Disusun oleh :
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat illahi yang telah
memeberikan kekeuatan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas ini. Berikut
ini penulis mempersembahkan sebuah karya ilmiah dengan judul "RETRIBUSI
PARKIR SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH
PEMALANG”, semoga dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
khususnya bagi tim penulis.
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang terdiri dari berbagai gugusan pulau besar dan
pulau kecil. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 (1) di sebutkan bahwa,
Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu di bagi atas daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten
dan kota itu mempunyai Pemerintahan daerah, yang di atur dengan Undang-Undang.
Di dalam era otonomi daerah seperti saat ini, di hendaki daerah untuk berkreasi
dalam mencari sumber penenerimaan yang dapat membiayai pengeluran Pemerintah
dan pembangunan. Setiap daerah memiliki hak dan kewajiban umtuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam bentuk desentralisasi dan dekonsentrasi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan Pemerintah dan
pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan Pemerintahan tersebut, daerah
berhak mengenakan pungutan terhadap masyarakat.
Berdasarkan Undng-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang
menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, di tegaskan
bahwa penempatan beban terhadap masyarakat, seperti pajak, retribusi, dan pungutan
lainnya yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang.
Ketentuan tersebut lebih lanjut di jabarkan dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah sebagai mana telah di ubah beberapa kali dan
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang peeubahan ke dua atas
Undang-Unadang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah maka
penyelenggaraan Pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang
seluas-luas nya, di sertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelengagarakan
otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyeleggaraan sistem Pemerintahan daerah.
Selama ini pungutan daerah baik berupa pajak dan retribusi di atur dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 mengatur tentang pajak daerah dan retribusi
daerah sebagai mana telah di ubah ke dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000.
Ke dua Undang-Undang tersebut kemudian di sempurnakan menjadi Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2009. Dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah daerah
sebagaia mana di tetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah yang di ikuti dengan Undang-Undang Nomor 33 Thun 2004
tentang peimbangan keuangan antara Pemerintah pusat dan daerah, timbul hak dan
kewajiban daerah yang dapat di nilai dengan uang, sehingga perlu di kelola dengan
dalam pengelolaan keuangan daerah. Penegelolaan keuangan daerah sebagaimana di
maksud merupakan sub sistem dari pengelolaan keuangan Negara dan merupakan
elemen pokok dalam menyelenggarakan Pemerintahan.
Penyelenggara urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah di danai
dari atas bebean pendapatan dan belanja daerah. Pendapatan asli daerah merupakan
tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karena itu kemampuan melaksanakan
ekonomi di ukur dari besarnya kontribusi yang di berikan oleh pendapatan asli daerah
terhadap total APBD.
Pendapatan asli daerah yang selanjutnya di singkat PAD adalah pendapatan yang
di peroleh daerah yang di pungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pendapaan Asli Daerah sangat membantu untuk menambah
pembiayaan Pemerintah dalam melaksanakan anggaran belanja rutin. Sebgaiaman di
ataura dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan anatara Pemerintah pusat dan daerah, sumber-sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terdiri dari:
1. Pajak daerah
2. Retribusi daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan yang di pisahkan
4. Laian-laian pendaptan asli daerah yang sah.
Untuk mewujutkan pembangunan di suatu daerah, maka suatau daerah harus lebih
kreatif dalam melahirkan sumber-sumber pendapatan asli daerah, salah satu sumber
pendapatan asli daerah yang potensial adalah dari sektor jasa perparkiran. Jasa parkir
sangat di perlukan di daerah-daerah perkotaan seperi Pemalang
Pemalang adalah salah satu daerah di jawa tengah yang pembangunannya
semakin hari semakin berkembang pesat. Pembangunan tersebut tentunya
menggunakan anggaran yang besar, dari rincian anggran tersebut salah satunya retribusi
parkir.
