Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KARIES PADA GIGI DAN JARINGAN PENDUKUNGNYA


SERTA PENCEGAHANNYA

PENDAHULUAN
Telah diketahui bahwa karies gigi maupun karies pada jaringan pendukungnya
disebabkan oleh tiga faktor komponen yang saling bekerja sama. Komponen pertama yaitu
gigi manusia yang menjadi tuan rumah untuk mikroorganisme yang ada dalam mulut.
Komponen kedua adalah mikroflora dalam mulut, sedangkan ketiga adalah makanan yang
pada saat bersamaan berfungsi sebagai makanan untuk manusia dan untuk substrat. Bila
ketiga komponen tersebut saling kerja sama, maka faktor-faktor penyebab karies menjadi
kuat untuk menimbulkan lesi karies. Faktor posisi gigi, kebersihan gigi, komposisi ludah
serta produksinya memainkan peranan yang penting terhadap kemungkinan terjadinya
karies.
Berikut ini akan dibahas beberapa faktor dari dalam maupun luar yang
mempengaruhi Jaya tahan gigi terhadap rangsangan yang destruktif. Dengan demikian
pembahasan dipusatkan pada fluor, saliva (ludah) dan plak serta aspek respon imun
terhadap karies dan gingivitis serta periodontitis.

FAKTOR-FAKTOR PEJAMU
Pengaruh fluor pada masa pembentukan email
Fluor selain mempunyai pengaruh pre-erupsi, juga mempengaruhi keadaan gigi
sesudah gigi tersebut tumbuh. Proses bersenyawanya fluor dengan gigi sebelum erupsi
gigi berbeda dengan proses sesudah erupsi, karena sesudah erupsi proses ini dipengaruhi
oleh maturasi post-erupsi dari enamel. Pengaruh terbesar dari fluor dalam masa post-
erupsi gigi terjadi pada tahun-tahun pertama, dan dalam tahun-tahun berikutnya pengaruh
ini masih ada pada plak.

1. Pembentukan gigi dan proses kalsifikasi primer


Pada tahap ini, sel-sel ektomesensim berkembang menjadi odontoblast, sedangkan
selsel dari lapisan epitel diatas lapisan ektomesensim berubah melalui proses induksi
menjadi ameloblast. Kedua macam sel ini membuat protein dan semacam bahan dasar,
kemudian akan terjadi pengendapan kalsium dan fosfat, sehingga terbentuk (pre)dentin
dan (pre) email
2. Maturasi pre-erupsi
Diantara deretan odontoblast dan ameloblast akan terbentuk lapisan dentin dan
emael, dan perkapuran dari enamel terjadi ke jurusan okiusal dan servikal. Dalam tahap

Universitas Gadjah Mada 1


pre-erupsi timbul perbedaan antara ikatan kimia dari lapisan luar email dan lapisan-lapisan
dibawahnya, sehingga lapisan luar dari email menjadi jauh lebih keras dibandingkan
dengan lapisan dibawahnya. Senyawa terpenting dari email dan dentin adalah kristal
hidroksil apatit.
Kandungan fluor yang tinggi mengakibatkan dalam pori-pori email akan terbentuk
protein dengan ikatan kimia yang tidak mudah larut dalam asam, maka terjadilah hipoplasia
yang sukar larut dalam asam sehingga resisten terhadap karies. Pengaruh toksis dari fluor
terhadap enamel mulai timbul bila kandungan fluor dalam darah menjadi 0, 2 ppm.
Konsentrasi fluor dalam darah menjadi toksis apabila badan mendapat fluor sekaligus dalm
jumlah yang relatif besar, misalnya apabila anak balita sekaligus minum 4 tablet fluor.
Berbeda dengan karies, fluorosis terjadi pada elemen-elemen yang kontralateral,
sebab kedua elemen tersebut dibentuk pada waktu yang bersamaan. Pembuangan fluor
melalui ginjal dipengaruhi oleh pH air seni, sehingga apabila pH air seni iti rendah maka
fluor dalam air seni akan diresorbsi lagi. Hal ini tidak akan terjadi pada pH yang normal.
Pada masa maturasi pre-erupsi, fluor bersama-sama ion Ca2+ dan ion fosfat
bergabung membentuk fluorapatit dengan ikatan kimia Ca10(PO4)6F2, yang bersifat lebih
stabil dan tidak mudah larut dalam asam. Dengan demikian peningkatan yang sedikit saja
dalam konsetrasi fluor sudah dapat menghasilkan reduksi karies.

3. Maturasi sesudah erupsi


Kalau gigi sudah tumbuh, maka semua ameloblast menghilang dan proses maturasi
pra-erupsi berhenti. Namun pengapuran belum selesai dan email masih sangat peka
terhadap karies. Pengapuran selanjutnya berlangsung dari luar kedalam melalui proses
fisika-kimia, yaitu difusi dan pertukaran ion. Maturasi sesudah erupsi terutama terjadi pada
tahun-tahun pertama sesudah gigi tumbuh. Pada masa sesudah erupsi, maka aplikasi fluor
secara lokal dengan konsentrasi fluor yang tinggi tidak akan menimbulkan motling, sebab
tidak ada lagi ameloblast.

