Anda di halaman 1dari 10

1.

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia No. Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara

Distribusi Obat Yang Baik (CDOB), Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah

suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). CDOB berisi tentang cara distribusi atau

penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur

distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.

Ruang lingkup Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) meliputi obat, bahan obat

dan produk biologi termasuk vaksin yang digunakan untuk manusia (BPOM, 2012 b).

Selain Pedagang Besar Farmasi (PBF), Instalasi Sediaan Farmasi yang

menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/ atau bahan obat

juga wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB.

Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk aspek

pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan/ atau bahan obat

dalam rantai distribusi. Aspek dalam CDOB 2012meliputi:

ManajemenMutu

Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung

jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan.

Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan atau bahan obat dan integritas

rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus

ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses
distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem

mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu

merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi (BPOM, 2012b).

Organisasi, Manajemen, dan Personalia

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi

obat dan atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang

menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan

semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-

masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus

memahami prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan harus menerima

pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.

Manajemen puncak di fasilitas distribusi menunjuk seorang penanggung jawab yaitu

seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi. Penanggung jawab harus

memastikan bahwa fasilitas distribusi telah menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik

(CDOB) dan memenuhi pelayanan publik (BPOM,2012b).

Bangunan danPeralatan

Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin

perlindungan dan distribusi obat dan atau bahan obat. Bangunan harus dirancang dan

disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat

dipertahankan. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan atau bahan obat yang

menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, yaitu obat dan atau bahan obat
yang diduga palsu, dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, ditarik, dan

yang sudah kadaluarsa dengan obat dan atau bahan obat yang akan disalurkan (BPOM,

2012b)

Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan

bahwa identitas obat dan atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai

dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Fasilitas distribusi juga harus

menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber

obat dan atau bahan obat yang diterima berasal dari industri farmasi dan atau fasilitas

distribusi lain yang mempunyai izin. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan risiko obat

dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi resmi (BPOM, 2012b).

InspeksiDiri

Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan

terhadap pemenuhan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan untuk bahan tindak

lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan (BPOM, 2012b). Inspeksi diri

dilakukan secara berkala pada waktu yang telah ditetapkan oleh fasilitas distribusi.

Keluhan, Obat dan/ atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali

Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan atau bahan obat berpotensi

rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis. Obat dan

atau bahan obat yang akan dijual kembali harus melalui persetujuan dari personil yang
bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Koordinasi diperlukan dari setiap

instansi, industri farmasi dan fasilitas distribusi dalam menangani obat dan atau bahan

obat yang diduga palsu. Harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan

keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak

yang berwenang (BPOM, 2012b)

Transportasi

Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai.

Obat dan atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan

informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup

transportasi melalui darat, laut, udara, atau kombinasi di atas. Apapun moda transportasi

yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan atau bahan obat tidak mengalami

perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis

risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi (BPOM,2012b).

Fasilitas Distribusi BerdasarkanKontrak

Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima

kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. Cakupan

kegiatan kontrak, terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat dan mutu obat dan

atau bahan obat,yaitu:

Kontrak antar fasilitasdistribusi

Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi,

pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. (BPOM, 2012b).


Dokumentasi

Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu.

Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan

untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah batch, instruksi, prosedur.

Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan,

penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis, dan dokumen lain yang

terkait dengan pemastian mutu (BPOM, 2012b).

Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik

(CDOB) dapat dikenai sanksi administratif, yaitu:

Peringatan tertulis,

Penghentian sementara kegiatan,

Pencabutan Sertifikat CDOB (BPOM,2012b).

Distribusi Obat

Distribusi adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan meliputi pengadaan,

pembelian, penyimpanan, penyaluran, importasi, eksportasi obat dan atau bahan obat,

tidak termasuk penyerahan obat langsung kepada pasien (BPOM, 2012 b). Menurut

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian Pasal 14 Ayat 1, “Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan

Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggungjawab”

(Kemenkes, 2009a).
Jalur distribusi obat pada umumnya diawali dari industri farmasi kemudian

disalurkan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pedagang Besar Farmasi (PBF)

kemudian akan menyalurkan atau mendistribusikan obat pada PBF cabang, apotek,

instalasi farmasi rumah sakit, balai pengobatan, dan gudang farmasi. Untuk narkotik dan

psikotropika memiliki jalur distribusi sendiri.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika menyebutkan bahwa Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan

narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu, apotek, sarana penyimpanan

sediaan farmasi pemerintah tertentu dan rumah sakit. PBF tertentu hanya dapat

menyalurkan narkotika kepada PBF tertentu lainnya, apotek, sarana penyimpanan

sediaan farmasi pemerintah tertentu, dan lembaga ilmu pengetahuan. Untuk sarana

penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika

kepada rumah sakit pemerintah, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan

pemerintah tertentu. Sedangkan untuk narkotika golongan I hanya dapat disalurkan oleh

PBF tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan (Kemenkes,2009b).

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997

menyatakan penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat kepada

Pedagang Besar Farmasi (PBF), apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi

Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan. PBF

dapat meyalurkannya kepada PBF lain, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi

Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan. Sarana

penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah dapat menyalurkannya kepada puskesmas dan


balai pengobatan. Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan

PBF kepada lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan saja (Kemenkes,1997).

Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 tentang standar

pelayanan kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu,

tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan

kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus

sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (Kemenkes,2004).

Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.

Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan

untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan yang termasuk pekerjaan

kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,

pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Kemenkes, 2004).

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh

yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau

produksi obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah memiliki izin

edar (BPOM, 2012b).


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1027 tahun 2004 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek, apotek haruslah berlokasi pada daerah yang

dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Halaman apotek terdapat papan petunjuk yang

dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota

masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari

aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal ini berguna untuk menunjukkan

integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahanpenyerahan.

Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk

memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya.

Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga atau pest. Apotek memiliki suplai

listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki :

Ruang tunggu yang nyaman bagipasien,

Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau

materiinformasi,

Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi

serta lemari untuk menyimpan catatan medikasipasien,

Ruangracikan,

Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. (Kemenkes,2004)

Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat

dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan

cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang
telah ditetapkan. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi:

Perencanaan,

Pengadaan, untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan

farmasi harus melalui jalurresmi,

Penyimpanan danpelayanan,

Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus

dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah

baru. Informasi tersebut minimal berisi nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua

bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan

bahan.

Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expired first

out) (Kemenkes,2004).

Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan

kegiatan administrasi yang meliputi :

AdministrasiUmum,

Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

AdministrasiPelayanan,

Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, dan

pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat (Kemenkes,2004).


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan no. 922/Menkes/per/1993 Tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, apoteker wajib menyediakan,

menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin

keabsahannya. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang tidak dapat digunakan karena

rusak atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan dibakar atau ditanam atau cara

lain yang ditetapkan Dirjen POM Pemusnahan tersebut harus dilakukan apoteker

pengelola apotek atau apoteker pengganti dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang

karyawan apotek. Pemusnahan narkotika wajib mengikuti ketentuan perundang-

undangan yang berlaku (Anief,2000).

KERANGKAKONSEP

Gambar 1. Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai