Validasi
dilakukan hanya satu kali, jika perlu dilakukan revalidasi, sedangkan kalibrasi
dilakukan secara berkala sesuai jadwal/ terprogram.
Peralatan yang digunakan PT. Guardian Pharmatama telah memenuhi
persyaratan CPOB yaitu terbuat dari stainless steel, kaca atau bahan inert untuk
mencegah terjadinya reaksi kimia. Peralatan produksi ditempatkan dalam ruang
produksi yang sesuai dan dalam satu ruangan hanya digunakan untuk
pengolahan satu macam produksi pada satu waktu, sehingga resiko tercampur
antara komponen obat ataupun terjadi kontaminasi silang dapat dihindarkan.
Setiap peralatan mempunyai prosedur tetap pengoperasian, pembersihan dan
kalibrasi sebagai pedoman untuk menghasilkan produk obat yang terjamin dari
batch ke batch.

4.5 Sanitasi dan Higiene


Obat digunakan untuk memberantas penyakit dan menjaga kesehatan
tubuh. Oleh sebab itu, obat itu sendiri harus bebas dari segala pencemaran.
Sumber pencemaran dapat dibagi menjadi 2, yaitu partikulat dan mikroba. Untuk
menjaga higienitas tersebut maka setiap orang yang memasuki daerah produksi
dan laboratorium harus harus menaati peraturan sanitasi, termasuk tamu, teknisi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


81

untuk perbaikan dan perwatan, staf manajemen, pemerintah dan inspektor mutu,
tenaga lepas, dan personalia instruktur.
PT. Guardian Pharmatama telah memberikan pelatihan untuk sanitasi
dan higiene dari karyawan. Sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan
atau ruangan, dan peralatan. Pada personalia, higiene diterapkan pada semua
karyawan yang bekerja dalam pabrik, mulai dari adanya pemeriksaan kesehatan
sebelum dan sesudah diterima bekerja sebagai karyawan pabrik secara berkala
(karyawan yang memiliki tugas yang berhubungan dengan visual atau
penglihatan dilakukan tes buta warna, karyawan yang memiliki penyakit infeksi
pernafasan, penyakit kulit atau luka tidak boleh menangani bahan baku, bahan
pengemas dan proses pembuatan obat sampai penyakit atau lukanya sembuh).
Setiap karyawan di bagian produksi pada saat memasuki ruang produksi
harus mencuci tangan dengan desinfektan dan menggunakan pakaian khusus yang
bersih dilengkapi dengan penutup rambut dan sepatu khusus. Untuk tamu
disediakan juga pakaian khusus, kain penutup rambut, dan sepatu khusus.
Karyawan yang akan melakukan proses pengolahan produk harus menggunakan
sarung tangan untuk menghindari kontak langsung antara tangan dengan bahan
baku maupun produk yang dihasilkan. Bagi setiap karyawan baru dilakukan
pemeriksaan kesehatan, sedangkan bagi karyawan lama pemeriksaan kesehatan
dilakukan satu tahun sekali.
Sanitasi untuk bangunan atau ruangan misalnya pada ruangan produksi
dilakukan setiap kali proses produksi berlangsung yang meliputi kebersihan
ruang dan peralatan setiap kali selesai digunakan. Setiap akan memulai proses
produksi maka peralatan dan ruangan harus dilengkapi dengan label bersih dari
departemen QC. Sanitasi ruangan produksi dilakukan setiap hari sesuai dengan
prosedur tetap sanitasi.
Guna menjamin kebersihan ruangan produksi disediakan ruang penyangga
yang berfungsi sebagi pembatas antara grey area dan black area. Alur barang
yang akan masuk ke ruang produksi harus melalui ruang penyangga yang terpisah
dengan ruang penyangga personel. Sistem pest control juga dilakukan dalam
rangka pemeliharaan bangunan untuk menghindari bersarangnya binatang kecil,
tikus, lalat, semut, cicak, atau binatang lainnya dalam bangunan pabrik.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


82

4.6 Produksi
Departemen produksi di PT. Guardian Pharmatama melaksanakan
produksi sesuai dengan jadwal produksi yang dibuat oleh PPIC berdasarkan
forecast bagian marketing dan stok produk jadi yang tersedia. Produk obat yang
dihasilkan oleh PT. Guardian Pharmatama antara lain seperti sediaan tablet, tablet
salut selaput, kaplet, kapsul, krim, sirup, suspensi, balsem dan shampo; serta
sediaan injeksi, produk beta-laktam dan sefalosporin dikerjakan di tempat toller.
Pelaksanaan produksi di PT. Guardian Pharmatama ini mengikuti prosedur
yang tercantum dalam manufacturing direction dan packaging direction yang
memuat semua catatan yang berhubungan dengan produksi seperti penimbangan,
prosedur pengolahan sampai dengan pengemasan. Proses produksi dilakukan
dalam ruang dan kondisi yang telah sesuai dengan persyaratan CPOB dan sistem
serta peralatan yang senantiasa divalidasi. Saat produksi skala pabrik pertama
kali untuk satu produk, departemen R&D, QC dan produksi bekerja sama untuk
menentukan parameter-parameter yang dapat mengoptimalkan pembuatan produk
tersebut.

4.7 Pemastian Mutu


Sistem pemastian mutu yang diterapkan PT. Guardian Pharmatama sudah
mencakup seluruh aspek yang disyaratkan dalam CPOB untuk memastikan tiap
produk yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan
tujuan penggunaanya. Wewenang Departemen QA antara lain meluluskan obat
jadi untuk didistribusikan ke pasaran bila produk tersebut telah sesuai dengan
spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya. Sebelum
produk diluluskan untuk didistribusikan maka QA akan melakukan evaluasi
terhadap batch file meliputi penimbangan bahan baku, proses pengolahan, proses
pengemasan dan hasil pengujian QC. Bila hasil evaluasi memenuhi syarat maka
produk dapat diluluskan untuk selanjutnya didistribusikan.
Tugas dan tanggung jawab QA lainnya yaitu melakukan Cleaning
Validation (Validasi Pembersihan) yaitu suatu kegiatan pembuktian yang
terdokumentasi dengan tujuan untuk memastikan bahwa jumlah kontaminan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


83

ataupun residu zat aktif, mikrobiologi dan sisa deterjen telah memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan.
Validasi proses dilakukan terhadap parameter-parameter uji yang
dilakukan selama proses berlangsung hingga menghasilkan produk jadi. Sebelum
melaksanakan validasi proses, perlu dipastikan bahwa seluruh fasilitas, peralatan
dan sistem penunjang berada dalam pengawasan dan terkualifikasi, kemudian
validasi dilaksanakan selama produksi rutin dan validasi proses terhadap produk
yang sudah beredar di pasaran. Validasi ulang diperlukan apabila terdapat
perubahan yang bersifat kritis (penggantian alat atau mesin, reformulasi, dll).
Stabilitas on going dilakukan untuk membuktikan apakah obat tetap stabil
sampai masa expired date habis. Stabilitas ini dilakukan sebagai monitoring untuk
produk existing maupun produk pengolahan ulang (rework) yang beredar di
pasaran. Sampel disimpan dalam climatic chamber suhu 30 ± 2°C, RH 75 ± 5 %.
Pengujian dilakukan setiap 1 tahun untuk produk existing (diambil 1 batch per
tahun) sampai dengan ED+1 tahun dan 6 bulan sekali untuk rework.

4.8 Pengawasan Mutu


Bagian pengawasan mutu di PT. Guardian Pharmatama terdiri dari bagian
pengawasan mutu bahan awal dan IPC. Bagian pengawasan mutu bahan awal
telah melaksanakan tugasnya dengan baik dengan melakukan pengujian terhadap
bahan awal sesuai spesifikasi bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat
jadi. Saat proses produksi berlangsung, dilakukan in Process Control (IPC) pada
setiap tahapan proses produksi. Kemudian setelah proses produksi selesai,
dilakukan pengujian terhadap obat jadi.
Bagian pengawasan mutu memiliki wewenang antara lain untuk
meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan yang sesuai dengan
spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya atau bila
tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan.
Bagian pengawasan mutu juga berwenang dalam melakukan pengambilan contoh
atau sampel barang yang akan diuji. Personil yang bertugas dalam pengambilan
sampel telah memperoleh pelatihan awal dan berkelanjutan secara teratur tentang
cara pengambilan sampel yang benar.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


84

PT. Guardian Pharmatama menggunakan metode analisis yang dianjurkan


dalam FI, USP, BP, JP, dan EP serta disesuaikan dengan fasilitas analisa yang ada
dalam laboratorium dalam hal pengendalian mutu bahan baku, bahan pengemas
dan produk yang dihasilkan. Metode analisis tersebut sebelumnya telah divalidasi
atau diverifikasi oleh bagian Analytical Research and Development. Setiap
perubahan atau modifikasi pada metode tersebut harus divalidasi kembali. Alat-
alat analisa dikalibrasi secara berkala sesuai dengan prosedur yang telah baku. Hal
yang diharapkan dari pelaksanakan tersebut adalah bahwa setiap metode dan alat
analisa memberikan hasil yang sensitif, teliti dan akurat sehingga dapat
memberikan data yang sesungguhnya. Maka mutu bahan baku, bahan kemas, dan
produk yang dihasilkan selalu dapat dikontrol sesuai spesifikasi yang ditentukan.
Secara aspek bangunan, laboratorium pengawasan mutu PT. Guardian
Pharmatama telah memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB). Ruangan laboratorium untuk pengujian dibuat terpisah dari ruangan
produksi dan telah dilengkapi peralatan yang memadai untuk menunjang
pemeriksaan secara fisika, kimia dan mikrobiologi terhadap produk yang diuji.
Secara aspek personil, tiap karyawan berkewajiban untuk memakai pakaian
pelindung yaitu jas laboratorium dan alat pengaman seperti masker dan sarung
tangan yang sesuai dengan keperluan tugasnya .

4.9 Inspeksi Diri dan Audit Mutu


PT. Guardian Pharmatama telah melaksanakan inspeksi diri dan audit
mutu sesuai ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). PT. Guardian
Pharmatama memiliki program inspeksi untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan kegiatan perusahaan dan untuk menetapkan tindakan perbaikan.
Kegiatan inspeksi diri ini dirancang dan dilaksanakan dengan melibatkan
semua pihak yang terkait baik proses produksi, maupun fasilitas dan
infrastrukturnya. Inspeksi diri mencakup aspek manusia, perangkat keras
(hardware) dan perangkat lunak (Software) serta mencakup sistem
manajemennya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


85

4.10 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk


dan Produk Kembalian
Untuk penanganan keluhan produk biasanya keluhan terhadap produk
berasal dari dokter, apotek maupun pasien. Keluhan tersebut bisa terhadap
kualitas produk, efek yang merugikan ataupun efek terapeutik dari produk
tersebut. Keluhan produk tersebut diterima oleh marketing yang kemudian
disampaikan kepada departemen QA, kemudian dengan bantuan R&D akan
menganalisa produk yang dikeluhkan. Setelah itu, QA akan memberikan surat
jawaban ke marketing yang berisi alasan dan tindak lanjut terhadap keluhan
tersebut.
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau
beberapa batch atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.
Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak
memenuhi syarat kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang
tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh obat
jadi tertentu dapat merupakan tindak lanjut penghentian pembuatan satu jenis obat
jadi yang bersangkutan.
PT. Guardian Pharmatama membagi produk kembalian menjadi dua jenis
yaitu obat kadaluwarsa dan obat yang cacat atau rusak. Produk kembalian
diterima PT. Guardian Pharmatama melalui distributor-distributornya. Pabrik
akan menerima melalui gudang obat jadi. Obat yang diterima akan diperiksa
kelengkapannya, kemudian bagian pengawasan mutu akan melakukan
pemeriksaan sesuai prosedur yang berlaku. Barang yang diterima diperiksa
jumlahnya, nomor bets dan dibandingkan dengan retained sample (contoh
pertinggal).
Jika obat tersebut sudah kadaluwarsa maka akan dimusnahkan, sedangkan
jika dikembalikan ke PT. Guardian Pharmatama tiga bulan sebelum tanggal
kadaluwarsanya, maka produk akan diganti dengan yang baru. Obat kembalian
yang masih memenuhi spesifikasi dapat dimanfaatkan atau dikembalikan sebagai
stok. Jika yang rusak hanya kemasannya saja, maka akan dilakukan proses
pengemasan ulang. Prosedur pemusnahan harus dapat mencegah terjadinya

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


86

pencemaran lingkungan dan kemungkinan dimanfaatkan oleh orang yang tidak


bertanggung jawab.

4.11 Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian penting dari sistem
informasi untuk menunjukkan bahwa seluruh prosedur, metode, spesifikasi,
instruksi, perencanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan obat telah dilaksanakan dengan baik. Sistem dokumentasi
menggambarkan riwayat lengkap dan terperinci dari setiap batch sehingga
memungkinkan untuk penyelidikan serta penelusuran terhadap batch
yang bersangkutan.
Setiap proses dan kegiatan yang dilakukan di PT. Guardian Pharmatama
memiliki prosedur yang tetap (Standard Operating Procedure) yang harus
dilaksanakan dengan baik dan benar oleh setiap karyawan. Seluruh tahap dalam
rangkaian produksi baik manufacturing document maupun laboratorium
document dikumpulkan dalam batch file yang disimpan oleh depatemen QA.
Batch file merupakan dokumen yang berisikan semua hal yang berhubungan
dengan proses produksi, mulai dari bahan baku dan bahan kemas, penimbangan,
proses produksi dan hasil laboratorium serta semua pihak yang melaksanakan
proses tersebut dan hal-hal yang menyimpang. Seluruh kegiatan kalibrasi alat dan
validasi yang dilakukan selalu didokumentasikan. Penanganan semua dokumen
tersebut dilakukan oleh departemen QA.

4.12 Instalasi Pengolahan Air Limbah


Proses pengolahan limbah yang dilakukan di PT. Guardian Pharmatama
hanya untuk limbah domestik (yang berasal dari dapur, kantor, toilet) dan
limbah produksi (yang berasal dari pencucian alat), sedangkan untuk limbah
padat misalnya sisa granul dari proses produksi, barang kembalian dari
distributor dimusnahkan oleh pihak ketiga. Pada proses pengolahan limbah
laboratorium, limbah reagen atau pelarut dikumpulkan, kemudian disimpan di
dalam gudang penyimpanan limbah dan kemudian dibuat permintaan ke
purchasing untuk dipanggilkan pihak ketiga untuk memusnahkannya.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


87

Pengolahan limbah di PT. Guardian Pharmatama memiliki beberapa


kelemahan, antara lain pada proses filtrasi tidak menggunakan karbon aktif,
sehingga akibatnya limbah outlet hasil pengolahan masih berbau dan sedikit
berwarna. Kelemahan lainnya, yaitu pada bak indikator tidak digunakan indikator
yang dipersyaratkan yaitu ikan mas. Selain itu, pada proses akhir pengolahan
limbah, tidak dilakukan proses klorinasi, dimana pada proses ini berfungsi untuk
membunuh bakteri yang patogen yang mungkin ada pada limbah, sehingga
dikhawatirkan hasil pengolahan limbah yang dibuang masih dapat menyebabkan
dampak yang berbahaya bagi lingkungan. Namun, dari hasil pemeriksaan QC,
kadar Chemical Oxygen Demand (COD), Biologycal Oxygen Demand (BOD),
Total Dissolve Solid (TDS), dan parameter lain masih memenuhi persyaratan.

4.13 Kualifikasi dan Validasi


PT. Guardian Pharmatama telah menerapkan CPOB dalam setiap
kegiatannya, salah satunya yaitu melaksanakan validasi. Validasi merupakan
suatu tindakan pembuktian yang sesuai dengan prinsip-prinsip CPOB bahwa
prosedur, proses, peralatan, bahan-bahan, aktivitas, atau sistem berfungsi dengan
yang telah dipersyaratkan. Validasi ini digunakan sebagai bukti pengendalian
terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Selain itu, validasi juga
bertujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan mempunyai kualitas
yang konsisten. Oleh karena itu, diperlukan serangkaian kegiatan untuk
melakukan validasi terhadap prosedur tersebut sehingga proses produksi dapat
menghasilkan produk yang berkualitas secara terus menerus dan reproducible.
Setiap enam bulan bagian tim validasi menyusun rencana validasi induk
(RIV). Rencana Induk validasi ini mencakup informasi tentang fasilitas, peralatan
atau proses yang akan divalidasi, format dokumen berupa format protokol,
laporan validasi dan jadwal perencanaan pelaksanaan validasi, acuan dokumen
yang digunakan dan struktur organisasi yang melaksanakan kegiatan validasi
tersebut.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


88

Selain melakukan validasi proses, PT. Guardian Pharmatama juga


melakukan validasi pembersihan dan validasi metoda analisa. Validasi metoda
analisa dilakukan oleh bagian R&D analisa. Selain validasi, PT. Guardian
Pharmatama juga melakukan kualifikasi alat. Kualifikasi alat di PT. Guardian
Pharmatama dilakukan oleh masing-masing departemen. Kualifikasi yang
dilakukan diantaranya adalah kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan
kualifikasi kinerja. Kualifikasi tersebut memastikan bahwa alat yang dipasang
dapat dioperasikan dengan baik serta telah mencapai kinerja yang diinginkan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 PT. Guardian Pharmatama telah menerapkan aspek-aspek CPOB dalam
rangka menghasilkan produk yang berkualitas, meliputi aspek manajemen
mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene,
produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan
keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk
kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,
kualifikasi dan validasi. Semua proses dan prosedur telah dilaksanakan
berdasarkan konsep Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Aspek-
aspek CPOB telah diimplementasikan serta terdokumentasi dengan
baik dan teratur.
5.1.2 Profesi Apoteker memiliki peranan yang penting dalam suatu industri
farmasi yaitu menduduki posisi kunci sebagai tenaga profesional farmasi
khususnya dalam bidang produksi, pengawasan mutu serta pemastian
mutu. Hal ini bertujuan untuk menjamin kualitas produk obat yang
dihasilkan.

