Anda di halaman 1dari 17

LEAN MANUFACTURING

Definisi Lean Manufacturing


Konsep Lean adalah konsep perampingan atau efisiensi. Lean merupakan sebuah pola pikir
atau cara berpikir, untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value
added) produk agar memberikan nilai kepada pelanggan (Costumer value). Lean manufacturing atau
lean production, yang sering hanya dikenal dengan lean adalah praktik produksi yang
mempertimbangkan segala pengeluaran sumber daya yang ada untuk mendapatkan nilai ekonomis
terhadap pelanggan tanpa adanya pemborosan (Gasperz, 2007)
Menurut Hines dan Taylor (2000), pemborosan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tidak
penting, namun digunakan atau dilakukan dalam proses produksi untuk menghasilkan suatu output.
Adapun jenis-jenis pemborosan (waste):
1. Overproduction
Pemborosan jenis ini adalah memproduksi lebih banyak atau lebih awal, yang menghasilkan aliran
informasi yang jelek, atau membuat kelebihan persediaan. Penyebab over production diantaranya
: penggunaan otomatisasi yang salah, proses setup yang lama, penjadwalan yang salah, ketidak
seimbangan beban kerja, rekayasa berlebihan, inspeksi berlebihan, dan lain-lain.
2. Defect
Memproduksi barang cacat, sehingga membutuhkan pengerjaan ulang atau bahkan dibuang karena
tidak bisa diperbaiki. Mencegah timbulnya cacat lebih baik dari pada mencari dan memperbaiki
cacat. Penyebabnya antara lain: kontrol proses yang lemah, kualitas buruk, tingkat inventory tidak
seimbang, perencanaan maintenance yang buruk, kurangnya pendidikan / training / instruksi
kerja, desain produk, dan keinginan konsumen tidak dimengerti.
3. Unnecessary Inventory
Pemborosan disebabkan kelebihan dalam penyimpanan dan keterlambatan informasi atau produk,
yang menghasilkan kelebihan biaya dan jeleknya pelayanan terhadap pelanggan.
4. Inappropriate Processing
Pemborosan yang disebabkan karena kesalahan pengaturan peralatan, prosedur atau sistem.
Semua langkah proses yang tidak diperlukan harus dihilangkan. Beberapa penyebabnya:
perubahan produk tanpa perubahan proses, logika just-in-case, keinginan konsumen yang
sebenarnya tidak jelas, proses berlebihan untuk menutupi downtime, kurang komunikasi.
5. Transportasi
Pemborosan disebabkan berlebihnya pergerakan dari pekerja, informasi yang mengakibatkan
pemborosan waktu, tenaga, dan biaya. Beberapa penyebab transportasi adalah layout pabrik yang
buruk, pemahaman yang buruk terhadap aliran proses produksi, ukuran lot yang besar, lead time
besar dan area penyimpanan yang besar.
6. Waiting
Pemborosan yang disebabkan lamanya waktu karena ketidak aktifan pekerja sehingga
mengakibatkan aliran yang buruk dan lamanya waktu proses. Penyebab waiting : ketidak
seimbangan beban kerja, pemeliharaan yang tidak terencana, waktu setup yang lama, penggunaan
otomatisasi yang salah, masalah kualitas yang tidak selesai, dan penjadwalan yang salah.
7. Unnecessary Motion
Gerakan - gerakan tubuh yang tidak perlu, seperti mencari, meraih, memutar akan membuat
proses memakan waktu lebih lama. Penyebabnya antara lain: efektifitas manusia/mesin yang
buruk, metode kerja yang tidak konsisten, layout fasilitas yang buruk, pemeliharaan dan
organisasi tempat kerja yang buruk.

ALAT-ALAT LEAN MANUFACTURING


Ada beberapa tools ( alat ) yang termasuk dalam lingkup lean manufacturing, diantaranya :
5S, Kaizen & QCC, Heijunka, Value Stream, Poka Yoke, TQM, SMED.
1. Konsep 5S
5S adalah landasan untuk membentuk perilaku manusia agar memiliki kebiasaan (habit)
mengurangi pemborosan di tempat kerjanya. Program 5S pertama kali diperkenalkan di Jepang
sebagai suatu gerakan kebulatan tekad untuk mengadakan pemilahan (seiri), penataan (seiton),
pembersihan (seiso), penjagaan kondisi yang mantap (seiketsu), dan penyadaran diri akan
kebiasaan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik (shitsuke). Masing-masing
S dalam 5S beserta penjelasannya dijelaskan di bawah ini.

