i
DAFTAR ISI
ii
4.5 Pengaruh Variabel Sosial Ekonomi Masyarakat ............... 59
BAB VI PENUTUP .................................................................................... 65
6.1 Kesimpulan ........................................................................ 65
6.2 Rekomendasi ..................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70
LAMPIRAN .................................................................................................... 72
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
Tabel 1.1
Angka Partisipasi Pendidikan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh
Tahun 2013
1
Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
No. Kabupaten/Kota
7 – 12 13 – 15 16 – 18
19 Banda Aceh 99,42 95,57 77,29
20 Sabang 100,00 100,00 67,66
21 Langsa 98,88 96,11 75,51
22 Lhokseumawe 99,56 98,54 85,22
23 Subulussalam 98,88 98,30 79,13
2013 99,66 95,20 74,60
2012 98,88 94,41 74,44
Sumber: BPS Provinsi Aceh
2
Theodore Brameld (1965) mengemukakan bahwa pendidikan memiliki
fungsi yang luas yaitu sebagai pengayom dan pengubah kehidupan suatu
masyarakat jadi lebih baik dan membimbing masyarakat yang baru supaya
mengenal tanggung jawab bersama dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah
sebuah proses yang lebih luas dari sekedar periode pendidikan di sekolah.
Pendidikan adalah sebuah proses belajar terus menerus dalam keseluruhan
aktifitas sosial sehingga manusia tetap ada dan berkembang.
Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas tentunya dibutuhkan
perencanaan program pendidikan yang baik. Dalam perencanaan pendidikan
untuk mencapai pendidikan yang berkualitas perlu memperhatikan kondisi-
kondisi yang mempengaruhi, strategi-strategi yang tepat, langkah-langkah
perencanaan dan memiliki kriteria penilaian (Nurkolis, 2003: 74–78).
Suksesnya perencanaan pendidikan diperlukan beberapa kondisi, yakni:
1. Adanya komitmen politik,
2. Perencanaan pendidikan harus tahu betul apa yang menjadi hak, tugas dan
tanggung jawabnya,
3. Harus ada perbedaan yang tegas, antara area politis, teknis, dan administratif,
4. Perhatian lebih besar diberikan pada penyebaran kekuasaan untuk membuat
keputusan politis,
5. Perhatian lebih besar diberikan pada pengembangan kebijakan dan prioritas
pendidikan terarah,
6. Tugas utama perencanaan pendidikan adalah pengembangan secara terarah
dan memberikan alternatif teknis sebagai sarana untuk mencapai tujuan
politik pendidikan,
7. Harus mengurangi politisasi pengetahuan,
8. Harus berusaha lebih besar untuk mengetahui opini publik terhadap
perkembangan masa depan dan arah pendidikan,
9. Administrator pendidikan harus lebih aktif mendorong perubahan-perubahan
dalam perencanaan pendidikan,
3
10. Ketika pemerintah tidak menguasai lagi semua aspek pendidikan maka harus
lebih diupayakan kersama yang saling menguntungkan antara pemerintah,
swasta, dan universitas yang memegang otoritas pendidikan.
Salah satu negara dengan mutu pendidikan terbaik di dunia adalah
Singapura. Kuncinya terletak pada kualitas gurunya sendiri. Di Singapura hanya
ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Tidak hanya
kualitas guru, metode belajar pun menjadi penunjang mutu pendidikan di negara
ini.
Jika dibuat urutan posisi 5 besar (dari atas ke bawah) di tingkat
internasional saat ini menurut data survei dari OECD (Organisation for Economic
Co-operation and Development) yang merilis tentang sistem pendidikan terbaik
dunia dan urutan negaranya menyatakan bahwa negara-negara yang memiliki
kualitas pendidikan terbaik di bidang pendidikan matematika dan ilmu pendidikan
alam (IPA) di dunia saat ini berturut-turut adalah Singapura, Hongkong, Korea
Selatan, Jepang dan Taiwan. Sedangkan, negara Indonesia berada pada urutan ke-
69 dari 76 negara yang disurvei di seluruh dunia. (dikutip dari
http://gaya.tempo.co/read/news/2015/05/15/215666403/ini-10-negara-bersistem-
pendidikan-terbaik-dunia, yang diakses pada 10/09/2015).
Berdasarkan data The Learning Curve Pearson 2014, Selasa (13/5/2014),
sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia, memaparkan jika Indonesia
menduduki posisi akhir dalam mutu pendidikan di seluruh dunia. Indonesia
menempati posisi ke-40 dengan indeks rangking dan nilai secara keseluruhan
yakni minus 1,84. Sementara pada kategori kemampuan kognitif indeks rangking
2014 versus 2012, Indonesia diberi nilai -1,71. Sedangkan untuk nilai pencapaian
pendidikan yang dimiliki Indonesia, diberi skor -2,11. Posisi Indonesia ini
menjadikan yang terburuk. Di mana Meksiko, Brasil, Argentina, Kolombia, dan
Thailand, menjadi lima negara dengan rangking terbawah yang berada di atas
Indonesia.
Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang mendapatkan dana
otonomi khusus (otsus) dari pemerintah pusat. Sejak tahun 2008 sampai tahun
2013, Provinsi Aceh telah mengelola sekitar Rp 27,3 trilyun dana tersebut. Setiap
4
tahunnya dana yang dianggarkan untuk bidang pendidikan mencapai rata-rata
Rp 2,4 trilyun. Dana tersebut berasal dari dana otonomi khusus, dana bagi hasil
migas dan dari sumber lain.
Saat ini banyaknya pembangunan sektor pendidikan masih mementingkan
pembangunan infrastruktur tapi mengesampingkan pembangunan mutu
pendidikan. Akibatnya, fasilitas (sarpras pendukung pembelajaran) di sebagian
sekolah di Provinsi Aceh sangat memadai tapi mutu pendidiknya sangat kurang.
Kurang meratanya distribusi guru menurut mata pelajaran (mapel) ke seluruh
pelosok daerah Provinsi Aceh juga diduga menjadi salah satu penyebab rendahnya
mutu pendidikan di daerah Aceh saat ini, di samping rendahnya kualitas guru itu
sendiri. Perekrutan guru sudah sangat banyak di daerah Provinsi Aceh, tetapi
hanya menumpuk di perkotaan, baik itu di ibukota provinsi dan ibukota
kabupaten, sementara di daerah pedalaman mengalami kekurangan guru.
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lulusan
peserta ujian nasional (UN) tahun 2014 untuk tingkat Sekolah Menengah Atas
(SMA) dari 34 provinsi di Indonesia, Provinsi Aceh menempati jumlah tertinggi
siswa yang tak lulus, yaitu sebanyak 784 (1,38%) siswa dari 56.981 siswa.
5
Tabel 1.2
Angka Kelulusan UN Tingkat SMA Tahun 2014 di Provinsi Aceh
Jumlah Jumlah Yang Persentase
No. Kabupaten/Kota
Peserta Tidak Lulus (%)
1 Simeulue 1.245 - -
2 Aceh Singkil 1.325 - -
3 Aceh Selatan 2.704 196 7,25
4 Aceh Tenggara 2.946 - -
5 Aceh Timur 3.268 47 1,44
6 Aceh Tengah 2.161 1 0,05
7 Aceh Barat 2.082 84 4,03
8 Aceh Besar 3.398 7 0,21
9 Pidie 4.768 4 0,08
10 Bireuen 5.186 62 1,20
11 Aceh Utara 6.248 64 1,02
12 Aceh Barat Daya 1.963 75 3,82
13 Gayo Lues 1.059 5 0,47
14 Aceh Tamiang 3.076 28 0,91
14 Nagan Raya 1.787 - -
16 Aceh Jaya 734 9 1,23
17 Bener Meriah 1.467 2 0,14
18 Pidie Jaya 1.921 40 2,08
19 Kota Banda Aceh 3.915 2 0,05
20 Kota Sabang 328 9 2,74
21 Kota Langsa 2.203 12 0,54
22 Kota Lhokseumawe 2.191 76 3,47
23 Subulussalam 1.007 61 6,06
Jumlah 56.982 784 1,38
Sumber: Hasil Nilai Ujian Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2014
Sedangkan dengan hasil UN jenjang SMP, terjadi penurunan siswa yang
tidak lulus. Pada tahun 2013, siswa yang tidak lulus mencapai 1.442 orang dari
81.046 peserta dengan persentase 1,78%. Sedangkan pada tahun 2014, siswa yang
tidak lulus hanya 313 orang dari 83.969 peserta dengan persentase 0,37 persen.
6
Beberapa penerapan pola peningkatan mutu di Indonesia telah banyak
dilakukan, namun masih belum dapat secara langsung memberikan efek perbaikan
mutu. Di antaranya adalah usaha peningkatan mutu dengan perubahan kurikulum
dan proyek peningkatan lain: Proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS), Proyek Perpustakaan, Proyek Bantuan Operasional
Meningkatkan Manajemen Mutu (BOMM), Proyek Bantuan Imbal Swadaya
(BIS), Proyek Pengadaan Buku Paket, Proyek Peningkatan Mutu Guru, Dana
Bantuan Langsung (DBL), Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dan Bantuan
Khusus Murid (BKM). Dengan memperhatikan sejumlah proyek itu, dapatlah kita
simpulkan bahwa pemerintah telah banyak menghabiskan anggaran dana untuk
membiayai proyek itu sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan. Namun,
semua hal tersebut belum dapat menghasilkan atau meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia.
Berikut ini jumlah ketersediaan guru SMP dan SMA di sekolah negeri
maupun swasta yang tersebar di Provinsi Aceh.
Tabel 1.3
Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Negeri, Menurut Kabupaten/ Kota, Tahun 2013/2014
No. Kabupaten/Kota Sekolah Kelas Guru Murid
1 Simeulue 40 273 451 4.533
2 Aceh Singkil 30 212 486 5.224
3 Aceh Selatan 45 366 881 9.927
4 Aceh Tenggara 35 318 726 8.442
5 Aceh Timur 65 495 1.278 13.799
6 Aceh Tengah 41 315 815 6.915
7 Aceh Barat 36 539 690 5.974
8 Aceh Besar 47 504 1.116 7.845
9 Pidie 53 924 1.823 13.816
10 Bireuen 61 587 2.041 15.462
11 Aceh Utara 84 841 2.237 23.343
12 Aceh Barat Daya 14 183 332 5.044
13 Gayo Lues 24 153 297 4.108
14 Aceh Tamiang 46 401 977 11.403
15 Nagan Raya 33 839 649 7.077
16 Aceh Jaya 29 199 410 2.579
17 Bener Meriah 42 264 747 4.566
18 Pidie Jaya 23 214 839 4.671
7
No. Kabupaten/Kota Sekolah Kelas Guru Murid
19 Banda Aceh 19 310 723 8.045
20 Sabang 8 56 221 1.120
21 Langsa 14 239 601 7.205
22 Lhokseumawe 18 271 620 7.730
23 Subulussalam 15 109 268 3.226
2013 822 8.612 19.228 182.054
2012 803 8.275 19,192 180,948
Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2014
Tabel 1.4
Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Swasta, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014
No. Kabupaten/Kota Sekolah Kelas Guru Murid
1 Simeulue 5 11 53 146
2 Aceh Singkil 6 42 86 1.190
3 Aceh Selatan 4 15 54 334
4 Aceh Tenggara 22 90 276 2.071
5 Aceh Timur 6 19 91 467
6 Aceh Tengah 2 6 23 136
7 Aceh Barat 8 29 126 587
8 Aceh Besar 17 76 328 1.835
9 Pidie 5 31 85 800
10 Bireuen 10 82 253 2.951
11 Aceh Utara 25 112 473 2.948
12 Aceh Barat Daya 15 115 178 1.398
13 Gayo Lues 2 9 28 280
14 Aceh Tamiang 9 51 137 1.383
15 Nagan Raya 3 9 35 229
16 Aceh Jaya 4 16 51 435
17 Bener Meriah 10 46 183 1.367
18 Pidie Jaya 3 24 39 166
19 Banda Aceh 12 59 191 1.387
20 Sabang 1 7 18 150
21 Langsa 2 6 25 120
22 Lhokseumawe 4 15 66 361
23 Subulussalam 4 31 75 1.108
2013 179 901 2.874 21.849
2012 153 795 2,494 18,745
Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2014
8
Tabel 1.5
Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Atas
(SMA) Negeri, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014
No. Kabupaten/Kota Sekolah Kelas Guru Murid
1 Simeulue 14 29 243 3,064
2 Aceh Singkil 10 48 228 3,421
3 Aceh Selatan 20 114 560 7,173
4 Aceh Tenggara 16 261 485 6,286
5 Aceh Timur 21 263 695 7,495
6 Aceh Tengah 17 61 497 4,990
7 Aceh Barat 17 179 458 5,036
8 Aceh Besar 27 89 881 6.673
9 Pidie 23 112 1.057 10.878
10 Bireuen 23 100 1.168 9.820
11 Aceh Utara 34 454 1.336 13.540
12 Aceh Barat Daya 11 162 339 4.865
13 Gayo Lues 12 26 247 3.068
14 Aceh Tamiang 14 247 592 7.564
15 Nagan Raya 19 166 433 6.016
16 Aceh Jaya 9 68 171 1.599
17 Bener Meriah 12 133 430 3.154
18 Pidie Jaya 9 45 493 3.500
19 Banda Aceh 16 96 751 7.757
20 Sabang 2 34 104 875
21 Langsa 5 37 308 4.083
22 Lhokseumawe 8 158 475 4.302
23 Subulussalam 5 20 140 2.039
2013 344 2.902 12.091 127.198
2012 336 4.274 12.060 130.773
Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2014
9
Tabel 1.6
Jumlah Sekolah, Kelas, Guru dan Murid Pada Sekolah Menengah Atas
(SMA) Swasta, Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2013/2014
No. Kabupaten/Kota Sekolah Kelas Guru Murid
1 Simeulue 10 11 105 587
2 Aceh Singkil 3 3 37 208
3 Aceh Selatan 5 10 64 376
4 Aceh Tenggara 9 39 127 1,366
5 Aceh Timur 5 15 81 428
6 Aceh Tengah 2 2 34 99
7 Aceh Barat 4 18 68 423
8 Aceh Besar 13 17 255 1,156
9 Pidie 5 7 89 539
10 Bireuen 6 22 166 1,657
11 Aceh Utara 12 41 209 1,165
12 Aceh Barat Daya 3 17 48 516
13 Gayo Lues 1 1 15 71
14 Aceh Tamiang 5 22 79 507
15 Nagan Raya 1 1 12 54
16 Aceh Jaya 4 13 58 285
17 Bener Meriah 5 19 91 477
18 Pidie Jaya 1 1 24 50
19 Banda Aceh 13 27 271 1.532
20 Sabang 1 3 17 54
21 Langsa 3 7 85 659
22 Lhokseumawe 2 10 32 210
23 Subulussalam 6 9 78 576
2013 119 315 2.045 12.995
2012 104 529 1.832 6.283
Sumber: Profil Pembangunan Aceh, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh 2014
10
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, difokuskan pada tiga poin berikut ini:
1. Menganalisis proses belajar mengajar pada siswa SMP dan SMA di
daerah Provinsi Aceh;
2. Menganalisis ketersediaan dan ketercukupan sarana dan prasarana
sekolah tingkat SMP dan SMA di daerah Provinsi Aceh;
3. Menganalisis kondisi lingkungan sosial ekonomi di sekitar sekolah
SMP dan SMA dengan nilai UN rendah dan nilai UN tinggi di daerah
Provinsi Aceh.
11
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
sejauh mana apa yang diajarkan dan dipelajari itu sesuai dengan kebutuhan belajar
saat ini dan untuk masa yang akan datang. Lebih jauh dikemukakan bahwa
masalah mutu pendidikan hendaknya dikaitkan dengan keseluruhan dimensi mutu
secara sistemik yang berubah dari masa ke masa.
Dalam perspektif yang lebih luas, mutu pendidikan mencakup kondisi
sosial ekonomi masyarakat dan sosiologi, sebagaimana pandangan Beeby (1966)
melihat mutu pendidikan dari tiga perspektif yaitu: perspekstif ekonomi, sosiologi
dan pendidikan. Berdasarkan perspektif ekonomi, yang bermutu adalah
pendidikan yang mempunyai kontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Lulusan pendidikan secara langsung dapat memenuhi angkatan kerja didalam
berbagai sektor ekonomi. Dengan bekerjanya mereka pertumbuhan ekonomi dapat
didorong lebih tinggi. Menurut pandangan sosiologi, pendidikan yang bermutu
adalah pendidikan yang bermanfaat terhadap seluruh masyarakat dilihat dari
berbagai kebutuhan masyarakat, seperti mobilitas sosial, perkembangan budaya,
pertumbuhan kesejahteraan dan pembebasan kebodohan. Sedangkan menurut
perspektif pendidikan, melihat mutu pendidikan perspektif pendidikan dari sisi
pengayaan (richness) dari proses belajar mengajar dan dari segikemampuan
lulusan dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis. (Suderadjat, 2005).
Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan
lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi akademik
maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan
sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan
hidup (life skill). Lebih lanjut, Sudrajad mengemukakan pendidikan bermutu
adalah pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia
paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality)
yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal.
Berkaitan dengan proses atau upaya untuk mencapai mutu pendidikan,
yang menghasilkan output berdaya guna dalam masyarakat, ada beberapa
pandangan yang dikemukakan para ahli; antara lain Umaedi (1999) dalam konteks
pendidikan pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil
pendidikan. Dalam proses pendidikan, yang bermutu terlibat berbagai input,
14
seperti: bahan ajar (kognitif, efektif atau psikomotorik), metodologi (bervariasi
sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana
prasarana dan sumber belajar lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input
tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam proses belajar mengajar,
baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik
konteks kurikuler maupun ekstra kurikuler. Sedangkan mutu dalam konteks hasil
pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun
waktu tertentu. Prestasi yang dicapai dapat berupa hasil test kemampuan akademis
(hasil ulangan atau ujian), dapat pula prestasi bidang lainnya, seperti: olah raga,
seni, bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang
(intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, kebersihan dan sebagainya.
Kemampuan pengelolaan sekolah oleh manajemen sekolah juga
menentukan pencapaian kualitas output. Menurut Achmad (1990) mutu
pendidikan di sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam
pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang
berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap
komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Engkoswara (2010)
melihat mutu/keberhasilan pendidikan dari tiga sisi, yaitu: prestasi, suasana, dan
ekonomi. Dalam hubungan dengan mutu sekolah. Slamet (1999) berpendapat
bahwa banyak masyarakat yang mengatakan sekolah itu bermutu atau unggul
dengan hanya melihat fisik sekolah dan banyaknya ekstrakurikuler yang ada di
sekolah. Ada juga yang melihat banyaknya tamatan yang diterima di jenjang
sekolah yang lebih tinggi, atau yang diterima di dunia usaha.
Untuk bisa menghasilkan mutu, menurut Slamet (1999) terdapat empat
usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan yaitu:
1. Menciptakan situasi “menang-menang” (win–win solution) dan bukan situasi
“kalah–menang” di antara pihak yang berkepentingan dengan lembaga
pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini terutama antara pimpinan lembaga
dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu
15
sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga
pendidikan tersebut.
2. Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi intrinsik pada setiap orang
yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga
pendidikan harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu
tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan
harapan pengguna/langganan.
3. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang.
Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan bukanlah suatu proses
perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan
terus menerus.
4. Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai
mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-
unsur pelaku prosesmencapai hasil mutu. Janganlah di antara mereka terjadi
persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan yang
bermutu adalah pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan standar
pendidikan yang telah ditetapkan. Kesesuaian dan ketercapaian standar perlu
dievaluasi secara berkala, dan hasil temuan ditindaklanjuti untuk memperbaiki
arah pelaksanaan jika pelaksanaan melenceng dari standar, meempertahankan atau
meningkatkan satandar jika standar yang ditetapkan telah tercapai. Jadi
peningkatan mutu pendidikan perlu ditingkatkan secara berkala dan berkelanjutan
oleh institusi penyelenggara pendidikan itu sendiri (internally driven).
Mempertahankan ketercapaian dan peningkatan standar perlu dilaksanakan
untuk memberikan kepuasan kepada stakeholders baik internal maupun eksternal.
Sallis (2002) mengindentifikasikan dan mengelompokkan konsumen atau
pelanggan pendidikan ke dalam dua kelompok besar, yaitu pelanggan internal dan
pelanggan eksternal. Pelanggan internal meliputi para pendidik dan staf
pendukung. Sedangkan pelanggan eksternal meliputi pelanggan eksternal utama
adalah peserta didik; pelanggan eksternal sekunder adalah orang tua, pemerintah
dan employers; serta pelanggan eksternal tersier adalah pasaran kerja, pemerintah
16
dan masyarakat. Sallis menyarankan agar pendidikan dipandang sebagai industri
jasa, dan usaha memenuhi kebutuhan peserta didik harus menjadi fokus utama
dalam mengelola mutu. Sekalipun demikian menurutnya tidak berarti harus
mengabaikan pandangan-pandangan dari kelompok pelanggan lainnya.
17
8. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur,
dan instrumen penilaian hasil belajar Peserta Didik.
18
kantin sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya, seperti buku pelajaran dan
kurikulum yang digunakan di sekolah. Semua itu dikenal sebagai infrastruktur
fisikal (physical infrastructure atau facilities). Singkat kata, mutu SDM yang
tersedia di sekolah dan mutu fasilitas sekolah merupakan dua macam masukan
yang sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
19
kesejahteraan. Memang, kesejahteraan guru menjadi salah satu syarat agar guru
dapat disebut sebagai profesi, selain (1) memerlukan keahlian, (2) keahlian itu
diperoleh dari proses pendidikan dan pelatihan, (3) keahlian itu diperlukan
masyarakat, (4) punya organisasi profesi, (5) keahlian yang dimiliki dibayar
dengan gaji yang memadai (Suparlan, 2006).
20
Menurut Townsend-Butterworth (1992) di dalam bukunya Your First
Child’s School, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang
berkualitas, yaitu:
1. Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah;
2. Partisipasi & rasa tanggung jawab guru & staf;
3. Proses belajar mengajar yang efektif;
4. Pengembangan staf yang terprogram;
5. Kurikulum yang relevan;
6. Mempuyai visi serta misi yang terang;
7. Iklim sekolah yang kondusif;
8. Penilaian diri pada kapabilitas serta kelemahan;
9. Komunikasi efektif baik internal ataupun eksternal; dan
10. Keterlibatan orang lanjut usia serta warga dengan cara intrinsik.
Manusia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan. Lingkungan selalu
mengitari manusia dari waktu ke waktu, sehingga antara manusia dan lingkungan
terdapat hubungan timbal balik dimana lingkungan mempengaruhi manusia dan
sebaliknya manusia juga mempengaruhi lingkungan. Begitu pula dalam proses
belajar belajar mengajar, lingkungan sosial berhubungan dengan pola interaksi
antarpersonil yang ada di lingkungan sekolah secara umum. Lingkungan sosial
yang baik memungkinkan para siswa untuk berinteraksi secara baik, siswa dengan
siswa, guru dengan siswa, guru dengan guru, atau guru dengan karyawan, dan
siswa dengan karyawan, serta secara umum interaksi antarpersonil. Dan kondisi
pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini
berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya
adanya keakraban yang proporsional antara guru, siswa dan orangtua serta
masyarakat sekitar dalam proses pembelajaran.
Lingkungan merupakan sumber belajar yang tidak dapat di abaikan.
Beberapa faktor yang datang dari masyarakat dapat mempengaruhi proses dan
hasil belajar meliputi:
1 Media massa; di luar jam sekolah atau disekolah terkadang siswa membaca
buku selain buku pelajaran, seperti koran, atau menonton televisi, sehingga
21
lupa akan tugas belajar. Maka bacaan dan tontonan siswa perlu diawasi dan
diseleksi.
2 Teman bergaul; setiap manusia selalu berusaha untuk mengembangkan
sosialisasinya, anak perlu bergaul dengan anak lain, dan perlu diawasi agar
anak bergaul dengan teman yang baik agar dapat memberikan pengaruh baik
pula.
3 Cara hidup lingkungan sekitar akan memberikan pengaruh besar pada sikap
dan kebiasaan siswa, termasuk kebiasaan belajar. Siswa yang hidup dalam
lingkungan yang selalu belajar keras, sikap itu akan mempengaruhi
perilakunya.
Di sisi lain Heyneman dan Loxley (1983) menyimpulkan bahwa kualitas
sekolah dan guru nampaknya sangat berpengaruh pada prestasi akademis di
seluruh dunia dan semakin miskin suatu negara, semakin kuat pengaruh tersebut.
Sejalan dengan yang disampaikan Husaini Usman (2009) bahwa ada tiga faktor
penyebab rendahnya mutu pendidikan, yaitu:
1. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan educational production function atau input-input analisis yang
tidak konsisten;
2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik; dan
3. Peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan sangat minim.
22
2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang
kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat bekreasi, dan ruang/tempat lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
23
oleh personil sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses belajar
mengajar;
b. Prinsip efisiensi, yaitu bahwa pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di
sekolah harus dilakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat
diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang
murah. Dan pemakaiannya pun dengan hati-hati sehingga mengurangi
pemborosan;
c. Prinsip administratif, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana
pendidikan di sekolah harus selalu memperhatikan undang-undang, peraturan,
instruksi dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh yang berwenang;
d. Prinsip kejelasan tanggung jawab, yaitu bahwa manajemen sarana dan
prasarana pendidikan di sekolah harus didelegasikan kepada personel sekolah
yang mampu bertanggung jawab. Apabila melibatkan banyak personel sekolah
dalam manajemennya. Maka perlu adanya deskripsi tanggung jawab yang
jelas untuk setiap personel sekolah; dan
e. Prinsip kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan
di sekolah itu harus direalisasikan dalam bentuk proses yang sangat kompak.
24
Guru dalam proses dan hasil belajar memegang peranan penting dan
sentral. Dewasa ini, sebagian guru juga mempunyai tugas tambahan sebagai
pengelola baik pada bidang kurikulum, sarpras, kesiswaan dan juga top
manajeman sekolah. Imron dkk. (2003) menegaskan bahwa guru merupakan
sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan program pendidikan,
tidak mungkin ada peningkatan mutu pendidikan tanpa peningkatan performansi
gurunya dan ini mutlak dilakukan secara terus menerus. Hal tersebut
mengisyaratkan bahwa guru merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan
mutu pendidikan. Namun bukan berarti keberadaan unsur unsur lain tidak penting.
Peningkatan performa guru memerlukan adanya layanan yang profesional di
bidang sarana dan prasarana dalam menerapkan kemampuannya secara maksimal.
Hamalik (1994) menegaskan “sudah jelas bahwa di samping dibutuhkannya guru-
guru yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang lebih memadai, juga
diperlukan cara-cara bekerja dan sikap yang baru, peralatan yang lengkap, dan
sistem administrasi yang lebih teratur.
Variabel kesiswaan lebih menekankan pada kegiatan kesiswaan yang
bertujuan untuk pengembangan karakter siswa, kegiatan ini juga memerlukan
perhatian dan keterlibatan guru secara terintegrasi, yang pada akhirnya
mempengaruhi proses dan hasil belajar. Baiknya kegiatan kesiswaan juga terkait
dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai.
Lingkungan sosial ekonomi masyarakat secara langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan merupakan
suatu komponen sistem yang ikut menentukan keberhasilan proses pendidikan.
Kondisi lingkungan sekolah dan keluarga menjadi perhatian karena faktor ini
sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa yang sangat berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa. ”Di sekolah nilai-nilai kehidupan ditumbuhkan dan
dikembangkan. Oleh karena itu, sekolah menjadi wahana yang sangat dominan
bagi pengaruh dan pembentukan sikap, perilaku, dan prestasi seorang siswa (Tu’u,
2004). Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa keterlibatan orangtua
siswa dan tokoh masyarakat di sekitar sekolah dapat memberikan pengaruh yang
baik pada peningkatan proses dan hasil belajar. Uraian ini dapat dikemukakan
25
dalam bentuk diagram di bawah ini. Kerangka pemikiran yang menunjukkan
hubungan antarvariabel dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini.
Pengelolaan
Proses
Hasil
Pembelajaran Sarpras
UN
Sosial
ekonomi SDM Kesiswaan Pembiayaan
masyarakat
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
27
Tabel 3.1
Daftar Sampel Penelitian di Provinsi Aceh dengan Nilai UN Peringkat
Sepuluh Terendah pada Tahun 2013
Kabupaten
No. SMP SMA
/Kota
1 Aceh Barat 1. SMPN 2 Kaway XVI 1. SMAN 1 Bubon
2. SMPN 5 Kaway XVI 2. SMAN 1 Kaway XVI
3. SMPN 1 Meureubo 3. SMA Muhammadiyah 6 Meulaboh
4. SMPN 6 Meureubo 4. SMAN 1 Meureubo
5. SMPN 4 Meureubo 5. SMAN 1 Panton Reu
4 Aceh Utara 1. SMP Negeri 1 Tanah Pasir 1. SMA Negeri 1 Baktiya Barat
2. SMP Negeri 6 Lhoksukon 2. SMA 2 Baktiya
3. SMP 2 Negeri Jambo Aye 3. SMA 2 Negeri Seuneudon
4. SMP 4 Negeri Lhoksukon 4. SMA Sidomulyo (tidak bisa diakses
5. SMP Alwaliyah karena ada insiden bersenjata)
5. SMA Meurah Mulia (tidak bisa diakses
karena ada insiden bersenjata)
7 Pidie Jaya 1. SMP Negeri 1 Bandar Baru 1. SMA Negeri 1 Pante Raja
2. SMP Negeri 2 Bandar Baru 2. SMA Negeri 1 Jangka Buya
3. SMP Negeri 2 Trienggadeng 3. SMA Negeri 1 Trienggadeng
4. SMP N 2 Bandar Dua 4. SMA Negeri 2 Bandar Baru
5. SMP Negeri 3 Bandar Dua 5. SMA Negeri 2 Meureudu
28
Kabupaten
No. SMP SMA
/Kota
6. SMP Negeri 3 Bandar Baru
9 Aceh Tamiang 1. SMP Negeri 3 Karang Baru 1. SMA Negeri 3 Kejuruan Muda
2. SMP Negeri 5 Bendahara 2. SMA Swasta Darul Muklisin
3. SMP Swasta Al-Washliyah Seumadam 3. SMA Swasta Syakirah
4. SMP Swasta Harum Sari 4. SMA Swasta Al-Hidayah
5. SMP Negeri 7 Karang Baru
11 Aceh Selatan 1. SMP Negeri 3 Labuhan Haji Timur 1. SMA Negeri 3 Kluet Utara
2. SMP Negeri 1 Kluet Utara 2. SMA Negeri 1 Kluet Timur
3. SMP Negeri 3 Pasie Raja 3. SMA Negeri 1 Meukek
4. SMP Negeri 1 Bakongan 4. SMA Negeri 1 Labuhan haji
5. SMP Negeri 3 Kluet Utara 5. SMA Negeri 1 Pasie Raja
Tabel 3.2
Daftar Sampel Penelitian di Provinsi Aceh dengan Nilai UN Peringkat
Sepuluh Tertinggi pada Tahun 2013
Kabupaten
No. SMP SMA
/Kota
1 Aceh Timur SMPN 1 Simpang Ulim SMAN Unggul Aceh Timur
29
Kabupaten
No. SMP SMA
/Kota
2 Langsa - SMAN 1 Langsa
5 Aceh Tengah 1. SMPN 1 Takengon Aceh Tengah 1. SMAN 1 Takengon Aceh Tengah
2. SMPN 2 Takengon Aceh Tengah 2. SMAN 8 Aceh Tengah
3. SMPN 4 Aceh Tengah 3. SMAN 15 Takengon Aceh Tengah
6 Bener Meriah 1. SMPN 6 Satu Atap Permata Bener 1. SMAN 1 Timang Gajah Bener Meriah
Meriah 2. SMAN 1 Bandar Bener Meriah
2. SMPN 3 Wih Pesam Bener Meriah 3. SMAN 2 Bandar Bener Meriah
3. SMPN 3 Timang Gajah Bener Meriah 4. SMAN 1 Bukit Bener Meriah
4. SMPN 4 Takengon Aceh Tengah 5. SMA Bustanul Ulum Bener Meriah
5. SMPN 5 Takengon Aceh Tengah 6. SMAN Unggul Binaan Bener Meriah
6. SMPN 2 Wih Pesam Bener Meriah
8 Banda Aceh SMP Fatih Bilingual School Lam Yong 1. SMA 3 Banda Aceh
Banda Aceh 2. SMA 1 Banda Aceh
3. SMA Fajar Harapan
30
3.3 Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode analisis secara deskriptif
kualitatif (analisis statistik inferensial). Metode analisis deskriptif dilakukan
dengan analisis secara umum melalui grafik, tabel, gambar dan peta.
Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan
kualitatif (mixed methods) dengan desain triangulasi yang dapat digambarkan
sebagai berikut (Creswell, 2008):
QUAN QUAL
+
(Data dan Results) (Data dan Results)
Interpretasi
Model Analisis.
31
SRP = b0 + b1 DN + b2 MJM + b3 SW + b4 D + e2
UN = d0 + d1 PROS + d2 SRP + d3 SW + d4 SDM + d5 MJM + d6 KM+ d7 D
+ e3
Keterangan:
PROS = proses pembelajaran
SDM = sumber daya manusia
SRP = sarana dan prasarana
SW = kesiswaan
MJM = manajemen
DN = pembiayaan
UN = hasil ujian nasional
KM = kondisi soaial ekonomi masyarakat
D = variabel dummy, nilai 1 untuk sekolah dengan nilai UN tinggi
nilai 0 untuk sekolah dengan UN rendah
Reduced form:
PROS - a2 SRP - a6 UN = a0 + a1 SDM + a3 SW + a4 MJM + a7D + e1
SRP = b0 + b1 DN + b2 MJM + b4D + e2
- d1 PROS - d2 SRP + UN = d0 + d3 SW + d4 SDM + d5 MJM + d6KM + d7D
+ e3
Matriks variabel endogen bukan matriks segitiga, yang menunjukkan model yang
dibangun merupakan model simultan dengan kata lain terdapat saling
32
mempengaruhi antar variabel penelitian. Model ini dapat diestimasi dengan
metode Two State Least Square (2TLS) (Gujarati, 1993).
33
Tema-tema yang diperoleh digunakan untuk membuat deskripsi yang akan
digunakan pada laporan penelitian. Dalam analisis, juga dicari keterkaitan antar
tema-tema yang ada untuk melihat keterkaitan antara mereka. Dengan serangkaian
proses analisis ini, peneliti melahirkan hasil penelitian dan menginterpretasi untuk
melahirkan kesimpulan dan rekomendasi dalam upaya memperbaiki mutu
pendidikan sekolah menengah di Provinsi Aceh.
2. Sumber daya manusia adalah kriteria guru yang meliputi kompetensi dan
kesesuaian dengan pelajaran yang diampu, serta pembinaan profesional, yang
diukur dengan skala 1 sampai 5.
Skala 1 : Ada pelajaran ujian nasional yang diajarkan oleh guru dengan
kompetensi tidak sesuai.
Skala 2 : Ada pelajaran selain mata pelajaran yang di-UN-kan yang
diajarkan oleh guru dengan kompetensi yang tidak sesuai, dan
34
aktif pada MGMP.
Skala 3 : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi
tidak sesuai. Kurang dari 25% guru bersertifikat, kurang dari 25%
guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan dan guru aktif pada
forum MGMP.
Skala 4 : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi
tidak sesuai. Kurang dari 50% guru bersertifikat, lebih dari 50%
guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan, dan aktif mengikuti
MGMP.
Skala 5 : Tidak ada pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan kompetensi
tidak sesuai. Lebih dari 75% guru telah bersertifikat. Lebih dari
75% guru telah mengikuti pelatihan-pelatihan, dan aktif dalam
MGMP dan ada MGMP internal.
35
Skala 3 : Ada 2-3 jenis kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Skala 4 : Ada 4-5 Jenis kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Skala 5 : Ada lebih dari lima kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
6. Hasil ujian nasional adalah nilai rata-rata ujian nasional tahun 2013, yang
diukur dengan skala 1 sampai 10.
36
ekstrakurikuler anaknya.
Skala 3 : Mampu menyediakan sebagian fasilitas penunjang pembelajaran
dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler
anaknya.
Skala 4 : Mampu menyediakan sebagian besar fasilitas penunjang
pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler anaknya.
Skala 5 : Mampu menyediakan seluruh fasilitas penunjang pembelajaran
dan mendukung kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler
anaknya.
37
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1
Hasil Estimasi Model Analisis
Proses Sarpras UN
Konstanta 1,405173* 0,534030* 6,280496*
Ujian Nasional (UN) 0,040362 - -
Sarpras (SRP) 0,261821* - -0,027007
SDM 0,028347* - 0,060267*
Pengelolaan (MJM) 0,034136 0,016979 0,103072*
Kesiswaan (SW) 0,333620* 0,423082* -0,056208
Pembiayaan (DN) - 0,289502* -
Proses (PROS) - - 0,100304*
Sosial ekonomi masy (KM) - - -2,727108*
Dummy (DY) 0,552022** 0,148675 -
Manajemen Sekolah UN Tinggi (DMJM) 0,198940* - -
Proses Pembelajaran sekolah UN Tinggi (DPROS) - - 0,650735*
Sarpras Sekolah UN Tinggi (DSRP) - - -0,089397
Koefisien determinasi 0,4893 0,2123 0,7196
Ket; *(signifikan), **t=0,99 mendekati satu
Sumber: Hasil Estimasi Model (lampiran 2a)
Model fungsi pembelajaran mempunyai koefisien determinasi R2 =
0,4893, artinya secara keseluruhan variabel bebas dalam model proses
pembelajaran hanya dapat menjelaskan 48,9% variasi yang terjadi dalam proses
39
pembelajaran di SMP dan SMA, selebihnya adalah akibat faktor gangguan yang
tidak diperhitungkan dalam model. Koefisien determinasi R2 untuk fungsi sarana
dan prasana 0,2123, yang relatif kecil. Namun demikian, dari banyak studi yang
menggunakan observasi individual dengan jumlah sampel yang relatif besar,
dalam penelitian ini jumlah sampel adalah 235, selalu menghasilkan koefisien
determinasi yang rendah. Jika diperoleh R2 = 0,2 atau 0,3 sudah dapat dianggap
cukup tinggi, karena pada kenyataannya banyak sekali faktor-faktor yang tidak
terobservasi tetapi turut mempengaruhi prilaku individu. Lagi pula R2 akan selalu
meningkat jika kita menambah satu atau lebih variabel ke dalam model, akibat
mengecilnya kesalahan pengganggu (e), tetapi dibarengi dengan mengecilnya
derajat kebebasan yang dapat mengakibatkan koefisen regresi tidak berarti. Jadi
koefisien determinasi yang tinggi tidak selalu mencerminkan garis regresi yang
baik. Pemilihan model yang tepat dengan didasarkan pada koefisein determinasi
yang tinggi, sebenarnya jauh lebih sederhana dibandingkan dengan pemilihan
model yang terbaik. Terlebih lagi penelitian ini tidak bermaksud melakukan
forecasting, maka R2 yang rendah tidak perlu dirisaukan. (Asmawati,1999).
40
artinya proses pembelajaran di sekolah UN tinggi di kelola dengan baik dengan
koefisien sebesar 0.198940, lebih baik dari pada sekolah dengan UN rendah.
Peran pimpinan sekolah cukup baik pada sekolah dengan UN tinggi dalam
memastikan proses pembelajaran berjalan sesuai dengan kurikulum dan kalender
pendidikan. Namun, proses pembelajaran pada sekolah-sekolah tertentu, terutama
sekolah yang termasuk kelompok sekolah dengan hasil UN terendah, tidak
berjalan dengan arahan dan kontrol yang memadai dari pimpinan sekolah (rincian
dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c poin 5 tentang pengelolaan dan
lampiran 2.e poin 3 tentang standar proses).
41
jika ada siswa yang masih belum memahami, topik pembelajaran yang telah
dilaksanakan;
- Membuat media dan alat peraga sederhana pembelajaran sederhana, atau
memanfaatkan lingkungan belajar sebagai media dan sumber belajar; dan
- Menyusun instrumen evaluasi yang dilengkapi dengan rubrik penilaian.
Hasil survei pada sampel sekolah dengan nilai ujian nasional rendah,
menunjukkan bahwa masih ada sekolah yang proses pembelajarannya belum
direncanakan dengan baik. Persentase sekolah yang mempunyai mata pelajaran
tidak memiliki Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) relatif besar, yaitu
sebesar 32,5%, diperlihatkan pada Gambar 5.1. Pada sekolah dengan hasil ujian
nasional tinggi. Perangkat pembelajaran yang disusun juga telah dilengkapi
dengan rubrik penilaian yang baik. Meskipun demikian, pada sekolah ini juga
mempunyai mata pelajaran yang proses pembelajarannya belum direncanakan
dengan baik (tidak memiliki RPP) sebesar 6,8% sekolah, umumnya pada pelajaran
muatan lokal.