5.2 Saran
5.2.1 PT. Guardian Pharmatama sebaiknya memperbaiki sistem pengolahan
limbah.
5.2.2 PT. Guardian Pharmatama diharapkan dapat mempertahankan dan
meningkatkan pelaksanaan CPOB untuk masa yang akan datang.

89 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


DAFTAR ACUAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: BPOM RI.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2009). Petunjuk
Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: BPOM
RI.
Daris, A. (2008). Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Kefarmasian.
Jakarta: ISFI.

90 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


91

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Guardian Pharmatama

Plant Manager

Warehouse R&D R&D Production QA PPIC Ass. QC Manager


Manager Formulasi Analisis- Manager Manager Manager Engineering
Registrasi Manager

91
Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013
92

Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen QA

Plant Manager

QA Manager

Admin QA

Ass. QA Ass. GMP Ass. Manager Validasi


Manager Compliance dan Stabilitas

Spv. Trend Spv. Sistem Spv.


Spv. GMP
Evaluator Manajemen Validasi
Compliance
Mutu Proses

Inspector QA
Batch file Analis Analis
Documentation Validasi Validasi
Controller Adm. Trend Inspector
Controller pembersihan Proses
GMP
Evaluator

92
dan stabilitas
Compliance

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


93

Lampiran 3. Struktur Organisasi Departemen QC Bahan Awal dan IPC

Plant Manajer

Man QC Bahan awal dan IPC

Adm

Helper

Ass. Man QC Bahan Awal Ass. Man IPC

Spv QC Bahan Awal Spv Pengolahan Spv QC Analisa Spv QC Spv Protap
Mikrobiologi

Analis Analis Analis Analis Leader protap

93
Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013
94

Lampiran 4. Struktur Organisasi Departemen QC Bahan Kemas

Man. QC Bahan Kemas

Spv Finishing Good Ass. Man QC Bahan Kemas

Spv Bahan Kemas Spv Bahan Baku Leader

Staf Staf Staf

Helper Helper Helper Helper

94
Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013
95

Lampiran 5. Struktur Organisasi Research & Development Formulasi

Plant Manager

R&D Manajer Formulasi Formulator


Manager

Asst. Manager
Produk Baru
SPV Produk Exiting

Spv. Packaging
Spv. Formulasi Spv. Formulasi Development
Produk Baru Produk Baru

Analis
Analis Analis

Administrator

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


96

Lampiran 6. Struktur Organisasi Research & Development Analisis


Registrasi

Plant Manager

R&D Manager Analisa &


Registrasi

Asst. Manager Asst. Manager


Analisa Registrasi

Spv. Analisa Spv. Analisa Spv. Registrasi


(Bahan Baku) (Produk Jadi)

Analis Analis

Helper Administrator Administrator

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


97

Lampiran 7. Struktur Organisasi Departemen Engineering

Plant Manager

Asisten Manajer
Engineering

Supervisor

Mechanic Utility Electrician

Helper

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


98

Lampiran 8. Struktur Organisasi PPIC (Production Planning and Inventory


Control)

Plant Manager

PPIC Manager

Ass. Manager PPIC Ass. Manager PPIC


II I

Spv. Inventory Spv. Inventory


Control I Control II

Administrasi PPIC

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


99

Lampiran 9. Struktur Organisasi Warehouse (WH)

Plant Manager

Warehouse
Manager

Warehouse
Asisstant Manager

Produk Jadi Bahan Kemas Bahan Baku


Warehouse Spv. Warehouse Spv. Warehouse Spv.

Produk Jadi Bahan Kemas Bahan Baku Penimbangan


Staf Staf Staf Staf

Produk Jadi Bahan Kemas Bahan Baku


Helper Helper Helper

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


100

Lampiran 10. Departemen Produksi

100
Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013
101

Lampiran 11. Alur Keluar Masuk Bahan Baku

101
Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013
102

Lampiran 12. Alur Keluar Masuk Bahan Pengemas

102
Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013
103

Lampiran 13. Alur Proses PPIC

Marketing Forecast

PPIC Rencana produksi


6 bulanan

Laporan
requirement
material

Purchasing Permintaan
Pembelian (PP)

Supplier Surat Pesanan (SP)

Warehouse Surat jalan

Bukti Penerimaan
Barang (BPB)
QC

Release Reject

Formula
PPIC
Pengolahan Batch
(FPB)
Produksi
Work In Process
(WIP)

Formula
PPIC
Pengemasan Batch
(FKB)

QA Product Delivery
Note (PDN)

Warehouse Release Reject

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


104

Lampiran 5. Alur Proses Produksi Sediaan Solid


Lampiran 14. Alur Proses Produksi Sediaan Solid

Penimbangan

Pencampuran

Penambahan Slugging Cetak Langsung


pengikat
(mixing awal)
Penghancuran

Massa granul
Pengayakan

Pengeringan
Penambahan fase
luar (lubrikasi)
Granulating/
Pengayakan

Pencetakan tablet
Penambahan fase
luar (mixing akhir)
Coating

Pengemasan primer

Codding

Pengemasan
sekunder

Pengemasan
tersier

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


105

Lampiran 15. Alur Proses Produksi Sediaan Sirup

Penimbangan

Pencampuran
(Mixing)

Filtrasi

Filling botol &


crapping

Labelling

Pengemasan
Sekunder

Pengemasan
Tersier

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


106

Lampiran 7. Alur Proses Produksi Sediaan Suspensi

Lampiran 16. Alur Proses Produksi Sediaan Suspensi

Penimbangan

Pelarutan gula Bahan Aktif Pelarutan


Suspending Agent

Penyaringan Pencampuran

Penghalusan

Pencampuran
akhir

Filling &
Capping

Labelling

Pengemasan
Sekunder

Pengemasan
Tersier

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


107

Lampiran 8. Alur Proses Produksi Sediaan Krim


Lampiran 17. Alur Proses Produksi Sediaan Krim

Penimbangan

Fase air Fase minyak

Pencampuran bahan Peleburan dan pencampuran


yang larut dalam air fase minyak

Pembuatan
basis cream

Pendinginan

Pencampuran
bahan aktif

Pengisian dalam tube (tube filling)


dan embossing tube

Pengemasan
sekunder

Pengemasan
tersier

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


108
Lampiran 9. Alur Proses Produksi Sediaan Salep

Lampiran 18. Alur Proses Produksi Sediaan Salep

Penimbangan

Fase Air Fase Minyak

Pencampuran Peleburan dan Pencampuran


bahan yang pncampuran bahan aktif dalam
larut dalam air fase minyak mineral oil

Pembuatan
basis salep

Pencampuran
dan
homogenisasi

Pendinginan

Pengisian dalam tube (tube


filling) dan embossing tube

Pengemasan
Sekunder

Pengemasan
Tersier

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


109
Lampiran 10. Alur Dokumentasi Manufacturing Direction

Lampiran 19. Alur Dokumentasi Manufacturing Direction

PPIC

Penetapan jadwal produksi

SIV
Pembuatan FPB

Proses Produksi
QC : dengan
Manufacturing
-Catatan pemeriksaan In
Direction
Proses
-Control Hasil Pemeriksaan
Obat Jadi

SIV & SRV


Pembuatan FPB Gudang

Proses
Pengemasan

PDN
Produk Jadi

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


110

Lampiran 20. Alur Penanganan Produk Jadi yang Sudah Dikemas

Produk Jadi dikemas dan ditimbang

Ruang Karantina

Tempel label karantina pada shipper paling bawah. Isi label


karantina sesuai informasi yang dibutuhkan

Tempatkan dalam palet, hindarkan dari mix up.