1S – Seiri
Seiri merupakan langkah awal implementasi 5S, yaitu: pemilahan barang yang
berguna dan tidak berguna:
 Barang berguna => Disimpan
 Barang tidak berguna => Dibuang
Dalam langkah awal ini dikenal istilah Red Tag Strategy, yaitu menandai barang-
barang yang sudah tidak berguna dengan label merah (red tag) agar mudah
dibedakan dengan barang-barang yang masih berguna. Barang-barang dengan label
merah kemudian disingkirkan dari tempat kerja. Semakin ramping (lean) tempat
kerja dari barang-barang yang tidak dibutuhkan, maka akan semakin efisien tempat
kerja tersebut.
2S – Seiton
Seiton adalah langkah kedua setelah pemilahan, yaitu: penataan barang yang berguna
agar mudah dicari, dan aman, serta diberi indikasi. Dalam langkah kedua ini dikenal
istilah Signboard Strategy, yaitu menempatkan barang-barang berguna secara rapi
dan teratur kemudian diberikan indikasi atau penjelasan tentang tempat, nama
barang, dan berapa banyak barang tersebut agar pada saat akan digunakan barang
tersebut mudah dan cepat diakses. Signboard strategy mengurangi pemborosan
dalam bentuk gerakan mondar-mandir mencari barang.

3S – Seiso
Seiso adalah langkah ketiga setelah penataan, yaitu: pembersihan barang yang telah
ditata dengan rapi agar tidak kotor, termasuk tempat kerja dan lingkungan serta
mesin, baik mesin yang breakdown maupun dalam rangka program preventive
maintenance (PM). Sebisa mungkin tempat kerja dibuat bersih dan bersinar seperti
ruang pameran agar lingkungan kerja sehat dan nyaman sehingga mencegah motivasi
kerja yang turun akibat tempat kerja yang kotor dan berantakan.
4S – Seiketsu
Seiketsu adalah langkah selanjutnya setelah seiri, seiton, dan seiso, yaitu: penjagaan
lingkungan kerja yang sudah rapi dan bersih menjadi suatu standar kerja. Keadaan
yang telah dicapai dalam proses seiri, seiton, dan seiso harus distandarisasi. Standar-
standar ini harus mudah dipahami, diimplementasikan ke seluruh anggota organisasi,
dan diperiksa secara teratur dan berkala.

5S – Shitsuke
Shitsuke adalah langkah terakhir, yaitu penyadaran diri akan etika kerja:
1. Disiplin terhadap standar
2. Saling menghormati
3. Malu melakukan pelanggaran
4. Senang melakukan perbaikan
Suksesnya 5S terletak pada sejauh mana orang melakukan 5S sebagai suatu kebiasaan ( habit)
bukan paksaan sehingga inisiatif perbaikan akan muncul dengan sendirinya. Beberapa hal penting
untuk pelaksanaan program 5S diantaranya:
 Membutuhkan keterlibatan/partisipasi semua orang dalam organisasi dari level atas sampai
level bawah.
 Membutuhkan komitmen manajemen untuk memastikan kegiatan 5S dilakukan setiap hari
dan dianggap sebagai prioritas.
 Merubah perspektif semua orang dalam organisasi bahwa 5S lebih dari sekedar program
kebersihan maupun housekeeping management.
 Menerapkan 5S secara konsisten untuk perubahan budaya.
 Menggunakan sistem visual display untuk mengkomunikasikan aktivitas 5S secara efektif.
 Melakukan audit 5S secara teratur (mingguan, bulanan, dan surprise audit) untuk menilai
performance.
 Membutuhkan edukasi tentang konsep dan keuntungan aktivitas 5S.

2. Kaizen dan QCC


Kaizen (baca: kai-seng). Berasal dari kata Kai = merubah dan Zen = lebih baik. Secara
sederhana pengertian Kaizen adalah usaha perbaikan berkelanjutan untuk menjadi lebih baik dari
kondisi sekarang. Sasaran utama dari Kaizen adalah menghilangkan 7 pemborosan yang tidak
memberikan nilai tambah produk/jasa dari perspektif konsumen. Pemborosan-pemborosan itu
perlu dieliminasi karena menimbulkan biaya-biaya yang menyebabkan berkurangnya profit.
Kaizen dilakukan oleh semua lapisan karyawan, mulai dari level operator hingga top manajemen.
Dua pilar utama Kaizen adalah QCC/QCP (Quality Control Circle/Project) dan SS (Suggestion
System).Tahapan Kaizen:
1. Pengamatan
2. Menentukan problem yang akan diatasi
3. Analisa penyebab
4. Rencana dan penanggulangan
5. Konfirmasi hasil
6. Standarisasi dan monitoring
3. Heijunka
Heijunka merupakan pondasi dalam Sistem Produksi Toyota dan sebagai syarat/ kondisi
yang harus tercapai untuk menerapkan Sistem Produksi Tepat Waktu (Just In Time). Definisi
heijunka menurut Suzaki (1991) adalah “Sistem produksi yang memproduksi barang bermacam-
macam (campur) dalam satu lini produksi, yang berarti produksi dilakukan secara bergilir dalam
setiap hari, tiap jam bahkan tiap menit sehingga tingkat persediaan dalam proses menjadi lebih
rendah”. Sedangkan menurut Liker (2006), Heijunka adalah :“Meratakan produksi baik dari segi
volume maupun bauran produk. Produksi tidak membuat produk berdasarkan urutan aktual dari
pesanan pelanggan, yang dapat naik dan turun secara tajam, tapi mengambil jumlah total pesanan
dalam satu periode dan meratakannya sehingga dibuat dalam jumlah dan bauran yang sama setiap
hari”. Heijunka produksi sangat tepat diaplikasikan untuk memproduksi produk-produk yang
berlainan jenis/model campuran dalam suatu lini produksi.
Heijunka dilakukan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi terhadap
keinginan pasar atau konsumen. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan pemulusan (smoothing)/
pemerataan produksi dengan fluktuasi sekecil mungkin. Dua jenis fluktuasi beban kerja : fluktuasi
dalam jumlah dan fluktuasi dalam model/ tipe. Idealnya heijunka harus menghasilkan fluktuasi
nol pada ujung lini rakit/proses akhir, sehingga heijunka dapat:
 Melancarkan produksi
 Mengurangi resiko kelebihan produksi (over production)
 Tingkat persediaan barang dalam proses (WIP) akan menjadi rendah
4. Poka Yoke
Merupakan suatu teknik yang dilakukan untuk menghindari kesalahan yang diakibatkan oleh
manusia.Tujuan dari poka yoke adalah:
 Menghilangkan atau mengurangi inspeksi 100%
 Tidak ada kesempatan untuk melakukan kesalahan
 Mencegah terjadinya kecacatan atau kerusakan dari sumbernya
 Mengurangi ketergantungan tehadap tenaga manusia untuk melakukan deteksi
 Zero deffect (nol kecacatan).
Dua pendekatan kosep dalam poka yoke, yaitu:

a. Prevent mistakes
Yaitu pendekatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan sebelum
kesalahan atau permasalahan kualitas terjadi. Metode yang digunakan adalah metode
kontrol (Control method) dan metode peringatan (warning method).
b. Detect mistakes
Yaitu pendekatan yang dilakukan setelah kesalahan atau permasalahan kualitas terjadi.
Metode yang digunakan adalah contact method, fixed value method, motion step method.
 Metode kontak, mengidentifikasi apakah ada kontak antara alat dan produk.
 Metode Nilai-Tetap, memastikan apakah sejumlah tertentu gerakan telah
dilakukan.
 Metode Tahap-Gerak, memastikan apakah sejumlah langkah proses tertentu telah
dilakukan.
Langkah – langkah dalam menyiapkan metode poka yoke:
 Deskripsikan kerusakan atau potensi kerusakan yang akan diselesaikan, buatkan ratio
dan persentase dari kerusakan yang terjadi
 Identifikasikan proses mana yang terjadi kerusakan tersebut
 Tuliskan secara jelas dan rinci langkah kerja pada proses yang akan dianalisis
 Perhatikan dengan seksama proses tersebut, apakah ada perbedaan dengan apa yang telah
dirinci
 Identifikasikan langkah kerja yang dapat menyebabkan kesalahan atau kerusakan kerja
seperti lingkungan, alat pengukuran, dan peralatan kerja.
 Identifikasikan alat poka yoke yang digunakan untuk menyelsaikan permasalhan ini.
 Lakukan evaluasi ulang setelah melakukan poka yoke
Contoh penerapan poka yoke dalam produksi:
 Lakukan chek list untuk memastikan semua tugas telah dilaksanakan
 Konektor yang berwarna warni untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam
menggunakan konektor
 Pemakaian sensor pada proses produksi
 Plug listrik menggunakan 3 pin untuk mencegah terjadinya kesalahan pemasangan
5. TQM
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada
pelanggan dengan memperkenalkan perubahan manajemen secara sistematik dan perbaikan terus
menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Menurut Tjiptono, Total
Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Singkatnya TQM merupakan sistem
manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan
pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Tujuannya adalah untuk menjamin
bahwa pelanggan puas terhadap barang dan jasa yang diberikan, serta menjamin bahwa tidak ada
pihak yang dirugikan.
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen modern yang
berusaha untuk memberikan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang
didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi. Dasar pemikiran TQM sangatlah
sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing unggul dalam persaingan global adalah
dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Oleh karena itu, Total Quality Management (TQM)
merupakan teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan organisasi dan personilnya untuk
melakukan program perbaikan mutu secara berkesinambungan yang berfokus pada pencapaian
kepuasan para pelanggan.

6. Single Minute Exchange Dies (SMED)


Konsep SMED diperkenalkan pada tahun 1960-an oleh Shigeo Shingo. Tujuan yang ingin
dicapai adalah berusaha untuk mempercepat waktu setup dalam proses moulding body mobil yang
memakan waktu berjam-jam untuk pergantian dari satu model ke model yang lain. Hal ini
mengakibatkan produksi berjalan dengan lot size yang besar untuk satu model demi menghindari
jumlah changeover yang berulang-ulang dan ini adalah pemborosan yang berimplikasi pada
meningkatnya persediaan dan biaya. Dengan melakukan perbaikan di tools, fixtures, dan membuat
beberapa komponen mobil menjadi common parts (bukan customized untuk model tertentu),
Toyota berhasil menurunkan waktu setup. Dari data Shigeo Shingo selama melaksanakan metode
SMED untuk mempercepat waktu setup, hasil improvement yang dicapai adalah mengurangi
waktu setup changeover sampai 97%.
Empat langkah utama dalam SMED adalah sebagai berikut:
a. Langkah 1: Dokumentasikan semua aktivitas setup dan pisahkan aktivitas tersebut menjadi
internal dan eksternal, di mana:
 Setup internal adalah aktivitas yang harus dilakukan pada saat peralatan tidak bekerja.
Penggantian dies/fixtures pada mesin
 Setup eksternal adalah aktivitas yang bisa dilakukan pada saat peralatan masih
memproduksi part. Menarik tools dan perangkat keras, memanggil program
b. Langkah 2: Konversikan Setup internal menjadi eksternal
 Konversikan setiap events setup internal menjadi events setup eksternal dengan
menggunakan metode yang fokus dan teknis.
 Lihat kembali events internal dari Langkah 1 dan pastikan bahwa aktivitas tersebut
memang termasuk internal.
c. Langkah 3: Membuat setup internal streamline dengan cara:
 Menyederhanakan Pergerakan
 Mengurangi Pergerakan
 Eliminasi Pergerakan
d. Langkah 4: Eliminasi adjustments dan trial runs dengan cara mengubah intuisi dan perkiraan
menjadi fakta dan setting

7. Kanban
Kanban terdiri dari Kan yang berarti terlihat dan Ban berarti kartu. Kurang lebih Kanban
berarti kartu yang terlihat atau penanda. Sebagai alat dari sebuah sistem informasi, Kanban berisi
informasi standard mengenai properti persediaan, dan berbeda dalam format tergantung kepada
kegunaan dan desain pengguna. Keuntungan kanban:
 Mudah terlihat
 Sederhana, efektif, dan murah
 Mengurangi persediaan dan menghilangkan stock-out
 Meningkatkan kualitas layanan
 Meningkatkan lead time
Contoh kanban:

8. Cellular Manufacturing
Membagi pembuatan produk menjadi tim semi-otonom dan multi-terampil yang dikenal
sebagai sel kerja ( seorang pekerja mengendalikan lebih dari satu proses). Cellular manufacturing
dapat mengurangi lead time produksi, work in process, setup mesin dan meningkatkan kualitas
produk serta meningkatkan produktivitas sistem produksi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan CM adalah sebagai berikut:
1. Produk
Penerapan cellular manufacturing memerlukan pemahaman terhadap karakteristik produk
yang diproduksi. Setiap produk mempunyai karakteristik proses yang berlainan. Dengan
mengetahui produk beserta variasi proses, proses pengelompokan proses atau mesin akan
lebih mudah.
2. Waktu proses
Waktu proses adalah rentang waktu yang digunakan untuk menyelesaikan suatu proses.
Dalam penerapan CM, waktu proses digunakan sebagi dasar dalam penyeimbangan lintasan
produksi. Dengan penyeimbangan lintasan produksi diharapkan pengelompokan mesin atau
proses dalam sel tertentu tidak menyebabkan delay yang besar.
3. Layout lantai produksi
Untuk mengetahui letak dan posisi dari setiap fasilitas produksi yang ada dibutuhkan suatu
gambar layout produksi. Dengan mengetahui posisi setiap fasilitas produksi yang ada akan
memberikan informasi bagi peneliti bagiamana seharusnya sel produksi dibuat. Untuk
membuat suatu sel produksi harus memperhatikan jarak dari setiap fasilitas produksi,
sehingga dapat meminimalkan perpindahan atau material handling. Keuntungan Cellular
manufacturing :
 Menyederhanakan aliran material dan manajemen
 Mengurangi perjalanan antar departemen
 Mengurangi waktu penempatan
 Mengurangi ukuran lot
 menyederhanakan penjadwalan

Keuntungan dan kekurangan Lean Manufacturing


Keuntungan:
 Peningkatan produktivitas
 Mengurangi jumlah ruang (space) yang dibutuhkan
 Mengurangi lead time
 Peningkatan fleksibilitas untuk bereaksi terhadap perubahan
 peningkatan kualitas

Kekurangan:
 Kesulitan dalam proses perubahan untuk menerapkan prinsip-prinsip lean
 Komitmen jangka panjang diperlukan

Contoh Implementasi Lean Manufacturing

ANALISIS PEMBOROSAN PERUSAHAAN MEBEL DENGAN PENDEKATAN


LEAN MANUFACTURING (STUDI KASUS PT “X” INDONESIA)

A. Pendahuluan
PT.”X” Indonesia merupakan perusahaan yang memproduksi furniture seperti kursi, meja,
lemari, tempat tidur, cermin, dll. berdasarkan pesanan dari distributor utama dan akan dipasarkan di
Amerika. PT. “X” sering mengalami keterlambatan pengiriman produk ke distributor utama karena
hasil produksi tidak mampu mencapai target kuantitas yang telah ditetapkan. PT. “X” menetapkan
target produksi yang harus dikirimkan ke pelanggan setiap hari sebesar 2,05 container, namun rata –
rata pencapaian target hanya 1,9 container. Untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di PT.
”X” digunakan pendekatan lean manufacturing. Dengan memahami gambaran umum perusahaan
melalui aliran informasi dan material di lantai produksi dapat didefinisikan aktivitas yang terdapat di
PT. “X”, meliputi aktivitas menambah nilai (value added), tidak menambah nilai (non value added) ,
dan tidak menambah nilai namun dibutuhkan untuk menghasilkan produk (necessary but non value
added). Aktivitas yang tidak memberi nilai tambah dikelompokkan ke dalam pemborosan.
Selanjutnya peneliti akan menganalisis jenis pemborosan dan penyebabnya serta memberikan
rekomendasi perbaikan.

