Berdasarkan sifatnya
1. Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya yang telah
dimanfaatkan sepenuhnya.
2. Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya
yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.
Umble dan Srikant (1996) menambahkan pengelompokan kendala yang seringkali tampak, yaitu : (1)
kendala pasar, kendala berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan pasar. (2)
kendala material, kendala ini dapat berupa kemampuan faktor input produksi seperti bahan baku, tenaga kerja,
dan jam mesin. (93) kendala kapasitas yang diidentifikasi sebagai kapasitas tersedia untuk mengolah sumber
daya yang ada dalam mempertahankan proses produksi. Dari ketiga penjelasan kendala yang dikemukakan oleh
Umble dan Srikant, yang paling tampak dan seringkali muncul dalam proses produksi, yaitu kendala material
dan kapasitas.
Teori kendala atau Theory of Constraint (TOC) merupakan filosofi manajemen sistem yang
dikembangkan oleh Eliyahu M. Goldratt sejak awal 1980-an. TOC menyatakan bahwa kinerja perusahaan
(sistem) dibatasi constraint. Menurut hansen dan Mowen (2006), TOC mengakui bahwa kinerja setiap
perusahaan/organisasi dibatasi oleh kendala-kendalanya, selanjutnya TOC mengembangkan sebuah pendekatan
spesifik untuk mengelola kendala-kendala tersebut untuk mendukung tujuan perbaikan berkelanjutan. Menurut
Blocher et al. (2000) teori ini merupakan teknik stategik untuk membantu perusahaan secara efektif
meningkatkan faktor keberhasilan kritis yang penting, yaitu waktu tunggu yang mengindikasikan lamanya bahan
diubah menjadi produk jadi. Teori kendala mengarahkan perhatian manajer kepada kecepatan bahan baku dan
komponen yang dibeli, diproses menjadi produk akhir dan diserahkan pada pelanggan. TOC menekankan
perbaikan througput dengan cara mengubah atau menurunkan pemborosan pada proses produksi yang
mengurangi tingkat output yang dihasilkan.
Theory of constraint merupakan pengembangan dari Optimized Production Technology (OPT). Nama
lain dari TOC adalah synchronous production atau synchronous manufacturing. TOC adalah suatu teori yang
menekankan bahwa performa optimum dari suatu sistem bukan merupakan penjumlahan dari semua komponen
sistem yang telah dioptimasi, tetapi merupakan pengaruh kendala-kendala yang ada pada suatu sistem terhadap
performa optimum yang dapat dicapai sistem tersebut. TOC telah menjasi suatu sistem yang bermanfaat dalam
manajemen operasi modern. Dengan mneggunakan TOC, perusahaan dapat mencapai pengurangan WIP dan
persediaan barang jadi dalam jumlah besar, perbaikan yang nyata dalam mengatur penjadwalan operasi dan
peningkatan profit.
Bagaimana kita menjaga pasukan bisa berjalan bersamaan dan mencapai tempat tujuan secara bersamaan
(lead time yang singkat, throughput yang maksimal). Kemungkinan pertama adalah menempatkan yang lambat
di depan dan yang paling cepat ditempatkan di belakang seperti pada gambar 2. Kemudian proses akan berjalan
pada tingkat yang pertama, yaitu pendaki yang berjalan lambat.
Kemungkinan kedua, lihat pada gambar 3, adalah meninggalkan setiap orang didalam urutan yang
sebenarnya dan menyatukan mereka dengan tali untuk memastikan bahwa mereka tidak akan menyebar. Strategi
ini akan bekerja dalam sistem dengan produk yang secara ekonomis diproduksi dalam lini/lintasan, tetapi tidak
dapat digunakan dalam sistem job shop.
Kemungkinan ketiga, adalah pejalan kaki yang paling depan diberikan drummer seperti pada gambar 4.
Pejalan kaki yang lain akan mendengar drum itu dan menjaga langkahnya. Jika pejalan kaki yang berjalan
lambat tidak menjaga langkah sesuai dengan pemain drum, kemudian yang paling lambat, dan semua yang di
belakang akan terpisah dengan barisan terdepan.
Ukuran Performansi
TOC memfokuskan pada tiga ukuran perusahaan yaitu throughput (T), inventory (I), dan operating
expenses (OE). Throughput adalah suatu ukuran dimana suatu perusahaan menghasilkan uang melalui penjualan
(Hansen dan Mowen, 2006). Througput berkaitan erat dengan margin kontribusi (throughput contribution) yaitu
penjualan dikurangi dengan biaya material langsung. Proses produksi dan distribusi yang tidak mempengaruhi
throughput bukan merupakan kendala yang mengikat, sehingga perhatian pada hal-hal tersebut menjadi lebih
rendah dibandingkan perhatian terhadap pemborosan (kendala mengikat). Dalam lingkungan manufaktur yang
baru, throughput diukur melalui pengurangan penjualan dengan biaya-biaya langsung. Inventory atau Persediaan
adalah semua dana yang dikeluarkan untuk mengubah bahan baku mentah menjadi throughput (Hansen dan
Mowen, 2006). Bahan persediaan dalam TOC merupakan semua aktiva yang dimiliki dan tersedia secara
potensial untuk penjualan. Persediaan produk jasi hanya difokuskan pada tingkat yang diperlukan untuk
menghadapi perubahan permintaan pelanggan guna memberikan pelayanan yang baik. Pengadaan persediaan
bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi diatas tingkat minimum tidak akan menambah throuhput dan
meupakan biaya yang tidak bernilai tambah. BiayaBiaya operasi adalah seluruh uang yang dikeluarkan sistem
untuk mengubah inventory menjadi throughput. Operating Expenses atau biaya-biaya operasional adalah semua
uang yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah persediaan menjadi throughput.
Berdasarkan 3 ukuran ini, tujuan pihak manajemen dapat dikatakan sebagai berikut: menaikkan
throughput, meminimalkan persediaan, dan menurunkan biaya-biaya operasional. Teori kendala ini memiliki
argumen bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya saing perusahaan, karena dengan menurunkan
persediaan akan diperoleh produk yang lebih baik, harga yang lebih rendah, dan tanggapan yang lebih cepat
terhadap kebutuhan pelanggan (Hansen dan Mowen, 2006).
Penerapan TOC dapat membantu manajer dalam meningkatkan laba dan juga penjualan produk atau jasa
yang berkualitas serta pemenuhan permintaan yang tepat waktu sehingga perusahaan mampu beroperasi secara
efisien dan efektif. Untuk mengetahui kendala yang ada, maka dapat diambil tindakan untuk mengoptimalkan
kendala-kendala tersebut. Adanya optimasi produk, pabrik harus merencanakan kapasitasnya, terutama yang
berhubungan dengan kendala. TOC berkaitan erat dengan optimasi produksi karena TOC memfokuskan
perhatian amanjer pada kendala atau pemborosan yang memperlambat proses produksi (Blocher, 2001!)
Prinsip-Prinsip TOC
Keberhasilan penerapan TOC akan ditentukan oleh keberhasilan penerapan 9 prinsip berikut ini (Tersine,
1994) :
1. Flow, not capacity, should be balanced (Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi).
2. Constraints govern throughput dan inventory (kendala mempengaruhi throughput dan persediaan).
3. Contraints determine nonbottleneck utilization. Kendala-kendala akan menentukan utilisasi sumber daya
/stasiun kerja nonbottleneck.
4. An hour lost at a bottleneck is an hour lost for the entire system (Satu jam kehilangan pada bottleneck
resources merupakan satu jam kehilangan pada keseluruhan sistem).
5. The marginal value of time saving at a nonbottleneck resources is negligible (Satu jam penghematan
pada non bottleneck resources merupakan suatu yang tidak berarti/dapat diabaikan).
6. Resources must be utilized and not simply activated (Sumber daya harus dimanfaatkan dan tidak hanya
diaktifkan saja).
7. A transfer batch should not always equal a process batch (Transfer Batch tidak selalu sama
dengan process batch).
8. A process batch may be variable both along its route and over time (Process batch sebaiknya tidak
tetap).
9. All of contraints should be examined simultaneously when scheduled are determined. Semua kendala
harus diperiksa secara terus menerus ketika penjadwalan telah ditetapkan.
2. Sumber daya X diikuti sumber daya Y (aliran dari bottleneck to non bottleneck) : Karena Y dapat memproses
lebih cepat dari x, maka kan terjadi idle time. Y Y seharusnya hanya diaktifkan untuk memenuhi kebutuhan
sumber daya X
3. Sumber daya Y1diikuti sumber daya Y2 (aliran dari non bottleneck satu ke non bottleneck lainnya) : kedua
sumber daya seharusnya diaktifkan untuk memenuhi kebutuhan dari permintaan pasar atau kendala-kendala
lain dari sistem
4. Sumber daya X1 diikuti sumber daya X2 (aliran dari bottleneck satu ke bottleneck lainnya) : constrained
bottleneck yang paling kecil harus diaktifkan untuk memenuhi constrained bottleneck yang paling besar
5. Sumber daya X dan Y diikuti assembly (bottleneck dan non bottleneck menuju ke operasi perakitan) :
Perakitan tidak dapat dilaksanakan hingga semua komponen tersedia, sehingga laju sumber daya harus
disamakan dengan sumber daya X.
X
Untuk mempermudah pemahaman mengenai konsep bottleneck dan transfer batch, diketahui sumber
data X dan Y mempunyai kapasitas tersedia sebesar 40 jam per minggu. Produk mengalir pada dua sumber daya
dengan 10 menit per unit pada X dan 6 menit per unit pada Y. Sehingga diperoleh throughput pada X adalah (40
x 60)/10 = 240 unit per minggu dan pada Y unit per minggu adalah (40 x 60)/6 = 400.
Pada interaksi ke-1, jika resource Y dijadwalkan dengan cara tradisional, resource ini memproduksi 400
unit per minggu dan akan menuju ke resource X. Catatan bahwa resource X hanya dapat memindahkan 240 unit
per minggu, dengan inventory sebesar 160 per minggu. Hal tersebut tidak akan meningkatkan throughput sistem
karena ditentukan oleh bottleneck resources sebesar 240 per minggu. Jika resource Y memproduksi hanya 240
per minggu, berarti hanya mempergunakan 24 jam per minggu. Situasi ini mengilustrasikan bahwa resource Y
harus disinkronkan dengan resource X untuk menyeimbangkan aliran.
Pada interaksi ke-2, resource X memproduksi 240 unit per minggu dan diteruskan ke resource Y yang
dapat memproses 240 unit dalam 24 jam. Selama terdapat material yang tersedia, X dapat melanjutkan untuk
memproduksi pada throughput maksimum. Kasus ini juga mengilustrasikan konsep dari transfer batch. Jika 240
diproses lebih awal dari resource X dan kemudian dipindahkan ke resource Y, total lead time untuk memproses
240 unit itu akan menjadi 64 jam (40 jam pada X ditambah 24 jam di Y), seperti yang di tunjukkan pada gambar
5.
Gambar 5. Total lead time ketika transfer batch sama dengan process batch
Transfer batch adalah jumlah yang akan dipindahkan ke operasi berikutnya. Anggap bahwa transfer
batch 10 unit. 10 unit pertama akan diselesaikan dalam waktu 100 menit pada resource X dan selanjutnya
dipindahkan ke resource Y dimana proses akan selesai dalam waktu 60 menit. Transfer batch kedua dari 10 unit
akan dilakukan oleh resource X pada menit ke-200, kemudian ditransfer ke resource Y, dan akan selesai di Y
pada menit ke-260. Total lead time untuk memproses 240 unit akan menjadi 41 jam (40 jam di X ditambah 60
menit untuk memproses transfer batch yang terakhir di Y). Seperti pada gambar 6, total lead time berkurang 23
jam.