Beri jarak produk dengan dinding

Serahkan nota PDN & batch file yang


dilampiri print out penimbangan produk jadi

Lakukan pemantauan suhu dan RH ruang karantina

Tempelkan label release dari QA atau jika reject,


tempel label reject dan tempatkan di area terpisah

Serahkan produk jadi yang sudah di-release ke gudang


produk jadi disertai nota PDN untuk ditandatangani
manajer gudang sebagai bukti serah terima

Lampirkan nota PDN yang sudah


ditandatangani ke dalam batch file

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI LITERATUR SEDIAAN INFUS

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ZULFA EDAWATI, S.Farm


1106153605

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
DESEMBER 2012

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Tujuan...................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3


2.1 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)................................. 3
2.1.1 Kelas Kebersihan Pada Pembuatan Produk Steril ............ 3
2.1.2 Personil........................................................................... 6
2.1.3 Bangunan dan Fasilitas.................................................... 7
2.1.4 Peralatan ......................................................................... 8
2.1.5 Pengawasan Mutu ........................................................... 9
2.2 Infus ………..... ....................................................................... 10
2.2.1 Definisi Infus .................................................................. 10
2.2.2 Persyaratan Infus Intravena ............................................. 10
2.2.3 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Infus......................... 11
2.2.4 Penggunaan Sediaan Infus............................................... 11
2.2.5 Komponen Dalam Infus .................................................. 12
2.2.6 Metode Pembuatan Infus................................................. 13
2.2.7 Cara–Cara Sterilisasi....................................................... 14
2.3 Evaluasi Sediaan Infus ............................................................. 15
2.3.1 Evaluasi Fisika................................................................ 15
2.3.2 Evaluasi Kimia................................................................ 19
2.3.2 Evaluasi Biologi.............................................................. 19
2.4 Pengemasan…. ........................................................................ 21
2.5 Penandaan….. .......................................................................... 21

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN................................................... 23


3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian .................................................. 23
3.2 Metode Penelitian .................................................................... 23

BAB 4. PEMBAHASAN… ........................................................................ 24

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 27


5.1 Kesimpulan…. ......................................................................... 27
5.2 Saran………… ........................................................................ 27

DAFTAR ACUAN………........................................................................... 28

ii

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Jumlah partikulat di udara untuk kelas kebersihan……………... 4
Tabel 2.2. Batas mikroba yang disarankan untuk pemantauan area bersih
selama kegiatan berlangsung……………………………………. 6

iii

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyambuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Industri
farmasi merupakan badan usaha yang mendapatkan izin dari Menteri Kesehatan
untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat (Permenkes RI No
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang industri farmasi).
Industri farmasi harus menjamin obat yang diproduksi tidak hanya
berkhasiat (efficacy), namun juga terus terjaga kualitas dan keamanannya. Guna
tercapainya tujuan tersebut industri farmasi harus menerapkan suatu pedoman
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya yang disebut Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB). Prinsip dari CPOB adalah menjamin obat dibuat secara konsisten,
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Sediaan injeksi volume besar atau Infus menurut Farmakope Indonesia
Edisi IV adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah
bertanda volume lebih dari 100ml. Sediaan infus digunakan untuk keadaan antara
lain obat tidak dapat diabsorpsi secara oral, terjadinya absorpsi yang tidak teratur
setelah penyuntikan secara intramuscular, obat menjadi tidak aktif dalam saluran
pencernaan, perlunya respon yang cepat, pasien tidak dapat mentoleransi obat atau
cairan secara oral, rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak
praktis, obat harus terencerkan secara baik atau diperlukannya cairan pembawa,
obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus secara terus
menerus, diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, atau obat
hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena (Lund, 1994).
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan
melalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus.

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


2

Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta
sebagai tindakan pengobatan dan pemberian nutrisi parenteral. Sesuatu yang
masuk ke dalam tubuh, memiliki kandungan atau komposisi yang harus sesuai
tubuh manusia. Pemberian ini tidak boleh salah, karena bisa berakibat fatal.
Persyaratan infus intravena yaitu sediaan steril berupa larutan, bebas
pirogen, sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, tidak mengandung
bakterisida, harus jernih dan praktis bebas partikel, volume netto/volume terukur
tidak kurang dari nilai nominal, dan memenuhi syarat injeksi (DepKes RI, 1979).
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, dalam pembuatan sediaan infus, industri
farmasi harus menerapkan CPOB pembuatan produk steril. Prinsip pembuatan
produk steril yang tercantum dalam CPOB yaitu produk steril hendaklah dibuat
dengan persyaratan khusus dengan tujuan memperkecil risiko pencemaran
mikroba, partikulat dan pirogen yang sangat tergantung dari ketrampilan,
pelatihan dan sikap dari personil yang terlibat.
Melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan
di Sub Unit Pengembangan Formulasi, Unit Penelitian dan Pengembangan PT.
Guardian Pharmatama pada periode 12 Juli – 31 Agustus 2012, penulis diberi
tugas khusus yaitu melakukan studi literatur mengenai sediaan infus.

1.2 Tujuan
Pemberian tugas khusus kepada peserta Praktek Kerja Profesi
Apoteker bertujuan untuk :
1.2.1 Memahami hal-hal yang berkaitan dengan CPOB pada produk steril di
industri farmasi.
1.2.2 Menambah pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sediaan
infus.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


BAB 2
TINJAUAN KHUSUS

2.1 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2006)
CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur
atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk
menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good
Manufacturing Practices” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi
sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Prinsip pembuatan produk steril yang tercantum dalam CPOB yaitu
Produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan
memperkecil risiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat
tergantung dari ketrampilan, pelatihan dan sikap dari personil yang terlibat.
Pemastian Mutu sangatlah penting dan cara pembuatan ini harus sepenuhnya
mengikuti secara ketat metode pembuatan dan prosedur yang ditetapkan dengan
seksama dan tervalidasi. Pelaksanaan proses akhir atau pengujian produk jadi
tidak dapat dijadikan sebagai satu- satunya andalan untuk menjamin sterilitas
atau aspek mutu lain.

2.1.1 Kelas Kebersihan Pada Pembuatan Produk Steril


Pada pembuatan produk steril dibedakan 4 kelas kebersihan yaitu:
a. Kelas A : Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya zona
pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara
aseptik. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara
laminar (laminar air flow) di tempat kerja.Sistem udara laminar hendaklah
mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 – 0,54 m/detik
(nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar
yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Aliran udara searah
berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator tertutup dan kotak
bersarung tangan.
b. Kelas B: Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah
3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


4

lingkungan latar belakang untuk zona kelas A.


c. Kelas C dan D: Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril
dengan tingkat risiko lebih rendah.

Tabel 2.1. Jumlah partikulat di udara untuk kelas kebersihan


Kelas Non-operasional Operasional
3
Jumlah maksimum partilkel /m yang diperbolehkan untuk
kelas setara atau lebih tinggi dari

0,5µm 5µm 0,5µm 5µm

A 3.500 1 3.500 1

B 3.500 1 350.000 2.000

C 350.000 2.000 3.500.000 20.000

D 3.500.000 20.000 Tidak Tidak


ditetapkan ditetapkan

Pengukuran partikel berdasarkan penggunaan alat penghitung partikel


udara “diskret” untuk mengukur konsentrasi partikel sama atau lebih tinggi dari
ambang batas yang ditetapkan. Sistem pengukuran secara terus menerus
hendaklah digunakan untuk memantau konsentrasi partikel di zona kelas A, dan
disarankan juga untuk lingkungan kelas B. Untuk pengukuran rutin volume
sampel total yang diambil tidak kurang dari 1 m3 untuk kelas A dan B dan
dianjurkan juga untuk kelas C. Jumlah partikulat seperti yang tercantum pada
tabel di atas untuk keadaan “non-operasional”, setelah kegiatan selesai dan
tanpa personil, hendaklah dicapai segera setelah “pembersihan” yang berkisar
antara 15 – 20 menit (angka acuan). Jumlah partikulat untuk kelas A “kondisi
operasional” seperti yang tercantum pada tabel di atas hendaklah selalu
dipertahankan tiap kali produk atau wadah terbuka terpapar ke lingkungan
sekelilingnya. Ada kemungkinan jumlah partikulat tidak memenuhi standar pada
titik pengisian ketika proses pengisian berlangsung, hal ini masih dapat diterima

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


5

karena timbulnya partikel atau percikan (droplets) dari produk itu sendiri.
Untuk dapat mencapai kelas kebersihan udara B, C dan D, jumlah
pertukaran udara hendaklah disesuaikan dengan ukuran ruangan, dan peralatan
serta personil yang ada dalam ruangan tersebut. Dipersyaratkan sekurang-
kurangnya mempunyai pertukaran udara 20 kali per jam pada ruang dengan pola
aliran yang baik. Sistem tata udara untuk kelas kebersihan ruangan A, B
hendaklah dilengkapi dengan filter udara akhir yang tepat misalnya HEPA.
Pedoman yang diberikan untuk jumlah partikel maksimum yang diperbolehkan
pada kondisi“non-operasional”dan“operasional” kurang lebih sesuai dengan
kelas kebersihan dalam EN/ISO 14644-1 pada ukuran partikel 0.5µm. Area
tersebut diharapkan sepenuhnya bebas dari partikel yang berukuran lebih besar
dari 5µm. Karena tidak mungkin untuk menunjukkan tidak adanya partikel
dengan pengukuran statistik yang bermakna, maka batas ditetapkan menjadi 1
partikel/m3. Pada saat kualifikasi ruang bersih hendaklah diperlihatkan bahwa
area tersebut dapat selalu memenuhi batas yang telah ditetapkan.
Persyaratan dan batas akan tergantung pada jenis kegiatan yang
dilakukan. Area tersebut hendaklah dipantau selama kegiatan berlangsung
untuk mengendalikan kebersihan partikulat dari berbagai kelas. Di mana
berlangsung kegiatan aseptik, hendaklah sering dilakukan pemantauan misalnya
dengan cawan papar (settle plates), pengambilan sampel udara secara volumetris
(volumetric air), dan pengambilan sampel permukaan (dengan menggunakan
cara apus dan cawan kontak). Pengambilan sampel selama kegiatan berlangsung
hendaklah tidak memengaruhi perlindungan zona. Hasil pemantauan hendaklah
menjadi bahan pertimbangan ketika melakukan pengkajian catatan bets dalam
rangka pelulusan produk jadi. Permukaan tempat kerja dan personil hendaklah
dipantau setelah suatu kegiatan kritis selesai dilakukan. Pemantauan tambahan
secara mikrobiologis juga dibutuhkan di luar kegiatan produksi misalnya setelah
validasi sistem, pembersihan dan sanitasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