B. Hasil Penelitian

1. Value Stream Mapping


Value Stream Mapping (VSM) awalnya digunakan untuk mendokumentasikan proses manufaktur
yang akan ditingkatkan menggunakan metode lean manufacturing. PT. “X” dalam menjalankan
bisnisnya menerapkan sistem make to order. Konsumen memesan barang kepada PT “X”
berdasarkan sampel yang ditunjukkan dalam pameran (produk baru), referensi produk dari PT
“X” atau desain yang dibuat sendiri oleh konsumen. Pesanan konsumen akan diterima oleh
customer service, kemudian dikonfirmasi kepada Product Engineering Department apakah
referensi mengenai produk meliputi gambar, material yang digunakan, proses produksi, sampel
dll. untuk produk yang sudah pernah dibuat tersedia atau apakah departemen tersebut siap
menerima pesanan tersebut. Selain kepada Product Engineering Department, customer service
juga melakukan konfirmasi kepada Material Planning Department mengenai ketersediaan
material untuk pesanan tersebut. Apabila kedua departemen tersebut menyatakan siap untuk
menerima pesanan, maka customer service akan menyampaikan kepada konsumen bahwa
pesanan diterima. Gambaran umum perusahaan (Big Picture Mapping : Current State Value
Stream Mapping) dapat dilihat pada gambar 1.
Dari Current State Value Stream Mapping di atas, dapat dilihat bahwa prosentase defect terbesar
(21,45%), produktivitas terendah (35,48%) dan efisiensi terendah (33,40 %) terjadi pada Chair
Machinery Department. Work in Process (WIP) yang besar (17000 unit/week) dan waktu set up
terlama juga terjadi di Chair Machinery Department. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi
proses produksi secara berkelanjutan. Peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja secara optimal
dapat memperbaiki perfomansi Chair Machinery. Berdasarkan banyaknya permasalahan di chair
machinery, maka penelitian difokuskan pada departemen tersebut.

2. Identifikasi aktivitas Value-Added dan Non-Value-Added


Pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan yang terjadi dalam Chair
Machinery Department adalah Lean Manufacturing. Dalam Lean Manufacturing, akan
didefinisikan aktivitas-aktivitas kunci (Value added, non value added, dan necessary but not value
added) yang berpengaruh terhadap sistem produksi.
Pada Chair Machinery Department terdapat empat cell dan satu support cell. Setiap cell
memproduksi item-item kursi tertentu (cell berfungsi sebagai lini produksi), sedangkan support
cell digunakan untuk membuat bentuk-bentuk tertentu yang tidak dapat dibuat oleh mesin-mesin
di dalam cell. Cell 1 hingga cell 3 digunakan untuk produksi dan cell 4 digunakan untuk membuat
sampel serta jig. Setiap cell memiliki jenis dan jumlah mesin yang sama dan penataan mesin
berbentuk U-Shape. Urutan mesin-mesin di setiap cell, yaitu Band Saw, Table Saw, Mortize,
Horizontal Bor, Vertical Bor, Jig Saw I, Jig Saw II, Router I, Router II, Double Spindle dan Single
Spindle. Mesin-mesinyang terdapat di Support Cell, antara lain : Double Zeper, Multi Bor, Double
Sawing (Balestrini I), Angle Double Sawing (Balestrini II), Double Tenon, Copy Lathe, Bubut
Ulir, Bubut, Mattison. Setiap cell dan shift memiliki seorang supervisor yang bertanggung jawab
atas kontrol aktivitas produksi di setiap cell.
Dalam prakteknya, sering terjadi komponen kursi yang seharusnya di proses di suatu cell, di
proses di cell lain karena adanya mesin yang menganggur di cell tersebut. Namun, hal tersebut
malah membuat penyelesaian item di cell lain terlambat. Tabel 1 adalah rekapitulasi akhir
observasi pemborosan (waste) yang terjadi di Chair Machinery Department

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Pengamatan dalam Aktivitas Set Up hingga Proses Produksi
Tabel 1 menunjukkan rata-rata persentase necessary but non value adding activity dan non value
adding activity di atas 20 %, angka ini cukup tinggi dan menunjukkan banyaknya pemborosan
dalam aktivitas produksi termasuk aktivitas set up. Persentase necessary but non value adding
activity yang tinggi disebabkan banyaknya perulangan suatu aktivitas di dalam aktivitas set up.

