Lapkas
Lapkas
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
BAB II
A. DEFINISI
COPD adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran
udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara
ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang beracun / berbahaya.(1)
B. ANATOMI
2
Saluran Udara Pernafasan
- Saluran udara pernafasan bagian atas
Lubang Hidung
Sinus
Faring
Laring
- Saluran udara pernafasan bagian bawah
Trakea
Bronkus
Bronkiolus
Paru kiri mempunyai 2 lobus, lobus atas dan lobus bawah, disetiap lobus juga
mempunyai bronkus lobusnya masing-masing.
3
C. EPIDEMIOLOGI
Penyakit paru obstruksi kronik merupakan salah satu
penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan di
indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akan menjadi
penyebab penyakit dan kematian di seluruh dunia. Berdasarkan estimasi
WHO, COPD akan menjadi penyebab kematian ketiga pada tahun 2020.
Penyebabnya adalah meningkatnya jumlah perokok, lebih sedikit kematian
akibat penyakit lain (jantung dan infeksi), dan meningkatnya harapan
hidup. Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup
4
6,3%. Angka prevalensi berkisar 3,5 – 6,7%, seperti di Cina
dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang
sebanyak 5,014 juta jiwa dan Vietnam sebesar 2,068 juta jiwa.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 4.8 juta pasien dengan
prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin
banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien ppok adalah
perokok atau mantan perokok. Di indonesia belum ada data
akurat tentang prevalens PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) Depkes RI 1986 asma, Bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan
terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. Asma dan
bronkitis menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian
terbanyak di Indonesia.(1,2)
D. FAKTOR RESIKO
Identifikasi faktor resiko merupakan langkah penting dalam pencegahan
dan penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor resiko
PPOK dalam banyak hal masih belum lengkap, diperlukan pemahaman
interaksi dan berhubungan antara faktor-faktor resiko sehingga memerlukan
investigasi lebih lanjut.
Beberapa studi longitudinal telah mengikuti populasi hingga 20 tahun,
termasuk periode dan perinatal yang penting dalam membentuk masa depan
individu yang beresiko PPOK. Pada dasarnya semua resiko PPOK merupakan
hasil dari interaksi lingkungan dan gen. Misalnya, dua orang dengan riwayat
merokok yang sama, hanya satu yang berkembang menjadi PPOK, karena
perbedaan dalam predisposisi genetic untuk penyakit ini, atau dalam berapa
lama mereka hidup. Status sosial ekonomi dapat dihubungkan dengan berat
badan lahir anak yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan
pengembangan paru. Beberapa hal yang berkaitan dengan resiko timbulnya
PPOK yaitu(2,3)
Asap Rokok
5
Polusi udara, dalam ruangan dan diluar ruangan
Stress Oksidatif
Gen
Tumbuh kembang paru
Sosial Ekonomi
1. Asap Rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang terpenting,
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Asap rokok mempunyai
prevalens yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi
paru. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan
VEP1. Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna
dibandingkan dengan bukan perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu
mempunyai morbiditas dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan bukan
perokok, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perokok. Tipe
lain dari jenis rokok yang popular di berbagai Negara tidak dilaporkan. Risiko
PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang di hisap, usia mulai
merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (Indeks
Brinkman). Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara klinis
karena dipengaruhi oleh faktor risiko genetic setiap individu. Perokok pasif
atau dikenal sebagai environmental tobacco smoke (ETS) dapat juga memberi
kontribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK, karena terjadi peningkatan
jumlah inhalasi partikel dan gas. Merokok selama kehamilan dapat beresiko
terhadap janin, mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat
menurunkan system imun awal.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
6
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok yang di hisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun
Ringan : 0-199
Sedang : 200-599
Berat : > 600
2. Polusi Udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar
dapat menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam
partikel akan memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan
beratnya PPOK. Polusi udara terbagi menjadi :
Polusi di dalam ruangan
Asap Rokok
Asap Kompor
Polusi di luar ruangan
Gas buangan kendaraan bermotor
Debu jalanan
Polusi di tempat kerja
Bahan Kimia
Zat Iritasi
Kayu, serbuk gergaji, batu bara, dan minyak tanah yang merupakan
bahan bakar kompor menjadi penyebab tertinggi polusi didalam ruangan.