93.1
100 73.3
90
80
70 48.3 UN rendah
60 Un Tinggi
50 32.5
20.6
40
30
20 6.8
10
0
Guru yang mengajar Keikutsertaan dalam Pelajaran yang
bukan bidangnya Forum MGMP belum memiliki
RPP
42
2. Pelaksanaan proses pembelajaran
Pada sekolah dengan UN tinggi pelaksanaan proses pembelajaran
umumnya merujuk pada RPP, kecuali ada hal-hal tertentu. Misalnya listrik mati
yang menyebabkan penggunaan media pembelajaran berbasis IT tidak dapat
digunakan,. Media pembelajaran yang umum digunakan adalah slide yang
memerlukan infokus dan laptop. Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga
cukup baik dan hampir merata untuk berbagai mata pelajaran. Hanya saja LKS
masih terkesan seperti soal evaluasi, padahal seyogianya LKS adalah sumber
belajar, yang berisi langkan dan petunjuk agar siswa dapat menemukan kembali
konsep yang sedang dipelajari. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
LKS yang baik, akan melibatkan proses mental, sehingga pemahaman konsep
akan lebih baik. Tentu saja, proses pembelajaran seperti ini memerlukan
kesabaran guru untuk tidak langsung memberitahukan, tetapi membiarkan siswa
mengalami proses penemuan konsepnya. Hal ini memerlukan waktu, inilah
kemudian menjadi alasan guru untuk mengabaikan proses mental ini, karena
khawatir tidak mencapai target kurikulum.
Sebagian guru disekolah dengan UN rendah, meskipun menyususn RPP
namun tidak memedomaninya dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. RPP
biasanya di buat bukan pada awal pembelajaran, namun hanya dibuat untuk
melengkapi administrasi yang perlu dilaporkan kepada kepala sekolah, atau
sebagai syarat penilaian DP3 guru. Alasan lainnya, kenapa guru tidak
melaksanakan pembelajaran sesuai RPP adalah waktu pembelajaran yang
dianggap sempit atau kekurangan waktu. Dalam hal ini sangat diperlukan
pembinaan profesional guru secara berkala, memberikan bimbingan teknis
menyusun perencanaan dan melaksanakannya di kelas. Upaya ini dapat
dilaksanakan di sekolah dengan koordinasi dari pimpinan sekolah. Forum MGMP
dapat dimanfaatkan secara optimal, bahkan MGMP internal sekolah yang
dilaksanakan pada sebagian sekolah dengan hasil UN tinggi, dapat dijadikan
praktek baik yang dapat ditularkan pada sekolah-sekolah lain.
Pengelolaan proses pembelajaran oleh pimpinan sekolah, memegang
peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran
43
berjalan baik pada sekolah dengan hasil UN tinggi dan memberikan pengaruh
positif serta singnifikan terhadap hasil UN yang tinggi, (diperlihatkan pada Tabel
4.1, signifikannya variabel Dy pada fungsi Proses pembelajaran dan variabel
DPROS pada fungsi UN), lebih disebabkab oleh manajemen yang lebih baik.
Pimpinan sekolah yang peduli pada pelaksanaan proses pembelajaran, akan
berdampak pada pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan guru. Hal ini
terlihat suasana pembelajaran atau suasana akademik yang lebih baik. Karenanya
sangat diperlukan untuk meregulasi pengelolaan sekolah terutama pada
pengelolaan proses pembelajaran di kelas. Selama ini proses pembelajaran di
kelas, seperli melihat dalam kotak hitam, tidak ada yang terlihat, yang mengetahui
proses yang terjadi hanya guru dan siswa.
44
Guru menyatakan bahwa supervisi dan evaluasi yang dilakukan oleh pimpinan
dan pengawas sekolah jarang sekali bisa memberikan masukan bagaimana
memperbaiki kekurangan atau kelemahan dalam proses belajar-mengajar oleh
guru. Supervisor paling sering hanya bisa menuliskan catatan kelemahan atau
kekurangan dalam proses belajar-mengajar tanpa disertai dengan bagaimana cara
atau langkah-langkah konkrit untuk memperbaikinya. Kesenjangan seperti itu
dapat terlihat pada setiap langkah atau aspes proses belajar-mengajar (rincian dari
kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e).
- Pertama, untuk perencanan pembelajaran (khususnya penyusunan RPP), para
kepala sekolah tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa
semua RPP yang disusun oleh guru, adalah sesuai dengan kesiapan peserta
didik, ketersediaan sumber belajar dan media, dan dukungan sarana dan
prasarana. Peran-peran mereka yang kurang terlaksana adalah: (1)
mengarahkan penyusunan RPP yang memastikan bahwa proses pembelajaran
terlaksana secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik sehingga bisa melahirkan prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat mereka; dan (2) mengevaluasi kualitas perangkat
pembelajaran yg disusun guru. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk
memantapkan perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh setiap guru dengan
mekanisme: (1) guru menyusun RPP sesuai dengan arahan pimpinan sekolah,
(2) RPP dikoreksi dan diberikan feedback sebagai dasar untuk direvisi, (3) RPP
disahkan apabila sudah direvisi sesuai dengan koreksi dan feedback yang
diberikan;
- Kedua, untuk pelaksanaan proses pembelajaran, para kepala sekolah juga tidak
cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa pembelajaran di ruangan
kelas, di laboratorium, dan di luar ruangan kelas. Peran-peran mereka yang
kurang terlaksana adalah: (1) mensupervisi proses pelaksanaan pembelajaran
untuk memastikan bahwa guru melaksanakan pembelajaran benar-benar sesuai
dengan RPP; dan (2) mengawasi proses pembelajaran. Padahal, peran-peran ini
sangat penting untuk menjamin kualitas pelaksanaan pembelajaran, dengan
mekanisme: (1) guru melaksanakan pembelajaran materi yang dijadikan
45
sampel supervisi, (2) pimpinan sekolah memberikan feedback sesuai dengan
peran mereka dalam kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership),
yaitu memperbaiki teknik atau metode penyampaian dan isi bahan ajar, (3)
meminta guru memperbaiki proses pembelajaran dengan mendasarkan pada
feedback yang diberikan pada supervisi pertama, dan (4) pimpinan sekolah
melakukan supervisi kedua untuk memastikan adanya revisi dan peningkatan
kualitas daripada pembelajaran pada supervisi pertama; dan
- Ketiga, untuk penilaian hasil pembelajaran, para kepala sekolah juga tidak
cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa penilaian direncanakan
dengan baik, ditentukan teknik yang sesuai, dikembangan instrumen yang valid
dan reliabel, diadministrikan pelaksanaannya dengan baik, dan ditentukan nilai
setiap peserta didik untuk setiap ranah tujuan pembelajaran secara objektif dan
akurat. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk menjamin kualitas
pelaksanaan penilaian yang akan memberikan hasil yang akurat dan objektif,
dengan mekanisme: (1) menilai kesesuaian teknik penilaian untuk setiap ranah
tujuan dan materi pembelajaran, (2) menentukan prosedur pengembangan
instrumen penilaian yang benar dan lengkap, dan (3) prosedur penentuan skor
dan nilai peserta didik. Dengan menjalankan mekanisme-mekanisme di atas,
diyakini bahwa proses pembelajaran akan berjalan dengan baik sesuai dengan
kondisi yang ada.
Bagaimanapun, proses pembelajaran yang baik selalu memerlukan peran
yang baik pula dari faktor-faktor pendukungnya. Beberapa faktor yang dikaji
dalam penelitian ini, disajikan berikut ini:
46
pelatihan dan materi yang dibahas pada forum MGMP, menurut guru cukup
bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme guru dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan kemampuan keilmuan,
meskipun peningkatannya relatif kecil. Gambar 5.1 memperlihatkan partisipasi
guru dalam forum MGMP lebih besar pada sekolah dengan nilai UN tinggi
dibandingkan sekolah dengan UN rendah yairu 93,1% berbanding 73,3%.
Selain itu, di sekolah UN tinggi dibentuk juga MGMP internal sekolah,
yang terdiri dari guru bidang studi yang sama. Kegiatan dalam MGMP internal
antara lain berkolaborasi dalam menyusun RPP, membahas materi yang dianggap
sulit, atau bertukar pikiran untuk itu dan menyusun rubrik penilaian, serta validasi
soal dan uji coba rubrik penilaian. Menurut pengelola sekolah, MGMP internal
sangat bermanfaat, jika ada guru yang berhalangan, maka guru yang dalam tim
MGMP tersebutlah yang menggantikan tanpa mengalami kesulitan berarti.
Guru seyogianya akan sangat menguasai materi pelajaran yang memang
menjadi kompetensi sesuai ijazah yang dimikili. Namun sangat disayangkan,
masih ada guru yang mengajar pelajaran di luar kompetensinya. Artinya, masih
terdapat kekurangan guru pada mata pelajaran tertentu. Distribusi guru masih
belum merata menurut kebutuhan mata pelajaran, meskipun angka rasio guru
murid sudah sangat bagus yaitu 9–10. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa 48,3%
sekolah UN rendah dan 20,6 sekolah dengan hasil UN tinggi yang memiliki mata
pelajaran yang diajarkan oleh guru dengan pendidikan yang tidak sesuai, serti
didajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Pelajaran yang Kekurangan Guru Menurut Peringkat
Urutan Mata Pelajaran Urutan Mata Pelajaran
1 Kesenian 6 Matematika
2 Teknologi Informasi dan 7 Penjas dan Bahasa
Komputer Indonesia
3 Sosiologi 8 Sejarah
4 PPKN 9 IPS
5 Geografi
Sumber : Laporan bulanan sekolah (diolah)
47
Tabel 4.2 memperlihatkan beberapa pelajaran yang kekurangan guru.
Pejajaran kesenian yang paling banyak diajarkan oleh guru yang tidak sesuai
kompetensi, disusul oleh pelajaran TIK, sosiologi PPKN, geografi, matematika,
Pendidikan Jasmani, Bahasa Indonesia, Sejarah dan terakhir IPS. Ternyata
pelajaran yang di-UN-kan juga mengalami kekurangan guru.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan profesional guru sangat
penting dalam menghasilkan proses pembelajaran yang baik dan bermutu, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi hasil UN. Peningkatan kemampuan
profesionalisme guru dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan berikut:
1. Pelatihan pembinaan profesionalisme guru seperti pelatihan penyusunan
perangkat pembelajaran, yang dilengkapi dengan real teching.
2. Mengefektifkan forum MGMP antarsekolah
3. Melaksanakan MGMP internal sekolah, dan membentuk tim teching.
4. Memberikan tugas kepada guru sesuai kompetensi yang dimiliki.
5. Memastikan bahwa guru melaksanakan pembelajaran dengan perencanaan
yang baik.
b. Faktor kesiswaan
Faktor kegiatan kesiswaan (SW) juga memberikan pengaruh positif dan
signifikan terhadap proses pembelajaran dengan pengaruh yang relatif besar.
Tetapi tidak signifikan mempengaruhi hasil UN. (Tabel 4.1). Pembinaan karakter
siswa melalui penerapan disiplin, menggalakkan kegiatan-kegiatan kokurikuler
dan ekstrakurikuler telah dapat memberikan pengaruh positif pada proses
pembelajaran. Tentu saja dengan karakter siswa yang mengacu pada peningkatan
disiplin, kerja keras, kerja tim, teliti dan pengamalan nilai-nilai keagamaan akan
memudahkan bagi guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang kreatif,
inovatif dan menyenangkan. Kedekatan guru dan siswa terjalin baik melalui
pembinaan kegiatan kesiswaan oleh guru.
Pada dasarnya, pembinaan kesiswaan di sekolah merupakan tanggung
jawab semua tenaga kependidikan, meskipun terdapat wakil kepala sekolah
bidang kesiswaan, namun itu hanya bersifat koordinatif. Guru merupakan tenaga
kependidikan yang kerap kali berhadapan dengan peserta didik dalam proses
48
pendidikan. Sebagai pendidik. guru bertanggung jawab atas terselenggaranya
proses tersebut di sekolah, baik melalui bimbingan, pengajaran, dan keteladanan.
Apabila guru hanya menjalankan salah satu bagian dari tanggung jawabnya, maka
perkembangan peserta didik tidak mungkin optimal. Dengan kata lain, pencapaian
hasil pada diri peserta didik yang optimal, mempersyaratkan pelayanan dari guru
yang optimal pula, termasuk pelayanan dalam bidang kesiswaan. Kegiatan
kesiswaan, umumnya ditujukan untuk pembinaan karakter siswa, ataupun
kemampuan afektif siswa. Sikap yang baik akan menghasilkan proses
pembelajaran yang berkualitas dan secara tidak langsung akan mempengaruhi
hasil belajar siswa. Adapun kegiatan kesiswaan yang menonjol di laksanakan
antara lain, seperti diperlihatkan pada Gambar 5.2.
70
60.8
60
50 44.8
41.3 42.5 41.4
40 37.9
35.8
UN Rendah
30 UN Tinggi
20
13.3
10.8 10.3
10
0
Pramuka Kesenian Olimpiade Olah Raga PMR
49
antara lain bola voli, tenis meja, pencak silat. Sedangkan kegiatan kesenian
kebanyakan bernuansa islami sepersi rebana, dan rohis. Di samping itu, masih
banyak kegiatan kesiswaan lainnya yang dilaksanakan di sekolah antara lain
kegiatan pertanian, UKS, kustum, otomotif, tata boga, pengajian, tahfizul Quran
dan bakti sosial.
50
Target kelulusan UN yang mesti dicapai, membuat manajemen sekolah lebih
terfokus untuk mengejar target tersebut, dengan proses pembelajaran yang melatih
siswa untuk mengerjakan dengan cepat. Kondisi ini dapat berakibat kurang baik
pada proses pembelajaran yang ditujukan untuk penguasaan konsep untuk
peningkatan kemampuan analisis siswa, karena guru cenderung mengabaikan
proses pelibatan mental dalam penemuan ilmu pengetahuan sehingga kemampuan
analisis dan kemampuan evaluasi yang dimiliki siswa rendah. Kenyataan ini,
sejalan dengan hasil tes PISA (Program for Internasional Student Asesment)
tahun 2009 untuk literasi matematika pada soal dengan level 5 dan 6, Indonesia
hanya mendapat nilai 0,1 jauh di bawah rata-rata Negara OECD (Organitation for
Economic Cooperation and Development) yaitu 12,7, padahal untuk soal di bawah
level 2, Indonesia memperoleh nilai 76,7 jauh di atas rata-rata 22,01 (Stacey,
2011).
Padahal penguasaan matematika pada level 5 dan 6 justru yang
mengantarkan siswa untuk mampu bekerja dengan pemikiran dan penalaran
matematika yang luas dan mampu menghubungkan pengetahuan dengan
ketrampilan matematikanya dalam menghadapi suatu situasi. Ini artinya, proses
pembelajaran yang saat ini lebih fokus untuk melatih (drill) siswa untuk
menguasai ketrampilan menyelesaikan soal dengan cara cepat, tanpa didukung
pemahaman konsep dengan baik. Fenomena ini memperlihatkan bahwa
pelaksanaan UN dan soal-soal ujian nasional perlu dikaji kembali.
51
langsung. Dengan demikian, ketercukupan dan ketersediaan sarpras saja belum
cukup untuk meningkatkan mutu pendidikan atau kualitas hasil UN. Tetapi yang
terpenting adalah bagaimana sarpras itu dimanfaatkan secara optimal untuk
mendukung proses pembelajaran.
Sarpras yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini adalah sarpras
yang dimanfaatkan secara langsung dalam proses pembelajaran, yaitu:
52
60 54.2
48.3
50 41.4 40.8 34.5
40
30 24.1
15.8 18.3
20 10.3
3.4 6.7
10 0 UN rendah
0 UN Tinggi
2. Laboratorium
Laboratorium merupakan sarana vital dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Jenis laboratorium yang diperlukan sekolah SMP atau SMA adalah
laboratorium, bahasa, biologi, kimia, fisika, atau laboratorium IPA., komputer dan
multimedia, matematika, dan pendidikan Agama Islam. Namun kebutuhan
laboratorium ini, sampai kini belum merata untuk semua sekolah, terutama pada
sekolah pinggiran. Ketiadaan laboratorium akan mengganggu proses
pembelajaran. Tanpa laboratorium, maka siswa sering hanya belajar teori saja
tanpa didukung pembuktian yang memadai di laboratorium, sehingga tidak terjadi
proses mental dalam pemahaman konsep, kondisi ini menghambat untuk lahirnya
kreativitas dan inovasi baru dari siswa.
Pada sekolah dengan nilai UN rendah terdapat (48.3%) sekolah tidak
memiliki gedung laboratorium dan sebanyak 40,8%, kekurangan alat-alat
laboratorium. Pada sekolah yang hasil UN tinggi juga mengalami kekurangann
laboratorium, namun persentasenya lebih rendah. (Gambar 4.3). Sekolah-sekolah
yang memiliki laboratorium yang relatif lengkap, umumnya adalah sekolah
unggul dan sekolah favorit. SMA Modal Bangsa misalnya, tersedia laboratorium
yang relatif lengkap termasuk laboratorium Pendidikan Agama Islam (PAI) yang
53
salah satu materi praktiknya adalah tajhiz mayat, sehingga labratoriumnya
dilengkapi dengan model/ boneka jenazah.
Beberapa sekolah memiliki peralatan laboratorium namun tidak memiliki
ruang laboratorium, mereka menyiasati kekurangan gedung laboratorium dengan
membawa peralatan laboratorium ke ruang kelas, dan melaksanakan praktek yang
diperlukan di ruang kelas, atau menggunakan ruang kelas sebagai laboratorium
jika ada ruang kelas yang tidak digunakan. Begitupun, ada juga sekolah yang
memiliki gedung laboratorium, namun tidak memiliki peralatan laboratorium,
kondisi ini tentu tidak dapat disiasati.
3. Sumber belajar
Sumber belajar baik yang tersedia di perpustakaan, di lingkungan sekolah,
dan di media-media cetak maupun elektronik di sebagian besar sekolah yang
menjadi kajian penelitian ini tidak bisa disediakan dengan memadai. Sekolah
dalam kategori ini menyatakan bahwa penyediaan melalui dinas pendidikan sering
sekali tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar dari sumber belajar untuk setiap
siswa. Walaupun sudah berupaya menambah pengadaannya melalui partisipasi
orang tua, namun tetap saja tidak bisa menutupi kebutuhan tersebut. Beberapa
kondisi yang ditemui:
- Pertama, di perpustakaan pada sebagian besar sekolah tidak tersedia buku
referensi yang memadai walaupun hanya untuk buku paket yang harusya bisa
dipinjamkan kepada siswa secara penuh untuk setiap semester, apalagi, buku-
buku referensi pengayaan. Pengadaan buku paket sering sekali tidak memenuhi
sesuai dengan jumlah siswa sehingga sekolah harus meminjamkan secara
bergiliran dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan, buku-buku pengayaan
yang diusulkan pengadaannya sering sekali tidak dipenuhi sama sekali.
Gambar 4.3 memperlihatkan hasil temuan lapangan bahwa lebih 50% sekolah
mengalami kekurangan sumber belajar berupa buku pelajaran, bahkan ada
sekolah yang tidak memiliki perpustakaan;
- Kedua, di lingkungan sekolah pada sebagian besar sekolah juga tidak menanam
tanaman tertentu atau memelihari tanaman alam dengan baik yang bisa
digunakan untuk sumber belajar. Dengan kondisi demikian, hewan atau
54
burung-burung liar yang bervariasi jenisnya juga jarang sekali terlihat melintas
di lingkungan sekolah; dan
- Ketiga, media cetak pada sebagian besar sekolah tidak menyediakan majalah
dan koran sebagai sumber pengayaan pengetahuan bagi siswa. Di sebagian
kecil sekolah ada berlangganan koran, tetapi hanya untuk pimpinan, guru dan
karyawan sekolah. Lebih-lebih lagi, untuk media elektronik, tingkat
ketersediaannya adalah sangat rendah. Hanya sebagian kecil sekolah, itupun
yang “diklaim” sebagai sekolah unggul oleh pemerintah kabupaten/kota yang
mampu menyediaan sumber belajar elektronik, baik melalui laboratorium
maupun melalui penyediaan akses Internet. Penyediaan akses Internet di
sebagian sekolah dalam ketegori ini, diakui hanya bisa diakses oleh siswa dan
guru secara sangat terbatas dengan kecepatan yang sangat rendah sehingga
tidak bisa dimanfaatkan oleh guru bersama siswa dalam proses belajar-
mengajar di kelas. (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan
lampiran 2.e).