3. Identifikasi Pemborosan
Dari tabel 2 diketahui bahwa pemborosan terbesar terjadi pada innappropriate Processing. Untuk
mengetahui faktor penyebab terjadinya pemborosan (waste) yang menyebabkan banyak terjadi
proses yang tidak perlu, maka dilakukan identifikasi akar penyebab permasalahan dengan
menggunakan fishbone diagram. Detail fishbone dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 1. Current State Value Stream Mapping PT “X”
Tabel 2. Waste Recapitulation in Chair Machinery (Cell 1-3 & Support Cell)
Gambar 2. Diagram Fishbone
4. Analisis Efek dan Potensi Masalah
Dari diagram fishbone pada Gambar 2 terlihat bahwa masalah yang sering muncul disebabkan
oleh jig. Permasalahan pada jig mengakibatkan timbulnya banyak pemborosan yang potensial
pada suatu proses dan akibat yang ditimbulkannya pada sistem dapat digunakan metode Failure
Mode Effect and Analysis (FMEA). Dengan mengidentifikasi efek, penyebab pemborosan dan
metode pengendalian yang digunakan dapat dihitung bobot nilai untuk melihat potensi
pemborosan.
Tahapan FMEA :
a. Identifikasi sistem dan elemen sistem.
b. Mengidentifikasi kegagalan dan efeknya. Failure adalah keadaan dimana suatu sistem tidak
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Effect of Failure merupakan konsekuensi yang
ditimbulkan oleh suatu kegagalan.
c. Menentukan tingkat keparahan efek dari suatu kegagalan (severity). Tim FMEA dapat
menentukan kriteria severity sendiri atau menggunakan kriteria menurut (Stam,1998).
d. Menentukan Occurrence. Occurrence menyatakan frekuensi atau jumlah kegagalan yang
terjadi karena suatu penyebab. Tingkat occurrence dimulai dari angka 1 (tingkat kejadian
rendah) hingga 10 (tingkat kejadian sering).
e. Menentukan Tingkat Deteksi (Detection). Tingkat deteksi menyatakan tingkat ketelitian suatu
metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan. Tingkat deteksi mulai dari angka 1 hingga 10.
Semakin kecil tingkat deteksi, maka semakin tinggi kemampuan metode deteksi untuk
mendeteksi kegagalan.
f. Menghitung Risk Priority Number (RPN). RPN menyatakan tingkat resiko dari suatu
kegagalan. Angka RPN berkisar antara 1 – 1000, semakin tinggi angka RPN maka semakin
tinggi resiko suatu potensi kegagalan terhadap sistem, desain, proses maupun pelayanan.
RPN = Severity x Occurrence x Detection
g. Memberikan rekomendasi tindakan untuk mengurangi tingkat resiko kegagalan.

Analisis penyebab dan pengaruh kegagalan dengan FMEA dirinci pada tabel 3. Dari hasil FMEA
diketahui bahwa Nilai RPN terbesar terjadi karena tidak ada informasi penggunaan jig, supervisor
tidak memberikan jig dengan berbagai alasan, jig belum dibuat, tidak ada penataan jig dan tidak ada
perawatan jig. Hal ini menggambarkan bahwa penyebab pemborosan yang berpengaruh besar pada
sistem dan berpotensi untuk direduksi adalah sesuatu yang berhubungan dengan pengelolaan jig.

5. Rekomendasi untuk mengurangi pemborosan


Dari hasil FMEA diketahui bahwa untuk mereduksi pemborosan perlu pengelolaan jig yang
baik. Beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan adalah diantaranya:
 Jig disimpan dengan melepas klem sehingga mengurangi kebutuhan ruang penyimpanan,
klem bisa dipakai untuk jig yang lain sehingga menghemat biaya pengadaan jig dan tampak
lebih rapi.
 Jig ditata pada lokasi yang tetap dan untuk jig yang sering dipakai diletakkan dekat pintu.
 Standar Operation Procedure sehingga aliran keluar dan masuk dapat diketahui dengan lebih
pasti.
 Sistem informasi jig yang memuat informasi mengenai tata letak jig, procedure peminjaman
dan pengembalian jig, untuk memudahkan dalam mengelola jig.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hines, P., Taylor, D. (2000), Going Lean: A Guide to Implementation, Lean Enterprise Research
Centre, Cardiff University, Cardiff, 2000
2. Hines, Peter and Rich, Nick, (1997), The Seven Value Stream Mapping Tools, International
Journal of Operation & Production Management, Vol.1, Iss.1.
3. Liker, K. Jeffrey, (2006), The Toyota Way, Erlangga, Jakarta.
4.
5. Gaspersz, Vincent, (2007), Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007.
Tabel 3. Hasil FMEA