Kejadian polusi di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan
dengan ventilasi kurang baik merupakan faktor resiko terpenting
timbulnya PPOK, terutama pada perempuan di Negara berkembang (case
control studies).(3,4)
7
Polusi di luar raungan
1. Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen
timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari
polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat
electron mitokondria transport termasuk dalam mekanisme seluler
signaling pathway. Sel pari di lindungi oleh oxidative challenge yang
berkembang secara system enzimatik. Ketika keseimbangan antara
oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan dan atau
deplesi antioksidan akan menimbulkan stress oksidatif. Stres oksidatif
tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga
menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi paru. Jadi,
ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan memegang peran
penting pada PPOK.
2. Infeksi saluiran nafas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dan pathogenesis dan progresifitas
PPOK. Kalonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan
secara bermakna dan menimbulkan ekserbasi. Infeksi saluran napas berat
pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan
gejala respirasi pada saat dewasa, seringnya kejadian infeksi pada anak
sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang
merupakan faktor resiko pada ppok.
3. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi sebagai suatu faktor ppok , pejanan polusi didalam dan
luar rungan, pemukinan yang padat nutrisi yang jelek dan faktor yang
lain.
8
4. Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan,
kelahiran, dan pejanan waktu kecil.
5. Asma
Asma sebagai faktor resiko terjadinya ppok. Pada lapotan the Tucson
Epidemiologika Study didapatkan bahwa orang dengan asma 12 kali lebih
tinggi resiko terkena PPOK dari pada bukan asma meskipun telah berhenti
merokok.
6. Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contohklasik dari interaksi gen-
lingkungan. Faktor resiko genetic yang paling sering terjadi adalah
kekurangan a-l antitrypsin sebagai inhibitor dan protease serin
9
E. KLASIFIKASI
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala pasien, oleh sebab
itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak dapat
diperediksi dengan VEP1.(4,5)
10
F. PATOGENESIS DAN PATOLOGI
Patogenesis
Inflamasi salurtan napas pasien PPOK merupakan amplifikasi
dari respons inflamasi normal akibat iritasi kronik seperti asap
rokok. Mekanisme untuk amplifikasi ini belum diketahui,
kemunkinan disebabkan faktor genetik. Pada pasien PPOK yang
tidak mempinyai riwayat merokok, penyebab respons inflamasi
yang terjadi belum diketahui. Inflamasi paru diperberat oleh stres
oksidatif dan kelebihan protainase. Semua mekanisme ini
mengarah pada karakteristik perubahan patologis PPOK.(5)
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan
yang melibatkan neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini
melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel
struktural dalam saluran udara dan parenkim paru-paru.(5)
11
Tabel 1. Sel Inflamasi Pada PPOK(5)
Makrofag : banyak ditemukan di lumen saluran napas, parenkim paru dan cairan
bronchoalveolar lavage (BAL). Berasal dari monosit yang mengalami diferensiasi
di jaringan paru. Makrofag meningkatkan mediator rokok dan menunjukkan
fagositosisyang tidak sempurna.
Limfosit T : Sel CD4+ dan CD8+ meningkat pada dinding saluran napas dan
parenkim paru, dengan peningkatan CD8+ lebih besar dari CD4+ .
Limfosit B : meningkat di dalam saluran napas perifer dan folikel limfoid sebagai
respons terhadap kolonisasi kuman dan infeksi saluran napas.
Sel epitel : mungkin diaktifkan oleh asap rokok sehingga menghasilkan mediator
inflamasi.
Patofisiologi
12
Keterbatasan aliran udara dan air tropping
Tingkat pradangan, fibrosis, dan cairan eksudatdi lumen saluran napas kecil
berkolerasi dengan penurunan VEP1 merupakan gejala yang khas pada PPOK.
Obstruksi jalan napas perifer ini menyebabkan udara terperangkap dan
mengakibatkan hiperinflasi.(5)
G. GAMBARAN KLINIS
Anamnesis
1. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan
2. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
3. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
4. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak misalnya BBLR, infeksi
saluran napas.
5. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
6. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.
