Anda di halaman 1dari 10

(Borongan) Pekerja harian lepas/borongan adalah pekerja yang menerima upah harian.

Upah
tersebut dapat diterima secara mingguan atau bulanan berdasarkan hasil kerjanya, termasuk juga
pekerja harian yang dibayar berdasarkan volume/hasil kerja yang dilakukan atau secara
borongan. Jumlah hari-orang diperoleh dengan cara mengalikan jumlah hari kerja dengan rata-
rata jumlah pekerja per hari kerja. (glosarium)

Peraturan Kerja Harian Lepas Atau Karyawan Lepas ~ Dalam Undang-Undang No 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan :

 “Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu
sebelum, selama, dan sesudah masa kerja”.
 “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat”.
 “Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain”.
 “Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain”.

Karyawan Lepas

Tenaga Kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batas usia kerja
di Indonesia ialah minimum 10 Tahun, tanpa batas usia maksimum.

Buruh adalah mereka yang berkerja pada usaha perorangan dan di berikan imbalan kerja secara
harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, baik lisan maupun
tertulis, yang biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian. Buruh ada 2 yaitu Tenaga
Kerja Harian ( Harian Tetap dan Harian Lepas) dan Tenaga Kerja Borongan, yaitu :
1. Tenaga Kerja Tetap

Tenaga kerja tetap (permanent employee) yaitu pekerja yang memiliki perjanjian kerja dengan
pengusaha untuk jangka waktu tidak tertentu (permanent). Tenaga kerja tetap, menurut PMK-
252 ditambahkan menjadi sebagai berikut : Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau
memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan
komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola
kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk
suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time)
dalam pekerjaan tersebut.

2. Tenaga Kerja Lepas

Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila
pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil
pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi
kerja. Yang di dapat atau Hak Teanaga kerja Lepas yaitu mendapat gaji sesuai kerjanya atau
waktu kerja mereka, tanpa mendapat jaminan sosial. Karena Tenaga Kerja tersebut bersifat
kontrak, setelah kontrak selesai, hubungan antara pekerja dan pemberi kerja pun juga selesai.

Jenis Penghasilan Pegawai Tidak Tetap

Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

1. Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan secara harian.
2. Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan secara mingguan.
3. Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.
4. Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.

3. Tenaga Kerja Borongan


Borongan atau pocokan yaitu hubungan kerja berdasarkan kerja borongan lepas dengan
pembagian hasil menurut upah atas satuan hasil kerja atau upah yang diterima berdasarkan
barang yang dapat diselesaikannya.
Ketentuan untuk karyawan harian atau karyawan lepas diatur dalam Kepmen 100 tahun 2004
tentang "etentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu", sebagai berikut:

Pasal 10 ayat;

1. Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume
pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja
harian atau lepas.
2. Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.
3. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau
lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT (Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu/kontrak kerja).

Pasal 11
Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat; (1) dan ayat (2) dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya (dengan
kata lain tidak ada ketentuan mengenai jangka waktu).

Pasal 12

1. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para
pekerja/buruh.
2. Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat berupa
daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja.


b. Mama/alamat pekerja/buruh.

c. Jenis pekerjaan yang dilakukan.

d. Besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.

Ketentuan mengenai PKWT diatur di dalam UUK dari Pasal 56 s.d Pasal 59, yang mana
di bagian akhir dari Pasal 59 yaitu pada ayat (8) disebutkan bahwa: “Hal-hal lain yang belum
diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri”. Ketentuan inilah
yang kemudian mendasari terbitnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“KEPMEN No. 100 Tahun 2004”).
KEPMEN No. 100 Tahun 2004 tersebut merupakan peraturan pelaksanaan dari UUK
mengenai PKWT, yang di dalamnya mengatur juga mengenai Perjanjian Kerja Harian Lepas.
Dengan demikian, Perjanjian Kerja Harian Lepas menurut KEPMEN ini merupakan bagian dari
PKWT (lihat Pasal 10 s.d. Pasal 12 KEPMEN No. 100 Tahun 2004). Namun demikian,
Perjanjian Kerja Harian Lepas ini mengecualikan beberapa ketentuan umum PKWT, yang mana
dalam Perjanjian Kerja Harian Lepas dimuat beberapa syarat antara lain:

1. Perjanjian Kerja Harian Lepas dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang


berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada
kehadiran;
2. Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang
dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan;
3. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan
berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.