Mekanisme kerja dan aplikasi lokal fluor


Meskipun telah dianjurkan penggunaan fluor selama masa pertumbuhan gigi dan
walaupun penelitian menunjukkan hasil bahwa pemakaian fluor adalah positif, namun
sampai sekarang mekanisme kerja fluor belum diketahui dengan pasti. Semula diduga
bahwa fluor bersenyawa dengan gigi pada masa pembentukkan gigi, pada saat mana
hidroksilapatit berubah menjadi fluorapatit yang mempunyai sifat tidak larut dalam asam.
Tetapi penelitian kimia-analitis serta percobaan dengan binatang kemudian menimbulkan

Universitas Gadjah Mada 2


dugaan bahwa fluor tidak menghasilkan fluorapatit, tetapi yang terjadi adalah penggantian
beberapa ion H dengan fluor, sehingga terbentuk ikatan hidroksilfluoroapatit. Daya larut
hidroksifluoroapatit hanya sedikit berbeda dengan daya larut hidroksilapatit dan hasil
penelitian klinis memperkuat dugaan ini.
Ada dua kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu:
1. Fluoridasi air minum menghambat terjadinya karies yang hasilnya adalah suatu
reduksi dalam jumlah kavitas.
2. Daya larut email gigi yang baru tumbuh di daerah (-F) tidak berbeda dengan
daya larut email pada gigi yang baru tumbuh didaerah (+F).

Cara kerja fluor


Fluor adalah elemen yang mutlak diperlukan untuk pembentukkan tulang dan gigi.
Kekerasan tulang dan gigi disebabkan oleh kadar senyawa-senyawa kalsiumfosfat yang
tinggi. Diantara senyawa-senyawa kalsiumfosfat, maka hidroksilapatit merupakan senyawa
yang terpenting.
Sebuah prisma email dibentuk oleh empat sel amelobast. Sel-sel ameloblast
tersebut menganyam suatu matriks organis, dan pada matriks organis ini dapat diendapkan
senyawasenyawa kalsium fosfat. Pada tahap akhir pembentukan prisma email ini maka
oktakalsiumfosfat berubah menjadi hidroksilapatit, dan pada proses ini diperlukan sedikit
fluor agar supaya hidroksilapatit memperoleh kristal yang baik
Kandungan fluor yang lebih tinggi akan mempengaruhi ameloblast sedemikian rupa,
sehingga terbentuk email yang defisien yaitu berbercak (mottled enamel). Sifat tidak larut
dalam asam dari hidroksilfluoroapatit tidak berbeda secara bermakna dengan
hidroksilapatit, karena itu daya cegah karies dari pemberian fluor sebelum gigi tumbuh
adalah agar terbentuk

Universitas Gadjah Mada 3


kristal hidroksilapatit yang lebih sempurna. Tetapi penelitian klinis menghasilkan
pemberian fluor pada masa pre-erupsi mempunyai pengaruh yang minim.
Cara pencegahan karies yang terbaik adalah pemberian fluor segera setelah gigi
tumbuh, secara lokal langsung pada email. Fluor dalam konsentrasi yang rendah akan
membuat ikatan hidroksilapatit, dan bertambahnya konsentrasi fluor sampai menjadi 1
ppm( 1 mg per liter, yakni konsentrasi fluor dalam air minum) akan membentuk ikatan yang
kaya akan fluor dan tidak mudah larut, yaitu Ca10(PO4)6OH2-x Fx.
Pada reaksi, akan terjadi pertukaran langsung antara ion OH- dan ion F Jumlah
fluorapatit yang terbentuk adalah tidak banyak, dan reaksi pertukaran ini tergantung dari
pH. Pada pH 4 reaksi ini akan berlangsung kira-kira 100 x lebih cepat dibandingkan
dengan reaksi pada pH 7. Ini tidak disebabkan karena pertukaran ion yang lebih cepat,
akan tetapi disebabkan karena pada pH yang rendah akan terbentuk yaitu ikatan
kalsiumfosfat yang disebut brushit CaHPO42H2O
Brushit merupakan ikatan kalsiumfosfat yang paling stabil dalam lingkungan
dengan pH yang lebih rendah dari 4,3. Tetapi juga bereaksi dengan fluor dan membentuk
senyawa fluoroapatit. Reaksi persenyawaan ini lebih cepat dibandingkan reaksi pertukaran
ion tersebut diatas sehingga dapat dikatakan bahwa mekanisme utama yang menghambat
terjadinya karies adalah reaksi brushit dengan fluor.
Reaksi ini sebenarnya merupakan proses remineralisasi, sebab ada mineral yang
dilarutkan dulu (hidroksilapatit), sehingga menghasilkan brushit, dan brushit ini kembali
dijadikan mineral yaitu apatit yang kaya akan fluor. Karena pengaruh plak maka timbulah
bercak putih pada email. Senyawa kalsiumfosfat yang ada pada bercak putih itu yaitu
brushit bereaksi dengan ion-ion F yang yang ada dalam air minum, sehingga terbentuklah
senyawa apatit yang kaya fluor. Proses ini, yang disebut proses remineralisasi, terjadi
secara tidak menyeluruh tetapi hanya pada permukaan saja, sehingga terjadi sebuah parut
pada permukaan email yang menyebabkan gigi tidak rentan terhadap karies.
Dapat disimpulkan bahwa daya kerja fluor yang utama adalah menghentikan
proses karies secara lokal dengan jalan membentuk senyawa apatit yang kaya dengan
fluor.