13
H. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Bursed chest
Penggunaan otot bantu napas
Hipertrofi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
dileher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
2. Palpasi
Pada saat di raba stem fremitus melemah, sela iga mmelebar
3. Perkusi
Hipersonor dan batas jantung mengecil letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
4. Auskultasi
Suara napas vesikuler normal, atau melemah
Terdapat ronki dan mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
Ekspirasi memajang
I. PEMERIKSAAN lANJUTAN
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1, prediksi KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau
VEP1/KVP (%).
2. Laboratorium darah
Hemoglobin(HB),Hematokrit (Ht), Trombosit, Leukosit, Analisa Gas
Darah
3. Radiologi
Foto thorak dilakukan PA dan Lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lainnya.
14
Pada Emfisema terlihat
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus.
J. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai
ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflamasi paru.(5,6,7)
15
Pertimbangan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu indicator ini
ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan
diagnosis pasti, tetapi keberadaan beberapa indicator kunci meningkatkan
kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk memastikan
diagnosis PPOK.(5,6,7)
\\
Faktor Resiko - Sesak napas
- Usia - Batuk kronik produksi sputum
- Riwayat pajanan :asap rokok, - Keterbatasan aktivitas
polusi udara, polusi tempat kerja
Pemeriksaan fisis
Derajat 0
16
K. DIAGNOSIS BANDING
Tabel 5. Diagnosis Banding (5)
Diagnosis Gejala
a. PPOK : Onset pada usia pertengahan Gejala
progresif lambat Lamanya riwat
merokok Sesak napas aktivitas Sebagian
besar hambatan aliran udara Ireversibel.
17
Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosis banding PPOK adalah :
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan
di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda.(6,7)
L. PENATALAKSANAAN
a. Mengurangi gejala
b. Mencegah progresivitas penyakit
c. Meningkatkan toleransi latihan
d. Meningkatkan status kesehatan
e. Mencegah dan menangani komplikasi
f. Mencegah dan menangani eksaserbasi
g. Menurunkan kematian
18
K. 1 PENATALAKSANAAN SECARA UMUM
a. Edukasi
b. Berhenti merokok
c. Obat-obatan
d. Rehabilitasi
e. Terapi oksigen
19
f. Ventilasi mekanis
g. Nutrisi
a. Edukasi
Merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbataqsan
aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan faal paru.
Tujuan edukasi pada asien PPOK :
Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
Melaksanakan pengobatan yang maksimal
Mencapai aktivitas optimal
Meningkatkan kualitas hidup pasien
- Berhenti merokok
- Penggunaan merokok
- Penggunakan oksigen
- Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
- Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaan
Tanda eksaserbasi :
Batuk atau sesak bertambah
Sputum bertambah
Sputum berubah warna
- Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
- Menyesasuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
20
b. Berhenti merokok
Ada 5-A untuk membantu pasien berhenti merokok
a. Ask (Tanyakan)
Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b. Adshive (Nasihat)
Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti
merokok.
c. Assess (Nilai)
Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal, dalam 30
hari ke depan).
d. Assist (Bimbingan)
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok,
menyediakan konseling praktis, merekomendasikan
penggunaan farmakoterapi.
e. Arrange (Atur)
Buat jadwal kontak lebih lanjut.
c. Obat-Obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit.
Macam-macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi mukus
(maksimal 4 kali perhari)
- Golongan agonis β-2
21
Bentuk inhaler digunakan mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya
eksaserbasi.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperberat efek
bronkodilator, karena keduanya memiliki tempat kerja yang
berbeda.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang
dan berat.
