Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

Asam nukleat merupakan suatu biopolimer yang memiliki bobot molekul tinggi
dengan monomer-monomer yang disebut nukleotida. Asam nukleat terdapat pada semua sel
hidup dan bertugas untuk menyimpan dan mentransfer materi genetik, kemudian
menerjemahkan informasi secara tepat untuk mensintesis protein yang khas bagi masing-
masing sel. Asam-asam nukleat terdapat pada jaringan tubuh sebagai nukleoprotein, yaitu
gabungan antara asam nukleat dengan protein. Turunan parsial nukleotida terdiri atas gula
pentosa, gugus fosfat dan basa nitrogen. Asam nukleat berdasarkan jenis gula yang
menyusunnya, dibagi menjadi dua, yaitu Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan Ribonucleic
Acid (RNA). Basa nitrogen yang terdapat dalam DNA maupun RNA adalah purin dan
pirimidin. Purin pada kedua jenis asam nukleat tersebut sama-sama Adenin dan Guanin.
Namun terdapat perbedaan dalam pirimidin. Pada DNA, pirimidin terdiri dari Timin dan
Sitosin, sedangkan pada RNA pirimidin terdiri dari Urasil dan Sitosin. DNA dan RNA secara
struktural memang berbeda dan memiliki fungsi yang berbeda pula.

Analisisasam nukleat secara umum dilakukan melalui tahap isolasi


DNA dan RNA dari suatu sampel. Untuk menganalisis asam nukleat dapat digunakan
beberapa teknik analisi. Analisis asam nukleat dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu analisis
kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan analisis kuantitatif, terdapat beberapa metode yaitu
Polymerase Chain Reaction (PCR), microarray, dan Serial Analysis of Gene Expression
(SAGE). Sedangkan untuk analisis kualitatif terdapat metode hibridisasi in-situ,
elektroforesis, sequencing, dan blotting. Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing dan digunakan sesuai keadaan yang ingin dideteksi dan
keadaan DNA atau RNA pada sampel semula.

Analisis asam nukleat secara kuantitatif mencakup analisis RNA dan DNA. Analisis
RNA secara kuantitatif bertujuan untuk mengukur konsentrasi dari rangkaian RNA yang
spesifik. Sedangkan analisis DNA secara kuantitatif digunakan untuk mendeteksi duplikasi
atau delesi DNA seperti aneuploidi kromosom dan hilangnya heterozigositas. Sedangkan
analisis kualitatif ditujukan untuk mengetahui keberadaan susunan atau gen tertentu dalam
asam nukleat. Analisis dapat digunakan untuk deteksi produk spesifik, misalnya patogen, atau
penentuan variasi susunan asam nukleat, misalnya dengan blotting.

Metode Blooting western blot

1. Pengertian western blot


Western Blot(WB) merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada
membran nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut
terpisahkan melalui elektroforesis. Protein tersebut kemudian dapat dideteksi melalui
metode autoradiografi, pelabelan dengan senyawa-senyawa fluoresen, pelabelan
dengan 125I, pelabelan dengan antibodi terikat protein, lektin atau gen pengikat
spesifik lainnya. Western blot digunakan secara luas untuk menentukan ukuran
antigen dan antibodi yang diketahui, serta untuk diidentifikasi. Teknik ini memiliki
beberapa keuntungan seperti :
a. Teknik ini mampu mendeteksi protein dengan sensitivitas tinggi karena protein
dipekatkan dalam volume kecil.
b. Waktu yang dibutuhkan efisien.
c. Reagens yang digunakan lebih ekonomis.

2. Tahap western blot

Western Blot dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama, elektroforesis.


Tahap kedua, elektrotransfer. Tahap ketiga yaitu deteksi.

a. Tahap pertama

Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara
elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran
molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, biasanya sampel
yang mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu
detergen yang memiliki muatan negatif. Muatan negatif SDS tersebut mengganggu
kestabilan protein, sehingga protein mengalami denaturasi. Interaksi ionik, jembatan
disulfida, ikatan hidrogen yang menyebabkan suatu protein mengalami folding untuk
menjaga kestabilannya menjadi terganggu akibat adanya SDS. Suatu protein multimer
juga akan terurai menjadi monomer penyusunnya. Akibatnya, protein-protein yang
ada dalam sampel membentuk suatu rantai polipeptida lurus. Semakin besar berat
molekul suatu protein, maka rantai polipeptida tersebut semakin panjang. Sampel
dengan protein rantai polipeptida lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran
poliakrilamid yang dialiri arus listrik. Protein yang telah bermuatan negatif akan
bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Laju pergerakan protein dalam
membran poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat antara
protein dan membran. Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya hambat
lebih besar sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan
pergerakan protein yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama
beberapa waktu, masing-masing protein akan terpisah berdasarkan ukuran
molekulnya. Protein yang lebih kecil atau memiliki berat molekul rendah akan
bergerak lebih jauh dibanding protein yang lebih besar. Dalam gel poliakrilamid
tersebut akan terbentuk pita-pita yang merupakan protein-protein yang telah terpisah
berdasarkan berat molekul.