Demikian semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-
100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Sehubungan dengan pertanyaan Bapak/Ibu di atas, maka perlu diketahui terlebih dahulu bahwa
ketentuan mengenai hubungan kerja antara si pekerja dan si pemberi kerja beserta akibat
hukumnya diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”) beserta
peraturan pelaksanaannya. Di dalam UUK, kita mengenal dua bentuk perjanjian kerja yaitu
pertama, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) dan kedua, Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (“PKWT”) sebagaimana disebutkan dan diatur di dalam Pasal 56 ayat (1) UUK. Lebih
lanjut, menurut Pasal 56 ayat (2) UUK, pelaksanaan PKWT didasarkan pada jangka waktu dan
selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Pasal 56 UUK :

(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas:

a. jangka waktu; atau

b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Ketentuan mengenai PKWT diatur di dalam UUK dari Pasal 56 s.d Pasal 59, yang mana di
bagian akhir dari Pasal 59 yaitu pada ayat (8) disebutkan bahwa: “Hal-hal lain yang belum diatur
dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri”. Ketentuan inilah yang
kemudian mendasari terbitnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu (“KEPMEN No. 100 Tahun 2004”).

KEPMEN No. 100 Tahun 2004 tersebut merupakan peraturan pelaksanaan dari UUK mengenai
PKWT, yang di dalamnya mengatur juga mengenai Perjanjian Kerja Harian Lepas. Dengan
demikian, Perjanjian Kerja Harian Lepas menurut KEPMEN ini merupakan bagian dari PKWT
(lihat Pasal 10 s.d. Pasal 12 KEPMEN No. 100 Tahun 2004). Namun demikian, Perjanjian Kerja
Harian Lepas ini mengecualikan beberapa ketentuan umum PKWT, yang mana dalam Perjanjian
Kerja Harian Lepas dimuat beberapa syarat antara lain:

1. Perjanjian Kerja Harian Lepas dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang


berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada
kehadiran,
2. Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja
kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan;
3. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi
PKWTT.

Sehubungan dengan pertanyaan Bapak/Ibu mengenai dasar upah untuk Pekerja Harian Lepas,
maka sebagaimana telah diuraikan di atas, sistem upah untuk Perjanjian Kerja Harian Lepas
didasarkan pada kehadiran (lihat Pasal 10 ayat 1 KEPMEN No. 100 Tahun 2004). Berdasarkan
catatan advokasiPAHAM INDONESIA, besarnya perhitungan upah yang didapat si pekerja
biasanya bergantung atau didasarkan pada jumlah atau volume pekerjaan yang telah diselesaikan
oleh si pekerja dalam satu hari.

Kontrak

Apa yang dimaksud dengan Kontrak Kerja?


Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan
adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat
syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Bagaimana membuat kontrak kerja yang memenuhi syarat? Ada saja yang ada di
dalamnya?
Menurut pasal 54 UU No.13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang
kurangnya harus memuat:
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh
c. jabatan atau jenis pekerjaan
d. tempat pekerjaan
e. besarnya upah dan cara pembayarannya
f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian
kerja.

Apa syarat kontrak kerja dianggap sah?


Pada dasarnya untuk menyatakan suatu perjanjian kerja dianggap sah atau tidak maka wajib
untuk memperhatikan ketentuan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata) yang menyatakan bahwa :
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

 kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya


 kecakapan untuk membuat suatu perikatan
 suatu pokok persoalan tertentu
 suatu sebab yang tidak terlarang

Pasal 52 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa :
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:

 kesepakatan kedua belah pihak


 kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
 adanya pekerjaan yang diperjanjikan
 pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang undangan yang berlaku.