22
respirasi)
kerja cepat, Xantin) bila
diperlukan
Derajat VEP1 /KVP <70% 2. Pengobatan reguler dengan
PPOK Sedang 50% < VEP1 < 80% bronkodilator :
Prediksi dengan atau Agonis β-2 kerja
tanpa gejala panjang (LABA)
sebagai
23
Simptomatik
Kortikosteroid inhalasi
bila memberikan respon
klinis atau eksaserbasi
berulang
2. Rehabilitasi (edukasi,
nutrisi, rehabilitasi
respirasi)
3. Terapi oksigen jangka
panjang bila gagal napas
24
Kombinasi terapi Indaceterol 2-4 semprot
3-4 x/ hari
Ipratropium
bromida 20 µgr +
salbutamol 100
µgr per sempot
Terapi
kombinasi 200 + 20 - 4–8
Fenoterol +
Ipratropium 75 + 15 2,5 + 0,5 - 4–8
Salbutamol +
Ipratropium 50/125+25 12
Flutikason +
Salmeterol 80/160+4,5 12
Budesonid +
Formoterol
Metilxantin 4–6
Aminofilin - - 200 240 Bervariasi,
Teofilin - - 100 - 400 bisa sampai
24 jam
25
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metil
prednisolon atau prednison. Bentuk inhasi sebagai terapi jangka panjang diberikan
bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
Pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 ml.(5)
Digunakan pada PPOK stabil mulai derajat III dalam bentuk glukokortikoid,
kombinasi LABACs dan PDE-4
Antibiotika
Antioksidan
Mukolitik
Antitusif
Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan memiliki riwayat
eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phosphodiesterase -4 inhibitor, roflumilast dapat
mengurangi eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukortikosteroid.
26
d. Rahabilitasi PPOK
e. Terapi Oksigen
Manfaat oksigen :
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktivitas
27
Mengurangi hipertensi pulmoner
Mengurangi vasokontriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi
Nasal kanul
Sungkup venturi
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing
f. Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis pada pasien PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik, ataupun pada pasien
PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik.(7)
Ventilasi mekanis dapat dilakukan dengan cara :
Ventilasi mekanis tanpa intubasi
Ventilasi mekanis dengan intubasi
28
Ventilasi mekanis tanpa intubasi adalah Noninvasive intermitten positif pressure
(NIPPV) atau Negative pressure ventilation (NPV).(1,2)
- Volume control
- Pressure control
- Bilevel positive airway pressure (BiPAP)
- Continous positive airway pressure (CPAP)
29
Indikasi penggunaan ventilasi mekanis invasif :
30
g. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada pasien PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapnia menyebabkan terjadi
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK
karena berkolerasi dengan derajat penurunan faal paru dan perubahan
analisisgas darah.(3)
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
- Penurunan bebrat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot
Gangguan keseimbanagan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena
berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari
gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah:
Hipophospatemi
Hiperkalemi
Hipokalsemi
Hipomagnesium
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma, dianjurkan pemberian
nutrisi dengan komposisi seimbang, yaitu porsi kecil dengan waktu
pemberian yang lebih sering.
Gejala eksaserbasi :
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen)
31
Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga :
Penyebab paling sering adalah infeksi trakeobronkial dan polusi udara, sepertiga
penyebab dari eksaserbasi berat tidak dapat didentifikasi (Bukti B). Peran infeksi
bakteri masih kontroversal, tetapi baru-baru ini penelitian menggunakan teknik
baru telah memberikan informasi penting.
Indikasi:
32
Penatalaksanaan rawat inap
indikasi dirawat:
- Bronkodilator
- Kortikosteroid
- Antibiotik
- Peningkatan sesak
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulen
33
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi
antibiotik yang mutakhir.
34
Tabel 10. Agoritma Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut di Rumah
Sakit(3,1)
1. Terapi oksigen
2. Bronkodilator
3. Antibiotik
- Agonis β2
- Intrav ena: metilxantin, bolus dan drip
4. Kortikosteroid sistemik
5. Diuretik bila ada retensicairan
35
Nilai ulang dalam beberapa jam
Sembuh atau perbaikan tanda dan gejala Tidak terjadi penyembuhan atau perbaikan
Perburukan tanda/gejala
36
M. Komplikasi
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang
progresif dan tidak sepenuhnya reversible seperti(1,2)
Gagal napas
Gagal napa kronik
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Infeksi berulang
Kor Pulmonale
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg,
dan pH normal, penatalaksanaan :
Infeksi berulang :
Kor pulmonale :
37
N. PEMANTAUAN TIMBULNYA KOMPLIKASI
Pemantauan timbulnya komplikasi ada beberapa(2,7)
1. Faal Paru
Penurunan faal paru dapat diketahui melalui pengukuran spirometri secara
berkala. Spirometri harus dilakukan jika ditemukan peningkatan gejala
atau komplikasi. Uji faal paru lainnya, seperti loop flow-volume,
pengkuran kapasitas difusi (DLco), kapasitas inspirasi, dan pengukuran
volume paru tidak rutin dikerjakan tetapi mampu memberikan informasi
tentang dampak keseluruhan dari penyakit ini dan dapat dapat berharga
dalam menyelesaikan ketidakpastian diagnostic dan penilaian toleransi
operasi.
2. Pengukuran gas darah arteri
Kriteria gagal nafas adalah bila Pao2 > 60 mmHg (8,0 kPa) dengan atau
tanpa Paco2 > 50 mmHg (6,7 kPa). Bila penilaian skrining pasien
menggunakan pulse oksimeter ditemukan saturasi oksigen (Sao2) < 92 %
diperlukan pemeriksaan analisis gasdarah arteri.
3. Penilaian hemodinamik paru
Hipertensi pulmonal ringan sampai sedang ( tekanan arteri pulmonal > 30
mmHg ) ini merupakan informasi penting pada pasien yang telah
mengalami gagal nafas.
4. Diagnosis gagak jantung kanan atau kor pulmonalis
Peningkatan tekanan vena jugularis dan pitting edema pergelangan kaki
merupakan temuan yang berguna untuk memperkirakan kor pumonale
dalam paraktek klinis. Pada vena jugularis sering kaloi sulit di nilai pada
pasien PPOK karna perubahan besar pada tekanan intra thoraks. Pada
pemeriksaan kor pulmonale diantaranya pemeriksaan radiografi,
elektrokardiografi, ekokardiografi, skintigrafi radio nukleotida dan MRI.
5. CT dan ventilation / perfusion skaning
CT dan ventilation digunakan untuk pasien PPOK untuk operasi.
6. Hematokrit
Polisitemia ( hematocrit > 55 % ) dapat terjadi karena hipoksemia arteri
terutama pada perokok. Nilai hematocrit yang rendah menunjukkan
prognosis yang buruk pada pasien PPOK dan memerlukan pengobatan
oksigen jangka panjang. Anemia juga ditemukan pada pasien PPOK.
7. Fungsi otot pernafasan
Fungsi otot pernafasan biasanya di ukur dengan tekanan inspirasi dan
ekspirasi maksimum dalam mulut. Pengukuran kekuatan otot inspirasi
berguna dalam menilai pasien ketika sesak napas atau hiperkapnia tidak
mudah dijelaskan oleh pengujian faal paru lainnya atau saat di duga ada
kelemahan otot perifer. Pengukuran ini dapat digunakan pada pasien
PPOK (misalnya, setelah rehabilitasi paru).
38
8. Sleep studies
Sleep studies dapat diindikasikan bila terdapat hipoksemia atau gagal
jantung kanan ditandai oleh keterbasan aliran udara yang relative ringan
atau ketika pasien memiliki gejala-gejala sleep apnea.
9. Uji latih
Beberapa jenis uji latih untuk mengukur kapasitas latihan antara lain
treadmill dan sepeda statis (cycle ergometry ) di laboratorium, atau uji
jalan enam menit, tetapi uji latih ini terutama digunakan bersama dengan
program rehabilitasi paru.
10. Pemantauan pengobatan
Penentuan terapi yang sesuai dengan derajat penyakit setiap kunjungan
harus di pantau mencakup rejimen terapi saat ini dosis obat, kepatuhan,
teknik penggunaan obat hirup, efektivitas pengendalian gejala, dan
pemantauan efek samping pengobatan.
1. Riwayat pemantauan eksaserbasi
`Setiap kunjungan pasien harus ditanyakan riwayat eksaserbasi yaitu
peningkatan jumlah sputum, perubahan warna, perburukan sesak
napas, konsultasi ke dokter, atau kunjungana ke layanan kesehatan di
luar jadwal.
2. Pemantauan penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terdapat pada PPOK sebagian
merupakan akibat penyakit PPOK dan sebagian sudah ada
sebelumnya, misalnya penyakit jantung iskemik, kanker paru,
osteoporosis, dan depresi.
39