Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
RS SINAR KASIH
PURWOKERTO
i
DAFTAR ISI
ii
PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK RUMAH SAKIT SINAR KASIH
PURWOKERTO
BAB I
DEFINISI
Dalam Panduan Penggunaan Antibiotik RS Sinar Kasih, memiliki beberapa istilah yang
didefinisikan sebagai berikut :
1. Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutamafungi dan bakteri tanah,
yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain sedangkan
toksisitasnyaterhadap manusia relatif kecil.
2. Antibiotik Kombinasi
Pemberian antibiotik lebih dari satu jenis untuk mengatasi infeksi.
3. Kadar Hambat Minimal (KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
Kadar Hambat Minimal (KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah
kadar terendah antibiotik (μg/mL) yang mampu menghambat tumbuh dan berkembangnya
bakteri.
4. Penggunaan antibiotik bijak
Penggunaan antibiotik bijak adalah penggunaan antibiotik denganspektrum sempit,
pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, intervaldanlama pemberian
yangtepat.
5. Pemberian antibiotik profilaksis
Pemberian antibiotik profilaksis adalah pemberian antibiotik sebelum adanya tanda-tanda
dan gejala suatu infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya manifestasi klinis infeksi
tersebut yang diduga dapat terjadi.
6. Penggunaan antibiotik empiris
Penggunaan antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang
belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.
7. Penggunaan antibiotik definitif
Penggunaan antibiotik definitif adalah penggunaanantibiotik pada kasus infeksi yang
sudah diketahui jenisbakteripenyebab dan pola resistensinya
8. Resistensi
Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja
antibiotik.
1
BAB II
RUANG LINGKUP
A. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting, khususnya di negara berkembang, demikian pula di Indonesia masih termasuk
dalam sepuluh penyakit terbanyak. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah
tersebut adalah antimikroba antara lain antibakteri/ antibiotik, antijamur, antivirus,
antiprotozoa. Antibiotik merupakan obat yang digunakan paling banyak digunakan pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Peresepan antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi
dan kurang akan meningkatkan kejadian resistensi. Berbagai studi menemukan bahwa
sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-
penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Dampak resistensi terhadap
antibiotik adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas dan memberi dampak negatif
terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.
Di rumah sakit, penggunaan antibiotik yang tidak perlu atau berlebihan
mendorong berkembangnya resistensi dan multipel resisten terhadap bakteri tertentu yang
akan menyebar melalui infeksi silang. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah
sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya
Streptococcus pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli. Beberapa
kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, yaitu Methicillin-
Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Eneterococci (VRE),
Penicillin-Resistant Pneumococcci, Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-
Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter baumannii dan
Multiresistant Mycobacterium tuberculosis. Terdapat hubungan antara penggunaan
antibiotik dengan timbulnya resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial. Resistensi
tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diperlambat melalui penggunaan antibiotik yang
bijak. Hal tersebut membutuhkan kebijakan dan program pengendalian antibiotik yang
efektif (Guzman-Blanco et al. 2000; Stevenson et.al. 2005)
Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti
dari 2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis
antibiotik antara lain : ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%).
Hasil penelitian 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli
resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%),
kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%).
Untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of
antibiotics), perlu disusun Panduan Penggunaan Antibiotik. Penggunaan antibiotik yang
terkendali dapat mencegah munculnya resistensi antimikroba dan menghemat
penggunaan antibiotik yang pada akhirnya akan mengurangi beban biaya perawatan
pasien, mempersingkat lama perawatan, penghematan bagi rumah sakit serta
meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.
2
B. TUJUAN
1. Menjadi panduan dalam pengambilan keputusan penggunaan antibiotik secara
rasional bagi dokter.
2. Memberikan dasar rasional bagi penggunaan antibiotik.
3. Meningkatkan efektivitas klinik yang tinggi dalam perawatan penderita.
4. Mencegah terjadinya kejadian resistensi kuman terhadap antibiotik di rumah sakit.
C. RUANG LINGKUP
Panduan penggunaan antibiotik ini berisi tentang, antara lain :
1. Prinsip Penggunaan Antibiotik
2. Penggolongan Antibiotik
3. Penggunaan Antibiotik
Panduan ini diterapkan kepada tim pencegahan dan pengendalian infeksi, komite farmasi
dan terapi, pelayanan medik (komite medik dan keperawatan) serta instalasi farmasi.