Penggunaan fluor yang praktis


Penggunaan fluor dapat digolongkan secara perorangan maupun kolektif.
Fluoridasi air minum, fluoridasi garam dapur atau yang serupa adalah metoda yang cocok
sekali untuk sekaligus mencapai populasi besar. Tindakan perorangan dapat berupa
menggosok gigi menggunakan pasta yang berfluor, kumur dengan larutan fluor ataupun
Universitas Gadjah Mada 4
minum tablet. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan fluor secara perorangan dapat
memberi reduksi karies 25-30%. Sedangkan fluoridasi air minum sangat besar manfaatnya
(reduksi karies mencapai 60-70%) dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, tidak
memerlukan disipilin perorangan yang tinggi juga tenaga maupun biaya yang tidak besar.

Aplikasi lokal
Ini diartikan sebagai pengolesan larutan fluor yang pekat dan langsung pada email.
Setelah gigi dibersihkan dan dikeringkan dengan penyedot Judah dan diberi tampon
kapas, maka permukaan gigi aplikasikan larutan fluor yang dibiarkan mengering (5 menit).
Sesudah itu pasien tidak boleh minum dan makan selama 1 jam. Masing-masing bahan ini
mempunyai spesifikasi yaitu baik dalam tata cars penggunaan, frekwensi, keuntungan dan
kekurangannya.
Ada tiga cara melakukan aplikasi lokal, yang terbanyak adalah cara mengoles
permukaan gigi dengan kapas yang dicelup dalam larutan fluor. Larutan-larutan fluor yang
dipakai mempunyai konsentrasi fluor yang tinggi dan pH yang rendah untuk memperlancar
pembentukkan senyawa fluoroapatit.
Juga dapat memakai "lak" yang mengandung fluor. Bahan ini dioleskan pada gigi
dan dibiarkan selama sate hari sehingga memperpanjang waktu reaksi bahan dengan gigi.
Cara lain adalah pemakaian gel yang mengandung fluor. Pemakaian gel ini memerlukan
sendok perorangan, dan dapat dilakukan sendiri.
Meskipun cam pencegahan karies tersebut diatas berhasil dan memberikan
reduksi karies yang besar, namun cara yang paling ideal adalah fluoridasi air minum yang
menghasilkan reduksi karies 20-25% lebih besar dibandingkan dengan cam tersebut
diatas. Kerugian lain adalah bahwa aplikasi lokal itu diperlukan bantuan tenaga-tenaga
kesehatan gigi, sehingga pelaksanaannya menjadi mahal.

Pengaruh fluor pada remineralisasi email


Remineralisasi berarti pengembalian mineral. Email, seperti jaringan keras lainnya
dari tubuh, mengandung senyawa kalsium fosfat yang disebut hidroksilapatit atau secara
singkat disebut "mineral". Pada masa pembentukkan gigi, mineral tersebut diendapkan
dalam rupa kristal-kristal: 97-98%berat dari enamel terdiri atas mineral tersebut yang
mempunyai rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2
Karena pengaruh asam, proses karies, minuman asam, tambalan sintetis dan
sebagainya, maka sebagian dari mineral dalam lapisan enamel itu akan larut. Pelarut
Universitas Gadjah Mada 5
hanya dapat melarutkan mineral dari tempat tertentu saja pada email. Pada proses karies,
yang dilarutkan adalah mineral dibawah permukaan email, sedangkan asam pelarut
lainnya melarutkan mineral yang ada pada permukaan email.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai karies dan remineralisasi dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada perbedaan di dalam mekanisme kerja dari berbagai macam bahan
pencegah karies, yang jugs mempengaruhi pemakaian bahan-bahan tersebut. Masing-
masing senyawa fluorida sifat tersendiri, beberapa senyawa mempercepat proses
mineralisasi tetapi membentuk mineral yang mudah larut, sedangkan ikatan-ikatan fluor
lainnya (NaF atau SnF) secara keseluruhan mempunyai hasil yang lebih baik.
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa:
1. Kekuatan email berkurang karena termakan oleh asam (proses karies).
Berkurangnya kekuatan email ini adalah berupa berkurangnya daya tahan
terhadap rangsangan mekanis dan rangsangan kimiawi.
2. Pada remineralisasi yang berdaya guna guna, yakni yang prosesnya
dipengaruhi oleh fluor, maka daya tahan email terhadap rangsangan mekanis
dan kimiawi untuk sebagian besar akan pulih kembali.

Ludah sebagai pelindung mulut


Ludah melindungi mukosa dan menjadi pelicin kalau tidak terjadi kontak antar gigi.
Daya kerja buffer Judah menetralkan asam, sehingga dapat mencegah kerusakkan gigi
akibat rangsangan kimia. Seleksi dan kontrol terhadap flora mulut didasarkan atas efek
sinergis dari beberapa faktor.

Universitas Gadjah Mada 6


Daya kerja sinergistik
Suatu gambaran menyeluruh tentang faktor-faktor pengatur pertumbuhan bakteri
adalah sebagai berikut. Ensim Lisosim memusnahkan bakteri-bakteri tertentu dengan jalan
menghancurkan dinding selnya. Untuk mikroorganisme lainnya diperlukan tempat untuk
melekatkan dirinya, seleksi dari tempat perlekatan ini diatur oleh mukoprotein, zat putih
telur serta imunoglobulin yang terdapat dalam ludah. Bila sudah mendapat tempat
perlekatan , maka bakteri memerlukan zat untuk pertumbuhannya. Jadi didalam ludah perlu
tersedia substrat yang cukup, persediaan besi bebas harus teratur jumlahnya dan
persyaratan untuk fungsi sistem laktoperoksidase harus terpenuhi semuanya. Faktor
mikroorganisme sendiri juga mempengaruhi baik positif maupun negatif. Makanan yang
dimakan mempengaruhi substrat yang ada dalam ludah, sehingga bagi flora mulut akan
tersedia substrat dengan komposisi yang menyimpang.
Kalau sistem laktoperoksidase tidak berfungsi dengan baik, maka konsumsi gula
mendukung bahwa sistem laktoperoksidase tetap tidak berfungsi dengan baik. Akan
terbentuk polisakarida ekstra seluler, sehingga bakteri lebih mampu untuk melekatkan
dirinya pada permukaan gigi. Dengan adanya asam susu, maka bertambahlah jumlah zat
besi dalam ludah.