Apa saja jenis kontrak kerja menurut bentuknya?


a) Berbentuk Lisan/ Tidak tertulis

 Meskipun kontrak kerja dibuat secara tidak tertulis, namun kontrak kerja jenis ini tetap bisa
mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi kontrak kerja tersebut.

 Tentu saja kontrak kerja jenis ini mempunyai kelemahan fatal yaitu apabila ada beberapa isi
kontrak kerja yang ternyata tidak dilaksanakan oleh pengusaha karena tidak pernah dituangkan
secara tertulis sehingga merugikan pekerja.

b) Berbentuk Tulisan

 Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis apabila
muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti dan dapat
dijadikan pegangan terutama bagi buruh apabila ada beberapa kesepakatan yang tidak
dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan buruh.

 Dibuat dalam rangkap 2 yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-masing buruh
dengan pengusaha harus mendapat dan menyimpan Perjanjian Kerja (Pasal 54 ayat 3 UU
13/2003).

Apa saja jenis perjanjian kerja menurut waktu berakhirnya?


a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang pekerjanya sering disebut karyawan
kontrak adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.
PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

 didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun atau selesainya suatu pekerjaan tertentu
 dibuat secara tertulis dalam 3 rangkap : untuk buruh, pengusaha dan Disnaker (Permenaker No.
Per-02/Men/1993), apabila dibuat secara lisan maka dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu
tidak tertentu
 dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing dengan
Bahasa Indonesia sebagai yang utama;
 tidak ada masa percobaan kerja (probation), bila disyaratkan maka perjanjian kerja BATAL
DEMI HUKUM (Pasal 58 UU No. 13/2003).

b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)


Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu, pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu adalah perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.
Pekerjanya sering disebut karyawan tetap
Selain tertulis, PKWTT dapat juga dibuat secara lisan dan tidak wajib mendapat pengesahan dari
intstansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara lisan maka perusahaan wajib
membuat surat pengangkatan kerja bagi karyawan yang bersangkutan. PKWTT dapat
mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (probation) untuk paling lama 3 (tiga) bulan, bila
ada yang mengatur lebih dari 3 bulan, maka demi hukum sejak bulan keempat, si pekerja sudah
dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT). Selama masa percobaan, Perusahaan wajib
membayar upah pekerja dan upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang
berlaku.
Sekarang kita telah mengetahui dasar-dasar mengenai jenis kontrak kerja. Yang paling sering
ditanyakan adalah mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk para pekerja
kontrak. Maka dari itu, Gajimu akan mencoba membahasnya dengan lebih detail.

 Apa yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu?


 Apa perbedaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dengan Outsourcing?
 Apakah Undang-Undang mengatur mengenai perjanjian kerja antara pekerja outsourcing
dengan perusahaan outsourcing?
 Apa yang harus dimuat dalam Perjanjian Kerja Tidak Tertentu pada perusahaan
penyedia jasa (outsourcing)?

Apakah ada aturan hukum mengenai penahanan surat-surat berharga milik karyawan?
Peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, termasuk UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur boleh-tidaknya perusahaan menahan surat-surat
berharga milik karyawan, seperti misalnya ijazah.
Penahanan ijazah pekerja/karyawan oleh perusahaan, diperbolehkan, sepanjang memang
menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan antara pekerja dan pengusaha biasa
dituangkan dalam perjanjian kerja yang mengikat pekerja dan pengusaha dalam hubungan kerja.
Artinya, penahanan ijazah oleh pengusaha diperbolehkan sepanjang Anda menyepakatinya dan
Anda masih terikat dalam hubungan kerja.
Apabila ijazah Anda tetap ditahan dan tidak dikembalikan setelah Anda berhenti bekerja, Anda
dapat mengupayakan cara-cara kekeluargaan terlebih dahulu. Misalnya, dengan mendatangi
perusahaan tersebut untuk meminta kembali ijazah Anda. Namun, apabila memang pihak
perusahaan tidak mau mengembalikan ijazah Anda, Anda dapat menggugat perusahaan tersebut
atas dasar perbuatan melawan hukum atau melaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan.
Sedangkan, penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP. Yang termasuk penggelapan adalah
perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan
atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya,
penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau
penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan
barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam
penguasannya yang mana barang/uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.