6

Tabel 2.2. Batas mikroba yang disarankan untuk pemantauan area bersih selama
kegiatan berlangsung
Batas yang disarankan untuk cemaran mikroba (*)

Cawan papar (dia. Cawan Sarung


Sampel 90 mm) cfu/4 jam kontak (dia. 55 tangan 5 jari
Kelas udara mm) cfu/plate cfu/sarung
(**)
cfu/m3 tangan

A <1 <1 <1 <1

B 10 5 5 5

C 100 50 25 -

D 200 100 50 -

Catatan: (*) Ini adalah nilai rata-rata.


(**) Cawan papar dapat dipaparkan kurang dari 4 jam

Batas waspada (alert limit) dan batas bertindak (action limit) hendaklah
ditetapkan sebagai hasil pemantauan jumlah partikulat dan mikroba. Bila batas
tersebut dilampaui, maka prosedur tetap hendaklah menguraikan tindakan
perbaikan yang harus dilakukan.

2.1.2 Personil
Hanya personil dalam jumlah terbatas yang diperlukan boleh berada di
area bersih, hal ini penting khususnya pada proses aseptik. Inspeksi dan
pengawasan hendaklah dilaksanakan sedapat mungkin dari luar area bersih.
Personil yang bekerja di area bersih dan steril hendaklah dipilih secara
seksama untuk memastikan bahwa mereka dapat diandalkan untuk bekerja
dengan penuh disiplin dan tidak mengidap suatu penyakit atau dalam kondisi
kesehatan yang dapat menimbulkan bahaya pencemaran mikrobiologis terhadap
produk.
Semua personil (termasuk bagian pembersihan dan perawatan) yang akan
bekerjadiarea tersebut hendaklah mendapat pelatihan teratur dalam bidang yang
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


7

berkaitan dengan pembuatan produk steril yang benar, termasuk mengenai


hygiene dan pengetahuan dasar mikrobiologi. Bila personil dari luar yang
tidak pernah menerima pelatihan seperti di atas (misalnya kontraktor bangunan
atau perawatan), yang harus masuk ke dalam area bersih, perhatian khusus
hendaklah diberikan dengan instruksi dan pengawasan.
Staf yang bekerja dengan bahan yang berasal dari jaringan hewan atau
biakan mikroba selain dari yang digunakan dalam proses pembuatan yang
berlaku (The Current Manufacturing Process) hendaklah tidak memasuki area
produk steril kecuali mematuhi prosedur masuk yang ketat dan rinci. Standar
hygiene perorangan dan kebersihan yang tinggi adalah esensial. Personil yang
terlibat dalam pembuatan produk steril hendaklah diinstruksikan untuk
melaporkan semua kondisi kesehatanyang dapat menyebabkan penyebaran
cemaran yang tidak normal jumlah dan jenisnya, pemeriksaan kesehatan secara
berkala perlu dilakukan. Tindakan yang diambil terhadap personil yang dapat
menimbulkan bahaya pencemaran mikrobiologis hendaklah diputuskan oleh
personil kompeten yang ditunjuk.

2.1.3 Bangunan dan Fasilitas


Semua bangunan dan fasilitas hendaklah sedapat mungkin didesain untuk
mencegah masuknya personil yang melakukan pengawasan dan pengendalian bila
tidak diperlukan. Area kelas B hendaklah didesain sehingga semua kegiatan dapat
diamati dari luar. Di area bersih, semua permukaan yang terpapar hendaklah
halus, kedap air dan tidak retak untuk mengurangi pelepasan atau akumulasi
partikel atau mikroba dan untuk memungkinkan penggunaan berulang bahan
pembersih dan bahan disinfektan. Untuk mengurangi akumulasi debu dan
memudahkan pembersihan hendaklah tidak ada bagian yang sukar dibersihkan
dan lis yang menonjol, rak, lemari dan peralatan hendaklah dalam jumlah terbatas.
Pintu hendaklah didesain untuk menghindarkan bagian yang tersembunyi
dan sukar dibersihkan, pintu sorong hendaklah dihindarkan karena alasan tersebut.
Pipa dan saluran serta sarana pendukung lain hendaklah dipasang dengan tepat
sehingga tidak menimbulkan tempat tersembunyi yang sukar dibersihkan. Bak
cuci dan drainase hendaklah dilarang di area kelas C, B dan A. Di area lain,
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


8

penyekat udara hendaklah dipasang di antara mesin atau bak cuci dan drainase.
Saluran pembuangan untuk daerah yang lebih rendah tingkat kebersihannya, jika
dipasang, hendaklah dilengkapi dengan jebakan yang efektif atau penutup air
untuk mencegah aliran balik. Semua saluran air hendaklah terbuka dan mudah
dibersihkan serta dihubungkan dengan drainase luar dengan tepat untuk
mencegah masuknya cemaran mikrobiologis.
Ruang ganti pakaian hendaklah hanya digunakan untuk personil dan tidak
digunakan untuk lalu lintas bahan, wadah dan peralatan. Ruang ganti pakaian
hendaklah didesain seperti ruang penyangga dan digunakan sebagai pembatas
fisik untuk berbagai tahap penggantian pakaian dan memperkecil cemaran
mikroba dan partikulat terhadap pakaiann pelindung. Ruang ganti tersebut
hendaklah dibilas secara efektif dengan udara yang telah tersaring. Tahap terakhir
dari ruang ganti hendaklah pada kondisi ”non-operasional”, mempunyai tingkat
kebersihan yang sama dengan ruang berikutnya. Penggunaan ruang ganti terpisah
untuk memasuki dan meninggalkan daerah bersih kadang-kadang diperlukan.
Suhu dan kelembaban ruangan hendaklah dijaga pada tingkat yang tidak
menyebabkan personil berkeringat secara berlebihan dalam pakaian kerjanya.

2.1.4 Peralatan
Sedapat mungkin peralatan yang digunakan untuk memproses produk
steril hendaklah dipilih supaya dapat disterilisasi secara efektif dengan
menggunakan uap, atau panas kering atau metode lain. Peralatan, fiting dan
sarana lain, sejauh memungkinkan hendaklah dirancang dan dipasang
sedemikian rupa sehingga kegiatan, perawatan dan perbaikan dapat dilaksanakan
dari luar area bersih. Jika proses sterilisasi diperlukan hendaklah dilakukan
setelah perakitan kembali selesai, bila memungkinkan. Bila standar kebersihan
tidak dapat dipertahankan saat dilakukan pekerjaan perawatan yang diperlukan di
dalam ruang bersih, ruang tersebut hendaklah dibersihkan, didisinfeksi dan/atau
disterilkan sebelum proses dimulai kembali. Instalasi pengolahan dan sistem
distribusi air hendaklah didesain, dikonstruksi dan dirawat untuk menjamin agar
air yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang sesuai.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


9

Hendaklah dipertimbangkan agar perawatan sistem air mencakup program


pengujian yang diperlukan. Sistem hendaklah tidak dioperasikan melampaui
kapasitas yang dirancang. Hendaklah dilakukan validasi dan perawatan terencana
terhadap semua peralatan seperti sterilisator, sistem penanganan dan penyaringan
udara, ventilasi udara dan filter gas serta sistem pengolahan, penyimpanan dan
pendistribusian air. Persetujuan untuk penggunaan kembali setelah dilakukan
perawatan harus dicatat.