Kesimpulan serta pertimbangan praktis dalam memilih cara-cara aplikasi


fluor Semua ahli berpendapat bahwa:
1. Daya hambat karies dari fluor terutama terjadi sesudah erupsi gigi dan bersifat lokal.
2. Meningkatnya frekwensi dari aplikasi fluor akan meningkatkan hasil-guna dari aplikasi
fluor
3. Berbagai bentuk aplikasi fluor dapat dikombinasikan, tetapi haws tetap terjaga dosis
pada pemakaian sistemik tidak melebihi 1 mg perhari.
Kesimpulan yang praktis dan penting dapat jugs ditarik dari hasil penelitian terakir
mengenai pengaruh saliva terhadap email gigi. Saliva merupakan larutan dari berbagai
mineral yang diperlukan oleh email, karena itu saliva dapat mengadakan remineralisasi dari
lesi karies yang dini. Yang penting adalah bahwa saliva selalu dapat mencapai email,
sehingga permukaan gigi perlu dibersihkan dari plak yang menutupinya. Demineralisasi
email yang menghasilkan bercak putih seperti kapur, dengan adanya proses remineralisasi,
tidak perlu dirawat asal memenuhi dua syarat sebagai berikut:
1. Kontinuitas dari permukaan email tidak terputus (tidak boleh ada lubang)
2. Penderita hares mampu menjaga kebersihan mulut, sehingga permukaan gigi bebas
plak. Proses remineralisasi dipercepat karena pengaruh fluor, terutama bila permukaan
gigi sering terkena fluor yang berkonsentrasi rendah. Meskipun fluor mendorong

Universitas Gadjah Mada 7


proses remineralisasi, namun yang paling utama adalah bahwa permukaan gigi secara
teratur dibersihkan dari plak, sehingga ludah dapat membasahi permukaan gigi.

PLAK GIGI
Plak gigi merupakan agregat sejumlah besar dan berbagai macam mikroorganisme
pada permukaan gigi. Pada saat gigi mulai erupsi, dengan cepat akan dilindungi lapisan
tipis glikoprotein yang disebut acquired pellicle. Glikoprotein di dalam air liar akan diserap
dengan spesifik pada hidroksiapatit dan melekat erat pada permukaan gigi. Awal
pembentukan plak gigi dimulai dengan melekatnya bakteri aerob pada permukan pelikel.
Kuman yang pertama kali terlihat adalah S. sanguis yang kemudian diikuti kuman lainnya.
Namun perlekatan awal ini pada hidroksiapatit yang dilapisi pelikel sangat lemah dan
reversible, sehingga tidak terjadi kolononisasi bakteri.

Pembentukan plak gigi


Setelah S. mutans, membentuk dextran ekstraseluler, baru terjadi perlekatan dan
agregasi kuman terjadi karena adanya reseptor dekstran pada permukaan sel sehingga
terjadi interaksi antarsel selama pembentukan plak gigi. Kuman lain seperti S. sanguis
juga mampu mensintesis dekstran ekstraseluler dari sukrosa namun yang dibentuk adalah
dekstran ikatan  (1-6) yang mudah larut dalam air dan kuman ini tidak mempunyai resptor
dekstran pada permukaan selnya. S. mutans serotype c lebih banyak mensintesis
dekstran ikatan  (1-3) yang tidak larut dalam air, sehinga lebih efisien dalam membentuk
plak gigi
Metabolisme sukrosa ekstraseluler oleh S. mutans dengan produk dekstran ikatan
 (l - 3) yang tidak larut dalam air sangat berperan dalam pembentukan plak gigi dan pe-
ningkatan kolonisasi kuman di dalam plak. Peningkatan kolonisasi kuman ini terjadi karena
agregasi kuman melalui tiga dasar interaksi sel. Interaksi yang terjadi meliputi perlekatan
kuman pada permukaan gigi, perlekatan homotipik antarsel yang sama, dan perlekatan
heteropik antarsel berbeda. Dekstran ikatan  (1-3) bertindak sebagai mediator agregasi
antara S. mutans, S. sanguis dan A. viscosus. Oleh karena itu, dekstran yang
pembentukannya dikatalisis oleh glukosiltransferase (GTF), merupakan ekspresi esensial
virulensi S. mutans.