Lahan parkir sangat diperlukan ditengah-tengah pembangunan yang pesat
tersebut, dengan adanya lahan parkir yang luas juga akan menambah pemasukan untuk
daerah, serta pengawasan yang terstruktur juga akan mendukung lancarnya pemasukan
daerah.
Dalam PERDA Pemalang No. 18 Tahun 2007 berfungsi untuk mengatur
berbagai hal yang mengatur tentang parkir, salah satunya retribusi parkir. Namun disisi
lain parkir yang ada di Pemalang banyak mengalami permasalahan, khususnya disisi
mengoptimalkan penerimaan uang parkir, juga kurangnya peran Pemerintah daerah
dalam merealisasikan PERDA yang ada, sehingga tahap-tahapan retribusi itu tidak
dapat diolah dengan baik seperti pungutan DISHUB ke BPKAD.
Parkir masih perlu di perhatikan oleh Pemerintah, karena masih banyak
penyelewengan yang dilakukan baik itu dari petugas parkir maupun dari instansi yang
menagani tentang parkir.
Namun dalam hal ini parkir harus ada pembelajaran atau pelatihan, agar petugas
parkir dilapangan itu mampu melayani masyarakat dengan sebaik mungkin, sehingga
masyarakat tidak berpandagan bahwa petugas parkir itu tidak mampu dan tidak bisa
menjadi pelayanan yang baik untuk masyarakat yang parkir.
Jl. Ahmad yani adalah salah satu tempat yang di sediakan Pemerintahan daerah
Pemalang untuk di jadikan lahan parkir, melihat kondisi yang ada di sepanjang jl.
Ahmad yani yang terkadang menimbulkan kemacetan di saat pagi dan siang hari, hal
itu di sebabkan oleh melebarnya lahan parkir yang di gunakan oleh para juru parkir. Di
jl. Ahmad yani sendiri terdapat sekitar delapan juru parkir yang bertugas memberikan
jasa pelayanan parkir, terkadang meraka menggunakan kardus untuk menutupi tempat
duduk motor. Di area parkir jl.ahmad yani juga ada beberapa petugas dari dinas
perhubungan yang tampak mengawasi mereka.
Dinas perhubungan adalaha salah satu intansi yang menangani masalah parkir
ini, di mana juru parkir menyetorkan langsung uang hasil pungutan parkir kepada
petugas dinas perhubungan dan dinas perhubungan menyetorkannya kepada dinas
pendapatan pengelolaan keuangan dan asset darah, namun dinas perhubungan tidak
menyetor dalam bentuk uang tunai, tetapi dalam bentuk kwitansi, karena uang sudah di
setor langsung ke rekening bank dinas pendapatan dan pengelolaaan keuangan dan asset
daerah.
Kejadian di lapangan namun tidak seindah apa yang kita bayangkan, banyak
kejanggalan yang terjadi di lapangan seperti, petugas parkir yang tidak resmi,
penyetoran hasil pungutan parkir yang tidak sesuai aturan dan adanya calo parkir yang
merugikan daerah, padahal semua aturan sudah tertuang dalam undang-undang maupun
perda, mulai dari objek dan golongan retribusi sampai mekanisme pungutan retribusi.
Jika kita melihat secara subjektif tidak mungkin hal-hal seperti yang di atas dapat
bertahan jika tidak ada pihak-pihak yang berwenang yang memberikan kebebasan
kepada juru-juru parkir tersebut. Tentunya dengan sistem bagi hasil atau ada uang
setoran ke pada pehak-pihak tertentu yang sangat merugikan pendapatan daerah.