Interaksi ke-3 mengilustrasikan situasi ketika kedua resource itu adalah non bottleneck, jika permintaan
produk hanya 240 unit per minggu, tidak ada kebutuhan untuk memproduksi pada tingkat 400 per minggu
karena akan menimbulkan inventory sebesar 160 unit per minggu. Dalam kasus ini, sangat penting untuk
memiliki resource 2Y yang sinkron dengan permintaan.
Interaksi ke-4 mengilustrasikan situasi dimana kapasitas keduanya adalah 240 unit per minggu atau
ketika demand lebih besar daripada kapasitas dari keduanya. Sama halnya jika tingkat throughput berbeda untuk
X1 dan X2. Sebagai contoh, X1 mempunyai tingkat throughput 240 unit per minggu dan X2 sebesar 200 unit
per minggu. Jika permintaan sebesar 260 unit per minggu, dan keduanya adalah bottleneck karena kapasitasnya
lebih kecil daripada permintaan. Jika permintaan sebesar 240 unit per minggu, kemudian X1 akan menjadi Y.
Interaksi ke-5 menunjukkan terdapat 2 resource yang harus disinkronkan ketika diproses dalam operasi
assembly. Catatan bahwa throughput 240 unit untuk X dan 400 untuk Y. Ternyata operasi assembly tidak akan
bisa memproduksi lebih dari 240 per minggu karena resource X adalah konstrain. Resource Y harus
disinkronkan pada 240 per minggu atau inventory akan dibangun setelah Y dan sebelum operasi assembly.
Pendekatan Drum-Buffer-Rope
Satu jalan untuk mendapatkan sinkronisasi dari semua pejalan kaki adalah dengan mengkombinasikan
drummer dan tali (rope). Jika pejalan kaki yang paling lambat diikat di depan dan pemain drum menetapkan
langkah dari pejalan kaki yang paling lambat, maka semua pejalan kaki akan berjalan dengan langkah yang
sama seperti ditunjukkan pada gambar 7. Pejalan kaki yang berada paling depan akan menarik gerakan langkah
pejalan kaki yang paling lambat karena tali tersebut. Pejalan kaki yang berada di belakang pejalan yang pertama
akan dipaksa berjalan pada langkah yang sama. Karena pejalan kaki yang paling lambat menetapkan langkah
maka pejalan kaki yang berada di belakangnya akan dipaksa untuk melangkah pada langkah yang sama. Semua
kemudian melangkah pada tingkat kecepatan yang sama. Hal ini dikenal dengan pendekatan drum-buffer-rope.
Gambar 8 menunjukkan bagaimana konsep DBR diterapkan pada aliran produksi. CCR (lingkaran
hitam) yang akan menentukan throughput, ini adalah drummer yang menentukan throughput dari seluruh
operasi. Semua operasi dibelakang CCR akan dijadwalkan sesuai dengan penjadwalan dari CCR. Tali (rope)
diwakili oleh garis putus-putus, diikat kembali pada operasi gating di tingkatan bahan baku.
Pada gambar 8, kekencangan tali mempengaruhi variasi kecepatan langkah antara pejalan kaki paling
depan dengan yang berjalan paling lambat. Dalam situasi menufaktur, kita mempunyai masalah yang sama
dengan variasi pada waktu proses dari tiap-tiap operasi dalam proses antara bahan baku dan Capacity Constraint
Resources (CCR). Jika terdapat variasi pada waktu proses, hal itu memungkinkan aliran produk tidak akan lancar
sampai CCR dan bahwa CCR akan menganggur menunggu produk itu tiba.