Penelitian ini, mengevaluasi beberapa faktor yang diperkirakan dapat
mempengaruhi ketercukupan sarpras, yaitu :
a. Faktor Pembiayaan
Hasil estimasi fungsi sarana dan prasarana (Tabel 4.1), memperlihatkan
bahwa kecukupan sarana dan prasarana signifikan dipengaruhi oleh pembiayaan
dengan koefisienn 0,289502. Umumnya sekolah mengandalkan dana BOS (Biaya
Operasional Sekolah) untuk mendukung kebutuhan sumber belajar seperti buku,
media pembelajaran, serta perawatan ringan mobiler. Di samping itu ada juga
sekolah yang mendapat pembiayaan dari APBK, APBN, komite dan Yayasan.
Pada sekolah dengan UN tinggi 20,6% sekolah mengakui ada peran atau
keterlibatan komite sekolah dalam pembiayaan, angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan sekolah UN rendah dimana hanya 10,0% sekolah yang
menyatakan ada keterlibatan komite sekolah dalam pembiayaan.
Umumnya sekolah mengemukakan bahwa pembiayaan masih dirasakan
terkendala. Ketercukupan sarpras juga terkendala dengan biaya perawatan yang
masih dirasakan sangat terbatas. Sehingga jika ada peralatan yang rusak sulit
55
untuk memperbaiki, lab komputer misalnya, banyak sekolah yang mengakui
bahwa sebagian komputer ada yang telah rusak dan tidak ada pergantian.
Pemanfaatan dana BOS untuk perawatan, diakui pimpinan sekolah sangat
terbatas, dan terkendala aturan yang menyulitkan pengelola sekolah.
b. Faktor kesiswaan
Variabel kesiswaan secara signifikan mempengaruhi kecukupan sarana
prasarana dengan koefisien yang relatif besar yaitu 0,423082. Kegiatan- kegiatan
seperti olah raga, kesenian, pembinaan OSN, PMR dan sebagainya, ternyata
memberikan pengaruh untuk mencukupi kebutuhan sarana prasarana guna
mendukung kegiatan-kegiatan tersebut, dan juga kegiatan pembelajaran.
Umumnya sekolah yang kegiatan kesiswaan cukup beragam, akan ditunjang oleh
tersedia sarana dan prasarana yang mencukupi untuk mendukung kegiatan
tersebut, seperti lapangan olah raga, alat alat kesenian, buku sumber untuk
mendukung pembinaan OSN. Ketersediaan sarpras tersebut tentu tidak terlepas
dari dukungan orang tua siswa dan komite sekolah.
c. Faktor pengelolaan
Variabel pengelolaan belum memberikan pengaruh signifikan untuk
mendukung kecukupan sarana prasarana. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen
pendayagunaan sarana prasarana belum optimal mempengaruhi kecukupan sarana
prasarana. Untuk mengoptimalkan penyediaan, pendayagunaan, perawatan dan
pengendalian sarana dan prasarana, diperlukan penyesuaian manajemen sarana
dan prasarana. Kenyataannya dilapangan, sekolah umumnya belum memiliki SOP
untuk pendayagunaan sarana prasarana, demikian juga SOP perawatan sarpras.
Umumnya sekolah mengemukakan, bahwa mereka mengalami kesulitan dalam
perawatan sarana prasarana, karena minimnya pembiayaan. Sehingga sebagian
sarana prasarana tidak dapat digunakan lagi sesuai fungsinya, sementara sulit
mendapat pergantian untuk sarana prasarana yang baru.
Pemanfaatan laboratorium atau alat-alat laboratorium, umumnya
mempunyai frekuensi yang relatif tinggi pada sekolah dengan UN tinggi, mereka
mengakui hampir setiap hari laboratorium digunakan. Penggunaan lab secara
56
bergantian tergantung jam pelajaran. Sementara pada sekolah dengan UN rendah
kebanyakan pemanfatan lab satu atau dua kali seminggu. Tidak adanya SOP untuk
pengadaan, pemanfaatan dan perawatan sarpras, dapat membuat sarpras yang ada
tidak termanfaatkan secara optimal.
Peran pimpinan sekolah memastikan terlaksananya: (1) pengadaan sarana
dan prasarana, (2) perawatan sarana dan prasarana; dan (3) peningkatan
ketersediaan dan kondisi sarpras, belum berjalan dengan baik. Beberapa kepala
dan wakil kepala sekolah memainkan peran yang sangat baik dalam
merencanakan penambahan dan peningkatan sarana dan prasarana, yang
ditndaklanjuti dengan pembuatan pengajuan proposal ke dinas pendidikan kota
dan/atau provinsi. Namun, peran komunikasi dengan pejabat-pejabat di kantor
dinas pendidikan kurang terlaksana. Sehingga, tidak mengherankan kalau
ditemukan banyak sekolah sampel penelitian yang tingkat ketercukupan sarana
dan prasarana rendah atau sangat rendah.
Selanjutnya, peran pimpinan sekolah untuk memastikan bahwa sarana dan
prasarana sekolah terawat dengan baik juga kurang terlaksana. Sebagian sarana
dan prasarana kondisinya jauh dari standar, contohnya toilet, lapangan olahraga,
gedung laboratorium, ruang kelas, ruang guru, ruang tata usaha, dan bahkan ruang
kepala sekolah. Gedung-gedung yang seharusnya dirawat dengan mengecat
kembali secara berkala, misalnya setiap lima tahun, lapangan olahraga yang
seharusnya diperhalus kembali permukaan secara berkala, misalnya setiap dua
tahun, umumnya tidak terlaksana. Tidak terlaksananya perawatan tersebut
terutama sekali disebabkan tidak adanya SOP untuk perawatan sarpras di sekolah.
Terakhir, peran untuk memastikan terencana pemenuhan kebutuhan
peningkatan sarana dan prasarana melalui penilaian kebutuhan (need assessment),
juga tidak terlaksana dengan baik. Peran pimpinan sekolah melalui wakil kepala
sekolah bidang sarana dan prasarana, seharusnya dapat dijalankan dengan
mekanisme: (1) meminta laporan berkala tentang kebutuhan peningatan sarana
dan prasarana dari setiap guru bidang studi, kepala laboratorium, dan wakil kepala
sekolah yang lain, (2) menyusun rekapitulasi berdasarkan analisis kebutuhan
didasarkan pada laporan pada nomor 1, dan (3) membuat skala prioritas untuk
57
pengajuan pengadaannya. Disayangkan mekanisme ini tidak berjalan dengan baik,
padahal dengan mekanisme ini dapat menekan kekurangan sarana dan prasarana
dan dapat mensiati kekurangan ini dengan berbagai cara sehingga proses
pembelajaran secara maksimal dengan kondisi apa adanya.
58
diemban dengan baik oleh pimpinan sekolah melalui wakil kepala sekolah bidang
kurikulum dan bidang sarana dan prasarana.
Di lain pihak, sebagain kecil sekolah seperti “menerima” saja kondisi di
atas dengan pesimisme yang terungkap pada pernyataan-pernyataan pimpinan
sekolah. Upaya mengontrol mutu hampir sama sekali tidak dilakukan. Sekolah
dalam kategori ini cenderung menyalahkan kebijakan penempatan guru yang tidak
mempertimbangkan pemerataan bidang dan kualitas mereka (rincian dari kondisi
ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e).
59
sosial ekonomi dimana persentase penduduk miskin besar, biasanya komite
sekolah juga kurang berperan, dalam mendukung program-program yang disusun
sekolah. Sebaliknya pada sekolah dalam lingkungan sosial ekonomi baik,
komunikasi dengan komite sekolah cukup lancar. Sehingga komite dapat
memberikan perannya secara lebih baik, dalam mendukung program , dalam
memberikan ide-ide kreatif dan memberikan dukungan pembiayaan kegiatan
siswa dan kegiatan pembelajaran.
Tabel 4.3
Persentase Penduduk Miskin Menurut Kecamatan Lokasi Sekolah Dengan
Nilai UN Tinggi
Persentase Persentase
Kabupaten Kecamatan Kabupaten Kecamatan
Kemiskinan Kemiskinan
Langsa Langsa Baro 0,07 Bukit 0,10
Simpang
0,09 Permata 0,10
Ulim
Aceh Timur
Bireum
0,06 Bener Meriah Bandar 0,09
Bayeun
Banda Sakti 0,06 Wih Pesam 0,07
Lhokseumawe Timang
Muara Satu 0,07 0,14
Gajah
Lembah
Aceh Utara Dewantara 0,08 0,04
Seulawah
Bebesen 0,05 Ingin Jaya 0,07
Blang
Lut Tawar 0,04 0,07
Aceh Besar Bintang
Aceh Tengah Kebayakan 0,06 Baiturrahman 0,03
Pegasing 0,09 Meuraxa 0,04
Jagong Jeget 0,11 Kuta Alam 0,04
Syiah Kuala 0,03
Sumber: Aceh Dalam Angka
Tabel 4.3 memperlihatkan persentase penduduk miskin di kecamatan
tempat sekolah sampel untuk kelompok sekolah hasil UN tinggi, sedangkan pada
Tabel 4.4 memperlihatkan persentase penduduk miskin di kecamatan tempat
sekolah sampel untuk kelompok sekolah hasil UN rendah. Rata-rata jumlah
penduduk miskin di kecamatan sekolah UN rendah adalah 0,11 sedangkan di
sekitar sekolah dengan UN tinggi rata-rata penduduk miskin adalah 0,6. Angka ini
persentase penduduk miskin lebih rendah pada sekolah dengan hasil UN tinggi.
60
Fakta ini, sejalan dengan hasil estimasi pengaruh variabel persentase kemiskinan
terhadap hasil UN, yang negatif. Artinya semakin sedikit penduduk miskin atau
semakin baik kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah akan semakin
baik dukungannya terhadap sekolah, sehingga memberikan pengaruh baik
terhadap pencapaian hasil UN.
Tabel 4.4
Persentase Penduduk Miskin Menurut Kecamatan Lokasi Sekolah dengan
UN Rendah
Persentase Persentase
Kabupaten Kecamatan Kabupaten Kecamatan
Kemiskinan Kemiskinan
Peureulak 0,09 Lembah Sabil 0,16
Idi Tunong 0,11 Aceh Barat Daya Setia 0,21
Birem Bayeun 0,06 Kuala Batee 0,17
Aceh Timur
Simpang Ulim 0,09 Kaway XVI 0,11
Ranto Peureulak 0,07 Meureubo 0,10
Nurussalam 0,11 Aceh Barat Bubon 0,15
Baktiya Barat 0,09 Johan Pahlawan 0,05
Baktiya 0,09 Panton Reu 0,14
Seuneudon 0,16 Labuhan Haji Timur 0,14
Aceh Utara
Tanoh Jambo Aye 0,12 Bakongan 0,06
Lhoksukon 0,10 Kluet Utara 0,09
Tanah Pasir 0,16 Aceh Selatan Kluet Timur 0,09
Pekan Pidie 0,13 Meukek 0,10
Gelumpang Tiga 0,16 Labuhan haji 0,09
Simpang Tiga 0,15 Pasie Raja 0,09
Indrajaya 0,16 Blang mangat 0,11
Pidie
Kota Sigli 0,09 Muara Dua 0,07
Lhokseumawe
Padang Tiji 0,13 Banda Sakti 0,06
Mutiara 0,13 Muara Satu 0,07
Keumala 0,14 Teunom 0,06
Kejuruan Muda 0,07 Darul Hikmah 0,11
Karang Baru 0,11 Sampo Iniet 0,11
Aceh Tamiang Aceh Jaya
Bendahara 0,09 Jaya 0,11
Tamiang Hulu 0,04 Setia Bakti 0,04
Bandar Baru 0,11 Panga 0,11
Pante Raja 0,13 Peudada 0,13
Meureudu 0,11 Jeunib 0,12
Pidie Jaya
Jangka Buya 0,09 Peulimbang 0,12
Bireuen
Trienggadeng 0,14 Pandrah 0,13
Bandar Dua 0,11 Simpang Mamplam 0,12
Manggeng 0,14 Samalanga 0,08
Aceh Barat Daya Blang Pidie 0,11 Suka Jaya 0,07
Sabang
Susoh 0,11 Suka Karya 0,10
Sumber: Aceh Dalam Angka
61
Fakta umum menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi masyarakat
banyak ditentukan oleh beberapa faktor:
a. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara
orang tua mengarahkan anak-anak mereka untuk memilih jenis pendidikan yang
sesuai dengan minat dan bakat mereka. Dengan pengetahuan dan pengalaman
pendidikan mereka disertai dengan keseriusan dalam membimbing, anak-anak
mereka akan terarah dengan baik dalam memilih jenis dan jenjang pendidikan
mereka. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang mencapai level
perguruan tinggi walaupun hanya tingakat strata-1, mereka bisa
mengimplementasikan pengetahuan dan pengalaman mereka dalam mengarahkan
pendidikan anak mereka dari awal sejak pendidikan menengah. Kenyataan bahwa
tingkat pendidikan orang tua pada sekolah-sekolah sampel pada umumnya adalah
sekolah menengah atas, terlihat menyulitkan mereka dalam mengarahkan dan
membimbing anak-anak mereka dalam belajar (rincian dari kondisi ini dapat
dilihat pada lampiran 2.c poin 1 tentang kondisi sosial masyarakat). Kelemahan
orang tua ini mengakibatkan anak-anak mereka kurang berprestasi yang salah satu
di antaranya ditunjukkan pada hasil UN yang pada umumnya adalah rendah.
Di samping itu, tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap
status sosial dan peluang memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang
memberikan peluang besar untuk mampu membiaya pendidikan anak-anak
mereka. Terdapat beberapa kasus yang orang tua siswa yang berprestasi merasa
rendah diri dan tidak memiliki “pengaruh” yang cukup untuk meminta dukungan
pihak lain, terutama berupa beasiswa agar anaknya yang berprestasi bisa
memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan setinggi mungkin. Tidak bisa
dipungkuri bahwa siswa dari keluarga kurang mampu sering terabaikan dari
perhatian pemerintah atau pihak lain untuk memperoleh dukungan disebabkan
oleh kemampuan komunikasi atau keengganan memberikan informasi tentang
prestasi anak-anak mereka. Data pada lampiran 2.c poin 1 juga memperlihatkan
bahwa secara umum orang tua siswa berpenghasilan rendah atau status sosial
ekonomi mereka berada apada kategori kelas bawah.
62
b. Jenis pekerjaan dan pendapatan
Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah pada umunya
rendah, hanya beberapa sekolah yang kondisi sosial ekonomi masyarakatnya
tinggi, contohnya SMA Modal Bangsa Arun, SMAN 1 Lhokseumawe, SMAN 1
Langsa, SMA Modal Bangsa Aceh, SMA Fatih, dan SMA Fajar Harapan. Pada
sekolah-sekolah yang disebutkan di atas dengan kondisi sosial ekonomi tinggi
(golongan menengah ke atas), sangat memudahkan sekolah merencanakan jam
belajar tambahan, seperti jam belajar sore, les tambahan, dan kegiatan
ekstrakurikuler (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c poin 1
tentang kondisi sosial masyarakat).
Di lain pihak, sekolah-sekolah lainnya yang kondisi sosial ekonomi
masyarakatnya rendah, sangat menyulitkan sekolah memprogramkan kegiatan-
kegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler seperti di atas. Pada sekolah-sekolah ini,
pekerjaan orang tua siswa umumnya adalah petani, sebagaian lainnya tukang
becak, hanya sedikit yang PNS dan wiraswastawan atau secara umum mereka
termasuk golongan menengah ke bawah (lihat lampiran 2.c poin 1 tentang kondisi
sosial masyarakat). Kondisi seperti ini kadang-kadang memaksa orang tua
mengajak anaknya membantu mereka mengerjakan tugas-tugas dalam
memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan di rumah dan di sekolah.
Dengan demikian, juga menyulitkan sekolah mengajak apalagi memaksan siswa
berpartisipasi dalam setiap kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Guna menyikapi masing-masing kondisi di atas, peran pimpinan sekolah
untuk menyesuaikan program belajar kurikuler, kokurikuler dan ekstra kurikuler
sangat penting dimainkan untuk memastikan bahwa dengan kondisi sosial
ekonomi bagaimanapun, ketiga jenis program tersebut semaksimal mungkin harus
berjalan. Memang tidak bisa dipungkiri, ditengah-tengah usaha menyesuaikan
program-program belajar tersebut, pihak sekolah sering kehilangan semangat
untuk “memaksa” siswa dari keluarga sosial ekonomi rendah yang tiba-tiba
meminta anak-anak mereka untuk berhenti dari kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler.
63
64
BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Kualitas proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh SDM, sarana prasarana,
dan kegiatan kesiswaan. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proses
pembelajaran belum dilaksanakan dengan baik pada sebagian sekolah,
terutama pada sekolah dengan tingkat UN rendah.
2. Pengelolaan proses pembelajaran pada sekolah dengan nilai UN tinggi, lebih
baik dibandingkan dengan pada sekolah dengan nilai UN rendah. Partisipasi
dalam forum MGMP cukup tinggi pada sekolah dengan UN tinggi, dan juga
melaksanakan MGMP internal sekolah. Pengelolaan proses pembelajaran akan
lebih baik, apabila pimpinan sekolah peduli dan fokus melaksanakan evaluasi
secara berkala.
3. Peran untuk menjamin kualitas pelaksanaan pembelajaran pada semua
sekolah, dengan mekanisme: (1) guru melaksanakan pembelajaran materi yang
dijadikan sampel supervisi, (2) pimpinan sekolah memberikan feedback sesuai
dengan peran mereka dalam kepemimpinan pembelajaran (instructional
leadership), yaitu memperbaiki penyampaian dan isi bahan ajar, (3) meminta
guru memperbaiki proses pembelajaran dengan mendasarkan pada feedback
yang diberikan pada supervisi pertama, dan (4) pimpinan sekolah melakukan
supervisi kedua untuk memastikan adanya revisi dan peningkatan kualitas
daripada pembelajaran pada supervisi pertama, tidak berjalan dengan baik.
4. Peran pimpinan sekolah (manajemen) untuk memantapkan perencanaan
pembelajaran yang dibuat oleh setiap guru pada semua sekolah, dengan
mekanisme: (1) guru menyusun RPP sesuai dengan arahan pimpinan sekolah,
(2) RPP dikoreksi dan diberikan feedback sebagai dasar untuk direvisi, (3)
RPP disahkan apabila sudah direvisi sesuai dengan koreksi dan feedback yang
diberikan, tidak berjalan dengan baik.
5. Peran pimpinan sekolah (manajemen) untuk menjamin kualitas pelaksanaan
penilaian yang akan memberikan hasil yang akurat dan objektif pada semua
65
sekolah, dengan mekanisme: (1) menilai kesesuaian teknik penilaian untuk
setiap ranah tujuan dan materi pembelajaran, (2) menentukan prosedur
pengembangan instrumen penilaian yang benar dan lengkap, dan (3) prosedur
penentuan skor dan nilai peserta didik, tidak berjalan dengan baik.
6. Kecukupan sarana prasarana pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
tersedianya pembiayaan, dan kegiatan kesiswaaan. Kesulitan biaya untuk
perawatan sarana prasarana, menyebabkan perawatan sarana prasarana tidak
berjalan baik, sehingga banyak sarana prasarana yang tidak dapat digunakan
lagi. Tidak ada perbedaan yang signifikan ketersediaan sarana prasarana
antara sekolah dengan UN tinggi dan sekolah dengan UN rendah. Namun
pemanfaatan sarana prasarana pada sekolah dengan UN tinggi lebih baik.
7. Peran pimpinan sekolah melalu wakil kepala sekolah bidang sarana dan
prasarana, dengan mekanisme: (1) meminta laporan berkala tentang kebutuhan
peningatan sarana dan prasarana dari setiap guru bidang studi, kepala
laboratorium, dan wakil kepala sekolah yang lain, (2) menyusun rekapitulasi
berdasarkan analisis kebutuhan didasarkan pada laporan pada nomor 1, dan (3)
membuat skala prioritas untuk pengajuan pengadaannya, tidak berjalan dengan
baik.
8. Manajemen sarana prasarana belum dilaksanakan dengan baik dan belum
memberikan pengaruh positif terhadap kecukupannya. Pada umumnya sekolah
belum memiliki SOP pengadaan, pemanfaatan dan perawatan sarana
prasarana.
9. Unit penjaminan mutu belum terbentuk pada sebagian besar sekolah, baik
pada sekolah dengan UN tinggi maupun UN rendah. Hal ini berdampak pada
rendahnya pengelolaan akademik dan non akademik di sekolah.