Komponen plak gigi


Satu unit plak disusun oleh dua (2) bagian sel-sel bakteri yang berikatan dengan
satu (1) bagian matriks yang terbentuk oleh produk ekstraseluler mikroorganisma. Unit
plak tersebut tersebar dalam cairan mulut yang dapat dialiri sel-sel nutrisi dan saliva ke

Universitas Gadjah Mada 8


sel-sel jaringan dari waktu ke waktu. Keadaan demikian akan terbentuk suatu "kapsul"
yang dalam proses karies dapat melunakkan email gigi. Plak gigi bakterial mengandung
tiga komponen fungsional:
a) organisme kariogenik, terutama S. mutans, L acidophilus dan A. viscosus
b) organisme penyebab kelainan periodontal, khususnya Bacteriodes asccharolyticus
(gingivalis) dan Actinobacillus acetinomycetemcomitans, walaupun A. viscosus,
Bacteriodes melaninogenicus, vedlonella alcalescens, Fusobacteria dan
Sphirocaetes juga terlibat
c) bahan adjuvan dan supresif, yang paling potensial adalah LPS ( lipolysacharide),
dekstran, levan dan asam lipoteikoat (LTA).
Plak gigi mengandung 0.01% LPS; 8,5% dekstran yang larut dalam air terutama ikatan a
(16); 1,4% dekstran yang tidak larut dalam air a (1-3); 1% levan dan sejumlah LTA

Respon Imun terhadap plak gigi


Respon imun terhadap plak gigi bervariasi dan kompleks. Sejumlah besar bakteri
gram positif dan gram negative berikut produknya seperti LPS, LTA, dekstran dan levan
akan mampu menstimulasi respon imun. Dua jalur komplemen, klasik dan alternative
diaktivasi, limfosit distimulasi, limfokin dilepaskan, dan makrofag juga menjadi aktif. Reaksi
potensial ini, mungkin diatur melalui efek potensiasi dan supresi oleh beberapa komponen
yang ada di dalam plak gigi dan akan menghasilkan respon inflamasi holds yang
terlokalisasi. Efek toksik langsung komponen plak pada jaringan gusi, mempunyai andil
pada reaksi inflamasi lanjut.
Akumulasi plak gigi dalam kaitannya dengan inflamasi gusi, berkorelasi dengan
peningkatan transformasi limfosit dan pelepasan MIF. Aktivasi komplemen merupakan picu
timbulnya respon inflamasi yang kompleks karena pelepasan histamine oleh mastosit yang
diinduksi oleh C3a dan C5a. Kedua komponen komplemen ini juga menyebabkan agregasi
platelet sehingga terjadi pembekuan intravaskuler. Kejadian ini dapat menghambat
penyebaran bakteri, namun juga mengakibatkan kerusakan jaringan karena kurangnya
pasokan darah. Akhir aktivasi system komplemen, berupa sintesis prostaglandin E yang
dapat mengakibatkan resorpsi tulang.
Akibat respon imun seluler terhadap plak gigi, kolagenase juga disekresikan oleh
makrofag yang diaktivasi oleh LPS sehingga terjadi degradasi kolagen. Enzim lisosom
merupakan agen potensial yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan. OAF juga
dilepaskan oleh limfosit yang teraktivasi, sehingga terjadi resorpsi tulang alveolar.

Respon terhadap karies gigi

Universitas Gadjah Mada 9


Selama perkembangan karies, antibodi ditemukan di dalam air liur, cairan pulpa
gigi, dan cairan dentin. Hal ini menunjukkan bahwa liur, dentin dan pulpa gigi dapat
memberikan respon imunologik terhadap serangan antigen kuman penyebab karies gigi.
Imunoglobin juga ditemukan di dalam dentin sehat dan yang mengalami karies, terletak
dibawah dentin yang mengalami karies. Antibodi ini berasal dari cairan pulpa, sedangkan
antibody yang ditemukan di dalam dentin karies yang lunak berasal dari air liur. Komponen
sekresi, baik yang terikat pada IgA maupun dalam bentuk sIgA hanya ditemukan pada lesi
yang dangkal. Selain itu ditemukan IgG,IgA dan transferin di dalam karies yang dalam,
sedangkan komponen sekresi tidak ada. Di bawah lesi karies tidak ditemukan adanya
kuman.
Pada saat karies gigi sudah mengenai dentin, antigen bakteri yang larut akan
menginduksi respon peradangan klasik pada pulpa gigi berupa vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas kapiler, dan eksudasi cairan serta PMN. Begitu karies mendekati pulpa,
ditemukan adanya makrofag, limfosit dan sel plasma. Selain itu terdapat juga
immunoglobulin ekstravaskuler dengan IgG paling banyak, disertai sel plasma yang
mengandung IgG, IgA, IgE dan kadang-kadang IgM.
Karies gigi yang tidak ditumpat akan memperluas demineralisasi dan dekalsifikasi
dentin yang akhirnya akan mengenai atap pulpa. Pada keadan ini, biasanya sudah
menimbulkan respon imun di dalam jaringan pulpa. Bila keadaan ini tidak segera diatasi,
maka antigen kuman akan berdifusi kedalam jaringan pulpa dan menimbulkan berbagai
kelainan di dalam pulpa gigi. Selanjutnya daerah periapikal juga akan diserang dan
menjadikan abses periapikal akut atau bentuk tiga kondisi kronis: abses kronis, ganuloma,
atau kista tergantung kekuatan respon imunnya.