Dalam hal ini untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Pemerintah Pemalang dalam hal ini Dinas perhubungan harus bisa memberikan
kontribusi lebih sebagai mana tugasnya untuk menertibkan para juru parkir dan
mengoptimalkan pungutan retribusi parkir.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian darilatar belakang diatas maka penulis merumuskan penelitian
sebagai berikut :
PEMBAHASAN
Table II
No NAMA JARAK SETORAN/HARI
1 JASPER MANGUNSONG + 27 M Rp.20.000
2 LANCAR MARULITO SIMBOLO + 36 M Rp.25.000
3 SIPIN SEMBIRING + 15 M Rp.40.000
4 ROBBY MANURUNG + 10 M Rp.10.000
5 ADIMISON SIMARMATA + 51 M Rp.31.000
6 JUSMADI HUTAHEANG + 47 M Rp.31.000
JUMLAH + 186 M Rp.157.000
Sumber : Dinas Perhubungan
Ketika kita membaca data yang di peroleh dari juru parkir dan Dinas
Perhubungan kelihatannya banyak sekali kerancuan atau pun perbedaan-perbedaan
yang sangat mencolok. Hal yang paling mencolok adalah ketika nama-nama juru parkir
yang di berikan oleh Dinas perhubungan tidak sama dengan mereka yang bertugas di
lapangan bahkan nama pak Ali yang menurut pengakuan beliau sudah 10 tahun menjadi
juru parkir di Jl.ahmad yani tidak terdaftar di Dinas Perhubungan. Tentu hal semacam
ini menjadi pertanyaan kita apakah mereka yang di bertugas tersebut juru parkir liar
atau mereka adalah pihak ke tiga yang bekerja dengan orang-orang yang namanya sudah
terdaftar di dinas perhubungan? Dan ternyata memang benar sebagian dari mereka di
pekerjakan sama orang-orang yang namanya sudah terdaftar di dinas perhubungan
untuk menggantikan tugas mereka. Contohnya saja Edi dan Tarigan yang ternyata
bekerja dengan Sipin Sembiring dan hasilnya mereka setorkan kepada sipin. Yang jadi
pertanyaan selanjutnya adalah kenapa lahan Pemerintah bisa mereka bisniskan. Jlahmad
yani adalah fasilitas public yang di gunakan untuk kepentingan umum. Ketidak tegasan
dari Instansi terkait juga menjadi factor penentu kenapa hal ini bisa terjadi. Tidak
mungkin mereka yang sehari-hari menjaga pos di jl.ahmad yani tidak mengetahui hal
ini. Hal seperti ini bisa terjadi karena kelonggaran sistem pengawasan atau mereka tau
hanya saja tutup mulut-tutup telinga dan pura-pura tidak tau.
Hal yang ke dua yang berbeda adalah jarak lokasi titik di mana juru parkir
tersebut bertugas, di mana menurut pengakuan para juru parkir yang bertugas, mereka
hanya di bagikan 50 Meter wilayah untuk mereka kelola, sementara data yang di peroleh
dari dinas pehubungan adalah Rata-Rata mereka memiliki wilayah di bawah 50 meter
bahkan ada yang memiliki 10 Meter. Hal tersebut jelas saja terjadi karena mereka yang
berada di SK(Surat Keputusan) tidak berada di lapangan. Apabila di SKny mereka
memiliki wilayah kelola sebanyak 27 atau 36 Meter lalu bagaimana mungkin mereka
bisa menyewakan lahannya dengan rata-rata 50 Meter, sehingga mereka hanya duduk
di rumah sambil menerima setoran per bulan atau pun perhari dari anak buahnya. Di
sini kembali di perlukannya pengawasan yang ketat oleh dinas perhubungan di mana
mafia-mafia parkir ini harus segera di tangkap karena yang mereka perjualkan adalah
fasilitas public.