b. Tahap kedua

Tahap kedua dalam WB yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid menuju
gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai faktor
pendorong transfer protein. Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga
elektrotransfer. Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu

a. Blotting semikering
Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan
buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid
dan gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit
dengan arus lstrik tertentu.
b. Blotting basah
Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan
gel transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer
transfer. Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1
malam. Metode blotting basah lebih umum digunakan karena fleksibilitas
metode tersebut yang lebih baik.

Gel transfer yang umum digunakan pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa dan
nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif
tidak mahal dan bloking mudah dan cepat dilakukan. Nilon juga digunakan terutama
pada beberapa keadaan khusus. Pertama, kapasitas pengikatan dengan protein yang
dibutuhkan jauh lebih besar dari kapasitas pengikatan nitroselulosa dan protein.
Kedua, protein terikat sangat lemah pada nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan
resistensi terhadap tekanan mekanik

Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer merupakan tahap
yang sangat penting dalam WB. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam proses transfer protein tersebut :

1) Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi
dapat menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah.
2) Kekuatan ion yang rendah buffer transfer yang rendah dapat digunakan pada
tegangan listrik yang tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas
yang tinggi.
3) Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam.
4) Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan
konsentrasi poliakrilamid yang rendah.

c. Tahap ketiga (deteksi)

Tahap ketiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke


membran transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen
dan antibodi yang bersifat spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama
terletak pada penggunaan antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan
molekul penanda. Berdasarkan penggunaan antibodi primer dan antibodi
sekunder, ada dua metode deteksi, yaitu: metode langsung dan metode tidak
langsung. Metode langsung menggunakan antibodi primer yang telah terkonjugasi
dengan molekul marker. Metode tidak langsung menggunakan antibodi primer
dan antibodi sekunder. Antibodi primer berfunsi mengikat protein target,
sedangkan antibodi sekunder berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi
dengan molekul penanda. Molekul penanda yang digunakan juga bervariasi.
Molekul penanda yang umum digunakan diantaranya adalah enzim alkalin
fosfatase (AP), enzim horsedish peroksidase (HRP), immunogold, dan 125I.
Masing-masing molekul penanda tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
Molekul penanda immunogold memiliki sensitifitas paling tinggi, yaitu
immunogold (1-25 pg). HRP, AP dan 125I memiliki sensitivitas relatif rendah
yaitu 10-20 pg, 10-50 pg, dan 50-100 pg

Deteksi dilakukan dengan antibodi yang telah dimodifikasi bersama


dengan sebuah enzim yang disebut reporter enzyme. Proses deteksi biasanya
berlangsung dalam dua tahap, yaitu :
1. Antibodi Primer
Antibodi yang digunakan di sini adalah antibodi yang pertama kali
dihasilkan sistem imun ketika terpajang protein target. Antibodi terlarut
kemudian diinkubasi bersama kertas membran paling sedikit selama 30 menit.
2. Antibodi Sekunder
Setelah diinkubasi bersama antibodi primer, kertas mebran dibilas
terlebih dahulu barulah diinkubasi dengan antibodi sekunder. Antobodi
sekunder adalah antobodi yang spesifik untuk suatu spesies pada antibodi
primer. Misalnya, anti-tikus hanya akan berikatan pada antibodi primer yang
berasal dari tikus. Antibodi sekunder biasanya berikatan dengan enzim
reporter seperti alkaline fosfatase atau horseradish peroxidase. Antibodi
sekunder ini kemudian akan menguatkan sinyal yang dihasilkan oleh antibodi
primer. Sekarang, proses deteksi dapat dilakukan dengan satu langkah saja,
yaitu dengan menggunakan antibodi yang dapat mengenali protein yang
diinginkan sekaligus memiliki label yang mudah dideteksi.
3. Prinsip kerja western blot
Prinsip kerja Western Blot yaitu pertama kali dilakukan analisis dengan SDS-
PAGEkarena protein mempunyai berat molekul yang beragam, sehingga setelahdilakukan
SDSPAGE, protein dengan berat molekul yang berbeda akan terpisahpada area gel.
Kemudian dilanjutkan dengan mentransfer protein tersebut dari Polyacrilamide Gel ke
membrane nitroselulose dan selanjutnya dilabel dengan antibodi. Hasil ikatan antara protein
antigen dan antibodi tersebut kemudiandiwarnai dengan menggunakan pewarnaan yang
diinginkan, seperti pewarnaan dengan commasie blue.

4. Cara Kerja Western Blot


1. Menyiapkan sampel yang akan diteliti, apakah itu limfosit T, fibroblas atau seldarah
tepi. Sampel harus dijaga tetap dingin.
2. Menyiapkan buffer supaya pH dapat berada pada jangkauan yang stabil
3. Menyiapkan antibodi yang akan digunakan sebagai pelacakMonoklonal antibodi
maupun poliklonal antibodi dapat digunakana.
4. Antibodi monoklonal adalah yang lebih baik digunakan, karena sinyal yang lebih
baik, spesifisitas yang lebih tinggi, hasil yang lebih jernih pada proses pembuatan
film western blot. Serta Antibodi Poliklonal karena dapat mengenali lebih banyak
epitop.
5. Melakukan Lisis pada Sel
Kita perlu melisis sel untuk mengeluarkan protein yang diinginkan dari sel.Untuk
melisis sel dapat digunakan detergen SDS dan RIPA. Bila yangdiinginkan adalah
sebuah protein yang terfosforilasi, maka perluditambahkan inhibitor fosfatase agar
gugus fosfat pada protein tersebut tidakdibuang.Cara melisis : sentrifuge dan ambil
pellet yang terbentuk. Jaga agar tetapdingin dengan menggunakan kotak es.
Tambahkan buffer lisis, lalukumpulkan dalam tabung eppendorf, jaga agar tetap
dingin.
6. Gel Elektroforesis
Gel yang biasa dipakai misalnya SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide
gel electrophoresis) untuk memisahkan protein berdasarkanukurannya dengan adanya
arus listrik. Akrilamid 10% juga ditambahkan. Kerja SDS-PAGE ini adalah dengan
mendenaturasi polipeptida setelah terlebihdahulu polipeptida tersebut dibuang
struktur sekunder dan tersiernya.Sampel terlebih dahulu dimasukkan ke dalam sumur
gel. Satu jalur biasanyauntuk satumarker. Protein sampel akan memiliki muatan yang
sama denganSDS yang negatif sehingga bergerak menuju elektroda positif melalui
jaring- jaring akrilamid. Protein yang lebih kecil akan bergerak lebih cepat
melewati jaring-
jaring akrilamid. Perbedaan kecepatan pergerakan ini akan terlihatpada pita-pita yang
tergambar pada tiap jalur.
7. Transfer Gel
Agar protein tersebut dapat diakses oleh antibodi, maka protein tersebutharus
dipindahkan dari gel ke sebuah kertas membran, biasanya nitroselulosaatau PVDF.
Membran ini diletakkan di atas gel, dan tumpukan kertaspenyerap diletakkan di
atasnya. Larutan buffer kemudian akan merambat keatas melalui reaksi kapiler
dengan membawa protein-proteinnya.Cara lain untuk mentransfer protein adalah
dengan menggunakan teknikelektroblotting. Teknik ini menggunakan arus listrik
untuk menarik proteindari gel ke membran.Selain itu, diperlukan pula sebuah
prosedur untuk mencegah terjadinyainteraksi antara molekul-molekul yang tidak
diinginkan agar hasil yang diperlukan lebih jernih (to reduce ‘noise’). Caranya adalah
dengan menempatkan membran pada BSA (Bovine serum albumin) atau non-fat
drymilk dengan sedikit detergen tween 20 sehingga serum tersebut akanmenempel
pada pada daerah yang tidak ditempeli protein sampel. Hal inibertujuan untuk
membuat antibodi hanya akan dapat menempel padabinding site protein target.
Setelah itu, barulah membran dengan proteinsampel tersebut diinkubasi dengan
antibodi.
8. Deteksi dilakukan dengan antibodi yang telah dimodifikasi bersama dengansebuah
enzim yang disebut reporter enzym
9. Analisisa
a. Colorimetric detection : Metode ini digunakan bila substrat dapat bereaksi
dengan reporterenzyme sehingga dapat mewarnai membran nitorselulosa
b. Chemiluminescent : Metode ini digunakan bila substrat merupakan molekul yang
bila bereaksidengan antibodi sekunder atu dengan reporter enzyme akan
teriluminasi.Hasilnya kemudian diukur dengan densitometri untuk mengetahui
jumlahprotein yang terwarnai. Teknik terbarunya yang paking canggih
disebutEnhanced Cheiluminescent (ECL). Teknik inilah yang paling
banyakdigunakan sekarang.

c. Radioactive detection : Metode ini menggunakan X-ray yang bila mengenai label
akanmenciptakan region gelap. Namun metode ini sangat maha dan
beresikotinggi terhadap kesehatan.
d. Fluorescent detection : Pelacak yang mempunyai label yang dapat mengalami
fluorosensi lalukemudian dideteksi oleh fotosensor seperti kamera CCD yang
menangkap
Langkah-langkah metode western blot

Aplikasi dan Manfaat Western Blot


Aplikasi Teknik Western Blot
Teknik western blot telah banyak dikembangkan dalam berbagai penelitian, salah
satunya pada penelitian mengenai spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3
ragi Saccharomyces cerevisia. Protein eRF3 (eukaryotic release factor-3) merupakan salah
satu protein yang berperan pada proses terminasi translasi. Protein ini bersama-sama dengan
eRF1 (eukaryotic release factor-1) saling berinteraksi membentuk kompleks release factor
dalam memediasi pelepasan rantai polipeptida dari ribosom.
Untuk memahami mekanisme terminasi translasi dalam sistem eukariot dilakukan
evaluasi struktur fungsi eRF1 yang dilanjutkan dengan studi in vitro eRF1 mutan dan eRF1
wild type dengan eRF3. Namun demikian hasil deteksi dari studi interaksi in vitro sulit
terdeteksi secara kuantitatif. Untuk dapat mengkuantisasi pita-pita eRF3 hasil studi interaksi
in vitro diperlukan antibodi anti eRF3.

2.4.2 Manfaat Western Blot


Adapun manfaat secara umum dari analisis westrern blot antara lain:
1.1 Untuk mengidentifikasi dan memposisikan protein berdasarkan kemampuannya untuk
berikatan dengan antibodi yang spesifik
2.1 Dapat memberikan informasi tentang ukuran dari protein
Berdasarkan penguraian aplikasi teknik western blot , salah satu manfaat yang telah
diperoleh dari analisis western blot ini yaitu konstruksi antibodi anti eRF3 telah dilakukan
meskipun antibodi belum terkarakterisasi dengan baik. Sehingga dilakukanlah analisis
western blot dengan cara mengukur tingkat spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3
terhadap protein eRF3. Spesifitas antibodi ditentukan berdasarkan kemampuan antibodi ini
dalam mengenali epitop protein eRF3 dari berbagai protein yang terdapat pada crude
extract ragi, sedangkan sensitifitasnya ditentukan melalui variasi jumlah antigen (eRF3) yang
berinteraksi dengan antibodi tersebut

Alberts B, Johnson A, Lewis J, et al., 2002. Molecular Biology of The Cell 4th Edition. New
York: Garland Science.
Atwood, T.K., P.N. Campbell, J.H. Parish, A.D. Smith, J.L. Stirling dan F. Vella (Ed). 2006. Oxford
Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology, Revised Edition. Oxford. University Press.

Bollag, D.M., M.D. Rozycki, S.J. Edelstein. 1996. Protein Method. Wiley-Liss. Inc.

Kindt, T.J., R.A.Goldsby, B.A. Osborne, J. Kuby, 2007, Kuby Immunology, W.H. Freeman, New York.

Koolman, J. dan K. Roehm, 2005. Color Atlas of Biochemistry, Second Edition. Revised and Enlarged.
Thieme.

TAMBAHONO IKI GAOPO FIIINNNN. AKU GAISOO GABUNGNO KATA2 EE.


GAUSAA YO GAOPO

1. Blotting

Blot adalah suatu teknik memindahkan bagian protein yang telah dipisahkan, RNA
atau DNA dari gel ke lembaran tipis atau matriks membran agar bagian protein tersebut
mengalami imobilisasi.

Keuntungan teknik blot adalah ;

a. Akses yang lebih besar kepada molekul yang telah terikat ke permukaan lembaran
dibandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau matriks.
b. Lebih sedikit reagen yang dibutuhkan.
c. Waktu untuk melakukan staining dna destaining, inkubasi, mencuci, dll dapat lebih
singkat.
d. Pola yang terbentuk dapat dikeringkan dan disimpan berbulan-bulan sebelum
dianalisis.
e. Dapat dibuat banyak replika pola tersebut untuk memungkinkan banyak metode
analisis yang dipakai

Anda mungkin juga menyukai