Respon imun pada kelainan pulpa


Di dalam jaringan pulpa gigi dengan pulpitis yang ireversibel, akan terlihat adanya
limfosit dan makrofag sebagai sel infiltrasi radang yang mendominasi.Pada pulpitis yang
reversible, maka lebih dari 90% limfosit yang ada di dalam pulpa adalah sel T8, sedangkan
sel T4 nya sekitar 0,56. Pada pulpitis yang irevesibel, jumlah sel T4 ini mencapai 1,14
dibandingkan sel T8 dan sel B. Dalam jaringan pulpa yang mengalami peradangan,
ditemukan antibodi terbanyak adalah IgG dibandingkan IgA dan IgM. Antibodi tersebut
semua ditemukan lebih banyak dibandingkan dalam keadaan pulpa normal. Begitu pula sel
plasma yang mengandung IgG dan IgA lebih banyak di dalam pulpa yang meradang,
disamping ditemukan Pula C3.
Eksudat radang yang terbentuk sebagai respon terhadap perkembangan karies gigi,
sulit mendapatkan ruangan karena pulpa gigi dibatasi oleh struktur dentin yang kaku.
Akibatnya jaringan pulpa di dalam saluran akar akan terlibat. Bila efek protektif respon
Universitas Gadjah Mada 10
imunologik tidak cukup baik, maka karies akan berkembang menjadi pulpitis akut. Namun,
bila proses kariesnya berkembang lambat dan respon imunitasnya mampu mencegah
kerusakan jaringan pulpa lebih lanjut, yang akan timbul hanyalah pulpitis kronis. Pada
kelainan pulpa ini ditemukan respon seluler, respon humoral dan C3. Efek samping respon
imunologik ini adalah reaksi hipersensifitas tipe I yang menimbulkan reaksi inflamasi dan
rasa sakit, tipe III dengan akibat kerusakan jaringan pulpa, dan tipe IV yang jugs
bertanggung jawab pada kerusakan lokal.

Respon imun pada kelainan apikal


Jaringan pulpa yang rusak, akan bertindak sebagai autoantigen yang bersama
antigen kuman mengakibatkan penyebaran reaksi radang ke daerah periapikal. Akibatnya
akan terjadi abses akut atau kondisi kronis (abses kronis, granuloma atau kista). Semua
lesi tersebut dapat terjadi bila efek protektif respon imun tidak cukup baik, sehingga hanya
mampu melokalisasi kerusakan lebih lanjut.
Kadar immunoglobulin dalam serum subyek yang mengalami flare up
(pembengkaan disertai rasa sakit dan resorbsi tulang pada gigi nonvital yang terjadi
dengan cepat) setelah perawatan endodontik, menunjukkan hanya IgE yang meningkat
dibandingkan keadaan normal. Keadaan ini diikuti kenaikan kadar histamine pada abses
akut, sedangkan pada abses

Universitas Gadjah Mada 11


kronis dapat terjadi kenaikan ataupun tetapnya kadar IgE dalam sirkulasi. Akibat
selanjutnya adalah permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi udema dan
pembengkaan pada daerah ini. IgG dan IgM ditemukan juga pada daerah periapikal ini
yang mampu bereakasi spesifik dengan antigen yang terdapat di dalam saluran akar.
Kadar IgG, IgM, IgE dan komplemen C3 dalam serum penderita abses akut akan tampak
lebih tinggi.
Respon imunitas humoral pada lesi periapikal juga ikut berperan pada kelainan
periapikal ini. Antara kadar kompleks-imun, IgG, IgM, IgE dan komplemen C3 di dalam
serum penderita kelainan periapikal setelah dan sebelum dirawat saluran akarnya juga
berbeda bermakna. Kadar Ig E dalam senun penderita yang mengalami kematian gigi
tanpa gejala, ditemukan lebih tinggi. Respon CMI pada lesi periapikal, menunjukkan
bahwa makrofag merupakan sel radang terbanyak, disusul limfosit T dengan sel Th lebih
dominant.
Dalam jaringan granuloma ditemukan banyak sekali sel plasma, IgG, IgA dan IgM.
Pada dinding kista keadaan ini meningkat jumlahnya mencapai 2 atau 3 kali dibandingkan
dalam serum. Di dalam epitel kista apikal juga ditemukan sel Langerhans dan makrofag.
Dalam keadaan patologis, sel Langerhans berfungsi memproses dan menyajikan antigen
kepada limfosit T, seperti fungsi makrofag. Sel ini juga mempunyai kemampuan
fagositosis, walaupun terbatas. Di dalam kista dan granuloma lebih banyak mengandung
makrofag daripada sel-T.
Karena daerah periapikal dibatasi oleh dinding padat tulang alveolar, antigen tadi
akan terlokalisasi di daerah ini. Pada saat mengunyah, daerah tadi akan mengalami
tekanan dan iritasi, akibatnya antigen akan masuk kedalam kelenjar limfa dan pembuluh
darah serta menstimulasi respon imunologik lokal dan di dalam nodus limfatikus
submaksilaris. Respon imun periapikal ini berfungsi untuk pertahanan, namun juga
menimbulkan reaksi hipersensitivitas. Pada keadaan abses periapikal akut, terjadi
kenaikan kadar IgG, IgM, IgE dan C3. Keadaan ini mengindikasikan adanya reaksi
hipersensitivitas tipe I dan III yang merupakan respon humoral.
Pada reaksi alergi tipe III, kompleks imun akan mengaktifkan sistim komplemen
yang menyebabkan penarikan leukosit PMN dan trombosit di dalam pembuluh darah,
sehingga terbentuk abses dan kerusakan membran sel jaringan periapikal. Bila membran
sel rusak, akan terjadi pembentukan prostaglandin (PG) yang dapat mengakibatkan
resorpsi tulang dan
amplifikasi system kini. Kinin akan menyebabkan rasa sakit. Dengan adanya PG rasa sakit
bertambah berat. PG juga merupakan bahan pirogen yang dapat menimbulkan demam.
Bila jaringan periapikal pejamu mengalami kesulitan dalam mengeliminasi antigen,
respon imun CMI kronis akan dibangkitkan untuk melokalisasi antigen tadi. Respon CMI ini
Universitas Gadjah Mada 12
akan menarik banyak makrofag pada daerah tersebut ( seperti dalam granuloma).
Kemudian makrofag akan melepaskan IL-1 yang dapat merangsang OAF dan FAF dan P.
Ketiga mediator ini sangat berperan dalam patogenitas lesi periapikal, karena dapat
mengakibatkan pembentukan granuloma dan kista. Dengan ditemukannya sel Langerhans
dan makrofag di dalam kista epithelium kista gigi, menunjukan bahwa pada kelainan
periapikal kronis, respon CMI dalam bentuk reaksi alergi Tipe IV cukup besar peranannya.