Hal yang ke tiga yang berbeda adalah setoran retribusi jelas di situ perbedaannya
sangat jauh dari hasil juru parkir dan dinas perhubungan, di mana ketika di total kan
keseluruhannya menurut pengakuan juru parkir setoran tersebut mencapai
Rp.306.000/hari apabila di kalikan 30 hari akan mencapaiRp.9.180.000/bulan dan
ketika di kalikan pertahun atau 12 bulan akan menembus angka Rp.110.160.000 namun
hasil berbeda ketika data dari dinas perhubungan di keluarkan, di mana mereka hanya
menerima Rp.157.000/hari. Dan ketika di kalikan 30 hari ata sebulan akan memperoleh
Rp.4.710.000 dan setahunnya bisa sebesar Rp.56.520.000 Itu artinya ada selisih yang
lumayan banyak antara juru parkir dan dinas perhubungan, di mana selishnya mencapai
Rp.149.000/hari apabila di kalikan satu bulan atau 30 hari bisa mencapai Rp.4.470.000
dan ketika di kalikan satu tahun atau 12 Bulan bisa menembus angka Rp.53.640.000.
tentuya menjadi sebuah pertanyaan besar kemana uang sebanyak itu di setorkan dan
ternyata para juru parkir tidak kompak dalam memberikan keterangan, di mana ada
beberapa dari mereka yang mengaku langsung menyetorkan uang tersebut ke pada
pegawai dinas perhubungan, ada juga yang mungkin jujur ataupun keceplosan dalam
memberikan keterangan di mana mereka mengatakan mereka mneyetorkannya kepada
sipin sembiring. Yang katanya sipin sembiring lah yang menjadi penguasa di Jl.ahmad
yani tersebut. Lalu pernyataan yang sebagiannya lagi yang langsung menyetorkannya
ke dinas perhubungan seperti pak Ali yang mengatakan beliau menyetorkan sebanyak
Rp.56.000/hari namun dia menyetorkannya sebulan sekali dalam jumlah di kisaran
Rp.1.680.000. di kasus pa kali ini, beliau tidak terdaftar di Dinas Perhubungan namun
menyetorkannya ke dinas perhubungan. Dapat kita artikan di sini pak Ali
menyetorknnya ke oknum dinas perhubungan. Apakah uang setoran pak Ali tersebut
langsung di setorkan ke DPPKAD atau tidak kita tidak tau bagai mana prosesnya,
mungkin saja di setorkan dan bisa saja di ambil untuk kepentingan pribadi.
Namun menurut pernyataan pak murdiman tidak ada pihak ke tiga dalam
penyetoran uang hasil retribusi. Beliau juga menyatakan bahwa sudah 90% juru parkir
terdaftar di Dinas perhubungan dan 10%nya lagi bisa saja juru parkir illegal atau pun
mereka yang menggantikan keluarganya untuk menjadi juru parkir. Pak murdiman juga
mengatakan bahwa penarikan uang hasil retribusi di lakukan sepuluh hari sekali, dan di
lakukan langsung oleh pegawai dinas perhubungan kepada juru parkir dengan
memberikan bukti transaksi yaitu kwitansi, lalu uang tersebut di setorkan ke DPPKAD
(Dinas Pengelolaan Pendapatan dan Aset Daerah) namun penyetoran tidak dengan uang
tunai tetapi dengan kwitansi karena uangnya sudah langsung di transfer ke rekening
DPPKAD. Mendengar apa yang di sampaikan oleh bapak murdiman sepertinya tidak
singkron dengan apa yang terjadi di lapangan sebenarnya. Lagi-lagi apakah dinas
perhubungan tidak pernah mengecek kembali para juru parkir yang bertugas atau kah
memang sudah ada kawin kepentingan.
Menjadi sebuah kerugian bagi kota Pemalang ketika uang sebesar Rp.
53.640.000 per tahun yang seharus nya apabila di kelola dengan baik dan benar akan
masuk ke kas daerah namun apa mau di kata ketika uang sebesar tersebut bertebaran di
luaran yang tak tau kemana saja arahnya. Itu baru hanya di jalan ahmad yani, perlu di
ketahui Pemalang memiliki + 78 titik parkir, itu artinya kalau saja kita sama kan
kejadiannya maka di ambil rata-rata nya paling tidak kbupaten Pemalang akan
kehilangan sekitar 4.183.920.000 per tahun, hal ini mungkin saja terjadi apabila
pengawasan Artinya dengan kebocoran dari uang receh saja Pemalang sudah bisa
membangun infrastruktur yang langsung di rasakan masyarakat. Bisa di katakana salah
satu Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Pemalang adalah dari sector
perparkiran. Di mana ketika terjadi kebocoran seperti yang saat ini maka kabupaten
Pemalang akan sangat merugi.