Aturan 4 Goldratt mengatur tentang penjadwalan produksi, menyatakan bahwa waktu kehilangan pada
bottleneck resource adalah waktu kehilangan sistem secara keseluruhan. Hal ini sangat penting bahwa bottleneck
dan CCR tidak kehilangan waktu produksi. Seharusnya terdapat buffer sebelum CCR untuk memastikan
bahwa CCR tidak kehilangan waktu produksi. Hal itu dikenal sebagai time buffer karena menentukan
seberapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk menjadi buffer (penyangga). Time buffer, yaitu waktu yang
dijadikan penyangga dengan tujuan untuk melindungi laju produksi (throughput) sistem dari gangguan yang
selalu terjadi dalam sistem produksi. Sebagai contoh, jika terdapat gangguan sebelum CCR yang berlangsung
selama 2 hari, akan menjadi ide bagus untuk mempunyai 3 hari sebagai time buffer dari inventory sebelum CCR.
Kemudian, jika terdapat gangguan pada dua hari terakhir, CCR mempunyai tiga hari dari inventory yang dapat
bekerja dan tidak kehilangan waktu produksi.
Pada gambar 7 menunjukkan time buffer tepat sebelum CCR dan sebelum operasi assembly akhir.
Penjadwalan CCR akan menyediakan aliran ke dalam assembly akhir. Suplai part yang lain kedalam assembly
akhir harus dijaga untuk memastikan bahwa penjadwalan assembly akhir tidak terganggu oleh permasalahan
dalam bagian ini. Time buffer harus memperlihatkan pada awal operasi assembly yang dibutuhkan dari CCR.
Time buffer ini kemudian menetapkan permulaan tali kembali pada awal operasi. Bagian ini kemudian
dijadwalkan menurut penjadwalan assembly akhir, dan penjadwalan assembly akhir dijaga lagi dari
kemungkinan gangguan-gangguan yang terjadi pada bagian itu.
Penyelesaian :
(1) Kapasitas terkecil adalah pada work center C dengan tingkat 240 unit per minggu. Bottleneck akan
menentukan throughput proses secara keseluruhan.
(2) Work center A dan B akan dijadwalkan pada tingkat 240 unit per minggu, dengan A sebagai operasi
awal.
(3) Time buffer akan ditempatkan sebelum C dengan tali di belakang A. Sebaiknya terdapat cukup time
buffer inventory sebelum C untuk memastikan bahwa kemampuan yang terdapat pada operasi A dan B tidak
akan menghambat utilisasi maksimum pada resource C. Resource D juga akan dijadwalkan pada tingkat 240
unit per minggu. Karena bottleneck resource diberikan ke dalam akhir assembly, seharusnya terdapat time
buffer kedua pada cabang yang lebih rendah sebelum operasi assembly akhir untuk memastikan bahwa akhir
assembly tidak akan mengganggu variabilitas di proses E dan F.
(4) Tali akan kembali ke proses E untuk memastikan bahwa resource E dan F memproduksi pada tingkat
240 unit per minggu.
(5) Assembly akhir akan dilakukan pada tingkat 240 unit per minggu. Sekarang semua aliran sudah
seimbang, bukan kapasitasnya. Beberapa work center akan kelebihan kapasitas, tetapi tidak harus
dipergunakan maksimum untuk membangun inventory.
Pendekatan drum-buffer-rope ditunjukkan pada gambar 10.
Sedangkan menurut Tersine (1994), langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan perbaikan berkelanjutan
dalam TOC adalah :
Tahap 1 adalah mengidentifikasi kendala mengikat dalam sistem. Kendala tersebut digunakan untuk menentukan
bauran produk optimal yang akan memaksimalkan throughput (memaksimalkan total margin kontribusi) sesuai
dengan semua kendala perusahaan. Manajer harus memilih bauran optimal dengan memperhatikan kendala-
kendala yang dihadapi perusahaan.
Tahap 2 adalah menentukan bagaimana cara memanfaatkan kendala mengikat tersebut untuk meningkatkan
performansi. Di banyak perusahaan ada sedikit kendala sumber daya yang mengikat. Kendala pengikat utama
disebut drummer, dimana tingkat produksi kendala sebagai drummer merupakan tingkat produksi keseluruhan
pabrik.
Tahap 3 adalah memastikan bahwa sumber daya yang bukan kendala akan mendukung secara maksimum
keefektifan dari perbaikan kendala yang sudah ditentukan. Tidak ada alasan untuk membuang waktu lebih dalam
mengatur sumber daya yang bukan kendala untuk meningkatkan performansi.
Tahap 4 menyatakan bahwa kendala harus diperbaiki dengan menambah kapasitas kendala tersebut. Jika
perbaikan kendala yang paling kritis belum menunjukkan hasil (setelah mengikuti langkah 1-3) maka usaha
perbaikan yang lebih harus dilakukan. Jika kendala berupa sumber daya, mungkin bisa dilakukan penambahan
shift, sub kontrak, penambahan TK, lembur atau membeli mesin baru. Jika kendala berupa kualitas bahan baku
yang buruk maka mungkin harus mencari supplier yang baru.
Tahap 5 adalah memastikan bahwa kita telah melakukan eliminasi konstrain dan kembali lagi ke langkah 1.
Ulangi prosedur dengan menemukan konstrain berikutnya.
Berikut adalah contoh yang menggambarkan aplikasi 5 langkah dalam Theory of Constraint (TOC)
Contoh 2:
Dua produk, yaitu M dan N, dijual $100 dan $110, dengan permintaan pasar berturut-turut 90 dan 100
unit per minggu. Diasumsikan bahwa kita dapat menjual permintaan tersebut setiap minggu sesuai keinginan
kita. Produk M dihasilkan dari Raw Material 1 (RM1) dengan biaya $40 per unit. Proses pertama memerlukan
15 menit di sumber daya A dan yang lainnya 10 menit di sumber daya A. Produk N yang dihasilkan dari RM 1
diproses melalui Stasiun Kerja A selama 15 menit per unit dan RM2 ($20 per unit) yang diproses melalui Stasiun
Kerja C dengan waktu 5 menit per unit. Keduanya kemudian dilanjutkan ke perakitan akhir, yang memerlukan
10 menit pada stasiun kerja B. Gambar 11 menunjukkan skema proses produksi dan data-data pada contoh 2.
Saat ini tersedia waktu 2400 menit pada masing-masing stasiun kerja. Kita asumsikan jika satu unit RM1
digunakan untuk memproduksi satu unit M dan yang satu unit pada RM1 dan satu unit RM2 diperlukan untuk
memproduksi satu unit N.
15 min
Bagaimana penjadwalan produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan dengan mempertimbangkan kapasitas
tersedia pada ketiga stasiun kerja?
Jawab
Dari kasus pada contoh 2 dapat dihitung keuntungan kotor serta waktu proses di masing-masing stasiun
kerja tiap produk M dan N sebagai berikut:
Produk Harga Permintaan Waktu Proses (menit) Biaya Bahan Keuntungan
Jual ($) Pasar(unit/minggu A B C Baku ($) kotor ($)
)
M 100 90 15+10 = 25 40 100-40=60
N 110 100 15 10 5 40+20 = 60 110-60=50
Dari tabel diatas, keuntungan kotor/gross profit 1 unit M sebesar $100-$40=$60. Produk N mempunyai
keuntungan kotor sebesar $110-$40-$20=$50. Selanjutnya kita hitung kebutuhan kapasitas di masing-masing
stasiun kerja untuk memenuhi permintaan pasar.
Produk Permintaan Pasar Kebutuhan Kapasitas (menit)
per minggu (unit) A B C
M 90 = 25 x 90 = 2250 - -
N 100 =15 x 100 = 1500 =100 x 10 = 1000 = 100 x 5
Total 3750 1000 500
Dengan kapasitas tersedia sebesar 2400 menit/minggu di tiap stasiun kerja maka stasiun kerja A adalah stasiun
kerja bottleneck karena kebutuhan kapasitasnya melebihi kapasitas tersedia. Meskipun kapasitas waktu di stasiun
kerja A sudah dimaksimalkan 100% tetap tidak mampu memenuhi permintaan, sehingga stasiun kerja A adalah
konstrain.
SKENARIO 1 : Penentuan kombinasi produksi M dan N dihitung tanpa mempertimbangkan stasiun kerja A
sebagai konstrain.
M memiliki keuntungan kotor yang terbesar sehingga kita akan memaksimalkan produksi M sesuai dengan
permintaan pasar dan menggunakan waktu yang sisa untuk N. Jika 90 unit M diproduksi, maka kebutuhan
kapasitas pada stasiun kerja A sebesar 2250 menit. Selanjutnya sisa waktu sebesar 150 menit digunakan untuk
menghasilkan 10 unit N (150 menit/waktu proses N di stasiun kerja A). Sehingga diperoleh total keuntungan
kotor sebagai berikut.
Total Keuntungan Kotor per minggu = 90 unit x $ 60/unit + 10 unit x $50/unit = $ 5900
SKENARIO 2 : Penentuan kombinasi produksi M dan N dihitung dengan mempertimbangkan stasiun kerja A
sebagai konstrain.
Produk Keuntungan Kotor per Kebutuhan sumber daya di SK A Keuntungan kotor per kebutuhan
unit ($/unit) per unit (menit/unit) sumber daya di SK A ($/menit)
M 60 25 = 60/25 = 2,4
N 50 15 = 50/15 = 3,333 (pilih)
Dengan mempertimbangkan kebutuhan sumber daya di stasiun kerja konstrain, maka produk yang harus
diproduksi secara maksimal adalah yang memiliki keuntungan kotor per kebutuhan sumber daya yang lebih
besar, yaitu produk N.Produksi 100 unit N akan menggunakan 1500 menit di SK A, 1000 menit di SK B, dan
500 menit di SK C yang menghasilkan keuntungan kotor sebesar $5000. Sisa waktu sebanyak 900 menit di SK A
selanjutnya digunakan untuk produksi M, sehingga 36 unit M bisa diproduksi.
Total Keuntungan Kotor per minggu = 36 unit x $ 60/unit + 100 unit x $50/unit = $ 7160.
Hal ini menunjukkan penjadwalan produksi dengan mempertimbangkan sumber daya yang menjadi konstarin
(skenario 2) akan menghasilkan keuntungan kotor lebih besar dibanding skenario 1. Selisih keuntungan sebesar
$1260. Sehingga Penjadwalan produksi untuk tiap minggu adalah 36 unit produk M dan 100 unit produk N. Dari
hasil ini, penjadwalan produksi belum mampu memenuhi permintaan pasar per minggu.
Penentuan kombinasi produk pada skenario 2 diatas telah menunjukkan 3 tahap pertama dalam penerapan TOC
yaitu : identifikasi konstrain, eksploitasi konstrain dengan memaksimalkan kapasitas SK A sampai 100%, dan
subordinasi semua aktivitas yang lain (stasiun kerja B dan C) untuk menghasilkan kombinasi produk yang sudah
ditentukan.
Berdasarkan hasil penjadwalan produksi pada point no 1, perusahaan memutuskan untuk melakukan perbaikan
berupa peningkatan proses dan pengurangan waktu penyiapan sehingga dapat mengurangi waktu proses
di SK A seperti ditunjukkan dalam Gambar 12.