Imunisasi terhadap karies gigi


Secara imunologik dapat dikatakan bahwa karies gigi merupakan penyakit infeksi
dengan S. mutans bertindak sebagai antigennya. Keadaan ini memungkinkan terjadinya
karies tersebut dapat dicegah dengan melalui pendekatan imunologik yaitu dengan metode
imunisasi. Tujuan imunisasi adalah menginduksi respon imun di dalam rongga mulut untuk
mencegah pembentukkan plak dan kolonisasi S.mutans pada permukan gigi sehingga
terjadinya karies gigi dapat dihindari. Dengan metode imunisasi, diharapkan prevalensi
karies gigi dapat diturunkan karena dapat dilakukan secara masal dan mudah. Berbeda
dengan pemakaian bahan kimia lain, imunisasi tidak mengakibatkan perubahan mikroflora
rongga mulut karena antibodi yang ditimbulkan sifatnya spesifik hanya terhadap antigen
tertentu.
Beberapa metode imunisasi sudah dilakukan, termasuk jenis binatang percobaan
yang digunakan. Tikus dan monyet merupakan spesies yang sering dijadikan model untuk
studi imunisasi karies gigi. Berdasarkan berbagai percobaan yang digunakan pada kedua
spesies ini, menunjukkan adanya perbedaan jalur mekanisme pertahanan tubuh terhadap
karies gigi yang akan dibangkitkan, yaitu melalui cairan celah gusi dan lewat air liur.
Respon imun melalui cairan celah gusi, meliputi komponen seluler dan humoral sistem
imun sistemik. Untuk membangkitkan respon imun dari cairan celah gusi, biasanya
dilakukan imunisasi subkutan. Kelenjar liur akan memproduksi sIgA bila diimunisasi secara
langsung ke dalam kelenjar air liur atau melalui imunisasi per oral dengan mensensitisasi
sel-B di dalam GALT yang kemudian sel B akan melakukan homing ke kelenjar air liur.
Beberapa rute imunisasi juga pernah dicoba pada tikus, diantaranya dengan
suntikan di sekitar kelenjar air liur, suntikan pada kelenjar parotis, serta imunisasi
parenteral dan melalui submukosa mulut. Imunisasi langsung pada gusi tikus,
memperlihatkan adanya efek protektif terhadap gigi tikus dari serangan karies. Imunisasi
dengan antigen, antibody monoclonal dengan bermacam cara dan dan rutenya, namun
belum dihasilkan vaksin dan metode yang efektif, efisien dan aman.

Bahan pengganti gula

Universitas Gadjah Mada 13


Ludah merupakan cairan biologis yang penting untuk pemeliharaan jaringan gigi,
juga diperlukan dalam proses pencernaan makanan serta ikut mengatur lingkungan hidup
bakteri mulut dan bakteri uses. Adanya bakteri dalam mulut juga pada permukaan gigi
hams dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Secara ilmiah kebersihan mulut hams selalu mendapat perhatian dalam upaya
pencegahan. Khususnya mengenai karies perlu diingat bahwa menghilangkan plak hanya
bersifat simtomatis saja. Penyebab terjadinya karies adalah konsumsi gula yang tinggi.
Bahan pengganti gula haruslah mempunyai syarat bahwa bahan tidak dapat
disintesa menjadi polisakarida yang lengket, sehingga tidak menorong terjadinya plak.
Bahan pengganti gula tidak dapat dipecah oleh bakteri atau dipecah secara pelan-pelan,
sehingga pH tidak turun dibawah pH kritis.
Beberapa macam contoh bahan pengganti gula:
1. Bahan pengganti gula tidak berkalori : sacharin, siklamat dan aspartame
2. Bahan pengganti gula yang berkalori: Sorbitol, xylitol, Lycasin, maltitol, laktitol, L-
sorbose dan palatinit.
Masih diperlukan banyak penelitian mengenai fermentasi bahan pengganti gula oleh
bakteri yang berada dalam plak dan Judah, kapasitas untuk reduksi atau membentuk plak
dan induksi karies secara artifisial, untuk dilanjutkan kemudian dengan eksperimen karies
pada tikus.

Bahan antimikroba
Bahan antimikroba sebagai pencegah terjadinya kolonisasi bakteri haruslah
diberikan dengan hati-hati memperhatikan risiko sensitisasi imunologik. Bahan-bahan
kumur untuk mulut umumnya mengandung kemikal antimikroba seperti phenol dan alcohol
berefek pada penurunan populasi bakteri mulut.