Kebocoran tersebut bisa terjadi karena tidak adanya sistem karcis yang di
berlakukan di jl.ahmad yani, di mana Dinas Perhubungan hanya mematok harga sesuai
tempat, apabila tempatnya di perkirakan ramai maka setorannya tinggi dan apabila
tempatnya sei maka setorannya di sesuaikan dengan kondisi kendaraan yang parkir.
Tidak adanya bukti seperti karcis sebagai tanda bukti jasa parkir sehingga Dinas
Perhubungan tidak bisa mengira berapa motor yang di parkirkan di Jl. Ahmad yani
Menurut pengakuan pak mardimin pihak dinas perhubungan memang belum pernah
memberikan karcis dan dalam waktu dekat rencnanya akan segera di buatkan.
Apabila dengan menggunakan sistem karcis artinya jumlah banyaknya hasil
pungutan adalah dengan melihat seberapa banayak karcis yang di sobek, namun melihat
prilaku masyarakat yang terkadang tidak menghiraukan dengan karcis, yang penting
mereka sudah bayar jasa parkir, mereka tida membutuhkan karcis sehingga karcis
tersebut tidak di sobekkan dan artinya uang yang kita bayarkan tidak terhitung dan akan
menjadi rezky dia. Kalau hanya satu motir tidak masalah tetapi yang menjadi masalah
adalah apabila semangkin banayak masyarakat yang tidak mau ambil peduli tentang apa
yang terjadi apabila mereka tidak mengambil karcis yang di berikan. apabila ada 50
orang saja yang tidak mengambil karcisnya maka akan ada sekitar Rp.50.0000 uang
yang tidak bertuan.
Ada pemandangan yang tidak biasa dari biasanya, sebagaimana yang telah kita
ketahui bahwa pada umumnya juru parkir adalah laki-laki, namun hal itu tidak berlaku
di Jl.Ahmad yani. ternyata konsep kesetaraan Gender yang di gagas Negara-negara yang
tergabung dalam PBB pada tahun 2000 dalam pembangunan manusia millennium
MDGs telah merambah ke sector per parkiran, bahwa tidak hanya laki-laki yang bisa
menjadi juru parkir tetapi wanita juaga bisa, seperti yang di lakukan ibu Roslina.
Dengan gigihnya ibu roslina memindahkan motor-motor yang terparkir di wilayahnya
dan tanpa rasa lelah ia seakan punya harapan besar yaitu demi keluargannya. Namun
ibu roslina bukan satu-satunya wanita yang menjadi juru parkir di jalan Ahmad Yani
ada juga seorang wanita yang menjadi juru parkir dan yang lebih mengejudkan lagi
adalah ketika ia mengaku bahwa dia seorang sarjana ekonomi. Namun ketika tim
penulis mengecek kembali kebenarannya dan ternyata ia sudah tidak ada lagi di situ,
dan mungkin dia adalah seorang mahasiswa S2 yang sedang melakukan penelitian
terkait tesisnya. Selain itu pemandangan yang lainnya adalah di mana jika kita
perhatikan para juru parkir yang datnya dari Dinas perhubungan adalah beretnis batak,
apakah ada unsure kesengajaan atau tidak ataukah mungkin karena orang batak berlogat
keras sehingga bisa membuat para pengendara takut dan membayar jasa parkirnya.