Kewajiban dan tanggung jawab :
1. Instalasi Farmasi
a. Merekomendasikan pedoman antibiotik nasional.
b. Melakukan pengelolaan antibiotik melalui sistem satu pintu.
c. Menjadi panduan apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian terkait
dengan penggunaan antibiotik.
d. Bekerjasama dengan tim PPI, KFT, pelayanan medik untuk menerapkan panduan
penggunaan antibiotik dalam pelayanan kesehatan rumah sakit.
2. Keperawatan
a. Memastikan seluruh anggota keperawatan dapat memahami prosedur penggunaan
antibiotik.
b. Menerapkan panduan penggunaan antibiotik dalam proses pelayanan medik.
3. Komite Medik
a. Memastikan seluruh anggota komite medik dapat memahami prosedur peresepan
antibiotik.
b. Menerapkan panduan penggunaan antibiotik.
4. Komite Farmasi dan Terapi
a. Mengkoordinasi hasil penyusunan panduan penggunaan antibiotik.
b. Mengkoreksi hasil panduan penggunaan antibiotik dalam proses pelayanan
kesehatan di RS Sinar Kasih.
c. Bersama Tim PPI melakukan monitoing dan evaluasi penerapan panduan
penggunaan antibiotik.
5. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
a. Merekomendasikan hasil penyusunan panduan penggunaan antibiotik
b. Bersama KFT melakukan monitoing dan evaluasi penerapan panduan
penggunaan antibiotik.
3
BAB III
TATA LAKSANA
4
sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi. Setepat apapun antibiotik
yang diresepkan apabila jauh dari tingkat kemampuan keuangan pasien tentu
tidak akan bermanfaat.
B. PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK
1. Secara umum terdapat dua kelompok antibiotik berdasarkan sifat
farmakokinetikanya yaitu;
a. Time dependent killing. Lamanya antibiotik berada dalam darah dalam
kadar diatas KHM sangat penting untuk memperkirakan outcome klinik
ataupun kesembuhan. Pada kelompok ini kadar antibiotik dalam darah diatas
KHM paling tidak selama 50% interval dosis. Contoh antibiotik yang
tergolong time dependent killing antara lain penisilin, sefalosporin, dan
makrolida).
b. Concentrationdependent. Semakin tinggi kadar antibiotika dalam darah
melampaui KHM maka semakin tinggi pula daya bunuhnya terhadap bakteri.
Untuk kelompok ini diperlukan rasio kadar/KHM sekitar10.
Ini mengandung arti bahwa rejimen dosis yang dipilih haruslah memiliki
kadar dalam serum atau jaringan 10 kali lebih tinggi dari KHM. Jika gagal
mencapai kadar ini di tempat infeksi atau jaringan akan mengakibatkan
kegagalan terapi. Situasi inilah yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab
timbulnya resistensi.
2. Pemilihan antibiotik berdasarkan tujuan pemberian antibiotik, yaitu :
a. Antibiotik Profilaksis
Antibiotik digunakan bagi penderita yang belum terkena infeksi tetapi
diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya, atau bila terkena
5
infeksi dapat menimbulkan dampak buruk bagi penderita. Prinsip
penggunaan antibiotik profilaksis selain tepat dalam pemilihan jenis juga
mempertimbangkan konsentrasi antibodi dalam jaringan saat mulai dan
selama operasi berlangsung. Indikasi penggunaan antibiotik profilaksis
didasarkan kelas operasi, yaitu operasi bersih dan bersih terkontaminasi.
Dasar pemilihan jenis antibiotik untuk tujuan profilaksis adalah sesuai
dengan sensitifitas dan pola bakteri patogen terbanyak pada kasus
bersangkutan, spektrum sempit untuk mengurangi resiko resistensi bakteri,
toksisitas rendah, tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap pemberian
obat anestesi, bersifat bakterisidal, dan harga terjangkau.
Dosis pemberian untuk menjamin kadar puncak yang tinggi harus
mencapai kadar hambat minimal hingga 2 kali lipat kadar terapi. Durasi
pemberian adalah dosis tunggal. Dosis ulangan dapat diberikan atas indikasi
perdarahan lebih dari 1500 mL atau operasi berlangsung lebih dari 8 jam.
Lama jangka waktu pemberian profilaksis harus sesingkat mungkin, pada
umumnya tidak lebih dari 24 jam, kecuali pada beberapa jenis tindakan sperti
pemasangan implan, kateter intravaskular, episiiotomi, drain di dalam rongga
serebrospinalis, maka profilaksis dapat diberikan lebih lama.
Antibiotik profilaksis terbagi menjadi 2, yaitu:
1) Profilaksis Bedah
Pemberian antibiotik sebelum, saat dan hingga 24 jam pasca
operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda
infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi.
Perlu ”educatec guess” yang baik untuk memperhitungkan jenis
kuman yang paling besar kemungkinannya menimbulkan infeksi
tertentu.
Tujuan pemberian adalah penurunan morbiditas dan mortalitas
pasca operasi, mencegah infeksi oleh mikroorganisme yang
diperkirakan dapat timbul pada tempat operasi, penghambatan muncul
flora normal resisten dan pencegahan infeksi pada tempat dengan
resiko infeksi tinggi, misalnya implan prostetik atau endokard yang
rusak oleh mikroorganisme yang masuk ke dalam darah sebagai
akibat intervensi di tempat lain (cabut gigi, operasi rongga mulut, dan
sebagainya).
Dalam hal cara (rute) pemberian hendaknya diupayakan agar
antibiotik sudah mencapai konsentrasi di dalam darah atau jaringan
yang lebih tinggi dari konsentrasi hambat minimal dari jenis-jenis
kuman yang diperkirakan mengkontaminasi lapangan operasi.
Antibiotik profilaksis diberikan secara intravena dan untuk
menghindari resiko yang tidak diharapkan dianjurkan pemberian
antibiotik intravena drip.
Waktu pemberian antibiotik profilaksis diberikan ≤ 30 menit
sebelum insisi kulit. Idealnya diberikan pada saat induksi anestesi.
Pemilihan antibiotik menggunakan sefalosporin generasi I-II untuk
profilaksis bedah. Pada kasus tertentu yang dicurigai melibatkan
bakteri anaerob dapat ditambahkan metronidazol. Tidak dianjurkan
menggunakan sefalosporin generasi III dan IV, golongan
karbapenem, dan golongan kuinolon untuk profilaksis bedah.
6
2) Profilaksis Non Bedah
Pada umumnya prinsip-prinsip pemberian antibiotik
profilaksis non bedah tidak hanya berbeda dengan bedah, hanya saja
lama pemberian profilaksis dapat bervariasi.
Pencegahan infeksi komunitas (community acquired infection)
pada orang yang telah terpapar mikroorganisme yang diketahui
misalnya orang yang mempunyai kontak erat tetapi belum kebal.
Sebagai contoh :
Tuberkulosis : Untuk pencegahan penyakit TBC,
penderita dengan reaksi konversi tuberkulin atau anak-
anak dengan reaksi tuberkulin yang sangat kuat perlu
diberikan profilaksis selama 1 tahun.
Meningitis : Penyebab Hemophyllus influenza Tipe B,
profilaksis diberikan selama 4 hari sedangkan yang
disebabkan Neisseria menigitidis profilaksis diberikan
selama 2 hari.
Pencegahan infeksi di rumah sakit pada penderita dengan
penurunan imunitas tubuh (immunocompromised), misalnya
pada pemberian kemoterapi yang intensif.
Pencegahan agar penyakit tidak kambuh misalnya : demam
rematik dimana profilaksis diberikan secara kontinyu selama
beberapa tahun.
7
Tabel 1. Kelas Operasi dan Penggunaan Antibiotik Profilaksis
8
jaringan nonvital yang luas
atau nyata kotor.
b. Antibiotik Terapetik
Pemberian antibiotik terapetik dilakukan atas dasar penggunaannya secara
empirik atau terarah pada kuman penyebab yang ditemukannya. Oleh
karena itu, penggunaan antibiotik terapetik dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu :
penggunaan antibiotik secara empirik dan penggunaan antibiotik definitif.
1) Antibiotik Terapi Empiris
Tujuan penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah
eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga
menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan
mikrobiologi.
Indikasi ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada
keterlibatan bakteri tertentu yang paling sering menjadi penyebab
infeksi antara lain : dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotikdata
epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia di komunitas
atau di rumah sakit setempat, kondisi klinis pasien, ketersediaan
antibiotik, kemampuan antibiotik untuk menembus ke dalam
jaringan/ organ yang terinfeksi, dan untuk infeksi berat yang diduga
disebabkan oleh polimikroba dapat digunakan antibiotik kombinasi.
Rute pemberian pilihan pertama adalah antibiotik oral untuk
terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat
dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral. Lama
pemberian antibiotik empiris adalah jangka waktu 48-72 jam.
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data
mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya.
2) Antibiotik Terapi Definitif
Tujuan pemberian antibiotik terapi definitif adlah eradikasi
atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab
infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi. Indikasi sesuai
dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab infeksi. Dasar
pemilihan jenis dan dosis antibiotik antara lain efikasi klinik dan
keamanan berdasarkan hasil uji klinik, sensitivitas, biaya, kondisi
klinis pasien, diutamakan antibiotik lini pertama/ spektrum sempit,
ketersediaan antibiotik sesuai formularium, dan paling kecil
memunculkan risiko terjadi bakteri resisten.
Rute pemberian pilihan pertama adalah antibiotik oral. Pada
infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan
antibiotik parenteral. Jika kondisi pasien memungkinkan, pemberian
antibiotik parenteral harus segera diganti per oral. Lama pemberian
antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk eradikasi
bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi. Selanjutnya
harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi
klinis pasien serta data penunjang lainnya.
9
C. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
1. Penggunaan Antibiotik Kombinasi
a. Tujuan pemberian antibiotik kombinasi adalah :
1) Meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik.
2) Memperlambat dan mengurangi risiko timulnya bakteri resisten.
b. Indikasi penggunaan antibiotiki kombinasi adalah :
1) Infeksi disebabkan oleh lebih dari satu bakteri.
2) Abses intraabdominal, hepatik, otak dan saluran genital (infeksi campuran
aerob dan anaerob).
3) Terapi empiris pada infeksi berat.
c. Hal-hal yang perlu perhatian :
1) Kombinasi antibiotik yang bekerja pada target yang berbeda dapat
meningkatkan atau mengganggu keseluruhan aktivitas antibiotik.
2) Suatu kombinasi antibiotik dapat memiliki toksisitas yang bersifat aditif atau
superaditif.
Contoh : Vankomisin secaratunggal memiliki efek nefrotoksik minimal tetapi
pemberian bersama aminoglikosida dapat meningkatkan toksisitasnya.
3) Diperlukan pengetahuan jenis infeksi, data mikrobiologi dan antibiotik untuk
mendapatkan kombinasi rasional dengan hasil efektif.
4) Hindari penggunaan kombinasi antibiotik untuk terapi empiris jangka lama.
5) Pertimbangkan peningkatan biaya pengobatan pasien.
2. Penggunaan Antibiotik Pada Kelompok Khusus :
a. Penggunaan Antibiotik Pada Anak
Perhitungan dosis antibiotik berdasarkan per kilogram berat badan ideal sesuai
dengan usia.
Kotrimoksazol Kurang dari 2 bulan Tidak ada data efektifitas dan keamanan
10
Azitromisin Neonatus Tidak ada data keamanan
11
Tabel 3. Daftar Antibiotik Menurut Kategori Keamanan Untuk Ibu Hamil (FDA-USA)
KATEGORI
A B C D X
(Hanya Amphoterisin Basitrasin Aminoglikosida Metronidazol
vitamin) B Kuinolon Doksisiklin (trimesterI)
Azitromisin Klaritromisin Minosiklin
Astreonam Kotrimoksazol Tetrasiklin
Betalaktam Imipenem Tigesiklin
Klindamisin Isoniazid
Karbapenem Linezolid
Eritromisin Paramomisin
Fosfomisin Pirazinamid
Metronidazol Spiramisin
Sulfa
Rifampisin
Vankomisin
12
Tabel 5. Antibiotik yang Dikontraindikasikan terhadap Ibu Menyusui
Antibiotik Catatan
Kloramfenikol Berpotensi menyebabkan supresi sumsum tulang idiosinkratik
Nitrofurantoin Sejumlah kecil nitrofurantoin yang diekskresikan melalui air susu dapat
menyebabkan hemolisis defisiensi G6PDpadabayi (defisiensi enzim yang
jarang). Obat ini juga dapat menyebabkan warna air susu menjadi kuning.
13
diturunkan dengan 50%. Bila bersihan kreatinin10-40ml/menit selain turun
50% perlu juga memperpanjang jarak pemberian dua kali lipat. Usahakan
menghindari obat yang bersifat nefrotoksis.
Kloramfenikol Nafsilin
Cefoperazon Linezolid
Doksisiklin Isoniazid/Etambutol/Rifampisin
Minosiklin Pirazinamid
Telitromisin Klindamisin
Moksifloksasin Metronidazol
Makrolida Tigesiklin
14
f. Informasi Antibiotik
No Antibiotik Informasi
1 Gentamisin Gentamisin memiliki indeks terapi yang sempit, karena itu
sangat diperlukan dosisi ndividual.
15
8. Amoksisilin • Diberikan dalam waktu yang relatif sama setiap harinya
(aroundtheclock) untuk meminimalkan variasi kadar
dalam darah.
• Bila timbul kemerahan pada kulit (merupakan reaksi
sensitifitas terhadap amoksisilin) segera konsultasi ke
dokter.
• Pemberian bersamaal opurinol meningkatkan risiko
terjadinya kemerahan pada kulit
• Amoksisilin yang digunakan bersama kontrasepsi akan
menurunkan efektifitas kontrasepsi
9 Eritromisin • Terjadi peningkatan kejadian kardiotoksis yaitu:
perpanjangan interval QT dan ventrikular takidisritmia.
Jika terjadi hal tersebut, hentikan penggunaan
eritromisin.
10 Kloramfenikol Efek yang tidak diinginkan:
• Anemia;aplastik anemia yang bersifat idiosinkratik
(jarang). Anemia terkait dosis yang bersifat reversible
• Toksisitas pada sum-sum tulang belakang yang terkait
dosis
• Anafilaksis dan reaksi hipersensitifitas
• Peningkatan efek antikonvulsan,barbiturat dan
sulfonilurea
• Penggunaan pada bayi tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan penekanan sumsum tulang belakang dan
menimbulkan babygreysyndrome (akibat ketidak
mampuan bayi mengkonjugasi kloramfenikol)
• Tidak direkomendasikan untuk ibumenyusui karena
dikhawatirkan berpenetrasi keairsusuibu
• Menurunkan absorbsi intestinal vitB12
• Memerlukan tambahan konsumsimakanan yang
mengandung riboflavin, piridoksindan vit B12.
16
13 Coamoksiklav Coamoksiklav cenderung menyebabkan diarea kibat
antibiotik dibandingkan amoksisilindan infeksi C. difficile.
Hindari digunakan pada pasien beresiko terinfeksi C.
difficile, misalnya pasien berusia > 65tahun,pasien yang
menggunakan proton pump inhibitor (PPI) atau pasien yang
baru saja dirawat diRS.
17
g. Pemantauan Efek Samping Obat Antibiotik
Pemantauan terhadap tanda keberhasilan dan kegagalan terapi dapat dilakukan
setelah 72 jam dengan melihat data klinis (pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital)
serta data penunjang (hasil pemeriksaan mikrobiologi dan data laboratorium) yang
ada.
18
5. Vankomisin Efek samping:
• Otot oksisitas ; hanya jika digunakan bersama dengan ototoksin,
misalnya aminoglikosida dan makrolid
• Nefrotoksisitas: sedikit hingga tidak bersifa nefrotoksisitas. Dapat
meningkatkan nefrotoksisitas aminoglikosida.
• Hipotensi, flushing : terkait dengan infus cepat vankomisin. Lebih
umum terjadi pada peningkatan dosis.
• Flebitis: memerlukan pengenceran volume besar.
19
BAB IV
DOKUMENTASI
A. TABEL REKONSTITUSI ANTIBIOTIK
20
21
22
23
24
25
B. TABEL KOMPATIBILITAS ANTIBIOTIK DENGAN LARUTAN INFUS
26
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/ MENKES/ PER/ XII/
2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.
27