Bagaimanakah bila tidak ada perjanjian kerja yang tertulis antara pekerja dengan
perusahaan dikarenakan perusahaan masih baru beroperasi?
Pada dasarnya, perjanjian kerja tidak harus dilakukan secara tertulis. Berdasarkan Pasal 50 dan
Pasal 51 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja terjadi
karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, yang mana perjanjian kerja
dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Akan tetapi, terdapat pengecualian dalam hal perjanjian
kerja untuk waktu tertentu (PKWT). Dalam Pasal 57 UU No.13/2003 ditegaskan bahwa PKWT
harus dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. PKWT
yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu
(PKWTT).
Selain itu, dalam hal perusahaan tidak membuat perjanjian kerja secara tertulis (PKWTT) dengan
pekerjanya, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang
bersangkutan (Pasal 63 UU Ketenagakerjaan).
Surat pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan:
a. nama dan alamat pekerja/buruh;
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.
Jadi, dalam hal perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, memang tidak harus dilakukan
dengan perjanjian kerja tertulis, akan tetapi perusahaan wajib membuat surat pengangkatan bagi
pekerjanya.

Bagaimana hukumnya jika Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dibuat dalam Bahasa
Inggris dan para pihak yang bertandatangan adalah orang asing?
Dalam Undang – Undang No. 13 tahun 2003 pasal 57 ayat 1 menyatakan bahwa “Perjanjian
kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan
huruf latin”.
Meski para pihak adalah orang asing, hukum yang berlaku dalam perjanjian tersebut adalah
Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, oleh karena itu PKWT harus dibuat dalam bahasa Indonesia,
dengan terjemahan ke Bahasa Inggris. Segala ketentuan yang mengikat secara hukum adalah
ketentuan yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dalam Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu tersebut hanyalah merupakan terjemahan, agar para pihak mengerti isinya.

Apa yang menjadi acuan untuk tenaga kerja asing yang bekerja di representative office jika
ingin hak-haknya bisa diakomodir menurut hukum Indonesia?
Penggunaan tenaga kerja asing pada representative office juga wajib tunduk pada peraturan
ketenagakerjaan Indonesia. Oleh karena itu, apabila ketentuan ketenagakerjaan kita mengatur
mengenai suatu hak bagi tenaga kerja asing yang wajib dipatuhi oleh pemberi kerja, maka hak-
hak tersebut wajib diberikan pada tenaga kerja asing tersebut. Contohnya, mengenai jaminan
sosial tenaga kerja. Seorang tenaga kerja asing juga berhak untuk memperoleh jamsostek, seperti
halnya pekerja WNI

Sumber
Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Kajian dan masalah

1. Tenaga Harian Lepas kesehatan di Kabupaten Serang di nilai tumpang tindih, karena secara
definisi Harian lepas kerja tidaklah ada ikatan atau hal-hal yang mengikat dalam pekerjaan.

2. Tenaga Harian Lepas kesehatan di Kabupaten Serang memiliki point dan beban kerja
selayaknya Tenaga Kerja Kontrak

3. Hak yang di peroleh Tenaga Harian Lepas dengan Tenaga Kerja Kontrak/ Pegawai Tidak
Tetap terlalu jauh selisihnya. (Hampir 2x Upah)

4. Kewajiban Tenaga Harian Lepas sama dengan Tenaga Kerja Kontrak/ Pegawai Tidak Tetap
maupun PNS.

Anda mungkin juga menyukai