BAB II PEMBAHASAN
Asam nukleat merupakan suatu biopolimer yang memiliki bobot molekul tinggi
dengan monomer-monomer yang disebut nukleotida. Asam nukleat terdapat pada semua sel
hidup dan bertugas untuk menyimpan dan mentransfer materi genetik, kemudian
menerjemahkan informasi secara tepat untuk mensintesis protein yang khas bagi masing-
masing sel. Asam-asam nukleat terdapat pada jaringan tubuh sebagai nukleoprotein, yaitu
gabungan antara asam nukleat dengan protein. Turunan parsial nukleotida terdiri atas gula
pentosa, gugus fosfat dan basa nitrogen. Asam nukleat berdasarkan jenis gula yang
menyusunnya, dibagi menjadi dua, yaitu Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan Ribonucleic
Acid (RNA). Basa nitrogen yang terdapat dalam DNA maupun RNA adalah purin dan
pirimidin. Purin pada kedua jenis asam nukleat tersebut sama-sama Adenin dan Guanin.
Namun terdapat perbedaan dalam pirimidin. Pada DNA, pirimidin terdiri dari Timin dan
Sitosin, sedangkan pada RNA pirimidin terdiri dari Urasil dan Sitosin. DNA dan RNA secara
struktural memang berbeda dan memiliki fungsi yang berbeda pula.
Analisis asam nukleat secara kuantitatif mencakup analisis RNA dan DNA. Analisis
RNA secara kuantitatif bertujuan untuk mengukur konsentrasi dari rangkaian RNA yang
spesifik. Sedangkan analisis DNA secara kuantitatif digunakan untuk mendeteksi duplikasi
atau delesi DNA seperti aneuploidi kromosom dan hilangnya heterozigositas. Sedangkan
analisis kualitatif ditujukan untuk mengetahui keberadaan susunan atau gen tertentu dalam
asam nukleat. Analisis dapat digunakan untuk deteksi produk spesifik, misalnya patogen, atau
penentuan variasi susunan asam nukleat, misalnya dengan blotting.
a. Tahap pertama
Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara
elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran
molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, biasanya sampel
yang mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu
detergen yang memiliki muatan negatif. Muatan negatif SDS tersebut mengganggu
kestabilan protein, sehingga protein mengalami denaturasi. Interaksi ionik, jembatan
disulfida, ikatan hidrogen yang menyebabkan suatu protein mengalami folding untuk
menjaga kestabilannya menjadi terganggu akibat adanya SDS. Suatu protein multimer
juga akan terurai menjadi monomer penyusunnya. Akibatnya, protein-protein yang
ada dalam sampel membentuk suatu rantai polipeptida lurus. Semakin besar berat
molekul suatu protein, maka rantai polipeptida tersebut semakin panjang. Sampel
dengan protein rantai polipeptida lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran
poliakrilamid yang dialiri arus listrik. Protein yang telah bermuatan negatif akan
bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Laju pergerakan protein dalam
membran poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat antara
protein dan membran. Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya hambat
lebih besar sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan
pergerakan protein yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama
beberapa waktu, masing-masing protein akan terpisah berdasarkan ukuran
molekulnya. Protein yang lebih kecil atau memiliki berat molekul rendah akan
bergerak lebih jauh dibanding protein yang lebih besar. Dalam gel poliakrilamid
tersebut akan terbentuk pita-pita yang merupakan protein-protein yang telah terpisah
berdasarkan berat molekul.
b. Tahap kedua
Tahap kedua dalam WB yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid menuju
gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai faktor
pendorong transfer protein. Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga
elektrotransfer. Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
a. Blotting semikering
Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan
buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid
dan gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit
dengan arus lstrik tertentu.
b. Blotting basah
Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan
gel transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer
transfer. Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1
malam. Metode blotting basah lebih umum digunakan karena fleksibilitas
metode tersebut yang lebih baik.
Gel transfer yang umum digunakan pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa dan
nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif
tidak mahal dan bloking mudah dan cepat dilakukan. Nilon juga digunakan terutama
pada beberapa keadaan khusus. Pertama, kapasitas pengikatan dengan protein yang
dibutuhkan jauh lebih besar dari kapasitas pengikatan nitroselulosa dan protein.
Kedua, protein terikat sangat lemah pada nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan
resistensi terhadap tekanan mekanik
Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer merupakan tahap
yang sangat penting dalam WB. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam proses transfer protein tersebut :
1) Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi
dapat menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah.
2) Kekuatan ion yang rendah buffer transfer yang rendah dapat digunakan pada
tegangan listrik yang tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas
yang tinggi.
3) Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam.
4) Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan
konsentrasi poliakrilamid yang rendah.
c. Radioactive detection : Metode ini menggunakan X-ray yang bila mengenai label
akanmenciptakan region gelap. Namun metode ini sangat maha dan
beresikotinggi terhadap kesehatan.
d. Fluorescent detection : Pelacak yang mempunyai label yang dapat mengalami
fluorosensi lalukemudian dideteksi oleh fotosensor seperti kamera CCD yang
menangkap
Langkah-langkah metode western blot
Alberts B, Johnson A, Lewis J, et al., 2002. Molecular Biology of The Cell 4th Edition. New
York: Garland Science.
Atwood, T.K., P.N. Campbell, J.H. Parish, A.D. Smith, J.L. Stirling dan F. Vella (Ed). 2006. Oxford
Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology, Revised Edition. Oxford. University Press.
Bollag, D.M., M.D. Rozycki, S.J. Edelstein. 1996. Protein Method. Wiley-Liss. Inc.
Kindt, T.J., R.A.Goldsby, B.A. Osborne, J. Kuby, 2007, Kuby Immunology, W.H. Freeman, New York.
Koolman, J. dan K. Roehm, 2005. Color Atlas of Biochemistry, Second Edition. Revised and Enlarged.
Thieme.
1. Blotting
Blot adalah suatu teknik memindahkan bagian protein yang telah dipisahkan, RNA
atau DNA dari gel ke lembaran tipis atau matriks membran agar bagian protein tersebut
mengalami imobilisasi.
a. Akses yang lebih besar kepada molekul yang telah terikat ke permukaan lembaran
dibandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau matriks.
b. Lebih sedikit reagen yang dibutuhkan.
c. Waktu untuk melakukan staining dna destaining, inkubasi, mencuci, dll dapat lebih
singkat.
d. Pola yang terbentuk dapat dikeringkan dan disimpan berbulan-bulan sebelum
dianalisis.
e. Dapat dibuat banyak replika pola tersebut untuk memungkinkan banyak metode
analisis yang dipakai