Tata laksana medikamentosa TB Anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pengobatan pencegahan). Pengobatan TB diberikan pada anak diberikan yang sakit TB,
sedangkan pengobatan pencegahan TB diberikan pada anak sehat yang berkontak dengan
pasien TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanda sakit TB (profilaksis
sekunder).
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa, dengan tujuan utama
pemberian obat anti TB sebagai berikut :
1. Menyembuhkan pasien TB
2. Mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya
3. Mencegah TB relaps
4. Mencegah terjadinya transmisi resistensi obat
5. Menurunkan transmisi TB
6. Mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin
7. Mencegah reservasi sumber infeksi di masa yang akan datang
1. Obat TB diberikan dalam panduan obat, tidak boleh diberikan sebagai monoterapi
2. Pengobatan diberikan setiap hari
3. Pemberian gizi yang adekuat
4. Mencari penyakit penyerta, jika ada ditata laksana secara bersamaan
Keterangan :
R: rifampisin, H: isoniazid, Z: pirazinamid
- Bayi < 5 kg pemberian OAT terpisah, tidak dalam bentuk KDT dan sebaiknya dirujuk ke
rumah sakit
- Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang diberikan sesuai dengan
berat badan saat itu
- Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan berat badan badan ideal (sesuai
umur).
- OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus)
- Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau
dimasukkan air dalam sendok (dispersable)
- Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
- Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi
10mg/kgBB/hari
- Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus
bersama dan dicampur dalam satu puyer
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada kondisi :
a. TB meningitis
b. Sumbatan jalan nafas akibat TB kelenjar (endobronkhial TB)
c. Perikarditis TB
d. TB milier dengan gangguan nafas yang berat
e. Efusi pleura TB
f. TB abdomen dengan asites
Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2mg/kgBB/hari, sampai
4mg/kgBB/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60mg/hari selama 4 minggu.
Tappering-off dilakukan bertahap setelah 2 minggu pemberian kecuali pada TB meningitis
pemberian selama 4 minggu sebelum tappering-off.
2. Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi piridoksin simptomatik, terutama pada anak
dengan malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan anti retroviral therapy
(ART). Suplementasi piridoksin (5-10 mg/hari) direkomendasikan pada HIV positif dan
malnutrisi berat.
C. Nutrisi
Status gizi pada anak dengan TB akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB.
Malnutrisi berat meningkatkan risiko kematian pada anak dengan TB. Penilaian status gizi
harus dilakukan secara rutin selama anak dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan
megukur berat, tinggi, lingkar lengan atas atau pengamatan gejala dan tanda malnutrisi
seperti edema atau muscle wasting
Pemberian makanan tambahan sebaiknya dilakukan selama pengobatan. Jika tidak
memungkinkan dapat diberikan suplementasi nutrisi sampai anak stabil dan TB dapat diatasi.
Air susu ibu tetap diberikan jika anak masih dalam masa menyusu.
Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan gejala
TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut menderita TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan
cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring.
Evaluasi dengan sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas rujukan.
Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak diklasifikasikan
sebagai kasus kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB, tidak
dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.
G. Tatalaksana efek samping obat
TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
A. Tuberkulosis Milier
Tuberkulosis Milier terjadi karena adanya penyebaran secara hematogen dan
diseminata, bisa ke seluruh organ. Gambaran milier dapat dilihat pada foto toraks
dalam waktu 2-3 minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen.
Gejala dan tanda awal TB milier sama dengan TB lainnya, dapat disertai sesak
nafas, ronki dan mengi. Dalam keadaan lanjut terjadi hipoksia, sepsis,
pneumothoraks, dan atau pneumomediastinum, sampai gangguan fungsi organ, serta
syok. Gambaran TB milier pada foto toraks khas berupa tuberkel halus (millii) yang
tersebar merata di seluruh lapangan paru, dengan ukuran yang hampir seragam (1-
3mm)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran radiologis yang
khas dan riwayat kontak dengan pasien TB atau uji tuberkulin positif.
Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya berjalan lambat.
Respon keberhasilan terapi antara lain adalah menghilangnya demam setelah 2-3
minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari,
dan peningkatan berat badan. Gambaran milier pada foto toraks berangsur-angsur
hilang dalam 5-10 minggu tetapi mungkin juga belum ada perbaikan sampai beberapa
bulan.
Pasien dengan kecurigaan TB milier di fasyankes primer harus dirujuk untuk
tatalaksana lebih lanjut dan setelah pasien yang sudah dipulangkan dari rumah sakit
dapat melanjutkan pengobatan di fasyankes primer.
B. TB perinatal
C. Ko infeksi TB-HIV
Panduan ARV yang digunakan pada pasien TB yang telah mendapatkan ARV
D. TB Resistan Obat Pada Anak