Gambar 12. Peningkatan pada Sumber Daya A
Jawab :
Tahap 4 dalam penerapan TOC adalah memingkatkan performansi sistem agar mampu memaksimalkan
throughput. Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa perbaikan proses pada stasiun kerja A mampu mengurangi
waktu proses pembuatan M dan N, sehingga kita dapat memproduksi 90 unit M dan 100 unit N setiap
minggunya. Kebutuhan kapasitas di SK A sebesar 2350 menit, yang artinya masih terjadi kelebihan waktu 50
menit dari 2400 menit yang tersedia. Sehingga dapat disimpulkan stasiun kerja A bukan menjadi konstrain lagi
dalam sistem ini. Hal ini akan menghasilkan keuntungan $5400 dari M dengan total keuntungan total $10,400.
Total Keuntungan Kotor per minggu = 90 unit x $ 60/unit + 100 unit x $50/unit = $ 10.400.
Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan proses pada SK A mampu meningkatkan keuntungan kotor yang
dihasilkan perusahaan.
Selanjutnya jika kita ingin memaksimalkan waktu tersedia di SK A maka kelebihan waktu sebanyak 50 menit
dapat kita gunakan untuk memproduksi M atau N.
Keuntungan kotor/kebutuhan sumber daya di SK A per unit untuk produk N = $ 50/unit dibagi 10 menit/unit = $
5/menit
Keuntungan kotor/kebutuhan sumber daya di SK A per unit untuk produk M = $ 60/unit dibagi 15 menit/unit =
$ 4/menit
Sehingga produk N dipilih karena memiliki keuntungan kotor/kebutuhan sumber daya yang lebih tinggi, maka
tambahan produksi N sebanyak = sisa waktu : kebutuhan kapasitas di SK A = 50 menit : 10 menit/unit = 5 unit
Contoh 3:
ABC Company memproduksi dua jenis produk yaitu, X dan Y dengan keuntungan masing-masing Rp 300
untuk X dan Rp 600 untuk Y. ABC Company dapat menjual paling banyak 30 unit komponen X dan 100
komponen Y tiap minggunya. Hari kerja dalam seminggu adalah 5 hari. Kedua produk X dan Y memiliki tiga
proses yang berurutan : PENGGERINDAAN à PENGEBORAN à PEMOLESAN. Diketahui waktu proses
dan kapasitas tersedia di masing-masing tahapan adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi sumber kendala mengikat : Penggunaan mesin bor sudah sepenuhnya, selama 1 minggu (5 hari)
sebesar 120 jam/minggu
2. Pemanfaatan atau pendayagunaan kendala mengikat
X Y
Jam bor / unit 1 jam 3 jam
keuntungan / unit Rp 300 Rp 600
Dapat diproduksi 120 : 1 = 120 unit 120 : 3 = 40 unit
keuntungan total Rp 36.000 / minggu Rp 24.000
Keuntungan/ sumber Rp 300 : 1 = Rp 300 Rp 600 : 3 = Rp 200
daya
Menunjukkan : bahwa lebih baik hanya memproduksi dan menjual produk X karena menghasilkan
keuntungan per minggu yang lebih tinggi dikarenakan keuntungan per unit dari sumber daya / kendala
untuk produk X lebih tinggi dibanding produk Y, meskipun keuntungan /unit produk Y 2x lebih besar dari
keuntungan /unit produk X, sehingga keuntungan per unit produk bukanlah hal yang sangat penting,
melainkan keuntungan per unit dari sumber daya yang menjadi kendala adalah faktor yang menentukan.
Jika ternyata ABC Company dapat menjual paling banyak 30 unit komponen X dan 100 komponen Y
sehingga bauran optimalnya menjadi :
Keuntungan / sumber daya untuk produk X lebih tinggi dari Y maka kita maksimumkan dulu produksi X
sebanyak 30 unit dan setara 30 jam di pengeboran, sedangkan selebihnya 90 jam di pengeboran digunakan
untuk produksi Y yang setara dengan 30 unit ( diperoleh dari 90 jam : 3 jam/unit ). Dengan 120 jam di mesin
bor maka bauran produk yang dihasilkan X dan Y = 30 : 30