GINGIVITIS DAN PENCEGAHANNYA


Gingivitis maupun periodontitis disebabkan oleh bakteri yang ada disekitar gingiva.
Mikroorganisme ini terdapat pada plak supra gingival dan plak sub-gingival. Radang pada
gingiva adalah reaksi gingiva terhadap rangsangan dari plak dan juga cairan sulkus yaitu
eksudat yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri. Dengan demikian terciptalah sebuah
lingkaran tak berujung, sebab dan akibat, kait mengkait sehingga mendukung
kelangsungan proses radang. Radang disebut gingivitis kalau gingiva menunjukkan gejala
pembengkaan, perubahan warna dan perdarahan karena pemeriksaan dengan sonde.
Pada periodontitis sudah terjadi kerusakkan jaringan sehingga terbentuk suatu 'pocket' .
Gingivitis dapat terjadi sebagai akibat respon yang berlebihan terhadap plak
bakteria. Pada gingivitis ringan merupakan kelanjutan infiltrasi PMN karena gingiva
Universitas Gadjah Mada 14
diinfiltrasi oleh beberapa limfosit T, sedangkan pada gingivitis atau periodontitis yang
berat, jaringan periodontal sudah banyak mengandung limfosit B dan sel plasma yang
akan memproduksi antibodi. Kadar serum IgG2 pada kelainan periodontal yang berat,
proporsinya rendah dibandingkan IgG lainnya. Respon subkelas IgG yang tidak
proporsional ini, mengindikasikan adanya tingkat aktivasi limfosit B yang tidak spesifik
pada daerah yang meradang. Keadaan ini disebabkan berbagai stimulant termasuk
mitogen dan protease bakteri. Bakteri juga mengaktivasi komplemen melalui jalur
alternatif. Eksudat dari serum yang diekspresikan melalui cairan celah gusi, mengandung
komponen komplemen fungsional dengan antibodi spesifik terhadap berbagai antigen plak
yang kadarnya rendah.
Kelainan gingival dan periodontal diinduksi oleh bakteri plak gigi. Pada kelainan ini
terdapat empat (4) stadium imunopatologi yang melibatkan respon imun sistemik: 1) Awal
lesi ditemukan dalam kondisi normal, namun sudah ada respon inflamsi lokal oleh PMN
leukosit, aktivasi komplemen, kemotaksis yang dihasilkan antigen plak, dan mungkin sudah
terjadi kompleks imun. 2) Pada lesi ini terlihat infiltrasi lokal sel T dan beberapa sel B.
Limfosit di dalam sirkulasi sudah tersensitisasi antigen plak yang dapat dilihat dari
kemampuannya melepas limfokin. 3) Lesi yang menetap dikarakterisasikan dengan infiltrasi
sel plasma secara local dan limfosit di dalam darah perifer dapat distimulasi untuk
berproliferasi oleh antigen plak. 4) Pada lesi yang sudah lanjut ditandai dengan mekanisme
imunopatologi yang destruktif. Proses inilah yang dapat mengakibatkankan lepasnya gigi.

Mekanisme imunologi kelainan periodontal sangat kompleks yang melibatkan reaksi


hipersensitivitas disertai mekanisme protektif-destruktif melalui fungsi limfosit dan makrofag
serta aktivasi antibody dan komplemen. Proses ini dimodulasi oleh bahan imunopotensiasi
dan imunosupresi untuk mencegah respon imun yang tidak terkontrol.

Menghilangkan plak adalah tindakan prevensi yang terpenting


Gula dan plak gigi merupakan inti dari etiologi karies serta penyakit periodontal
yang dimulai dari gingivitis.. Gula dan substrat lainnya yang berasal dari makanan kecil
diubah menjadi asam oleh kuman yang ada pada plak gigi, antara lain oleh S. mutans,
sedangkan etiologi periodontal kurang diketahui secara jelas. Belum ditetapkan peranan
khusus dari substrat, gula dan bakteri dalam terjadinya periodontitis/kelainan periodontal.
Terlihat ada hubungan antara jumlah plak supragingival dan tingkatan dari radang
gusi. Terlihat jugs adanya hubungan antara plak subgingival, kedalaman poket dan
luasnya kerusakkan gusi.

Beberapa kemungkinan yang praktis untuk mencegah gingivitis dan periodontitis


Universitas Gadjah Mada 15
Upaya untuk mengendalikan bakteri plak berhasil guns dalam mencegah karies,
gingivitis dan periodontitis. Faktor endogen dan hormonal tidak pernah menyebabkan
gingivitis dan periodontitis, tetapi faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi proses
radang. Gingivitis pada orang hamil tidak disebabkan oleh hormon yang meningkat
produksinya. Hydantoine, yakni obat epilepsi tidak secara khusus menyebabkan hiperplasi
gusi, bila gigigigi bebas dari plak maka tidak ada penyebab radang yang primer, sehingga
tidak terjadi perubahan patologis pada periodonsium.
Yang harus dijaga adalah keteraturan dan kesempurnaan dalam menghilangkan
plak. Pengawasan yang lebih sering oleh seorang dokter gigi diperlukan untuk pasien-
pasien yang rentan terhadap peradangan. Pada kesempatan itu, dokter gigi dapat
memberi instruksi yang intensif agar kebersihan dan kesehatan mulut tetap terjaga baik.

Universitas Gadjah Mada 16

Anda mungkin juga menyukai