10. Semakin baik kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah semakin
baik interaksi yang terjadi antara siswa, orang tua siswa, dan pihak sekolah,
sehingga memberikan pengaruh yang baik terhadap pencapaian hasil belajar
siswa. Peran komite sekolah juga cukup baik pada lingkungan sosial ekonomi
yaang lebih baik. Pada lingkungan sosial ekonomi yang rendah, dukungan
66
orang tua terhadap pendidikan dan proses belajar anak, terutam a secara
finansial sangat terbatas.
11. Peran pimpinan sekolah untuk menyesuaikan program belajar kurikuler,
kokurikuler dan ekstra kurikuler sesuai dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, sekolah dengan kondisi
sosial ekonomi rendah cenderung tidak atau sangat sedikit melaksanakan
kegitan kokurikuler dan ekstra kurikuler.
6.2 Rekomendasi
1. Perlu pembinaan dan pendampingan untuk meningkatkan profesionalisme
guru secara berkelanjutan dalam menyusun perencanaan pembelajaran (RPP),
membuat perangkat pembelajaran, menyiapkan sumber belajar, alat peraga
dan media, dan melaksanakan real teaching atau mengimplementasikan RPP,
dibawah koordinasi kepala sekolah dan bimbingan pengawas sekolah;
2. Pembinaan dan pendampingan guru bisa dilakukan melalui penyediaan
Program Pelatihan dan Pendampingan dengan rincian kegiatan: (a) pelatihan
penyusunan RPP beserta materi ajar, alat peraga dan media pembelajaran; (b)
pendampingan pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan RPP yang disusun
pada pelatihan. Program ini dilaksanakan di setiap kabupaten/kota dengan
diawali berfokus pada sekolah-sekolah yang sangat membutuhkan (nilai
kualitas RPP dan implementasinya yang disusun rendah), dilajutkan berturut-
turut pada sekolah dengan tingkat kebutuhan di bawahnya (sesusi dengan hasil
need assessment);
3. Memperluas dan memperkuat pelaksanaan MGMP internal sekolah dan antar
sekolah, kabupaten/kota dan antar provinsi;
4. Penguatan MGMP bisa dilakukan melalui penyediaan Progran Optimalisasi
Peran MGMP oleh dinas pendidikan dengan rincian kegiatan: (a) penyusunan
program kerja tahunan MGMP internal, antar sekolah, kabupaten/kota, dan
propinsi; dan (b) program pendampingan pembahasan materi ajar, penyiapan
media dan alat peraga pembelajaran, serta strategi pembelajaran;
67
5. Memperbaiki sistem rekrutmen guru sehingga benar-benar berorientasi kepada
prestasi akademik, bakat keguruan, dan integritas, serta berbasis kebutuhan.
Mekanisme untuk perbaikan sistem ini dirinci: (a) pemetaan kebutuhan guru
setiap sekolah yang terus-menerus di-update langsung oleh dinas pendidikan
kab./kota untuk setiap sekolah; (b) penentuan syarat yang kompetitif untuk
merekrut calon guru unggul; dan (c) wawancara yang melibatkan ahli
psikologi dan pakar pendidikan;
6. Pemetaan dan pembenahan berkelanjutan distribusi guru, sampai mencapai
pemerataan guru setiap mata pelajaran di suatu kabupaten/kota. Mekanisme
pembenahan yang diusulkan: (a) analisis keterlaksanaan pembelajaran setiap
mapel di setiap sekolah; (b) pembuatan roadmap redistribusi guru didukung
dengan peraturan daerah; dan (c) mendorong kesediaan ditempatkan di
sekolah yang sangat butuh atau butuh melalui pemberian reward percepatan
kenaikan pangkat, pengembangan profesionalisme dan promosi pembinaan
karir;
7. Memperbaiki sistem rekrutmen kepala sekolah sehingga benar-benar
berorientasi kepada prestasi akademik, bakat kepemimpinan, dan integritas.
Mekanisme untuk perbaikan sistem ini dirinci: (a) pemetaan kebutuhan tipe
kepemimpinan untuk memajukan sekolah tertentu; (b) penentuan syarat
akademik dan karir untuk merekrut calon kepala sekolah yang unggul; dan (c)
wawancara yang melibatkan ahli psikologi dan pakar pendidikan;
8. Meningkatkan kapasitas dan profesionalisme kepala sekolah melalui Program
Pelatihan dan Pendampingan yang bercirikan keunggulan melalui kerjasama
dengan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri, dan melibatkan LPMP dan
MPD ;
9. Pemetaan dan pembenahan berkelanjutan terhadap ketersediaan dan
kecukupan sarana dan prasarana sekolah setiap tahun dengan memperhatikan
tingkat kemutakhiran sarana prasarana sesuai dengan SNP. Pembenahan ini
dapat dilakukan melalui mekanisme: (a) pemetaan kebutuhan sarana dan
prasarana setiap sekolah yang terus-menerus di-update langsung oleh dinas
pendidikan kab./kota di setiap sekolah, dan (b) pendampingan perawatan
68
sarana dan prasarana setiap sekolah dengan menyiapkan SOP dan alokasi dana
perawatan dan pemutakhiran sarana dan prasarana;
10. Good practices dalam pengelolaan sekolah dan proses pembelajaran yang
berjalan di suatu sekolah bercirikan keunggulan, perlu didorong dan
difasilitasi untuk bisa diterapkan pada sekolah-sekolah lainnya. Transfer
praktik ini dilakukan melalui mekanisme: (a) identifikasi dan ‘pembukuan’
poin-poin keunggulan pengelolaan sekolah dan proses pembelajaran, (b)
piloting penerapan poin-poin keunggulan di beberapa sekolah melalui
pendampingan yang melibatkan kepala sekolah berciri keunggulan dan pakar
administrasi pendidikan, dan (c) evaluasi keefektivan pilot project yang akan
melahirkan feedback perbaikan dan rekomendasi perluasan penerapan di
sekolah-sekolah lainnya;
11. Dukungan penganggaran dan pembiayaan yang akurat untuk mendukung
sekolah-sekolah dengan kondisi lingkungan sosial ekonomi rendah dalam
melaksanakan pembelajaran. Dukungan pembiayaan ini dilakukan melalui
mekanisme: (a) pemberian prioritas alokasi anggaran operasional (APBD dan
APBN) yang lebih besar untuk sekolah dengan kondisi lingkungan sosial
ekonomi rendah sesuai dengan tingkatan kondisinya, (b) pendampingan dalam
pemanfaatan dana alokasi khusus, dan (c) pelaporan dan penyediaan alokasi
tahun berikutnya sesuai dengan kemampuan menjalankan program
pembelajaran;
12. Dukungan Dinas Syariat Islam, Badan Dayah, dan MPD untuk sosialisasi
tentang peran orang tua dan masyarakat dalam mendukung operasional
pembelajaran sekolah. Dukungan ini bisa dilaksanakan melalui program: (a)
penyediaan da’i dalam pertemuan komite dan orang tua siswa di sekolah dan
masyarakat untuk memberikan pencerahan tentang peran pendidikan dalam
mendukung pendidikan, (b) penyediaan motivator dalam pertemuan awal
semester pimpinan sekolah, pengawas sekolah, orang tua, dan siswa, dan (c)
menjembatani komunikasi orang tua siswa dengan guru atau sekolah untuk
menggugah peran orang tua dalam mengembangkan kesadaran berpendidikan
dalam keluarga.
69
DAFTAR PUSTAKA
Carter V. Good. 1959. Dictionary of Education. Mc. Graw Hill Book Company,
Inc. New York.
Goleman, David. 2005. Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than
IQ. Tenth Edition. New York: Bantam Dell, A Division of Random
House Inc.
Hoy, Charles et. al. 2000. Improving Quality in Education. London: Longman
Publishing Company.
70
Sallis, Edward. 2002. Total Quality Management in Education. Third Edition.
London: Kogan Page Ltd.
Sanusi, Achmad. 1990. Beberapa Dimensi Mutu Pendidikan. Bandung: FPS IKIP.
Suryadi, Ace et. al. 2001. Indikator Mutu dan Efisiensi Pendidikan Sekolah Dasar
di Indonesia, dalam Fasli Jalal dan Dedi Supriyadi (ed.), Reformasi
Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya
Nusa.
Tu'u, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta:
Grasindo.
Usman, Husaini. 2009. Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Nama :
Nama Sekolah :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Kecamatan :
Kabupaten/Kota :
Berilah jawaban/ pendapat anda dengan memberikan tanda √ pada kolom tingkat
capaian yang sesuai pendapat anda. Nilai satu (1) menunjukkan kondisi sangat
kurang dan nilai 5 mewakili kondisi yang sangat baik.
Pada kolom pertanyaan pendukung mohon tuliskan jawaban anda sesuai kondisi
yang terjadi atau yang anda ketahui
Keterangan:
1 = sangat kurang; 2 = kurang; 3 = cukup; 4 = baik; 5 = sangat baik
Tingkat Capaian
No. Pernyataan Pertanyaan
1 2 3 4 5
1 Kecukupan jumlah ruang belajar dan bangku
dalam mendukung proses pembelajaran
2 Kecukupan jumlah dan jenis buku sesuai Buku apa saja yg tidak
mata pelajaran yang tersedia di pustaka tersedia;
sekolah dalam mendukung proses
pembelajaran
Alat laboratorium
yang ada:
72
4 Kecukupan dan kesuaian kompetensi guru Pelajaran yg diasuh
untuk pembelajaran setiap mata oleh guru yang tidak
pembelajaran sesuai kompetensi/
ijazah
………………………
………………………
5 Peningkatan kemampuan guru yang Tuliskan
bersertifikat dalam proses pembelajaran kelemahannya jika
ada:
Materi yang
dibicarakan:
73
Saran jika ada:
Adakah Pembuatan
Media:
74
Adakah rubrik
penilaian:
Bagaimana
mensosialisasikan tata
tertib:
Tuliskan upaya
melibatkan wali
murid, jika ada (selain
pertemuan):
75
Tuliskan saran untuk peningkatan mutu pendidikan :
76
C. Sarana dan prasarana
Skala 1 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sangat
sedikit terpenuhi dan tanpa SOP
Skala 2 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sebagian
kecil terpenuhi dan tanpa SOP
Skala 3 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras
separuhnya terpenuhi berdasarkan SOP
Skala 4 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras sebagian
besar terpenuhi berdasarkan SOP
Skala 5 : Ketersediaan, perawatan, dan pemutakhiran sarpras terpenuhi
berdasarkan SOP
D. Kesiswaan
Skala 1 : Tidak ada kegiatan kokurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler
Skala 2 : Ada 1 jenis kegiatan kokurikuler atau ekstrakurikuler
Skala 3 : Ada 2–3 jenis kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler
Skala 4 : Ada 4–5 jenis kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler
Skala 5 : Ada lebih dari lima kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler
E. Pembiayaan
Skala 1 : Pembiayaan hanya dengan dana BOS
Skala 2 : Selain dana BOS, ada pembiayaan yang bersumber dari
APBA
Skala 3 : Selain dana BOS ada pembiayaan lain yang bersumber dari
APBA dan APBK
Skala 4 : Selain dana BOS, ada pembiayaan tambahan yang bersumber
dari APBA, APBK, dan Komite Sekolah
Skala 5 : Selain dana BOS, ada pembiayaan tambahan yang bersumber
dari APBK, dan Komite Sekolah, dan sumber lainnya
77
Skala 2 : Mampu menyediakan sebagian kecil fasilitas penunjang
pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler anaknya.
Skala 3 : Mampu menyediakan sebagian fasilitas penunjang
pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler anaknya.
Skala 4 : Mampu menyediakan sebagian besar fasilitas penunjang
pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler anaknya.
Skala 5 : Mampu menyediakan seluruh fasilitas penunjang
pembelajaran dan mendukung kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler anaknya.
78
Lampiran 1.b: Pedoman Wawancara, Observasi, dan Dokumentasi
Proses Penyusunannya:
Instrumen Wawancara untuk Perluasan Penelitian Analisis Mutu Pendidikan –
Bappeda Aceh
79
b. Beban belajar 3) Penentuan kalender pendidikan
c. Kurikulum
tingkat satuan
pendidikan
d. Kalender
pendidikan
80
5) Kesesuaian kompetensi guru
dengan mapel yang emban
6) Peranan MGMP dalam
meningkatkan kompetensi guru
81
5) Peran komite sekolah dalam
mendukung pembiayaan kegiatan
6) Peran komite dalam pengadaan
sarana dan prasarana belajar
7) Tingkat penghasilan orang tua
siswa
82
Tabel 2: Daftar Pertanyaan Wawancara
Pertanyaan Jawaban
1. Kurikulum apa yang
diberlakukan di sekolah ini?
4. Bagaimanakah arahan/sosialisasi
dalam perencanaan proses
pembelajaran?
7. Bagaimana mekanisme
Pengelolaan Proses Belajar
Mengajar?
83
12. Bagaimana kondisi sosial
ekonomi masyarakat lingkungan
sekolah?
84
23. Adakah instrumen penilaian
hasil belajar divalidasi, sebelum
digunakan?
85
Tabel 3: Pedoman Pencatatan Hasil Observasi
No. Jenis Observasi Tanggal Deskripsi hasil
Observasi observasi
1. Kondisi lingkungan
sekolah
2. Kondisi ruang
laboratorium
4. ………………..
4. ……………..
86
Lampiran II: Deskripsi dan Hasil Analisis Data
87
C. Hasil estimasi fungsi ujian nasional
Dependent Variable: UN
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 08/17/15 Time: 22:49
Sample: 1 235
Included observations: 235
Instrument list: PROS SRP SDM SW MJM UN DN DY KM
88
Lampiran 2.b: Sampel Transkrip Hasil Wawancara untuk Penentuan Kode
dan Tema pada Analisis Data Kualitatif
Tabel 2.b.1: Menentukan Kode untuk Transkrip Wawancara Tentang Proses
Pengadaan Sarana Prasarana (Sarpras) Sekolah dan Penataan
Lingkungan Sekolah
Kode P : Ruangan ini seperti bekas laboratorium. Kenapa harus dirubah Tema
fungsinya?
W : Benar. Untuk menfungsikannya sebagai laboratorium, kami
tidak memiliki peralatan dan tidak memiliki dana untuk
Prasarana
membeli bahan praktikum. Kebetulan sekolah kami tidak
sekolah
memiliki ruang guru dan perpustakaan. Kami juga masih
kurang
kekurangan satu ruang kelas. Maka, kami manfaatkan saja
dengan sedikit merubah tata letak perabotan dan bagian-
bagian bangunannya. Ya… mau bagaimana lagi? Kami sudah
beberapa kali mengajukan proposal untuk pengadaan ruang
Pengadaan guru dan perpustakaan, tapi tidak mendapat respon dalam
prasarana beberapa tahun ke belakang, baru tahun ini, kami memperoleh
terbatas respon untuk pengadaan satu ruangan kelas. Sedangkan, untuk
ruangan perpustakaan dan guru tetap belum ada jawaban
pengadaanya.
P : Berapa kali proposal sudah diajukan dan apakah diajukan ke Prasarana
pemerintah kabupaten, provinsi atau pemerintah pusat? Dan vital sekolah
bagaimana pendekatan atau lobi-lobi yang dilakukan?
W : Empat kali dalam empat tahun terakhir dan kami ajukan ke
pemerintah provinsi melalui Dinas Pendidikan Provinsi Aceh
dengan tembusan kepada Bupati Abdya, DPRK Kabupaten
Abdya, dan Dinas Pendidikan Kabupaten Abdya. Bagaimana ya,
Birokrasi kami memang tidak “pandai” melobi, tetapi kami sudah
bertele- beberapa kali datang ke Dinas Pendidikan Kabupaten Abdya
tele untuk menjelaskan tentang kebutuhan yang sangat mendesak
ini. Kami juga menyampaikan bahwa orang tua para siswa dan
masyarakat di sekitar sekolah sudah kami ajak menyumbang
untuk pengadaan ruang-ruang tersebut. Kami sampaikan juga
bahwa masyarakat hanya “mampu” menyatakan keprihatinan
mereka! Jadi, kami pikir pemerintahlah satu-satunya pihak yang
harus memikirkan dan bertanggung jawab untuk pengadaan
ruangan-ruangan itu. Tapi, pejabat-pejabat di kantor sana
sepertinya hanya saling menyalahkan dan mengelak ya …
P : Uh … memang memprihatinkan pak ya! Coba kita cermati lebih
luas lagi termasuk lingkungan sekolah. Ketika masuk tadi, kami
juga melihat tumpukan-tumpakan kotoran sapi di halaman
depan beberapa ruangan kelas dan di sekitar tiang bendera.
W : Itu lagi masalah besarnya. Masyarakat secara umum
menyampaikan keprihatinan mereka terhadap kondisi ruangan
89
dan lingkungan sekolah. Namun, segelintir di antara mereka
Susahnya Lingkungan
menganggap biasa saja dengan kotoran sapi “kececer” di mana-
menata sekolah
mana termasuk di pekarangan sekolah. Kami sudah beberapa
lingkungan
kali mencoba berbicara dengan sebagian peternak di desa ini.
Mereka hanya menjawab bahwa mereka tidak punya pilihan
kecuali melepas ternak-ternak mereka untuk mendapatkan
makanan. Begitulah pak, betul-betul memprihatinkan memang
… tapi, mau bagaimana lagi kecuali menghadapinya saja.
Jangankan memohon pengadaan pengadaan pagar, pengadaan
ruang guru dan ruang perpustakaan yang lebih vital saja belum
dipenuhi.
Sumber:Hasil Wawancara Dengan Wakil Kepala Sekolah SMPN Labuhan Haji Timur
90
Tabel 2.b.2: Menentukan Kode untuk Transkrip Wawancara Tentang Proses
Pengadaan Sarana Prasarana (Sarpras) Sekolah
91
Tabel 2.b.3: Menentukan Kode untuk Transkrip Wawancara Tentang Dana
Operasional Sekolah (Standar Pembiayaan)
Kode P : Apakah dana operasional sekolah tersedia dengan baik dan Tema
memadai dari berbagai sumber?
K : Sejauh ini, dana operasional sekolah satu-satu yang konsisten
tersedia adalah dari BOS. Jadi, itulah sumber yang harus
pandai-pandai kami siasati penggunaannya agar bisa teratasi
semua kebutuhan utama. Kadang-kadang kami kebingungan Terbatasnya
menghadapi kebutuhan-kebutuhan dana penunjang kegiatan dana
Alokasi dana
pembinaan peningkatan kemampuan berkompetisi di operasinal
terbatas
kalangan siswa, baik yang kurikuler, kokurikuler, dan ekstra
kurikuler.1 Di samping dana BOS, kami juga menerima bantuan
dana dari Yayasan dan dukungan orang tua. Namun, jumlah
keseluruhannya tidak bisa mencukupi seluruh biaya
operasional sehingga disiati dengan sangat menghemat.
Sulit Misalnya dana dari orang tua adalah terfokus penggunaannya
menutupi untuk biaya hidup siswa terutama biaya makan harian yang
kebutuhan juga dikelola dengan sangat berhemat sehingga kadang-
siswa kadang terabaikan keterpenuhan gizinya.2
P : Untuk kebutuhan kegiatan penunjang, apakah tidak diajukan
untuk memperoleh bantuan dari dinas pendidikan kabupaten?
K : Diajukan juga, tetapi tidak memperoleh komitmen untuk Komitmen
tetap menyediakannya. Misalnya, untuk kegiatan pembinaan alokasi dana
kegiatan kesiswaan, ketika kita membutuhkan untuk operasional
mengirimkan siswa mengikuti perlombaan keolahragaan dan
Dana kepramukan, kami sering sakali kebingunan karena sering
penunjang sekali tidak tersedia alokasi dana yang mencukupi di dinas
kegiatan pendidikan kabupaten. Kondisi demikian, mengharuskan
kurang sekolah mensiasati dengan mengambil “agak berlebihan” dari
dana BOS dan sedikit “memaksa” orang tua memberikan
dukungan mereka.1,2
P : Bagaimana dengan ketersediaan dana untuk pembinaan
profesionalisme guru dan tenaga kependidikan?
W : Itu juga kondisinya sama saja ya. Kami memang selalu harus
mensiasatinya. Dan sering sekali, untuk kegiatan pembinaan
Dana
yang kami rencanakan tidak berjalan sama sekali. Pembinaan
pembinaan
yang paling memungkinkan adalah menunggu kesempatan
profesionalis
atau quota yang disediakan oleh dinas pendidikan kabupaten
me terbatas
atau provinsi. 1,2
Sumber: Hasil Wawancara dengan Kepala SMAN 2 Bandar Bener Meriah1. Hasil
Wawancara dengan Kepala SMA Bustanul Ulum Bener Meriah.2
92
Lampiran 2.c: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif
Tabel 2.c.1: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Terendah di Provinsi Aceh” dalam
Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh
No Kondisi
Kode Tema
sekolah
1 Kondisi (1) relatif baik1,7;(2) cukup baik3,4,5;(3) kurang (1) tingkat
sosial baik2, pendidikan
masyarakat: (2) jenis
pekerjaan
(3) kemampuan
ekonomi
2 Sarpras (1)Kurangnya gedung laboratorium3, (1) sarpras vital
(2)Memadainya gedung laboratorium1,4,6,7 sekolah
(3)Kurangnya peralatan laboratorium2,5, (2) lingkungan
(4)Memadainya peralatan laboratorium4,6,7 sekolah
(5)Adanya prosedur pengadaan sarpras1,2,3,5,7 (3) sumber
(6)Pemanfaatan sarpras sesuai prosedur* belajar
(7)Adanya prosedur perawatan sarpras*
(8) Akses internet dengan kapasitas cukup
memadai3,4,7
(9)Tidak ada jaringan internet1,2,
(10)jaringan internet hanya untuk TU5
(11)kurangnya jaringan internet5
3 SDM (1)Adanya MGMP yang memadai1,7 ; (1) guru
(2) Adanya pelatihan guru3,7; profesional
(3) Adanya pelaksanaan MGMP* ; (2) guru
(4) Mengajar mapel yang bukan bidangnya1,2,5,7; mismatch
(5) MGMP sangat berperan dalam meningkatkan (3) peran
kompetensi guru* MGMP
(4) pelatihan
pembelajara
n
4 Kesiswaan (1)Adanya kegiatan Olah raga1,5,6,7 (1) pembinaan
(2)Adanya kegiatan Keterampilan1,3,6,7 karakter
1,6,7
(3)Adanya kegiatan Kesenian (2) kegiatan
(4)Adanya kegiatan PKS5, kokurikuler
3,
(5)Adanya kegiatan Keagamaan (3) kegiatan
(6)Adanya kegiatan PMR5, ekstrakurikul
(7)Adanya kegiatan pramuka2, er
1,4,7
(8) Adanya kegiatan OSN
(9) Adanya kegiatan PMI,
(10)Adanya pembinaan Olimpiade1,2,4
5 Pengelolaan (1)Adanya sosialisasi perencanaan (1) sosialisasi
pembelajaran*; (2) evaluasi,
(2) Adanya evaluasi kualitas perangkat supervisi,
93
pembelajaran*; pengawasan
(3)Adanya supervisi dalam proses (3) penjaminan
pembelajaran*; mutu
(4)Adanya pengawasan dalam proses (4) peran
pembelajaran1,2,7; komite
(5)Adanya pelibatan Kepsek/wakasek dalam sekolah
pengawasan*;
(5)Adanya pelibatan guru dalam
pengawasan2,4,7,;
(6) Adanya sistem pengelolaan proses belajar
mengajar1,2,7; ;(7)Adanya unit penjaminan
mutu4,5,7;(8)Tidak adanya unit penjaminan
mutu1,2,3,6;(9) Adanya peranan orang tua yang
efektif*;(10)komite sekolah berperan
baik3,4,5,7,;(11) komite sekolah tidak berperan
dengan baik1,2;(12)Adanya proses penilaian yang
ikut prosedur*;(13) Adanya validasi instrumen
penilaian*;(14) Adanya pengawasan
pelaksanaan penilaian*;(15); Terbebani dengan
target kelulusan UN dari luar2,
(16)Tidak terbebani dengan target kelulusan
UN1,3,4,5,7
6 Kurikulum (1) KTSP1,2;(2) Kurikulum 20133,4,5,7; (1) KTSP atau K-
(muatan (3) keterampilan dan prakarya4,;(4) Bahasa dan 13
lokal) tulisan Arab1,;(5) Keagamaan1,2,;(6)Bahasa (2) Muatan
Daerah6 (7) Budi Pekerti2,;(8) kalender lokal
pendidikan ikut Provinsi* (3) Kalender
pendidikan
1
SMPN Al-Falah
2
SMP 3 Lembah Seulawah
3
SMA Modal Bangsa
4
SMA Fajar Harapan
5
SMA 3 Banda Aceh
6
SMA 1 Banda Aceh
7
SMP Fatih Bilingual School Lam Yong Banda Aceh
*Semua
94
Tabel 2.c.2: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Terendah di Provinsi Aceh”
dalam Kabupaten Aceh Timur, Langsa, Kabupaten Aceh Utara,
dan Lhokseumawe
No Kondisi
Kode Tema
sekolah
1. Kondisi sosial (1) tingkat
masyarakat: pendidikan
a. pekerjaan PNS1,3,4,5, (2) jenis pekerjaan
Wiraswasta* (3) kemampuan
Petani* ekonomi
pedagang kecil3
95
IT5;(8)Adanya pelatihan administrasi6
(9)Mengajar mapel yang bukan bidangnya*
(10)MGMP sangat berperan dalam
meningkatkan kompetensi guru*
96
(26)Target kelulusan UN tidak
terbebani1,2,3,5,6
(27)Terbebani pada target kelulusan UN4
1
SMA 1 Langsa
2
SMA Iskandar Muda
3
SMAN 1 Lhok seumawe
4
SMA Modal Bangsa Arun
5
SMAN Unggul Aceh Timur
6
SMPN 1 Simpang Ulim
*Semua
97
Tabel 2.c.4: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Terendah di Provinsi Aceh”
dalam Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah
No Kondisi
Kode Tema
sekolah
1 Kondisi Menengah keatas1,4,18 (1) tingkat
sosial Menengah kebawah2,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17 pendidikan
ekonomi (2) jenis pekerjaan
masyarakat (3) kemampuan
ekonomi
98
(7)Adanya kegiatan pramuka1,2,4,5,9,10,12,13,14,15,18
pengayaan5,
(13) Adanya peranan orang tua yang efektif*
(14)Tidak terbebani dengan target kelulusan
UN1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,18;(15) Terbebani
dengan target kelulusan UN17
1 13
SMPN 1 Takengon Aceh Tengah SMPN 4 Takengon Aceh Tengah
2 14
SMPN 2 Takengon Aceh Tengah SMPN 5 Takengon Aceh Tengah
3 15
SMPN 4 Aceh Tengah SMAN 15 Takengon Aceh Tengah
4 16
SMAN 8 Aceh Tengah SMAN Unggul Binaan Bener Meriah
5 17
SMAN 1 Bandar Bener Meriah SMPN 2 Wih Pesam Bener Meriah
6 18
SMAN 2 Bandar Bener Meriah SMAN 1 Takengon Aceh Tengah
7
SMAN 1 Bukit Bener Meriah *Semua
8
SMA Bustanul Ulum Bener Meriah
9
SMPN 6 Satu Atap Permata Bener Meriah
10
SMPN 3 Wih Pesam Bener Meriah
11
SMPN 3 Timang Gajah Bener Meriah
12
SMAN 1 Timang Gajah Bener Meriah
99
Tabel 2.c.5: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh”
dalam Kabupaten Pidie
No Kondisi sekolah Kode Tema
1 Sarpras (1) Ruang belajar kurang baik1,3; (2) (1) Sarpras vital sekolah
kurangnya fasilitas ruang belajar1;(3) (2) Lingkungan sekolah
kurangnya gedung laboratorium1,2,6,8,10 (3) sumber belajar
;(4) kurangnya peralatan
laboratorium3,5,7,8,9,10 ;(5) memadainya
gedung laboratorium5,7 (6) memadainya
peralatan laboratorium4 ;(7)
memadainya ruang belajar5,9,10;(8)
memadainya sumber belajar1,5
2 SDM (1) mengajar mapel yang bukan (1) Kurangnya guru
bidangnya1,7,8,9 ; (2) kurangnya jam mapel tertentu
mengajar guru yang bersertifikasi1,9,10;(3) (2) Kurangnya guru
belum ada guru bersertifikasi4,;(4) bersertifikasi;
kurangnya guru8,; (5) mapel yang tidak (3) Tidak membuat RPP;
memiliki RPP5,7; (6) adanya jam (4) MGMP
tambahan/les4,8; (7) adanya remedial5; (5) Remidial
(8) adanya ekskul5; (9) adanya
pelaksanaan MGMP1,3,4,5,8,9
4 Pendanaan (1) BOS*; (2) DAU5,6; (3) BOSDA9; (4) Sumber dana
Yayasan6; operasional
5 Kurikulum (1) Bahasa daerah1,2,6; (2) keterampilan Jenis mapel mulok
(muatan lokal) dan prakarya1,9; (3)tulisan arab3,4,5,9; (4)
TIK3,4; (5) budi pekerti1,3; (6)
keagamaan1,7; (7) wirausaha9
1 5 9
SMPN 2 Peukan Pidie SMPN 4 Sigli SMAN 1 Keumala
2 6 10
SMP Darussa’adah SMA Darussa’adah SMAN 2 Sigli
3 7
SMPN 1 Simpang Tiga SMAN 1 Padang Tiji *Semua
4 8
SMP Sukma Bangsa SMAS Islam Tgk. Chik Dibeureueh
100
Tabel 2.c.6: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan
Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten Aceh
Barat Daya
No Kondisi
Kode tema
sekolah
1 Sarpras (1) kurangnya fasilitas ruang belajar1,2,7;(2)kurangnya (1) Sarpras vital
mobiler5; (3)memadainya ruang belajar4,9;(4)kurangnya sekolah
sumber belajar2,4,5,8,9,10,11;(5)memadainya sumber belajar7; (2) Lingkungan
(6)kurangnya gedung laboratorium1,2,4,7,9,11; (7)kurangnya sekolah
peralatan laboratorium1,5,7,8,9,10;(8)memadainya gedung (3) sumber
laboratorium6; belajar
4 Pendanaan (1) BOS*; (2) DAK2; (3) BOSDA7; (4)DBO7,9,10 Sumber dana
operasional
5 Kurikulum (1) Bahasa daerah3,4; (2) keterampilan dan prakarya2,11; Jenis mapel
(muatan (3)tulisan arab1,5,6,8,10,11; (4) keagamaan5,7,8,9; (5) budi mulok
lokal) pekerti9,10
1 4 7 10
SMPN 4 Manggeng SMPN1 Susoh SMAN 3 Abdya SMAN 8 Abdya
2 5 8 11
SMPN 1 Manggeng SMPN 2 Susoh SMAN 4 Abdya SMAN 9 Abdya
3 6 9
SMPN 3 Labuhan Haji Timur SMPN 1 Lembah Sabil SMAN 2 Abdya *Semua
101
Tabel 2.c.7: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan
Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten
Aceh Barat
No Kondisi
Kode Tema
sekolah
1 Sarpras (1) Kurangnya ruang belajar7,10; kurangnya peralatan (1) Sarpras vital
ruang3,; kurangnya mobiler6,10; kurangnya sumber sekolah
belajar1,2,3,5,8,9,10; kurangnya gedung (2) Lingkungan
laboratorium1,2,3,5,8,9,10; memadainya peralatan sekolah
laboratorium1,2,4,6,7,8,9,10 (3) sumber belajar
2 SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya9,10; (1) Kurangnya guru
kekurangan guru6,7; kurangnya guru mapel tertentu
bersertifikasi3,5,10; adanya les1,; adanya perlombaan3; (2) Kurangnya guru
adanya pemberian reward bagi siswa berprestasi4,6; bersertifikasi;
adanya MGMP* (3) Tidak membuat
RPP;
(4) MGMP
(5) Remidial
3 Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,2,4,6,7,8,9,10; (2) adanya (1) Kegiatan ekstra
olahraga1,9,10; (3) adanya kegiatan kesenian1,8,9,10; kurikuler
adanya tata tertib dan sosialisasinya*; adanya (2) Sosialisasi tata
pertemuan dengan wali murid*; adanya try out*; tertib
(3) Pelibatan ortu
4 Pendanaan (1) BOS*; (2) APBK2,7,8; (3) DAK2,; (4) Otsus/APBA2,7 Sumber dana
operasional
5 Kurikulum (1) Bahasa daerah5,; (2) keterampilan dan prakarya10 Jenis mapel mulok
(muatan (3)tulisan arab2,4; (4) TIK1,; (5) budi pekerti2,4,5,6; (6)
lokal) tidak ada mapel mulok3,9; (7) keagamaan7,8
1
SMPN 2 Kaway XVI
2
SMPN 5 Kaway XVI
3
SMPN 1 Meureubo
4
SMPN 6 Meureubo
5
SMPN 4 Meureubo
6
SMAN 1 Bubon
7
SMAN 1 Kaway XVI
8
SMA Muhammadiyah 6 Meulaboh
9
SMAN 1 Meureubo
10
SMAN 1 Panton Reu
*Semua sekolah
102
Tabel 2.c.8: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh”
dalam Kabupaten Aceh Jaya
No Kondisi sekolah Kode Tema
1 Sarpras (1) kurangnya fasilitas ruang (1) Sarpras vital sekolah
belajar1,4,6;(2)kurangnya mobiler1,9,;(3) (2) Lingkungan sekolah
kurangnya sumber belajar1,4,6,8,9,10; (3) sumber belajar
(4)kurangnya gedung laboratorium2
;(5)kurangnya peralatan
laboratorium1,5,7,8,9;(6)memadainya ruang
belajar3,8,;(7)memadainya peralatan ruang
belajar7,9;(8)memadainya gedung
laboratorium1,5,8,9; (9)memadainya peralatan
laboratorium3,4,6,10
4 Pendanaan (1) BOS*; (2) APBK9; (3) Komite8 Sumber dana operasional
103
Tabel 2.c.9: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam
Kabupaten Selatan
No Kondisi
sekolah Kode Tema
1,
1 a. Sarpras (1) kurangnya fasilitas ruang belajar ;(2)Ruang (1) sarpras
belajar kurang baik2;(3)kurangnya ruang vital sekolah;
belajar3,4,5,7;(4)kurangnya mobiler3,5,6,;(5)kurangnya (2) sumber
sumber belajar1,2,3,4,5,6,7;(6)tidak ada belajar; (3)
perpustakaan6,; (7)kurangnya gedung lingkungan
laboratorium1,2,3,4,7;(8)kurangnya peralatan sekolah
laboratorium1,2,5,6,7,8,9;(9)memadainya gedung
laboratorium9
1
SMPN 3 Labuhan Haji Timur
2
SMPN 1 Kluet Utara
3
SMPN 3 Pasie Raja
4
SMPN 1 Bakongan
5
SMPN 3 Kluet Utara
6
SMAN 3 Kluet Utara
7
SMAN 1 Kluet Timur
8
SMAN 1 Meukek
9
SMAN 1 Labuhan Haji
10
SMAN 1 Pasie Raja
*Semua
104
Tabel 2.c.10: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh”
dalam Kabupaten Tamiang
No Kondisi sekolah Kode Tema
1 Sarpras (1) kurangnya sumber belajar2,3;(2)tidak ada (1) Sarpras vital
perpustakaan5,6,7; (3)kurangnya gedung laboratorium1,2,3,5,7,8 sekolah
; (4)kurangnya peralatan laboratorium2,5,6,7,9,10 (2) Lingkungan
sekolah
(3) sumber belajar
2 SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya1,3,5,8,9 ; (1) Kurangnya guru
(2)kurangnya guru bersertifikasi4,7,8,9; (3)kekurangan guru10; mapel tertentu
(4)mapel belum memiliki RPP2,6,7,8; (5)adanya pemberian (2) Kurangnya guru
reward1,3; (6)adanya olahraga dan kesenian1,5;(7) adanya bersertifikasi;
olimpiade2, ; (8)adanya jam tambahan5,8;(9) adanya kegiatan (3) Tidak membuat
asrama7,;(10) adanya perlombaan9,10; (11)adanya MGMP RPP;
yang efektif1,2,3,5,6,8,9,10 (4) MGMP
(5) Remidial
3 Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,2,3,8,9; (2) adanya (1) Kegiatan ekstra
olahraga1,3,5,6,9; (3) adanya kegiatan kesenian1,2,6; (4) adanya kurikuler
kegiatan keagamaan2,8; (5)adanya kegiatan kustum, (2) Sosialisasi tata
otomotif dan tata boga4,; (6)bela diri7;(7)adanya pesantren tertib
kilat6,; adanya pelatihan PMI9,;(8)adanya jam (3) Pelibatan ortu
tambahan10;(9)adanya tata tertib2,3,4,5,6,7,9; (10)adanya
sosialisasi tata tertib2,3,4,5,6,7,9; (11)kurangnya pelibatan wali
murid1,10;(12)adanya pelibatan wali
murid2,3,4,5,6,7,8,9;(13)memadainya pelaksanaan Try Out*
4 Pendanaan (1) BOS*; (2) DBO1,4,5,; (3) Komite3,4,5,; (4) SPP5,7; Sumber dana
operasional
5 Kurikulum (1) Bahasa daerah6,8,10; (2) keterampilan dan prakarya2,5,9; Jenis mapel mulok
(muatan lokal) (3)tulisan arab1,2,4,6,8,10; (4) TIK; (5) budi pekerti1,2,3,5,7,8,10; (6)
keagamaan4; (7) bahasa asing3; (8)pertanian5; (9)adanya
kegiatan tahfiz7; (10)TIK9
1
SMAN 4 Kejuruan Muda 5SMAS Syakirah 9
SMPN 7 Karang Baru
2 6
SMPN 5 Bendahara SMPS Al-Washliyah Seumadam 10SMPN 3 Karang Baru
3
SMAN 3 Kejuruan Muda 7SMAS Al-Hidayah *Semua
4 8
SMAS Darul Muklisin SMPS Harum Sari
105
Tabel 2.c.11: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan
Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten
Utara
No Kondisi sekolah Kode Tema
1 a. Sarpras (1) Ruang belajar kurang baik1,7; (2) kurangnya (1) Sarpras vital
ruang belajar2,8; kurangnya gedung laboratorium2,3,8 sekolah
;(4) kurangnya peralatan laboratorium4,5,7 (2) Lingkungan
;kurangnya penggunaan laboratorium2,8(5) sekolah
kurangnya gedung perpustakaan2,5,6,7; kurangnya (3) sumber belajar
kelengkapan perpustakaan2,; kurangnya sumber
belajar8; memadainya gedung laboratorium6 (6)
memadainya peralatan laboratorium1 ;(7)
memadainya ruang belajar5;(8) memadainya
sumber belajar1,
2 b. SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya6,7,8 ; (3) (1) Kurangnya guru
kurangnya guru bersertifikasi3,; (5) mapel yang mapel tertentu
tidak memiliki RPP2,5,6; kurangnya pelatihan guru8 ; (2) Kurangnya guru
adanya pelatihan guru6,7; adanya pemberian bersertifikasi;
nasihat5,6; (6) pemberian penghargaan siswa (3) Tidak membuat
berprestasi7; (9) adanya pelaksanaan RPP;
MGMP1,2,6,7,8;tidak ada MGMP4 (4) MGMP
(5) Remidial
4 d.Pendanaan (1) BOS*; (2) APBN6; (3) Komite6; (4) BRR6; Sumber dana
operasional
5 e.Kurikulum (1) Bahasa daerah2,7,8,; (2) kesenian5; (3)Bahasa Jenis mapel mulok
(muatan lokal) arab4,5,6; (4) TIK5; (5) budi pekerti1,2,7; (6)
keagamaan4,5.
1 6
SMPN 6 Lhoksukon SMAN 2 Seuneudong
2 7
SMPN 1 Tanah Pasir SMPN 2 Jambo Aye
3 8
SMP Awaliyah SMPN 4 Lhoksukon
4
SMAN 1 Baktiya Barat *Semua
5
SMAN 2 Baktiya
106
Tabel 2.c.12: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh”
dalam Kabupaten Bireuen
No Kondisi
Kode Tema
sekolah
1 Sarpras (1) Kurangnya ruang TU1; (2) Kurangnya ruang guru1; (3) (1) Sarpras vital
Kurangnya ruang belajar1,2; (4) Kurangnya gedung sekolah
laboratorium1,2,3,5,6,7,8,9; (5) kurangnya mobiler2; (6) (2) Lingkungan
kurangnya peralatan laboratorium; (7) kurangnya sekolah
peralatan ruang belajar(8) kurangnya sumber belajar1,2,3,7,8; (3) sumber belajar
(9) memadainya semua gedung laboratorium6
2 SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya2,3,9; (2) (1) Kurangnya guru
kurangnya jam mengajar guru yang bersertifikasi8; (3) mapel tertentu
kurangnya pemanfaatan IT2;(4) kurangnya media (2) Kurangnya guru
pembelajaran1; (5) mapel yang tidak memiliki RPP4,5,6,8; (6) bersertifikasi;
kurang sempurnanya rubrik penilaian6; (7) kurangnya (3) Tidak membuat
media pembelajaran1,2; (8) memadainya pelatihan guru1; RPP;
(9) MGSP yang efektif1,2,4,5,8,9; (10); adanya sosialisasi (4) MGMP
dengan wali murid1,; (11) adanya les1,2,7; (12) remedial1,4,7; (5) Remidial
(13) tersedianya transport untuk siswa kurang mampu3;
(14) adanya kegiatan ekstrakulikuler4,; (15) adanya
pengayaan7; (16) pemberian reward bagi siswa
berprestasi8; (17) pengupayaan beasiswa siswa
berprestasi8; (18) adanya bimbingan kasir oleh BK9; (19)
adanya perlombaan olahraga1; (20) adanya olimpiade1;(21)
SOP
3 Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,3,4,6,7,8,9,10; (2) adanya (1) Kegiatan ekstra
olahraga1,2,7; (3) adanya kegiatan kesenian1,4,5,7,8; (4) kurikuler
adanya kegiatan pengajian1; (5) adanya kegiatan gotong (2) Sosialisasi tata
royong1,2; (6) adanya kegiatan mading6; (7) adanya UKS6,9; tertib
(8) adanya PMR6,8; (9) adanya KIR6; (10) adanya pelatihan (3) Pelibatan ortu
FL2SN7; (11) adanya PIKR8,9,10; (12) ada mapel yang tidak
berdasarkan kurikulum dan silabus2; (13) adanya tata tertib
siswa1,2,3,4,5,6,7,8 ; (14) adanya sosialisasi tata tertib1,2,4,5,7,8;
(15) adanya pelaksanaan try out*; (16) adanya pelibatan
wali murid1,2,4,5,6,7,8,9,10
4 Pendanaan (1) BOS*; (2) DBO6,7,8,9,10; (3) komite6,10; (4) SPP7; Sumber dana
operasional
5 Kurikulum (1) Bahasa daerah1,5; (2) keterampilan dan prakarya2; Jenis mapel mulok
(muatan (3)tulisan arab3,9; (4) TIK3,8; (5) budi pekerti1,6
lokal)
1 5 9
SMPN 2 Peudada SMPN 1 Pandrah SMAN 1 Samalanga
2 6 10
SMPN 4 Peudada SMAN 1 Peulimbang SMAN 2 Samalanga
3 7
SMPN 2 Jeunib SMAN 1 Pandrah *Semua sekolah
4
SMPN 2 Peulimbang 8SMAN 1 Simpang Mamplam
107
Tabel 2.c.13: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh”
dalam Kota Lhokseumawe
No Kondisi sekolah Kode Tema
1 Sarpras (1) kurangnya fasilitas ruang (1) Sarpras vital
belajar9;(2)kurangnya sumber sekolah
belajar*;(3)kurangnya gedung (2) Lingkungan
laboratorium1,3,4,6,9;(4)kurangnya peralatan sekolah
laboratorium3,4,5,6,8,10;(5)memadainya (3) sumber belajar
gedung laboratorium7,10;
108
Tabel 2.c.14: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh”
dalam Kabupaten Pidie Jaya
No Kondisi
Kode Tema
sekolah
1 Sarpras (1) Ruang OSIS belum ada1; kurangnya (1) Sarpras vital
ruang belajar7,8; kurangnya kelengkapan sekolah
ruang belajar3,10;kurangnya mobiler6; (2) Lingkungan
kurangnya sumber belajar2,3,5,6,10; sekolah
kurangnya gedung laboratorium3,4,5,10,11; (3) sumber belajar
kurangnya peralatan laboratorium*;
kurangnya mobiler3; memadainya ruang
belajar6; memadainya gedung
laboratorium1,2,8,9
2 SDM (1) mengajar mapel yang bukan (1) Kurangnya guru
bidangnya2,3,6,10; kelebihan guru4; mapel tertentu
kurangnya guru bersertifikasi3,4; (2) Kurangnya guru
kurangnya jam mengajar guru bersertifikasi;
bersertifikasi6; mapel yang tidak (3) Tidak membuat
memiliki RPP3,4,6,8,9; pembelajaran yang RPP;
belum sesuai RPP3; adanya les sore8,9; (4) MGMP
adanya MGMP* (5) Remidial
109
Tabel 2.c.15: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah
dengan Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh”
dalam Kota Sabang
No Kondisi
Kode Tema
sekolah
1 Sarpras (1) kurangnya ruang belajar4;(2) kurangnya (1) Sarpras vital
fasilitas ruang belajar4;(3)kurangnya sumber sekolah
belajar2,4,6; (4)memadainya gedung (2) Lingkungan
laboratorium1,2,3,6; (5)memadainya peralatan sekolah
laboratorium1,;(6)kurangnya gedung (3) sumber belajar
laboratorium4,5;(7)kurangnya peralatan
laboratorium6
2 SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya4,6; (1) Kurangnya guru
(2)kurangnya pelatihan guru1,6;(3)adanya jam mapel tertentu
tambahan1,;(4)adanya pemberian (2) Kurangnya guru
beasiswa1,;(5)adanya perlombaan3,;(6)adanya bersertifikasi;
MGMP yang efektif*; (3) Tidak membuat
RPP;
(4) MGMP
(5) Remidial
3 Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,4,6; (2) adanya (1) Kegiatan ekstra
olahraga1,3,4,6; (3) adanya kegiatan kurikuler
kesenian1,3,4,6;(4)adanya tata tertib dan (2) Sosialisasi tata
sosialisasinya1,3,4,6;(5)adanya pelibatan wali tertib
murid*;(6)memadainya pelaksanaan try out* (3) Pelibatan ortu
4 Pendanaan (1) BOS1,3,4,5,6; (2) Pemko3,; (3) APBK4,5,6; (4) Sumber dana
APBN4,5,6;(5)Otsus4 operasional
5 Kurikulum (1) keterampilan dan prakarya4; (2)tulisan Jenis mapel mulok
(muatan arab3,4,6; (3) TIK5; (4) budi pekerti3
lokal)
1
SMAN 2 Sabang
2
SMAN 1 Sabang
3
SMA Al-Mujaddid
4
SMPN 7 Sabang
5
SMPN 3 Sabang
6
SMPN 4 Sabang
110
Tabel 2.c.16: Penentuan Kode dan Tema untuk Analisis Data Kualitatif “Sekolah dengan
Peringkat Ketidaklulusan Tertinggi di Provinsi Aceh” dalam Kabupaten
Aceh Timur
No Kondisi
Kode Tema
sekolah
1 Sarpras (1) kurangnya kuang belajar1,4,8; (1) Sarpras vital
3,6,8
(2)kurangnya sumber belajar ; sekolah
(3)kurangnya gedung laboratorium1,2,3,4,5,6; (2) Lingkungan
(4)kurangnya peralatan laboratorium3,4,6; sekolah
(5)memadainya ruang belajar6,; (3) sumber belajar
(6)memadainya gedung laboratoratorium8;
(7)memadainya peralatan laboratorium5,8
2 SDM (1) mengajar mapel yang bukan bidangnya6 (1) Kurangnya guru
;(2) mapel yang tidak memiliki RPP1,2,3,4,5; mapel tertentu
(3)adanya ekskul1,3,4; (4)adanya remedial1,3,4; (2) Kurangnya guru
(5)adanya pemberian penghargaan3,4,8; bersertifikasi;
(6)adanya jam tambahan5,8; (7)adanya (3) Tidak membuat
perlombaan8; (8)adanya MGMP1,3,4,5,8 RPP;
(4) MGMP
(5) Remidial
3 Siswa (1) adanya kegiatan pramuka1,3,4,8,9; (2) (1) Kegiatan ekstra
adanya olahraga1,4,9; (3) adanya kegiatan kurikuler
OSN5,8; (4) adanya kegiatan keagamaan1,4; (2) Sosialisasi tata
(5) adanya kegiatan O2SN3,5,8; (6)adanya tertib
kegiatan FLS2N3,8; (7)adanya kegiatan (3) Pelibatan ortu
sosial3; (8)adanya tata tertib1,2,3,4,5,8,9;
(9)adanya sosialisasi tata tertib1,3,4,5,8,9;
(10)adanya pelibatan wali murid1,2,3,4,5,8,9;
(11)adanya Try Out1,2,3,4,5,8,9
111
Lampiran 2.d: Penentuan Lapisan Tema
112
Dua jenis fasilitas pendidikan di
Layer 4
sekolah
113
Jaminan Terlaksana Proses Belajar -Mengajar
Layer 4
Mutu Pendidikan
114
Lampiran 2.e: Kondisi Standar Nasional Pendidikan
Tabel 2.e.1: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Sampel Sekolah Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh Dengan
Nilai Ujian Nasional Tertinggi di Provinsi Aceh
Kondisi SNP
No. Poin SNP SMP 3 Lembah
SMPN Al-Falah SMA Modal Bangsa SMA Fajar Harapan
Seulawah
1. Standar Tidak terbebani Terbebani dengan Tidak terbebani Terbebani dengan
Kompetensi dengan target target kelulusan UN dengan target target kelulusan UN
Lulusan kelulusan UN dari dari luar kelulusan UN dari dari luar
luar luar
2. Standar Isi a. KTSP; a. KTSP; a. K- 13; a. K- 13;
b. Mulok b. Mulok b. Mulok b. Mulok
Keagamaan, Bhs Keagamaan, tidak ada Keterampilan
Arab ; Akhlak; c. Kalender sesuai c. Kalender sesuai
c. Kalender sesuai c. Kalender sesuai Provinsi Provinsi
Provinsi Provinsi
3. Standar a. Sosialisasi, a. Sosialisasi, a. Sosialisasi, a. Sosialisasi,
Proses evaluasi, supervisi evaluasi, supervisi evaluasi, supervisi evaluasi, supervisi
dan pengawasan dan pengawasan dan pengawasan dan pengawasan
proses proses proses proses
pembelajaran pembelajaran pembelajaran pembelajaran
b. Pengawasan b. Pengawasan b. Pengawasan b. pengawasan
kepsek kepsek kepsek kepsek
c. Tidak ada c. Guru terlibat dalam c. Tidak ada c. Guru terlibat dalam
penjaminan mutu pengawasan penjaminan mutu pengawasan
d. Adanya peranan d. Tidak ada d. Adanya peranan d. Ada unit
ortu yang efektif penjaminan mutu ortu yang efektif penjaminan mutu
e. Komite sekolah e. Adanya peranan e. Komite sekolah e. Adanya peranan
tidak berperan baik ortu yang efektif berperan baik ortu yang efektif
f. Komite sekolah f. Komite sekolah
tidak berperan baik berperan baik
115
internet internet memadai memadai
116
Tabel 2.e.2: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Sampel Sekolah Kota Banda Aceh Dengan Nilai Ujian Nasional
Tertinggi di Provinsi Aceh
Kondisi SNP
No. Poin SNP SMP Fatih Lam Yong Banda
SMA 3 Banda Aceh SMA 1 Banda Aceh
Aceh
1. Standar Tidak terbebani Tidak terbebani Tidak terbebani dengan
Kompetensi dengan target dengan target target kelulusan UN dari
Lulusan kelulusan UN dari kelulusan UN dari luar
luar luar
2. Standar Isi a. K- 13; a. K- 13; a. K- 13 + (kurikulum
b. Mulok b. Mulok: Bahasa sekolah);
tidak ada Daerah b. Mulok: disesuaikan
c. Kalender sesuai c. Kalender sesuai dengan potensi sekolah
Provinsi Provinsi c. Kalender sesuai dinas
pendidikan diselaraskan
dengan sekolah
3. Standar Proses a. Sosialisasi, a. Sosialisasi, a. Sosialisasi, evaluasi,
evaluasi, supervisi evaluasi, supervisi supervisi dan
dan pengawasan dan pengawasan pengawasan proses
proses proses pembelajaran
pembelajaran pembelajaran b. Supervisi dan
b. pengawasan b. pengawasan pengawasan oleh kepsek
kepsek kepsek bersama koordinator
c. Ada unit c. Tidak ada pendidikan dan pengurus
penjaminan mutu penjaminan mutu yayasan
d. Adanya peranan d. Adanya peranan c. Terdapat unit
ortu yang efektif ortu yang efektif penjaminan mutu dan
e. Komite sekolah berfungsi melakukan
berperan baik evaluasi berkala setiap
semester
d. Adanya peranan ortu
yang sangat mendukung
e. Komite sekolah berperan
sangat baik
4. Standar Pendidik a. MGMP yang a. MGMP yang a. MGMP tingkat sekolah,
dan Tenaga efektif efektif daerah dan nasional
Kependidikan b. Guru mengajar yang berperan efektif;
mapel yang bukan b. Terdapat guru yang
bidangnya mengajar mapel bukan
bidangnya khususnya
mapel bidang social
5. Standar Sarana a. Kurangnya a. Gedung Lab a. Semua sarpras
dan Prasarana peralatan Lab memadai disediakan lengkap oleh
b. Peralatan Lab. b. Adanya prosedur yayasan;
memadai pemanfaatan dan b. Gedung dan peralatan
c. Adanya prosedur perawatan sarpras laboratorium cukup
pengadaan sarpras lengkap;
117
d. Adanya prosedur c. Prosedur pengadaan dan
pemanfaatan dan perawatan sarpras
perawatan sarpras tersedia dan berjalan
e. Jaringan internet dengan baik melalui
hanya di ruang TU koordinator sarpras;
d. Jaringan Internet tersedia
dan bisa dimanfaatkan
oleh siswa di seluruh
area sekolah;
6. Standar Penilaian a. Penilaian ikut a. Penilaian ikut a. Belum semua guru
Pendidikan prosedur prosedur membuat perencanaan
b. Validasi instrumen b. Validasi instrumen dengan baik;
penilaian alidasi penilaian aliditas b. Validasi instrumen
instrumen penilaian instrumen penilaian penilaian instrumen
c. Pengawasan c. Pengawasan penilaian belum semua
pelaksanaan pelaksanaan guru melakukannya;
penilaian penilaian c. Pengawasan pelaksanaan
penilaian berjalan dengan
baik.
118
Tabel 2.e.3: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Sampel Sekolah Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten
Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe Dengan Nilai Ujian Nasional
Tertinggi di Provinsi Aceh
Kondisi SNP
No. Poin SNP SMA Unggul SMPN1 Simpang SMA Iskandar SMAN1
SMAN1 Langsa SMA Mosa Arun
Atim Ulim Muda Lhokseumawe
1. Standar Tidak terbebani Tidak terbebani Tidak terbebani Terbebani Tidak terbebani Tidak terbebani
Kompetensi dengan target dengan target dengan target dengan target dengan target dengan target
lulusan kelulusan UN kelulusan UN kelulusan UN kelulusan UN kelulusan UN kelulusan UN
dari luar dari luar dari luar dari luar dari luar dari luar
2. Standar Isi K-13; K-13; KTSP; KTSP; KTSP; K- 13;
Mulok Mulok: Mulok: Bhs Mulok: Mulok: Mulok:
Keagamaan ; Bhs Daerah, Arab, Bhs Arab, TIK, Bhs Arab, TIK Keagamaan,
Kalender sesuai Akhlak; Keterampilan Kalender sesuai Kalender sesuai Bahasa Asing
Provinsi Kalender sesuai Kalender sesuai Kabupaten Provinsi Kalender sesuai
Provinsi Kabupaten Provinsi
3. Standar Sosialisasi, Sosialisasi, Sosialisasi, Sosialisasi, Sosialisasi, Sosialisasi,
Proses evaluasi, evaluasi, evaluasi, evaluasi, evaluasi, evaluasi,
supervisi dan supervisi dan supervisi dan supervisi dan supervisi dan supervisi dan
pengawasan pengawasan pengawasan pengawasan pengawasan pengawasan
proses proses proses proses proses proses
pembelajaran pembelajaran pembelajaran pembelajaran pembelajaran pembelajaran
Pengawasan tidak ada unit guru terlibat pengawasan pengawasan pengawasan
kepsek penjaminanan dalam kepsek kepsek kepsek
Tidak ada mutu pengawasan tidak ada unit tidak ada unit jam tambahan
penjaminan penambahan tidak ada unit penjaminan pejaminan mutu bimbingan
mutu jam belajar penjaminan mutu bimbingan olimpiade
penambahan komunikasi mutu jam tambahan olimpiade pelibatan komite
jam komite dengan jam tambahan recruitment remdial recruitment
recruitment masyarakat tidak ada validasi Pengayaan tidak ada
Validasi recruitment recruitment instrumen recruitment validasi
Instrumen Validasi validasi penilaian validasi
Penilaian Instrumen instrumen instrumen
Penilaian penilaian pengawasan
Pengawasan pengawasan penilaian
penilaian penilaian
4. Standar Penyusunan MGMP yang MGMP yang Rapat akademis Rapat akademis Pelatihan guru
Pendidik dan RPP aktif efektif Pembinaan guru Pembinaan guru pembinaan guru
Tenaga Pembinaan guru pelatihan Pembinaan guru guru mengajar guru mengajar guru mengajar
Kependidikan MGMP yang administrasi guru mengajar mapel yang mapel yang mapel yang
efektif guru mengajar mapel yang bukan bukan bukan
Pemanfaatan IT mapel yang bukan bidangnya bidangnya bidangnya
guru mengajar bukan bidangnya
mapel yang bidangnya
bukan
bidangnya
5. Standar Gedung Lab peralatan lab Gedung Lab Peralatan lab Peralatan lab peralatan
Sarana dan memadai memadai kurang tidak memadai tidak memadai laboratorium
Prasarana peralatan lab prosedur memadai pemanfaatan prosedur memadai
tidak memadai perawatan pemanfaatan sarpras sesuai pengadaan prosedur
119
prosedur prosedur sarpras prosedur pemanfaatan pengadaan
pengadaan pengadaan memadai prosedur sarpras sesuia pemanfaatan
pengajuan prosedur pengadaan prosedur sarpras sesuai
proposal pengadaan prosedur prosedur prosedur
peningkatan prosedur perawatan perawatan prosedur
sarpras perawatan sarpras sarpras perawatan
penggunaan sarpras kapasitas akses pengajuan sarpras
modem Adanya tim internet prosposal kapasitas akses
yang mengatur memadai peningkatan internet yang
peningkatan sarpras memadai
sarpras tidak ada
Kapasitas jaringan internet
Akses internet penggunaan
memadai modem
6. Standar prosedur prosedur prosedur prosedur prosedur prosedur
Penilaian penilaian penilaian penilaian penilaian penilaian penilaian
Pendidikan validasi validasi adanya validasi validasi Tidak ada
instrumen instrumen pengawasan instrumen instrumen validitas
penilaian penilaian pelaksanaan penilaian penilaian instrumen
adanya adanya adanya adanya penilaian
pengawasan pengawasan pengawasan pengawasan adanya
pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan pengawasan
pelaksanaan
120
Tabel 2.e.4: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Sampel SMP Kabupaten Aceh Tengah Dengan Nilai Ujian Nasional
Tertinggi di Provinsi Aceh
Kondisi SNP
No. Poin SNP
SMPN 1 Takengon SMPN 2 Takengon SMPN 4 Aceh Tengah SMPN 4 Takengon SMPN 5 Takengon
1. Standar Tidak terbebani Tidak terbebani Tidak terbebani Terbebani dengan Tidak terbebani
Kompetensi dengan target dengan target dengan target target kelulusan dengan target
Lulusan kelulusan UN dari kelulusan UN dari kelulusan UN dari luar UN dari luar kelulusan UN dari
luar luar luar
2. Standar Isi KTSP; KTSP KTSP KTSP KTSP
Mulok: akhlak, Mulok:keterampil Mulok : akhlak Mulok : Mulok : akhlak
TIK, an, Kalender : sesuai lingkungan Kalender : sesuai
Kalender: sesuai Kalender: sesuai Provinsi Kalender : sesuai Provinsi
Provinsi Provinsi Provinsi
3. Standar Sosialisasi, Sosialisasi, Sosialisasi, evaluasi, Sosialisasi, Sosialisasi,
Proses evaluasi, supervisi evaluasi, supervisi dan evaluasi, supervisi evaluasi, supervisi
dan pengawasan supervisi dan pengawasan proses dan pengawasan dan pengawasan
proses pengawasan pembelajaran proses proses
pembelajaran proses Tidak ada unit pembelajaran pembelajaran
Tidak ada unit pembelajaran penjaminan mutu Tidak ada unit Tidak ada unit
penjaminan mutu adanya unit Remedial penjaminan mutu penjaminan mutu
penjaminan mutu Jam tambahan Jam tambahan
guru terlibat
dalam
pengawasan
jam tambahan
4. Standar MGMP berperan MGMP berperan MGMP berperan MGMP berperan MGMP berperan
Pendidik dan aktif aktif aktif aktif aktif
Tenaga Pengawasan Pengawasan Pengawasan Pengawasan Pengawasan
Kependidikan penyusunan RPP penyusunan RPP penyusunan RPP penyusunan RPP penyusunan RPP
Validasi instrumen Pemanfaatan IT Pengawasan kepsek Validasi Validasi instrumen
penilaian Validasi dan guru instrumen penilaian
Pemanfaatan IT instrumen Guru Mengajar penilaian
Pengawasan mapel yang bukan
kepsek dan guru bidangnya
Pengawasan Validasi instrument
penilaian Pengawasan kepsek
dan guru
121
Akses internet
memadai
6. Standar a. Validasi a. Validasi a. Validasi a. Validasi a. Validasi
Penilaian instrumen instrumen instrumen instrumen instrumen
Pendidikan penilaian penilaian penilaian penilaian penilaian
b. Pengawasan b. Pengawasan b. Pengawasan b. Pengawasan b. Pengawasan
pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan pelaksanaan
penilaian penilaian penilaian penilaian penilaian
122
Tabel 2.e.5: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Sampel SMA Kabupaten Aceh Tengah Dengan Nilai Ujian Nasional
Tertinggi di Provinsi Aceh
Kondisi SNP
No. Poin SNP
SMAN 1 Takengon Aceh SMAN 15 Takengon Aceh
SMAN 8 Aceh Tengah
Tengah Tengah
1. Standar Tidak terbebani dengan Tidak terbebani dengan Tidak terbebani dengan
Kompetensi target kelulusan UN dari target kelulusan UN dari target kelulusan UN dari
Lulusan luar luar luar
2. Standar Isi Kurikulum 2013 KTSP KTSP
Mulok : Bhs dan tulisan Mulok : akhlak Mulok : keagamaan
arab Kalender : sesuai Kalender : sesuai Provinsi
Kalender : sesuai Provinsi kabupaten
3. Standar Proses a. Sosialisasi, evaluasi, a. Sosialisasi, evaluasi, a. Sosialisasi,
supervisi dan supervisi dan evaluasi,supervisi dan
pengawasan proses pengawasan proses pengawasan proses
pembelajaran pembelajaran pembelajaran
b. guru terlibat dalam b. adanya pengelolaan b. adanya pengelolaan
pengawasan proses belajar proses belajar mengajar
c. adanya pengelolaan mengajar c. tidak ada unit
proses belajar c. tidak ada unit penjaminan mutu
mengajar penjaminan mutu d. jam tambahan
d. unit penjaminan mutu d. jam tambahan e. tidak terbebani dengan
e. tidak terbebani dengan e. tidak terbebani dengan target kelulusan
target kelulusan target kelulusan
4. Standar Pendidik a. Tidak ada validitas a. MGMP berperan aktif a. MGMP berperan aktif
dan Tenaga instrumen b. Guru Mengajar mapel b. Adanya validasi
Kependidikan b. Ada rekrutmen yang bukan jamnya instrument
penilaian c. Tidak ada validitas
instrument penilaian
5. Standar Sarana a. Gedung LAB kurang a. Gedung LAB a. Peralatan LAB memadai
dan Prasarana memadai memadai b. Adanya prosedur sarpras
b. Peralatan LAB kurang b. Adanya prosedur c. Adanya proposal sarpras
memadai pengadaan sarpras d. Adanya perawatan
c. Adanya prosedur c. Adanya proposal sarpras
pengadaan sarpras sarpras e. Akses internet memadai
d. Adanya proposal
sarpras
e. Ada prosedur
perawatan sarpras
f. Akses internet
memadai
6. Standar Penilaian a. Tidak ada Validasi a. Tidak ada Validasi a. Adanya validasi
Pendidikan instrument penilaian instrument penilaian instrument penilaian
b. Pengawasan b. Pengawasan
pelaksanaan penilaian pelaksanaan penilaian
123
Tabel 2.e.6: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Sampel SMP Kabupaten Bener Meriah Dengan Nilai Ujian Nasional
Tertinggi di Provinsi Aceh
Kondisi SNP
SMPN 6 Satu SMPN 3 Wih SMPN 3 Timang SMPN 2 Wih
No. Poin SNP
Atap Permata Pesam Bener Gajah Bener Pesam Bener
Bener Meriah Meriah Meriah Meriah
1. Standar Tidak terbebani Tidak terbebani Tidak terbebani Terbebani
Kompetensi dengan target dengan target dengan target dengan target
Lulusan kelulusan UN kelulusan UN kelulusan UN kelulusan UN
dari luar dari luar dari luar dari luar
2. Standar Isi KTSP; KTSP KTSP KTSP
Mulok: Mulok: Mulok : akhlak Mulok :
keagamaan, lingkungan Kalender : sesuai lingkungan
Kalender: sesuai Kalender: sesuai Provinsi Kalender :
Provinsi Provinsi sesuai Provinsi
3. Standar a. Sosialisasi, a. Sosialisasi, a. Sosialisasi, a. Sosialisasi,
Proses evaluasi, evaluasi, evaluasi, evaluasi,
supervisi dan supervisi dan supervisi dan supervisi dan
pengawasan pengawasan pengawasan pengawasan
proses proses proses proses
pembelajaran pembelajara pembelajaran pembelajaran
b. Tidak ada n b. Tidak ada unit b. Tidak ada
unit b. adanya unit penjaminan unit
penjaminan penjaminan mutu penjaminan
mutu mutu c. guru terlibat mutu
c. Ada jam c. guru terlibat dalam c. adanya
tambahan dalam pengawasan pengelolaan
d. Ada peran pengawasan d. adanya proses
orang tua d. adanya pengelolaan belajar
yang efektif pengelolaan proses belajar mengajar
proses mengajar d. ada jam
belajar e. tidak adanya tambahan
mengajar unit e. adanya
e. ada jam penjaminan bimbingan
tambahan mutu orang tua
f. ada peran f. ada jam yang efektif
orang tua tambahan
yang efektif g. bimbingan
olimpiade
h. adanya
bimbingan
orang tua
yang efektif
124
bukan RPP c. Pengawasan RPP
bidangnya c. Pengawasan kepsek dan c. Validasi
c. Pengawasan pelaksanaan guru instrumen
penyusunan penilaian d. Guru penilaian
RPP d. Validasi Mengajar d. Guru
d. Validasi instrumen mapel yang Mengajar
instrumen bukan mapel yang
penilaian bidangnya bukan
e. Pengawasan e. Validasi bidangnya
penilaian instrument e. Adanya
f. Ada rapat rapat dewan
dewan guru guru
125
Tabel 2.e.7: Ringkasan Kondisi Delapan Poin Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Sampel SMA Kabupaten Bener Meriah Dengan Nilai Ujian Nasional
Tertinggi di Provinsi Aceh
Kondisi SNP
126
pengawasan pengawasa adanya RPP RPP
penyusunan n pengawasan ada validasi ada validasi
RPP penyusunan pelaksanaan instrument instrument
ada validasi RPP penilaian penilaian penilaian
instrument ada adanya adanya
penilaian validasi pengawasan pengawasan
adanya instrument penilaian pelaksanaan
pengawasan penilaian penilaian
kepsek adanya
adanya pengawasa
pengawasan n
pelaksanaan pelaksanaa
penilaian n penilaian
127
Lampiran 2.f: Tema dan Deskripsi dalam Analisis Kualitatif
128
kekurangan dalam proses belajar-mengajar tanpa disertai dengan bagaimana cara
atau langkah-langkah konkrit untuk memperbaikinya. Kesenjangan seperti itu
dapat terlihat pada setiap langkah atau aspes proses belajar-mengajar (rincian dari
kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e).
Pertama, untuk perencanan pembelajaran (khususnya penyusunan RPP),
para kepala sekolah tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa
semua RPP yang disusun oleh guru, adalah sesuai dengan kesiapan peserta didik,
ketersediaan sumber belajar dan media, dan dukungan sarana dan prasarana.
Peran-peran mereka yang kurang terlaksana adalah: (1) mengarahkan penyusunan
RPP yang memastikan bahwa proses pembelajaran terlaksana secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik sehingga bisa
melahirkan prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat mereka;
dan (2) mengevaluasi kualitas perangkat pembelajaran yg disusun guru. Padahal,
peran-peran ini sangat penting untuk memantapkan perencanaan pembelajaran
yang dibuat oleh setiap guru dengan mekanisme: (1) guru menyusun RPP sesuai
dengan arahan pimpinan sekolah, (2) RPP dikoreksi dan diberikan feedback
sebagai dasar untuk direvisi, (3) RPP disahkan apabila sudah direvisi sesuai
dengan koreksi dan feedback yang diberikan.
Kedua, untuk pelaksanaan proses pembelajaran, para kepala sekolah juga
tidak cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa pembelajaran di
ruangan kelas, di laboratorium, dan di luar ruangan kelas. Peran-peran mereka
yang kurang terlaksana adalah: (1) mensupervisi proses pelaksanaan pembelajaran
untuk memastikan bahwa guru melaksanakan pembelajaran benar-benar sesuai
dengan RPP; dan (2) mengawasi proses pembelajaran. Padahal, peran-peran ini
sangat penting untuk menjamin kualitas pelaksanaan pembelajaran, dengan
mekanisme: (1) guru melaksanakan pembelajaran materi yang dijadikan sampel
supervisi, (2) pimpinan sekolah memberikan feedback sesuai dengan peran
mereka dalam kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership), yaitu
memperbaiki teknik atau metode penyampaian dan isi bahan ajar, (3) meminta
guru memperbaiki proses pembelajaran dengan mendasarkan pada feedback yang
diberikan pada supervisi pertama, dan (4) pimpinan sekolah melakukan supervisi
129
kedua untuk memastikan adanya revisi dan peningkatan kualitas daripada
pembelajaran pada supervisi pertama.
Ketiga, untuk penilaian hasil pembelajaran, para kepala sekolah juga tidak
cukup memainkan perannya untuk memastikan bahwa penilaian direncanakan
dengan baik, ditentukan teknik yang sesuai, dikembangan instrumen yang valid
dan reliabel, diadministrikan pelaksanaannya dengan baik, dan ditentukan nilai
setiap peserta didik untuk setiap ranah tujuan pembelajaran secara objektif dan
akurat. Padahal, peran-peran ini sangat penting untuk menjamin kualitas
pelaksanaan penilaian yang akan memberikan hasil yang akurat dan objektif,
dengan mekanisme: (1) menilai kesesuaian teknik penilaian untuk setiap ranah
tujuan dan materi pembelajaran, (2) menentukan prosedur pengembangan
instrumen penilaian yang benar dan lengkap, dan (3) prosedur penentuan skor dan
nilai peserta didik. Dengan menjalankan mekanisme-mekanisme di atas, diyakini
bahwa proses pembelajaran akan berjalan dengan baik sesuai dengan kondisi yang
ada.
130
operasional sekolah baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari orang tua
siswa. Sebagian besar sekolah dengan kesulitan-kesulitan ini, berupaya keras
mengatasinya terutama kesulitan pada tidak memadainya mutu SDM dengan
mendorong para guru meningkatkan profesionalisme mereka melalui partisipasi
maksimal pada MGMP pada berbagai tingkatan, membangun jaringan dengan
guru-guru mapel atau rumpun ilmu yang sama, dan memperoleh informasi tentang
perkembangan bidang mapel masing-masing. Sekolah-sekolah dalam kategori ini
selalu optimis bahwa dengan semangat dan usaha seperti itu, maka mutu SDM
mereka tidak terlalu senjang dengan kualitas yang harus diwujudkan. Walaupun
unit jaminan mutu tidak ada, tetapi pelaksanaan tugas penjaminan mutu dapat
diemban dengan baik oleh pimpinan sekolah melalui wakil kepala sekolah bidang
kurikulum dan bidang sarana dan prasarana.
Di lain pihak, sebagain kecil sekolah seperti “menerima” saja kondisi di
atas dengan pesimisme yang terungkap pada pernyataan-pernyataan pimpinan
sekolah. Upaya mengontrol mutu hampir sama sekali tidak dilakukan. Sekolah
dalam kategori ini cenderung menyalahkan kebijakan penempatan guru yang tidak
mempertimbangkan pemerataan bidang dan kualitas mereka (rincian dari kondisi
ini dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e).
131
terlihat pada SMA Modal Bangsa Arun, SMAN 1 Lhokseumawe, SMAN 1
Langsa, SMA Modal Bangsa Aceh, SMA Fatih, SMA Fajar Harapan yang sarpras
lengkap dengan kondisi hanya sedikit di bawah 100%. Bahkan, di SMA Modal
Bangsa Aceh tersedia laboratorium Pendidikan Agama Islam (PAI) yang salah
satu materi praktiknya adalah tajhiz mayat.
Peran pimpinan sekolah memastikan terlaksananya: (1) pengadaan sarana
dan prasarana, (2) perawatan sarana dan prasarana; dan (3) peningkatan
ketersediaan dan kondisi sarpras, belum berjalan dengan baik. Beberapa kepala
dan wakil kepala sekolah memainkan peran yang sangat baik dalam
merencanakan penambahan dan peningkatan sarana dan prasarana, yang
ditndaklanjuti dengan pembuatan pengajuan proposal ke dinas pendidikan kota
dan/atau provinsi. Namun, peran komunikasi dengan pejabat-pejabat di kantor
dinas pendidikan kurang terlaksana. Sehingga, tidak mengherankan kalau
ditemukan banyak sekolah sampel penelitian yang tingkat ketercukupan sarana
dan prasarana rendah atau sangat rendah.
Selanjutnya, peran pimpinan sekolah untuk memastikan bahwa sarana dan
prasarana sekolah terawat dengan baik juga kurang terlaksana. Sebagian sarana
dan prasarana kondisinya jauh dari standar, contohnya toilet, lapangan olahraga,
gedung laboratorium, ruang kelas, ruang guru, ruang tata usaha, dan bahkan ruang
kepala sekolah. Gedung-gedung yang seharusnya dirawat dengan mengecat
kembali secara berkala, misalnya setiap lima tahun, lapangan olahraga yang
seharusnya diperhalus kembali permukaan secara berkala, misalnya setiap dua
tahun, umumnya tidak terlaksana. Tidak terlaksananya perawatan tersebut
terutama sekali disebabkan tidak adanya SOP untuk perawatan sarpras di sekolah.
Terakhir, peran untuk memastikan terencana pemenuhan kebutuhan
peningkatan sarana dan prasarana melalui penilaian kebutuhan (need assessment),
juga tidak terlaksana dengan baik. Peran pimpinan sekolah melalui wakil kepala
sekolah bidang sarana dan prasarana, seharusnya dapat dijalankan dengan
mekanisme: (1) meminta laporan berkala tentang kebutuhan peningatan sarana
dan prasarana dari setiap guru bidang studi, kepala laboratorium, dan wakil kepala
sekolah yang lain, (2) menyusun rekapitulasi berdasarkan analisis kebutuhan
132
didasarkan pada laporan pada nomor 1, dan (3) membuat skala prioritas untuk
pengajuan pengadaannya. Disayangkan mekanisme ini tidak berjalan dengan baik,
padahal dengan mekanisme ini dapat menekan kekurangan sarana dan prasarana
dan dapat mensiati kekurangan ini dengan berbagai cara sehingga proses
pembelajaran secara maksimal dengan kondisi apa adanya.
1. Sumber belajar.
Sumber belajar baik yang tersedia di perpustakaan, di lingkungan sekolah,
dan di media-media cetak maupun elektronik di sebagian besar sekolah yang
menjadi kajian penelitian ini tidak bisa disediakan dengan memadai. Sekolah
dalam kategori ini menyatakan bahwa penyediaan melalui dinas pendidikan sering
sekali tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar dari sumber belajar untuk setiap
siswa. Walapun sudah berupaya menambah pengadaannya melalui partisipasi
orang tua, namun tetap saja tidak bisa menutupi kebutuhan tersebut.
Pertama, di perpustakaan pada sebagian besar sekolah tidak tersedia buku
referensi yang memadai walaupun hanya untuk buku paket yang harusya bisa
dipinjamkan kepada siswa secara penuh untuk setiap semester, apalagi, buku-buku
referensi pengayaan. Pengadaan buku paket sering sekali tidak memenuhi sesuai
dengan jumlah siswa sehingga sekolah harus meminjamkan secara bergiliran
dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan, buku-buku pengayaan yang diusulkan
pengadaannya sering sekali tidak dipenuhi sama sekali.
Kedua, di lingkungan sekolah pada sebagian besar sekolah juga tidak
menanam tanaman tetentu atau memelihari tanaman alam dengan baik yang bisa
digunakan untuk sumber belajar. Dengan kondisi demikian, hewan atau burung-
burung liar yang bervariasi jenisnya juga jarang sekali terlihat melintas di
lingkungan sekolah.
Ketiga, media cetak pada sebagian besar sekolah tidak menyediakan
majalah dan koran sebagai sumber pengayaan pengetahuan bagi siswa. Di
sebagian kecil sekolah ada berlangganan koran, tetapi hanya untuk pimpinan, guru
dan karyawan sekolah. Lebih-lebih lagi, untuk media elektronik, tingkat
ketersediaannya adalah sangat rendah. Hanya sebagian kecil sekolah, itupun yang
133
“diklaim” sebagai sekolah unggul oleh pemerintah kabupaten/kota yang mampu
menyediaan sumber belajar elektronik, baik melalui laboratorium maupun melalui
penyediaan akses Internet. Penyediaan akses Internet di sebagian sekolah dalam
ketegori ini, diakui hanya bisa diakses oleh siswa dan guru secara sangat terbatas
dengan kecepatan yang sangat rendah sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh guru
bersama siswa dalam proses belajar-mengajar di kelas. (rincian dari kondisi ini
dapat dilihat pada lampiran 2.c dan lampiran 2.e).
134
2. Jenis pekerjaan dan kemampuan ekonomi.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar sekolah pada umunya
rendah, hanya beberapa sekolah yang kondisi sosial ekonomi masyarakatnya
tinggi, contohnya SMA Modal Bangsa Arun, SMAN 1 Lhokseumawe, SMAN 1
Langsa, SMA Modal Bangsa Aceh, SMA Fatih, dan SMA Fajar Harapan. Pada
sekolah-sekolah yang disebutkan di atas dengan kondisi sosial ekonomi tinggi
(golongan menengah ke atas), sangat memudahkan sekolah merencanakan jam
belajar tambahan, seperti jam belajar sore, les tambahan, dan kegiatan
ekstrakurikuler (rincian dari kondisi ini dapat dilihat pada lampiran 2.c poin 1
tentang kondisi sosial masyarakat dan lampiran 2.e poin 7 tentang kondisi sosial
masyarakat).
Di lain pihak, sekolah-sekolah lainnya yang kondisi sosial ekonomi
masyarakatnya rendah, sangat menyulitkan sekolah memprogramkan kegiatan-
kegiatan kokurikuler dan ekstra kurikuler seperti di atas. Pada sekolah-sekolah ini,
pekerjaan orang tua siswa umumnya adalah petani, sebagaian lainnya tukang
becak, hanya sedikit yang PNS dan wiraswastawan atau secara umum mereka
termasuk golongan menengah ke bawah (lihat lampiran 2.c poin 1 tentang kondisi
sosial masyarakat). Kondisi seperti ini kadang-kadang memaksa orang tua
mengajak anaknya membantu mereka mengerjakan tugas-tugas dalam
memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan di rumah dan di sekolah.
Dengan demikian, juga menyulitkan sekolah mengajak apalagi memaksan siswa
berpartisipasi dalam setiap kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Guna menyikapi masing-masing kondisi di atas, peran pimpinan sekolah
untuk menyesuaikan program belajar kurikuler, kokurikuler dan ekstra kurikuler
sangat penting dimainkan untuk memastikan bahwa dengan kondisi sosial
ekonomi bagaimanapun, ketiga jenis program tersebut semaksimal mungkin harus
berjalan. Memang tidak bisa dipungkiri, ditengah-tengah usaha menyesuaikan
program-program belajar tersebut, pihak sekolah sering kehilangan semangat
untuk “memaksa” siswa dari keluarga sosial ekonomi rendah tiba-tiba meminta
anak-anak mereka untuk berhenti dari kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
135