2.1.5 Pengawasan Mutu


Uji sterilitas yang dilakukan terhadap produk jadi hendaklah dianggap
hanya sebagai bagian akhir dari rangkaian tindakan pengendalian untuk
memastikan sterilitas dari produk. Uji sterilitas ini hendaklah divalidasi untuk
produk yang berkaitan. Sampel yang diambil untuk pengujian sterilitas hendaklah
mewakili keseluruhan bets, tetapi secara khusus hendaklah mencakup sampel
yang diambil dari bagian bets yang dianggap paling berisiko terhadap
kontaminasi, misalnya untuk produk yang diisi secara aseptik, sampel hendaklah
mencakup wadah yang diisi pada awal dan akhir proses pengisian bets serta
setelah intervensi yang signifikan dan untuk produk yang disterilisasi cara panas
dalam wadah akhir, sampel hendaklah diambil dari bagian muatan dengan suhu
terendah.
Kepastian sterilitas dariproduk jadi diperoleh melalui validasi siklus
sterilisasi untuk produk yang disterilisasi akhir, dan melalui “media fill” untuk
produk yang diproses secara aseptik. Catatan pengolahan bets dalam hal proses
aseptik, catatan mutu lingkungan hendaklah diperiksa sejalan dengan hasil uji
sterilitas. Prosedur pengujian sterilitas hendaklah divalidasi untuk produk yang
berkaitan. Metode Farmakope harus digunakan untuk validasi dan kinerja
pengujian sterilitas.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


10

2.2 Infus
2.2.1 Definisi Infus
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III infus adalah sediaan steril berupa
larutan, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak. Larutan untuk
infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel. Menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV dan USP 34 larutan intravena volume besar adalah injeksi
dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih
dari 100 ml.
Menurut BP 2002, Infus merupakan sediaan steril berupa larutan, biasanya
dibuat isotonis dengan darah. Infus dimaksudkan untuk pemberian dalam volume
yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba.
Larutan untuk infus diperiksa secara visible pada kondisi yang sesuai adalah jernih
dan praktis bebas partikel. Menurut Turco, Lachman Parenteral, larutan intravena
volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam
wadah bertanda volume 100 ml atau lebih. Sediaan ini dapat dikemas dalam
wadah yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikosongkan secara cepat
dan dapat mengandung volume lebih dari 1000 ml. Sediaan ini dikemas dalam
unit dosis tunggal, dalam wadah gelas atau plastik yang sesuai, harus steril, bebas
pirogen dan bebas bahan partikulat. Karena diberikan dalam volume besar, maka
tidak ditambahkan bakteriostatik untuk mencegah keracunan yang dapat
dihasilkan dari jumlah total bakteriostatik yang dikandung.

2.2.2 Persyaratan Infus Intravena


Persyaratan Infus Intravena ( DepKes RI, 1979 ), yaitu:
a. Sediaan steril berupa larutan atau emulsi;
b. Bebas pirogen;
c. Sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah;
d. Infus intravena tidak mengandung bakterisida;
e. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel;
f. Volume netto / volume terukur tidak kurang dari nilai nominal;
g. Memenuhi syarat injeksi.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


11

2.2.3 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Infus


Keuntungan pemberian secara intravena yaitu (Ansel, 1989) :
a. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada
keadaan gawat.
b. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan
baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui
oral.
c. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur.
Kerugiaan pemberiaan secara intravena yaitu ( Ansel, 1989) :
a. Terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan jarum pada dinding vena
b. Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.
c. Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.
d. Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya
persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis bebas
partikel).

2.2.4 Penggunaan Sediaan Infus


Rute pemakaian secara intravena diindikasikan untuk keadaan sebagai
berikut (Lund, 1994) :
a. Obat tidak dapat diabsorpsi secara oral;
b. Terjadinya absorpsi yang tidak teratur setelah penyuntikan secara
intramuscular;
c. Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan;
d. Perlunya respon yang cepat;
e. Pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral;
f. Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis;
g. Obat harus terencerkan secara baik atau diperlukannya cairan pembawa;
h. Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus secara
terus menerus;
i. Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit;
j. Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


12

2.2.5 Komponen Dalam Infus


Komponen dalam infus terdiri dari :
a. Zat aktif
b. Zat tambahan
Zat tambahan dalam sediaan infus yaitu:
1. Pengatur Tonisitas
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel
darah merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka
larutan tersebut dikatakan isotonis (ekivalen dengan 0,9% NaCl = 307,7 m
osmol/kg). Larutan perlu isotonis agar dapat mengurangi kerusakan jaringan dan
iritasi, mengurangi hemolisis sel darah, mencegah ketidakseimbangan elektrolit
dan mengurangi sakit pada daerah injeksi (Lachman, 1994).
2. Pengatur pH
pH ideal dari sediaan adalah 7,4 yang sesuai dengan pH darah. Tujuan
pengaturan pH yaitu meningkatkan stabilitas obat, mengurangi rasa nyeri, iritasi,
nekrosis saat penggunaanya, menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan
meningkatkan aktifitas fisiologis obat. Beberapa contoh dapar yaitu Dapar fosfat,
dapar sitrat, asam asetat / garam pH 3,5-5,7; asam sitrat / garam pH 2,5-6; asam
glutamate pH 8,2-10,2. ( Lachman, 1994).
3. Pembawa
Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut
dikarenakan kompatibilitas air dengan jaringan tubuh, dapat digunakan untuk
berbagai rute pemberian, air mempunyai konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih
mudah untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi dan ikatan hidrogen yang
terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari alkohol, aldehid, keton, dan amin
(Lachman, 1994). Syarat air untuk injeksi menurut USP yaitu:
a) Harus dibuat segar dan bebas pirogen
b) Tidak mengandung lebih dari 10 ppm dari total zat padat.
c) pH antara 5-7
d) Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium,
karbondioksida, dan kandungan logam berat serta material organik (tanin,
lignin), dan partikel berada pada batas yang diperbolehkan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


13

2.2.6 Metode Pembuatan Infus


Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan
cara aseptik (BPOM, 2006).
a. Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan
dalam pembuatan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air
dan suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan.
Semua alat setelah semua lubang-lubangnya ditutup dengan kertas perkamen,
disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai.
Penyiapan komponen dan sebagian besar produk yang memungkinkan
untuk disaring dan disterilisasi hendaklah dilakukan di lingkungan minimal kelas
D untuk mengurangi risiko cemaran mikroba dan partikulat. Bila ada risiko
terhadap produk yang di luar kebiasaan yaitu karena cemaran mikroba, misalnya
produk yang secara aktif mendukung pertumbuhan mikroba atau harus
didiamkan selama beberapa saat sebelum sterilisasi atau terpaksa diproses dalam
tangki tidak tertutup, maka penyiapan hendaklah dilakukan di lingkungan kelas C.
Pengisian produk yang akan disterilisasi akhir hendaklah dilakukan di
lingkungan minimal kelas C. Bila ada risiko terhadap produk yang di luar
kebiasaan yaitu karena cemaran dari lingkungan, misalnya karena kegiatan
pengisian berjalan lambat atau wadah berleher lebar atau terpaksa terpapar lebih
dari beberapa detik sebelum ditutup, pengisian hendaklah dilakukan di zona
kelas A dengan latar belakang minimal kelas C.
b. Cara Aseptik
Cara ini terbatas penggunaanya pada sediaan yang mengandung zat aktif
peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja
farmakologinya. Cara aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara
kerja untuk memperoleh suatu sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad
renik dalam sediaan. Penanganan dan pengisian produk yang dibuat secara aseptik
hendaklah dilakukan di lingkungan kelas A dengan latar belakang kelas B.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


14

2.2.7 Cara - Cara Sterilisasi


Cara- cara sterilisasi yaitu ( DepKes RI, 1979; DepKes RI, 1995 ):
a. Sterilisasi uap
Proses sterilisasi ini menggunakan uap jenuh di bawah tekanan yang
berlangsung di suatu bejana di sebut otoklaf. Prinsip dasar kerja alat yaitu udara di
dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan menggunakan
alat pembuka atau penutup khusus (DepKes RI, 1995). Sediaan yang akan
disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian ditutup kedap. Jika
volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, sterilisasi dilakukan dengan uap
air jenuh pada suhu 115oC-116oC selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah
lebih dari 100 ml, waktu sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah
berada pada 115oC-116oC selama 30 menit (DepKes RI, 1979).
b. Sterilisasi panas kering
Proses sterilisasi ini menggunakan panas kering, biasanya dilakukan
dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang didesain khusus untuk tujuan
tersebut (DepKes RI, 1995). Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam
wadah kemudian ditutup kedap, penutupan ini bersifat sementara untuk mencegah
cemaran. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada
suhu 150oC selama 1 jam. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu
1 jam dihitung setelah seluruh isi tiap wadah mencapai suhu 150oC. Wadah yang
tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptik (DepKes RI,
1979).
c. Sterilisasi gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi
termal sering dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap
suhu tinggi pada proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang
umumnya digunakan pada sterilisasi gas adalah etilen oksida. Keburukan dari
bahan ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagen dan kemungkinan
adanya residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang mengandung
ion klorida. Proses sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang
bertekanan yang didesain sama seperti otoklaf tetapi dengan tambahan bagian

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


15

khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. (DepKes
RI, 1995).
d. Sterilisasi dengan radiasi ion
Untuk bahan yang tahan radiasi tinggi, tidak tahan panas dan kekhawatiran
tentang keamanan etilen oksida. Keunggulan sterilisasi radiasi meliputi reaktivitas
kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur dan kenyataan yang membuktikan
bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit. Radiási hanya menimbulkan
sedikit kenaikan suhu, tetapi dapat mpengaruhi kualitas dan jenis plastik atau kaca
tertentu. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari
radioisotop (radiasi γ) dan radiasi berkas elektron (DepKes RI, 1995).
e. Sterilisasi dengan penyaringan
Apabila produk tidak dapat disterilkan dalam wadah akhirnya, larutan
atau cairan dapat difiltrasi ke dalam wadah yang telah disterilkan sebelumnya
melalui filter steril dengan ukuran pori nominal 0,22 mikron (atau lebih kecil),
atau paling tidak melalui filter yang mempunyai kemampuan menahan mikroba.
Filter tertentu dapat menghilangkan bakteri dan kapang, tapi tidak
menghilangkan semua virus atau mikoplasma. Hendaklah dipertimbangkan untuk
melakukan pemanasan pada suhu tertentu sebagai pelengkap proses filtrasi.
Integritas filter yang telah disterilisasi hendaklah diverifikasi sebelum digunakan
dan dikonfirmasikan segera setelah digunakan dengan metode yang sesuai, seperti
uji bubble point, diffusive flow atau pressure hold (DepKes RI, 1995).