Current
Failure Effect (s) of Failure Sev Cause (s) of failure Occ Det RPN Rank
Detection
1 Gambar besar Operator mencari dan menunggu 3 Operator menggunakan 9 None 10 270 4
hanya gambar besar gambar besar untuk
dicetak 1 untuk membuat / memperbaiki jig
1 item dan memahami proses
2 Tidak ada Operator mencari jig 4 Operator tidak tahu 10 None 10 400 1
informasi keberadaan jig
penggunaan jig
3 Jarak supplier - Lead time supplier lama 2 Terdapat supplier MSI 10 None 10 200 7
MSI dari luar negeri (USA)
jauh Inventori material mentah dan (material kulit, aksesoris)
work in process banyak
4 Jarak MSI - Lead time pengiriman produk 2 Pengiriman dari MSI ke 10 None 10 200 7
MSHP jadi ke MSHP lama WIP tinggi MSHP membutuhkan
jauh waktu 45 hari
5 Supervisor tidak Operator menunggu Jig 4 Tidak ada prosedur 10 None 10 400 1
memberikan jig pendistribusian jig
Operator mengambil jig sendiri
6 Jig belum dibuat Operator salah dalam membuat 4 Beberapa mesin tidak 10 None 10 400 1
jig dibuatkan jig sehingga
dalam waktu se tup
Operator salah melakukan proses, melakukan pembuatan
jig.
Trial & perbaikan jig
berulang-ulang
7 Penerimaan Inventori komponen hasil 2 Adanya pengklasifikasian 10 None 10 200 7
pesanan permesinan di chair machinery item, untuk item favorit
di bawah batas berlebih penerimaan di bawah batas
minimal minimal diizinkan
8 Operator baru Proses Bertanya, mencari, dan 5 Operator, pekerja subkontrak 5 None 10 250 5
menunggu supervisor yang sering berganti
9 Produk baru Menunggu dan mencari gambar 5 Operator banyak melakukan 8 None 10 400 1
besar kegiatan mencari, menunggu,
Bertanya supervisor dan bertanya di dalam set up
maupun proses

10 Produk yang mencari gambar besar 3 Melakukan pekerjaan berulang 8 None 10 240 6
sudah lama Bertanya, mencari, dan menungg – ulang
tidak diproduksi u supervisor

11 Tidak Salah melakukan proses 8 Operator banyak mencari, 2 None 10 160 8


memahami menunggu, dan bertanya pada
gambar besar supervisor

12 Mesin tidak Operator menggunakan mesin lain 3 Operator menggunakan mesin 8 None 10 240 6
multifungsi untuk membuat atau memperbaiki lain untuk membuat atau
komponen jig memperbaiki komponen jig

13 Operator tidak Operator mencari botol & 2 Operator tidak mentaati 8 None 10 160 8
menyediakan air mengambil air minum di lokasi kelengkapan peralatan pribadi
minum yang jauh operator
Operator bertanya operator lain

14 Pengeringan Inventori material mentah dan 2 Material kayu harus mencapai 10 Inspection 3 60 10
lama work in process banyak tingkat kelembapan tertentu
sebelum diproses pemesinan

15 Operator tidak Operator mencari dan menunggu 4 Terdapat beberapa peralatan 8 One 10 320 2
bertanggung peralatan yang hanya disediakan 1
jawab dengan untuk satu cell
peralatan
masing - masing

16 Route ticket Operator kurang memahami route 3 Tidak ada koordinasi antara 10 None 10 300 3
tidak jelas Operator salah proses pembuat route ticket dengan
supervisor dalam pembuatan
route ticket
17 Tidak ada Leadtime supplier 1 MSI memesan materialdan 10 Via email 9 90 9
kesepakatan lama meminta supplier or
penyimpanan menyimpankan material untuk
material kebutuhan 3 bulan telephone
antara MSI kedepan, namun supplier tidak
dengan memenuhi karena
supplier holding cost supplier tinggi
18 Tidak ada Jig rusak 4 Ruang dan peralatan 10 None 10 400 1
penataan jig Operator mencari komponen penyimpanan jig kurang
pasangan utk trial assembly
Operator mencari & menunggu SDM pengelola jig kurang,
supervisor pencatatan jig manual
Operator mengambil
jig sendiri

Anda mungkin juga menyukai