Terkait pembayaran jasa parkir ada juga yang tidak membayarnya terutama oknum-
oknum TNI/POLRI dan PNS di mana mereka seringkali tidak membayar karena mereka
berfikir mereka pejabat Negara dan abdi Negara sehingga tidak perlu membayar parkir,
hal-hal seperti ini harus segera di tertibkan, pejabat Negara ataupun abdi Negara bukan
berarti mereka yang punya Negara ini.
Terkait pengelolaan hasil pungutan retribusi, DPPKAD menyalahkan Dinas
perhubunganlah yang harus bertanggung jawab atas kebocoran yang terjadi di mana
pengawasan yang lemah dan tidak tegasnya dinas perhubungan terhadap para juru
parkir liar maupun mafia parkir yang tersebar di kabupaten Pemalang. Di bangunkan
pos untuk dinas perhubungan di JL. Ahmad yani agar mereka mudah untuk mengontrol
para juru parkir, tapi nyatanya pos itu cenderung kosong, hanya ada petugasnya di pagi
hari dan kosong menjelang siang dan kembali ada petugas nya di siang hari lalu kosong
lagi. Dan juga pos tersebut menjadi tempat di mana mereka tertawa-tertawa dan
bercerita, bukannya bekerja secara professional.
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah selalu mengeluarkan
laporan hasil realisasi pendapatan daerah, salah satunya adalah Retribusi pelayanan
parkir di tepi jalan umum.
Table III
No Retribusi Anggaran Anggaran Jumlah % Sisa
Rekening Pelayanan Perubahan Realisasi
parkir
4.1.2.01.0 2013 450.000.00 450.000.00 384.625.00 85,4 -65.375.000
5 0 0 0 7
4.1.2.01.0 2014/Oktobe 600.000.00 600.000.00 300.539.00 50,0 -
5 r 0 0 0 9 299.461.00
0
Sumber : DPPKAD
Dimana hasil yang penulis peroleh adalah pada tahun 2013 di mana Pemerintah
menargetkan anggaran sebesar Rp.450.000.000 dan tidak terjdi perubahan pada
anggaran perubahan, di mana realisasi pada tahun 2013 tentang retribusi parkir yang
menunjukkan grafik naik turun di mana penghasilan retribusi terendah pada bulan
Februari denga nilai Rp.24.500.000 dan penghasilan retribusi terbesar adalah pada
bulan Juli dengan nilai Rp.42.000.000 dengan jumlah akhir retribusi pada 2013 adalah
Rp.384.625.000 dengan rasio persentase 85,47% dengan defisit – Rp.65.375.000.
Data pada tahun 2014 yang hanya berakhir pada bulan oktober sudah mencapai
nilai Rp.300.539.000 dengan persentasi 50,09% dengan awalnya target anggaran yang
ditetapkan Rp. 600.000.000 dan tidak terjadi perubahan pada APBDP. Sama seperti
pada tahun 2013 grafik realisasi retrebusi pelayanan parkir di tepi jalan umum
mengalami naik turun dengan realisasi paling rendah adalah pada bulan Mei Rp.
28.490.000 dan realisasi paling tinggi pada bulan September dengan nilai Rp.
40.142.000, walaupun belum sampai akhir 2014 data menunjukkan pada tahun
2014/oktober juga mengalami defisit anggaran sebesar Rp.299.461.000.
Dengan melihat realisasi retribus parkir pada tahun 2013 dan 2014 maka telah
terjadi perubahan baik itu di penggaggaran maupun realisasi di mana pada tahun 2014
mengalami penurunaan realisasi hingga oktober dan bisa di perkirakan pada akhir
desember juga tidak mampu mencapai target dan berada di bawah angka 2013. Hal itu
di sebabkan karena tidak terstruktur dengan baik cara pemungutan retribusi dan masih
banyaknya mafia parkir yang tidak pernah di usut dan di tangkap. Mafia-Mafia ini harus
segera di tertibkan agar tidak mengakibatkan kerugian bagi daerah yang begitu besar.
Andaikan pungutan tersebut tidak bocor mungkin jalan raya di Pemalang tidak
lagi berlobang, lampu jalan sudah siap hidup menerangi jalan, infrastruktur sekolah
yang lebih baik dan tentunya bisa saja jembatan ke dompak selesai. Hal ini perlu
perhatian khusus dari Pemerintah karena parkir ini juga sebagai penambah ABPD dan
bisa untuk membangun pembangunan yang belum berjalan di kabupaten Pemalang.
Jika parkir ini terus-terusan seperti ini, tidak ada penegasan dan pengawasan
yang ketat dari Pemerintah maka parkir ini akan menjadi permasalahan yang nantinya
menjadi besar. Banyaknya pelanggaran yang dilakukan baik itu dari juru parkir maupun
dari anggota Dishub itu sendiri.
Untuk itu harus ada evaluasi terhadap aturan tentang parkiran, Pemerintah bisa
membuat aturan tentang parkir baik dari segi lahannya maupun pungutan parkirnya.
Disini terutama harus diberikan pelatihan bagi juru parkir dan sosialisasi tentang
Perda dan Perwako yang terbaru. Dengan pelatihan juru parkir ini bisa benar-benar
memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga tidak ada kesia-sian terhadap
pelayanan masyarakat, selain memberikan pelatihan terhadap juru parkir, Pemerintah
juga harus menetapkan kebijakan bagi yang jelas terhadap pungutan yang dilakukan
oleh dishub, misalnya menentukan berapa jumlah yang harus disetor, kemudian
waktunya apakah perhari ataupun perbulan, lalu juga penegasan terhadap keterlambatan
penyetoran yang dilakukan oleh petugas parkir, dan juga bukti-bukti penyetoran yang
dilakukan baik itu dari juru parkir, dishub dan DPPKAD , dengan adanya bukti
penyetoran tersebut bisa mencengah terjadinya penyimpangan dalam dalam penyetoran
uang parkir, sehingga retrebusi parkir ini berjalan dengan sebgai mana mestinya.
Selain hal-hal yang di atas, Pemerintah juga harus membuat kebijakan tentang
bagaimana pembayaran yang diberikan oleh pengendara, apakah harus menggunakan
waktu misalnya per/jam Rp.1000 bagi kendaraan roda 2 dan Rp.2000 per/jam bagi
kendaraan roda 4, agar teraturnya parkir yang ada di Pemalang .
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Indonesia pada saat ini mengunakan asas desentralisasi dimana daerah harus
mengurus daerahnya masing-masing, mencari sumber-sumber pendapatan ataupun
penerimaan daaerah dan daerah tersebut wajib memberikan pelayanan kepada
masyarakat setempat. Daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali sumber-
sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan,
sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat. Secara umum Retribusi merupakan pembayaran wajib dari penduduk
kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi
penduduknya secara perorangan, atau pungutan yang dilakukan daerah karena adanya
fasilitas atau pelayanan jasa yang nyata yang diberikan oleh Pemerintah daerah.
Retribusi pada umumnya di atur pada Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997.
Salah satu jenis dari retribusi adalah retribusi parkir. Terkait pungutan retribusi parkir
sendiri berada di bawah naungan Dinas Perhubungan dan Dinas Pengelolaan dan
Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah.
Di kabupaten Pemalang retribusi parkir di atur dalam perda Nomor 18Tahun
2007 dan perda yang baru Nomor 5 Tahun 2012 namun belum di publikasikan ke
masyarakat.
Tata cara pengelolaan retribusi parkir berawal dari penetapan juru parkir di
lokasi parkir, di mana juru parkir tersebut menjalankan tugasnya dengan memungut
retribusi jasa parkir dari masyarakat dan nantinya akan di setorkan ke petugas dinas
perhubungan yang bertugas, pungutan di lakukan sepuluh hari sekali, lalu uang terebut
langsung di setorkan ke Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah
namun Dinas perhubungan hanya menyetorkan kwitansi sebagai bukti pembayaran
Karena uangnya sudah langsung di setor ke rekening Dinas Pengelolaan Pendapatan
Keuangan dan Asset Daerah
Akibat pengawasan dan sistem yang salah maka retribusi parkir yang di hasilkan
di Jl.ahmad yani hanya Rp.157.000/hari menurut data Dinas Perhubungan dan
Rp.306.000/hari menurut pengakuan juru-juru parkir yang ada di jalan ahmad yani.
Jumlah tersebut telah di akumulasikan dengan seluruh juru parkir yang ada. Ternyata
yang membuat perbedaan dari hasil retribusi tersebut adalah para juru parkir yang
bertugas di Jl.ahmad yani bukan lah Juru parkir yang memiliki SK dari Dinas
perhubungan. Mereka adalah pekerja dari orang yang memiliki SK dari dinas
perhubungan.
Karena angka yang berbeda tersebut dan menurut asumsi kami telah terjadi
kebocoran retribusi di Jl.ahmad yani setidaknya Rp.149.000/hari dan sekitar
Rp.53.640.000/Tahun. Dengan kebocoran sebanyak itu maka akan merugikan daerah
dan berkuragnya Pendapatan Asli Daerah. Wajar jika target Pemerintah untuk retribusi
parkir jalan umum tidak pernah tercapai dan berpotensi menurun di Tahun 2014 ini.
Terbukti dengan data DPPKAD dimana Tahun 2013 di targetkan sebesar
Rp.450.000.000 dan hanya terealisasi Rp.384.625.000 dan pada tahun 2014 di naikkan
target menjadi Rp.600.000.000 dan terealisasi terakhir oktober sebesar Rp.300.539.000.
Hal ini jelas merugikan kabupaten Pemalang yang mana apabila kebocoran
tersebut bisa di tutupi maka pembangunan di kabupaten Pemalang bisa semangkin pesat
dengan infrastruktur yang bagus. Potensi Pendapatan Asli Daerah kabupaten Pemalang
dari retribusi parkir sangat besar dan dapat membantu merealisasi otonomi daerah
dengan baik.
B. SARAN
Disarankan kepada Pemerintah khususnya Dinas perhubungan agar membenahi
sistem perparkiran dan juga dapat menangkap para mafia parkir yang merugikan daerah.
Petugas Dinas Perhubungan harus sering mengecek keberadaan juru parkir yang sah di
mana para juru parkir kami sarankan agar di berikan tanda pengenal yang sah dari dinas
perhubungan agar masyarakat bisa membedakan mana petugas parkir yang resmi dan
yang tidak resmi.
Pemberian karcis kami rasa perlu untuk mengendalikan berapa sebenarnya
pendapatan juru parkir per harinya agar kebocoran yang selama ini terjadi bisa di tekan
seminimnya. Cara penyetorannya juga kami rasa juru parkir perlu langsung
menyetorkan hasil pungutannya ke rekening Dinas perhubungan dengan Bank yang
telah bekerjasama terlebih dahulu dengan Dinas perhubungan dan memberikan bukti
penyetoran kepada dinas perhubungan agar tidak ada penyelewengan uang hasil
retribusi. Pemerintah saya harapkan secepatnya mensosialisasikan perda Nomor 5
Tahun 2012 tentang retribusi parkir agar masyarakat menjadi tau dan jelas berapa
sebenarnya pungutan yang sehausnya di bayar.
Transparansi kami rasa sangat di perlukan di mana DPPKAD harus transparan dan
mempublikasikan berapa penghasilan hasil pungutan retribusi parkir dan retribusi-
retribusi yang lainnya minimal DPPKAD memposting hasilnya di Blog,webside
ataupun Koran di setiap bulannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://indeksprestasi.blogspot.com/2014/11/pengelolaan-retribusi-parkir-
studi.html
Siahaan , Marihot Pahala . 2010 . Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Jakarta:
Rajawali Pers