2.3 Evaluasi Sediaan Infus


2.3.1 Evaluasi Fisika
a. Penetapan pH (DepKes RI, 1995)
Tujuan dari evaluasi ini yaitu untuk menetapkan pH suatu sediaan larutan
agar sesuai dengan monografi. Cara penentuaan pH dengan menggunakan alat
potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana
mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


16

b. Penetapan volume injeksi dalam wadah (DepKes RI, 1995)


Tujuan dari evaluasi ini yaitu untuk menetapkan volume injeksi yang
dimasukkan dalam wadah agar volume injeksi yang digunakan tepat/ sesuai
dengan yang tertera pada penandaan.
Cara Pengerjaan yaitu pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau
lebih, 3 wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau
5 wadah atau lebih bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah dengan
alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan
diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari
2,5 cm. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan
pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, kedalam
gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang
diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera (garis-
garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang
dituang). Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu
persatu, atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume
wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.
c. Bahan partikulat dalam injeksi (DepKes RI, 1995)
Tujuan dari evaluasi ini yaitu larutan injeksi, termasuk larutan yang
dikonstitusi dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari
partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan secara visual.
Cara Pengerjaan yaitu penyaring membran dan rangkaiannya dengan
menggunakan pinset, angkat penyaring membran berkisi warna kontras dari
wadahnya. Cuci kedua sisi membran dengan aliran air yang telah dimurnikan
dengan penyaringan melalui membran yang sesuai untuk menghilangkan bahan
partikulat berdimensi linier efektif lebih besar dari 5 µm, dengan meletakkan
penyaring pada posisi vertikal, mulai pada bagian atas dari sisi tidak berkisi,
lewatkan aliran air berkali-kali pada permukaan dengan perlahan-lahan dari atas
ke bawah hingga partikel terbawa ke bawah lepas dari penyaring, dan ulangi
proses pencucian pada sisi yang berkisi. Letakkan membran (sisi yang berkisi
menghadap ke atas) diatas dasr penyangga penyaring dasar tanpa menyentuh
penyaring membran. Balikkan unit rangkaian, cuci bagian dalam corong selama
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


17

lebih kurang 10 detik dengan semprotan air yan telah disaring. Biarkan air
mengalir dan letakkan unit pada labu penyaring.
Larutan uji dibuat dengan cara mencampur larutan dengan membalikkan
wadah 20 kali. Bersihkan permukaan luar wadah dengan semprotan air dan angkat
tutup hati-hati agar tidak terjadi pengotoran isi wadah. Masukkan 25 ml larutan
yang telah tercampur baik ke dalam corong, biarkan selama 1 menit, pasang
penghisap udar adan saring. Lepaskan penghisap udara perlahan-lahan dan cuci
dinding dalam corong dengan semprotan 25 ml air yang telah disaring sedemikian
rupa untuk mencuci dinding corong agar bebas dari tiap partikel yang mungkin
menempel pada dinding, tetapi hindarkan agar semprota tidak mengarah ke atas
permukaan penyaring. Setelah turbulensi dalam penyaring reda, bilasan disaring
dengan hampa udara. Angkat dengan hati-hati bagian atas rangkaian penyaring,
sambil menjaga tetap dalam keadaan hampa udara. Lepaskan penghisap dan
angkat penyaring membran dengan pinset. Letakkan penyaring pada lempeng
petri plastik, bila perlu gunakan gemuk pelumas kran yan sangat tipis sebagai pra-
lapis, untuk menahan penyaring tetap datar dan tidak bergerak. Biarkan prnyarin
mengering dengan tutup petri sedikit merenggang. Tutup obyek dengan hati-hati,
amati di bawah mikroskop yan dilengkapi dengan mikrometer dan hitung partikel
pada penyaring seperti dibawah ini.
Amati seluruh penyaring membran di bawah mikroskop yang sesuai
dengan perbesaran 100 x dengan penyinaran pada sudut 10o hingga 20o terhadap
garis horisontal. Hitung jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 µm atau
lebih dan sama atau lebih besar dari 25 µm. Lakukan penetapan blangko dengan
menggunakan Penyaring membran dan rangkaiannya seperti yang tertera pada
Larutan uji mulai dengan ”cuci dinding dalam corong dengan semprotan....”.
Kurangi jumlah total partikel yan diperoleh pada Larutan uji dengan jumlah total
blangko.
Lakukan penetapan duplo dari Larutan uji dan blangko. Jika penetapan
blangko menghasilkan lebih dari 5 partikel dengan dimensi linier efektif 25 µm
atau lebih, menunjukkan bahwa lingkungan pelaksanaan pekerjaan tidak
memuaskan dan uji tidak absah.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


18

Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal memenuhi syarat uji jika
mengandung tidak lebih dari 50 partikel per ml yang setara atau lebih besar dari
10 µm dan tidak lebih dari 5 partikel per ml yang setara atau lebih besar dari 25
µm dalam dimensi linier efektif.
d. Uji Kebocoran (Agoes, 1967)
Tujuan dari uji kebocoran yaitu memeriksa keutuhan kemasan untuk
menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan. Cara pengerjaan yaitu:
1. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan
dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang
bocor maka larutan biru metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan
tekanan diluar dan di dalam wadah tersebut. Tentu saja cara ini tidak dapat
dipakai untuk larutan-larutan yang sudah berwarna.
2. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan ujungnya
dibawah. Ini juga digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika ada
kebocoran maka larutan ini dari dalam wadah akan keluar, dan wadah
menjadi kosong.
Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa
dengan memasukkan wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang kemudian
divakumkan. Jika ada kebocoran larutan akan diserap keluar. Harus dijaga agar
jangan sampai larutan yang telah keluar, diisap kembali jika vakum dihilangkan.
e. Uji Kejernihan (Agoes, 1967)
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga
diperlukan uji kejernihan secara visual. Prosedur uji kejernihan yaitu wadah-
wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah dari
samping dengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya di cat bewarna
hitam dan separuh lagi dicat berwarna putih. Latar belakang hitam dipakai untuk
menyelidiki kotoran yang bewarna terang, sedangkan berlatar putih untuk
kotoran-kotoran berwarna gelap. Infus memenuhi syarat jika tidak ditemukan
kotoran dalam larutan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


19

2.3.2. Evaluasi Kimia


a. Penetapan kadar (sesuai monografi)
b. Identifikasi (sesuai monografi)

2.3.3 Evaluasi Biologi


a. Uji sterilitas (DepKes RI, 1995)
Tujuan dari uji sterilisasi yaitu menetapkan apakah bahan yang harus steril
memenuhi persyaratan berkenaan dengan uji sterilitas yang tertera pada masing-
masing monografi. Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung ke dalam
media uji dan teknik penyaringan membran. Penafsiran hasil uji sterilitas yaitu :
1. Tahap pertama
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati isi
semua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan/atau
pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji
memenuhi syarat.
Jika ditemukan pertumbuhan mikroba tetapi peninjauan dalam pemantauan
fasilitas pengujian sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan
kontrol negatif menunjukan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah
digunakan dalam pengujian, tahap pertama dinyatakan tidak absah dan dapat
diulang. Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti uji tahap pertama
tidak absah, lakukan tahap ke dua.
2. Tahap kedua
Jumlah spesimen uji yang diseleksi minimum dua kali jumlah tahap
pertama. Volume minimum tiap spesimen yang diuji dan media dan periode
inkubasi sama sepeti yang tertera pada tahap pertama. Jika tidak ditemukan
pertumbuhan mikroba, bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika ditemukan
pertumbuhan, hasil yang diperoleh membuktikan bahwa bahan uji tidak
memenuhi syarat. Jika dapat dibuktikan bahwa uji pada tahap kedua tidak absah
karena kesalahan atau teknik aseptik yang tidak memadai, maka tahap kedua
dapat diulang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


20

b. Uji pirogen (DepKes RI, 1995)


Tujuan dari uji pirogen yaitu untuk membatasi resiko reaksi demam pada
tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi. Cara
pengerjaan yaitu pengujian dilakukan dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji
pirogen dan dengan kondisi lingkungan ynag sama dengan ruang pemeliharaan,
bebas dari keributan yang menyebabkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan
selama waktu pengujian. Apabila pengujian menggunakan termistor, masukkan
kelinci ke dalam kotak penyekap sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan
dengan letak leher yang longgar sehingga dapat duduk dengan bebas. Tidak lebih
dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan ”suhu awal” masing-
masing kelinci yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu. Beda
suhu tiap kelinci tidak boleh lebih dari 1o dan suhu awal setiap kelinci tidak boleh
> 39,8o.
Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikan 10 ml
per kg bobot badan, melalui vena tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan
dilakukan dalam waktu 10 menit. Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu
dikonstitusi seperti yang tertera pada etiket maupun bahan uji yang diperlakukan
seperti yang tertera pada masing-masing monografi dan disuntikan dengan dosis
seperti yang tertera. Untuk uji pirogen alat atau perangkat injeksi, gunakan
sebagai larutan hasil cucian atau bilasan dari permukaan alat yang berhubungan
langsung dengan sediaan parenteral, tempat penyuntikan atau jaringan tubuh
pasien. Semua larutan harus bebas dari kantaminasi. Hangatkan larutan pada suhu
37±2º sebelum penyuntikan. Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan ke-3
setelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.
Penafsiran hasil dari uji pirogen yaitu setiap penurunan suhu dianggap
nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor kelinci pun menunjukan
kenaikan suhu 0,5º atau lebih lanjutkan pengujian dengan mengunakan 5 ekor
kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukan
kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor
kelinci dan tidak > 3,3º sediaan dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


21

c. Uji endotoksin bakteri (DepKes RI, 1995)


Tujuan dari uji endotoksin bakteri yaitu untuk memperkirakan kadar
endotoksin bakteri yang mungkin ada didalam atau pada bahan uji. Prinsip
pengujian ini dilakukan menggunakan "Limulus Amebocyte Lysate" (LAL),
deteksi dilakukan dengan metode turbidimetri atau kolorimetri, penetapan titik
akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji
dengan enceran endotoksin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit
Endotoksin (UE). Sebelumnya dilakukan persiapan yaitu uji konfirmasi kepekaan
pereaksi LAL dan uji penghambatan. Penafsiran hasil uji yaitu bahan memenuhi
syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang ditetapkan pada masing-
masing monografi.

2.4 Pengemasan
Infus intravena dikemas dalam wadah dosis tunggal. Volume injeksi
wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian
parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan
pemberian sebesar 1 liter (DepKes RI, 1995).

2.5 Penandaan
Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau
jumlah zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan
tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau
bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan
informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan,
sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.
Apabila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan
parenteral volume besar, maka kadar masing-masing komponen disebut dengan
nama umum misalnya Injeksi Dekstrosa 5% atau Injeksi Dekstrosa (5%) dan
Natrium Klorida (0,2%). Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing
monografi, untuk sediaan cair penandaan mencakup informasi % isi atau jumlah
tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk
penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan dengan
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


22

nama dan efek bahan tersebut. Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa
sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah
pemeriksaan isi secara visual (DepKes RI, 1995).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Pengumpulan data dan penulisan dilakukan mulai tanggal 16 Juli 2012
sampai dengan 31 Agustus 2012 di Sub Unit Pengembangan Formulasi, Unit
Penelitian dan Pengembangan PT. Guardian Pharmatama, Jl. Raya Manis,
Tangerang, Banten.

3.2. Metode Penelitian


Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu penelusuran literatur
ilmiah (studi pustaka).

23 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


BAB 4
PEMBAHASAN

Saat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri Farmasi Unit


Riset dan Pengembangan pada Sub Unit Pengembangan Formulasi di PT.
Guardian Pharmatama, penulis diberikan tugas khusus mengenai sediaan infus.
Dalam mengerjakan tugas khusus ini, penulis melakukan studi pustaka mengenai
sediaan infus.
Larutan intravena volume besar atau infus menurut Farmakope Indonesia
Edisi IV dan USP 34 adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml. Tujuan dari bentuk sediaan
berupa infus antara lain yaitu agar obat dapat bekerja cepat sehingga memberikan
efek terapi yang cepat, selain itu bentuk sediaan infus dapat digunakan untuk
penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak
dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral.
Sediaan infus harus steril dan bebas pirogen yang dimaksudkan untuk
diberikan secara parenteral. Istilah parenteral menunjukkan pemberian lewat
suntikan. Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan
steril. Keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral
ini melewati garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni
membran kulit dan mukosa dan langsung masuk kedalam pembuluh darah
intravena, oleh karena itu sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba
dan dari komponen toksis, dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi atau
luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan dalam
produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis
kontaminasi fisik, kimia, mikrobiologis.
Untuk mendapatkan sediaan infus yang memenuhi persyaratan, industri
farmasi harus menerapkan CPOB pembuatan produk steril. Hal ini dilakukan
untuk menjamin sediaan infus dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB produk steril
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Produksi dilakukan
dengan persyaratan khusus yang bertujuan untuk memperkecil risiko pencemaran
24 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


25

mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat tergantung dari ketrampilan,


pelatihan dan sikap dari personil yang terlibat. Dalam pengendaliaan mutu sediaan
infus dilakukan pengujian/evaluasi untuk memastikan bahwa infus yang
diproduksi telah memenuhi persyaratan.
Sediaan infus mengandung zat aktif dan eksipien yaitu pengisotoni, adjust
pH, dan pembawa. Osmolalitas dan tonisitas sangat penting dalam terapi infus
secara intravena. Isotonis yaitu jika suatu larutan konsentrasinya sama besar
dengan konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran
cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotonik. Isoosmotik yaitu jika
suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose dalam serum
darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154
mmol Cl- per liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose 6,86). Pengukuran
menggunakan alat osmometer dengan kadar mol zat per liter larutan. Osmolalitas
normal plasma adalah 280-295 mosmol/kg.
Pengaturan pH sangat penting dalam mempersiapkan sediaan farmasi
terutama sediaan parenteral. Dengan pengaturan pH dapat dicegah kemungkinan
merugikan dan diperoleh beberapa keuntungan yaitu akan dapat menjamin
stabilitas larutan obat suntik, mencegah perubahan warna dari larutan obat suntik,
untuk mendapatkan efek terapi yang optimal dalam pengobatan, dan menghindari
kemungkinan terjadinya reaksi-reaksi pada sediaan.
Sediaan infus sebaiknya mempunyai pH yang mendekati pH fisiologi 7,4
yang berarti isohidris dengan darah dan cairan tubuh lainnya. pH darah normal
adalah 7,35-7,45 sehingga bila sediaan parenteral volume besar mempunyai pH di
luar batas tersebut akan menyebabkan masalah pada tubuh. pH perlu diperhatikan
mengingat pH yang tidak tepat dapat berpengaruh pada tubuh terutama darah,
berpengaruh pada kestabilan obat, dan berpengaruh pada wadah terutama wadah
gelas, plastik, dan tutup karet. Tujuan utama pengaturan pH dalam sediaan injeksi
adalah untuk mempertinggi stabilita sehingga obat-obat tersebut tetap mempunyai
aktivitas dan potensi.
Pada sediaan parenteral volume besar umumnya digunakan pembawa air.
Hal tersebut dikarenakan kompatibilitas air dengan jaringan tubuh, dapat
digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai konstanta dielektrik

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


26

tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi dan
ikatan hidrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari alkohol, aldehid,
keton, dan amin.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Dalam memproduksi sediaan steril, industri farmasi harus menerapkan
CPOB pembuatan produk steril yang mencakup seluruh aspek produksi
dan pengendalian mutu.
5.1.2 Sediaan infus harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan antara
lain steril, bebas pirogen, jernih dan bebas partikel serta harus dilakukan
evaluasi meliputi evaluasi fisika, kimia dan biologi untuk memastikan
infus tersebut telah memenuhi persyaratan.

5.2 Saran
Mahasiswa sebaiknya diberikan waktu untuk melakukan percobaan
membuat rancangan formulasi sediaan infus.

27 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013


DAFTAR ACUAN

Agoes, G. (1967). Larutan Parenteral. Jakarta : Multi Karja.


Ansel C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta : UI Press.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat
Yang Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia (Ed.
ke-III). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia (Ed.
ke-IV). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Lachman, L. (1994). Pharmaceutical Dosage Form: Parenteral Medications.
Lund, W. (1994). The Pharmaceutical Codex 12th. London: Pharmaceutical Press.

28 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Zulfa Edawati, FF UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai