Anda di halaman 1dari 29

JOURNAL READING

MANAJEMEN PLASENTA PREVIA AKRETA

Disusun oleh :

Diko H. Saragih 130100397


Zuriel I. Natan 130100291
Nandini 130100398
Mevira B. Yanuar 130100278
Saqinah 130100223

Supervisor :
dr. Marwan Indamirsah, M.Ked(OG), Sp.OG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan refarat ini dengan judul “Manajemen
Plasenta Previa Akreta”. Penulisan refarat ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada dr. Marwan Indamirsah, M.Ked(OG), Sp.OG selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian refarat ini. Dengan
demikian diharapkan refarat ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa penulisan refarat ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan
dalam penulisan selanjutnya.

Medan, 23 Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

1.3. Manfaat Penulisan ......................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

2.1. Persiapan Manajemen Operasi Pada Plasenta Invasif ................................... 3

2.2. Keterlibatan Tim Medis Multidisiplin ........................................................... 4

2.3. Waktu Persalinan ........................................................................................... 7

2.4. Memaksimalkan Hemoglobin Preoperatif ..................................................... 8

2.5. Meminimalisir Trauma Urologi yang Tidak Sengaja .................................... 8

2.6. Pertimbangan Selama Intraoperatif ............................................................. 10

2.7. Tipe-tipe Insisi ............................................................................................. 11

2.8. Teknik Konservatif Darah ........................................................................... 12

2.8.1. Asam Traneksamat ...................................................................................... 12

2.8.2. Oklusi dengan Baloon Kateter .................................................................... 13

2.8.3. Ligasi Arteri Iliaka Interna .......................................................................... 14

2.8.4. Pelepasan Plasenta ....................................................................................... 15

2.9. Teknik Histerektomi .................................................................................... 16

2.9.1. Total Versus Subtotal Histerektomi............................................................. 16

2.9.2. Teknik Operasi Lainnya .............................................................................. 16

iii
2.9.3. Histerektomi Lambat yang Terencana ........................................................ 17

2.10. Rekomendasi................................................................................................ 17

2.11. Strategi Manajemen Pasien dengan Plasenta Akreta yang Menjalani


Terminasi Kehamilan Trimester Kedua....................................................... 20

BAB 3 KESIMPULAN ....................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kelainan placenta accreta (PA) adalah kondisi patologis yang langka namun
berbahaya dimana terjadinya invasi plasenta secara abnormal ke myometrium,
organ berdekatan lainnya (seperti kandung kemih dan rektum) dan broad ligament
walaupun jarang. Insidensi dari kelainan PA semakin meningkat dan terlihat paralel
dengan angka peningkata operasi sectio caesarea. Secara klinis, jumlah terminasi
kehamilan pada trimester kedua dengan kelainan PA rekuren juga semakin
meningkat. Rashbaum et al. melaporkan bahwa insidensi plasenta akreta yang
dijumpai pada saat evaluasi trisemester kedua adalah 0.04% pada tahun 1995, sama
dengan yang terjadi pada trisemester ketiga. Frekuensi yang lebih tinggi (2.3%)
dilaporkan pada penelitian oleh Morroti pada 2012. Menurut beberapa laporan
kasus, perdarahan masif, ruptur uterus spontan atau histerektomi dapat terjadi pada
saat terminasi kehamilan trisemester kedua dengan kelainan PA, sama dengan
pasien yang melahirkan dengan kelainan PA. Meskipun demikian, banyak pasien
dengan kelainan PA pada trimester kedua memiliki keinginan kuat untuk kembali
hamil. Histerektomi tidak dapat diterima dengan mudah pada kelompok pasien ini
dan cedera pada endometrium harus dapat dihindari. Hal klinis yang unik ini dapat
menempatkan dokter pada posisi yang sulit pada saat tindakan terminasi.

Selama lebih dari setengah abad setelah serangkaian kasus pertama plasenta
akreta dilaporkan pada tahun 1937, pendekatan terutama dan yang paling sering
dikerjakan sebagai tatalaksananya adalah histerektomi. Pendekatan ini memiliki
keuntungan mengurangi risiko langsung perdarahan mayor yang terkait dengan
plasenta akreta pada saat tidak tersedia transfusi darah. Selama dua dekade terakhir,
berbagai pilihan konservatif untuk pengelolaan gangguan plasenta akreta (PA) telah
berevolusi, masing-masing dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi, dan
peripartum dan komplikasi sekunder.

1
2

Dalam tinjauan sistematis terbaru dan meta analisis dari hasil penelitian
mengenai plasenta previa akreta yang terdiagnosis sebelum lahir, 208 dari 232
(89,7%) kasus ditatalaksana histerektomi elektif atau emergensi. Sebagai akibat
dari kurangnya uji klinis acak, manajemen optimal kasus PA tetap tidak terdefinisi
dan akhirnya, manajemen kasus PA tetap ditentukan berdasarkan kapasitas untuk
mendiagnosis plasenta invasif sebelum operasi, pendapat para ahli, kedalaman
invasi vili, dan gejala yang muncul. Dalam kasus kecurigaan yang tinggi untuk
gangguan PA selama persalinan sesar, mayoritas anggota Society for Maternal-
Fetal Medicine (SMFM) akan melanjutkan dengan histerektomi dan hanya 15% -
32% melaporkan manajemen konservatif.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari refarat ini adalah untuk menguraikan teori-teori tentang plasenta
previa akreta dan manajemen terbaru dalam tatalaksana kasus tersebut. Penyusunan
refarat ini juga sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat Penulisan


Refarat ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan pemahaman
penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami tentang
manajemen kasus plasenta previa akreta.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persiapan Manajemen Operasi Pada Plasenta Invasif


Histerektomi sesar dalam penanganan kasus PA dapat menjadi tantangan
karena berbagai kasus kelahiran dengan seksio sesar sering muncul dengan adanya
perlengketan panggul, segmen bawah uterus yang tipis dan hipervaskular, plasenta
in-situ dengan ukuran besar dan neovaskularisasi panggul dalam, serta
kemungkinan invasi ke kandung kemih, usus, serviks, dan parametrium dalam
kasus plasenta perkreta. Risiko utama yang terkait dengan PA adalah perdarahan
obstetrik masif, yang mengarah ke komplikasi sekunder termasuk koagulopati,
kegagalan organ multisistem, dan kematian (Tabel 1).

Risiko bedah meningkat dengan sejauh apa kedalaman invasi plasenta,


dengan wanita yang mengalami plasenta perkreta lebih mungkin membutuhkan
produk darah tambahan, mengalami cedera urologis, dan memerlukan perawatan
unit intensif dibandingkan wanita dengan plasenta creta (vera atau adherenta).
Diagnosis prenatal yang akurat, perencanaan yang matang, dan komunikasi yang
erat sangat penting, termasuk pembentukan tim bedah khusus untuk melaksanakan
rencana perawatan yang aman bagi pasien dengan PA.

Tabel 1 Komplikasi Berkaitan dengan Operasi Plasenta Akreta


KOMPLIKASI
Kehilangan darah rata-rata 2–3 L
Jumlah rata-rata transfuse darah Packed Red Cell 3.5–5.4 L
Transfusi darah >10 L 5%–40%
Trauma kandung kemih 7%–48%
Trauma ureter 0–18%
Perawatan ruang intensif 15%–66%

3
4

Trauma/obstruksi usus 2%–4%


Tromboemboli vena 4%
Infeksi luka operasi 18%–32%
Operasi ulang 4%–18%
Kematian ibu 1%–7%

2.2. Keterlibatan Tim Medis Multidisiplin


Beberapa studi kohort retrospektif tentang PA mendokumentasikan
penurunan morbiditas ibu ketika perawatan disediakan di pusat-pusat unggulan.
Ciri khas dari pusat-pusat unggulan tersebut tercantum pada Tabel 2. Meskipun
komponen yang tepat dari rencana perawatan dapat bervariasi dari pusat ke pusat,
aspek umum tetaplah berupa rencana perawatan khusus dan tim multidisipliner
dengan keahlian bedah yang mampu mengelola kompleksitas kasus PA. Studi
kohort terbaru menunjukkan bahwa wanita yang ditangani oleh tim multidisiplin
cenderung tidak memerlukan transfusi darah volume besar, perawatan unit
perawatan intensif, dan operasi ulang dalam 7 hari setelah persalinan dibandingkan
dengan manajemen oleh perawatan obstetrik standard tanpa protokol spesifik.
Setiap komponen dalam rencana perawatan itu penting.

Dalam tinjauan grafik prospektif Kanada dari 33 pasien dalam perawatan tim
medis multidisiplin, peningkatan penggunaan komponen tim multidisiplin secara
bertahap secara bermakna dikaitkan dengan penurunan morbiditas komposit, yang
menunjukkan nilai aditif setiap komponen perawatan. Jumlah kasus per tahun yang
cukup untuk mempertahankan pengalaman tim medis multidisiplin sangat penting.
Keahlian bedah dalam operasi panggul kompleks adalah prinsip inti untuk
manajemen kasus gangguan PA.

Sebuah kohort retrospektif pusat tunggal dari 98 kasus gangguan PA yang


dikonfirmasi secara histologis menunjukkan bahwa kasus-kasus di mana onkologis
ginekologi sedang bertugas tetapi tidak di ruang operasi memiliki tingkat
kehilangan darah dan transfusi yang lebih tinggi daripada ketika onkologi muncul
pada onset kejadian. Ini mendukung kehadiran awal seorang ahli dengan
5

pengalaman khusus dalam bedah cesar untuk gangguan PA dan khususnya dalam
kasus plasenta percreta. Ini biasanya, tetapi tidak selalu, seorang ahli bedah
ginekologi dan bergantung pada susunan tim multidisiplin. Dalam konteks ini, jika
pendekatan "panggilan jika diperlukan" tidak dapat diterima maka ketersediaan
perawatan ahli tim multidisiplin setiap saat harus dipastikan. Pendekatan ini sangat
penting dalam kasus plasenta percreta dengan invasi organ panggul sekitarnya
seperti kandung kemih. Dengan menggunakan data dari registri Sistem Pengawasan
Kebidanan Kerajaan Inggris, sebuah penelitian cross-sectional berbasis populasi
menemukan bahwa hampir setengah (49%) dari wanita yang membutuhkan
transfusi masif didiagnosis dengan gangguan PA dan 34% dari mereka akan datang
di luar jam kerja.

Tabel 2. Komponen Tim Multidisiplin pada Pusat-pusat Unggulan


Akses universal ke tim multidisiplin 24/7 akses ke tim perawatan untuk
memberlakukan rencana perawatan
dalam situasi yang urgensi/emergensi

Rencana perawatan standar Rencana perawatan yang konsisten dan


standar harus ditetapkan, ini dapat
dibantu oleh penggunaandaftar periksa
untuk perawatan guideprenatal,
intrapartum dan postpartum

Keahlian radiologis untuk diagnosis Ultrasound dan / atau MRI

Spesialis obstetri/maternal-fetal yang Untuk diagnosis prenatal, prepartum,


berpengalaman intrapartum, dan manajemen pascalahir

Ahli bedah untuk operasi kompleks Keterampilan untuk diseksi


(ginekologi onkologi, ahli bedah retroperitoneal, ureterolysis, ligasi
panggul, urogynecologist) arteri iliaka internal, penempatan stent
ureter
6

Unit perawatan intensif neonatus dan Untuk mengelola baik persalinan


neonatalogis prematur terencana dan kelahiran
prematur yang tidak direncanakan

Unit perawatan intensif dewasa dan Unit perawatan intensif bedah dan
intensivist medis untuk perawatan pasca operasi
sesuai kebutuhan

Kapasitas transfusi masif Akses ke produk darah/bank, protokol


transfusi masif, obat transfusi,
spesialis/ahli patologi bank darah

Keahlian bedah tambahan bila Manajemen komplikasi: reimplantasi


diperlukan: urologi, bedah vaskular, ureter, reseksi usus,cedera vaskular
dokter bedah umum, ahli bedah trauma

Radiologi intervensional Untuk kemungkinan penempatan balon


intravaskuler atau arteri selektif pasca
operasi embolisasi

Penghemat sel dan perfusionis Jika tersedia, mungkin biaya dapat


dihemat tergantung pada frekuensi
transfusi darah allogenic

Secara keseluruhan, tim multidisiplin menunjukkan peningkatan


berkelanjutan dalam keselamatan pasien dengan meningkatnya pengalaman dan
perubahan reflektif dalam rencana perawatan. Suatu penelitian dari 118 kasus
gangguan PA yang membandingkan dua periode waktu yang berurutan melaporkan
pengurangan dalam perkiraan kehilangan darah, proporsi perempuan yang
menerima transfusi darah, proporsi transfusi darah dengan volume besar, dan
penggunaan protokol transfusi darah masif dari waktu ke waktu. Namun, perbaikan
pada morbiditas ibu hanya ditunjukkan untuk kasus increta dan percreta, menyoroti
pentingnya pengalaman tim multidisiplin dalam tatalaksana PA yang kompleks dan
7

lebih invasif. Waktu operasi dengan tim multidisiplin mungkin jauh lebih lama.
Pembedahan di satu pusat adalah 260 ± 68 menit dengan tim dan 181 ± 57 menit
dengan tidak adanya tim multidisiplin, kemungkinan sebagai akibat dari
memperkenalkan lebih banyak aspek perawatan.

2.3. Waktu Persalinan


Sebuah studi melaporkan waktu persalinan yang sebenarnya masih
bertentangan dan waktu persalinan yang optimal untuk wanita dengan PA tetap
tidak pasti. Saat ini, masih belum ada bukti yang cukup untuk menentukan usia
kehamilan optimal yang tepat untuk persalinan terencana. Pusat yang berbeda telah
menerbitkan berbagai protokol dengan rekomendasi mulai dari 34 hingga 36
minggu sampai 36-38 minggu usia kehamilan untuk persalinan yang direncanakan.
Mayoritas kasus gangguan PA sekarang terkait dengan plasenta previa, dan dengan
demikian semakin meningkat usia kehamilan akan meningkatkan kemungkinan
peningkatan perdarahan prepartum mayor. Proses melahirkan non-emergensi yang
terjadwalkan menghasilkan penurunan yang signifikan dalam morbiditas ibu karena
PA. Komplikasi yang berkaitan dengan kehilangan darah lebih rendah pada kasus
non-emergensi dibandingkan yang emergensi. Hal ini menjadi pertimbangan untuk
melakukan penjadwalan operasi pada preterm 35-36 minggu atau 37 minggu
sebagai mekanisme untuk menghindari kebutuhan operasi darurat dari 23% menjadi
64% tanpa efek buruk pada neonatus.

Tidak ada peran untuk menilai kematangan paru janin dengan amniosentesis
dan sedikit manfaat diperoleh dari manajemen hamil di luar 37 minggu. Sebuah
penelitian kohort retrospektif terhadap 77 wanita dengan gangguan PA yang
dicurigai menemukan bahwa wanita yang melahirkan sebelum tanggal persalinan
yang direncanakan secara signifikan lebih mungkin untuk mengalami perdarahan
prepartum sebelumnya. Interval untuk proses melahirkan lebih lanjut menurun
ketika perdarahan dikaitkan dengan ketuban pecah prematur dini (PPROM). Secara
keseluruhan, pada wanita dengan episode perdarahan prepartum, terutama
berulang, PPROM, dan kontraksi, kelahiran prematur yang direncanakan mungkin
8

diperlukan. Risiko persalinan mendesak untuk kesehatan ibu harus diimbangi


dengan komplikasi neonatus yang terkait dengan kelahiran prematur yang lambat.

2.4. Memaksimalkan Hemoglobin Preoperatif


Karena risiko perdarahan yang diantisipasi saat persalinan, optimalisasi
preoperatif hemoglobin sangat penting. Prevalensi anemia pada kehamilan
mungkin setinggi 38%, dengan mayoritas disebabkan oleh defisiensi zat besi.
Perempuan di negara-negara berpenghasilan rendah bahkan berisiko lebih tinggi
karena kekurangan gizi dan / atau penyakit yang sudah ada sebelumnya seperti
malaria atau anemia sel sabit. Koreksi anemia defisiensi besi prenatal merupakan
pertimbangan penting dalam pengelolaan gangguan PA. Terapi besi oral atau
intravena jika tersedia harus diberikan jika anemia defisiensi besi dikonfirmasi.
Terapi besi intravena aman pada kehamilan dan telah dibuktikan untuk
memperbaiki anemia pada lebih banyak wanita daripada besi oral. Selain itu, efikasi
dengan terapi intravena dosis tunggal adalah mungkin. Ada beberapa pusat di mana,
sumber daya memungkinkan, terapi erythropoietin dikombinasikan dengan
pengobatan besi intravena bersamaan.

2.5. Meminimalisir Trauma Urologi yang Tidak Sengaja


Dalam tinjauan sistematis teknik bedah yang digunakan untuk PA, tingkat
keseluruhan cedera saluran kemih yang tidak disengaja pada histerektomi
peripartum adalah 29% (83/285) - lebih tinggi daripada tingkat histerektomi untuk
indikasi ginekologi lainnya. Tujuh puluh delapan persen cedera melibatkan
kandung kemih, sedangkan 17% melibatkan ureter. Modifikasi teknik bedah
memiliki kemampuan untuk mengurangi cedera saluran kemih dibandingkan
dengan histerektomi standar. Secara khusus, penempatan stent ureter sebelum
operasi dapat mengurangi risiko cedera saluran kemih dari 33% hingga 6%. Pada
pemasangan stent ureter, penilaian cystoscopic juga dapat mengevaluasi bukti
invasi kandung kemih oleh plasenta. Penggunaan stent yang tidak konsisten di
seluruh studi dianggap berasal dari preferensi ahli bedah. Stent ureter atau kateter
lebih umum digunakan di Amerika Serikat di mana 26,2% -35% spesialis
kedokteran fetomaternal dan 26,3% dari peserta ACOG menggunakannya dalam
9

pengelolaan gangguan PA. Membuka ruang retroperitoneal dan memvisualisasikan


ureter dapat membantu dan dapat mencegah kerusakan ureter yang tidak disengaja.

Gejala klinis invasi kandung kemih jarang terjadi. Dalam tinjauan literatur
yang diterbitkan termasuk 20 kasus invasi kandung kemih, hanya seperempat
disajikan dengan hematuria makroskopik. Oleh karena itu, paling umum,
cystoscopy pra operasi dan penempatan ureter stent direkomendasikan ketika invasi
kandung kemih dicurigai pada pencitraan prenatal. Kesan besar dari invasi plasenta
dikaitkan dengan cedera urologi. Untuk plasenta perkreta dengan keterlibatan
kandung kemih, beberapa penulis merekomendasikan sistotomi, identifikasi
jaringan vili perkreta, dan eksisi kandung kemih yang terlibat daripada melakukan
diseksi yang sulit.

Faktor utama lain untuk menghindari cedera saluran kemih adalah untuk
menghindari perdarahan intraoperatif, yang akan membatasi visibilitas dan
menciptakan urgensi untuk diseksi kandung kemih. Cedera urologi telah terbukti
meningkat ketika kehilangan darah intraoperatif yang lebih besar. Diseksi kandung
kemih pertama, sebelum melahirkan, telah ditunjukkan untuk memberikan waktu
yang cukup untuk mengidentifikasi dan menciptakan bidang vesicouterine sebelum
operasi perdarahan selamaa intraoperatif, yang akan membuat identifikasi jaringan
yang berbeda menjadi lebih sulit. Khususnya, pada beberapa kasus plasenta
perkreta, banyaknya pembuluh darah yang baru terbentuk mungkin menyulitkan
diseksi kandung kemih dan menyebabkan perdarahan hebat.

Dalam kasus-kasus di mana ada invasi anterior dan lateral yang luas atau
penonjolan rahim yang menipis keluar ke lateral dinding pelvis, mengadopsi
pendekatan posterior memungkinkan devaskularisasi rahim secara bertahap dan
dapat memudahkan dalam histerektomi. Menempatkan pasien dalam posisi litotomi
meningkatkan evaluasi jumlah perdarahan intraoperatif. Mengisi kandung kemih
sebelum prosedur bedah membantu dalam diseksi segmen bawah dan
memungkinkan untuk cystotomy lebih mudah, bila diperlukan, dan deteksi lebih
baik dari serviks selama histerektomi total.
10

2.6. Pertimbangan Selama Intraoperatif


Pilihan teknik anestesi untuk kelahiran caesar di mana ada gangguan PA yang
diduga dengan risiko tinggi perdarahan signifikan harus dilakukan oleh tim anestesi
yang hadir. Keputusan ini antara anestesi umum dan neuraksial / regional dapat
dibantu melalui konsultasi aktif dengan tim multidisiplin yang lebih luas. Ada
beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan yang dapat mempengaruhi keputusan
ini (Tabel 3). Secara historis, kebanyakan pasien dengan gangguan PA dikelola
secara konservatif dengan anestesi umum, seperti yang dijelaskan dalam penelitian
retrospektif dari 26 rumah sakit bersalin di Israel. Baru-baru ini, pengalaman yang
lebih besar telah memungkinkan penggunaan epidural lebih sering dengan atau
tanpa spinal. Ketika dikelola dengan tepat dan dalam situasi elektif, sebagian besar
pasien dapat mentolerir operasi yang lama dan ekstensif dengan kehilangan darah
yang signifikan terkait menggunakan teknik ini.

Literatur internasional melaporkan risiko 8% -45% untuk mengubah dari


anestesi regional menjadi anestesi umum untuk kasus PA. Sebagian besar terjadi
ketika tidak ada kecurigaan sebelumnya pada gangguan PA dan diagnosis
dilakukan secara intraoperatif. Tingkat konversi tertinggi tampaknya terjadi di
negara-negara berpenghasilan rendah, yang juga memiliki tingkat kehilangan darah
yang dilaporkan lebih tinggi; oleh karena itu, anestesi umum dapat menjadi metode
awal pilihan dalam konteks ini.

Tabel 3. Faktor yang Dipertimbangkan Dalam Memilih Teknik Anestesi


Pilihan pasien
Kondisi fisik (BMI, gangguan pola nafas)
American Society of Anesthesiologist Score
Sumber daya yang tersedia
Anestesiolog berpengalaman
Efektifitas anestesi regional
Keadaan emergensi
Stabilitas hemodinamik
11

Kemampuan mengkoreksi pasien dalam shock hipovolemik


Kemampuan melakukan intubasi trakeal emergensi
Komorbiditas pasien
Komplikasi yang mungkin muncul
Benefit sekunder yaitu secara anestesi epidural dapat mengontrol nyeri
postoperatif

Beberapa penelitian telah melaporkan penurunan morbiditas terkait


perdarahan dan persyaratan transfusi darah pada kelahiran sesar dengan regional
dibandingkan dengan anestesi umum. Dari sini, suatu uji klinis acak secara khusus
dirancang untuk mempelajari wanita dengan plasenta previa termasuk akreta, dan
sementara itu menunjukkan bahwa persyaratan transfusi darah lebih besar pada
kelompok anestesi umum, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kehilangan
darah yang dilaporkan secara keseluruhan. Tidak ada perbedaan signifikan dalam
kehilangan darah atau volume transfusi darah antara anestesi regional dan umum
ditemukan pada kohort retrospektif baru dari 50 kasus plasenta akreta yang dikelola
oleh pusat-pusat unggulan Kanada.

Pemeriksaan pada neonatus, khususnya komplikasi pernapasan neonatus,


tampaknya lebih baik dengan penggunaan regional dibandingkan dengan anestesi
umum, terutama menghindari agen volatil yang melintasi plasenta.

2.7. Tipe-tipe Insisi


Menghindari plasenta pada saat dilakukan histerektomi sesar yang
direncanakan dapat mengurangi perdarahan yang terjadi; Oleh karena itu, sayatan
perut harus memungkinkan akses yang cukup ke rahim untuk memilih lokasi untuk
histerektomi di batas atas pinggir plasenta. Ultrasound preoperatif atau intraoperatif
dapat memungkinkan tim untuk memvisualisasikan margin atas dari plasenta yang
menentukan perencanaan baik insisi abdomen dan uterus.

Sebuah sayatan kulit melintang rendah yang memungkinkan akses ke bagian


bawah rahim mungkin memadai jika margin atas plasenta tidak naik ke segmen atas
rahim dan tidak ada histerektomi yang direncanakan. Namun, itu mungkin tidak
12

memberikan paparan yang cukup dalam kasus-kasus plasenta percreta. Jika


plasenta berada di anterior dan memanjang ke tingkat umbilikus, dan / atau
histerektomi direncanakan, sayatan kulit midline memungkinkan untuk insisi uterus
sisi atas yang melintang tinggi di atas margin atas plasenta atau lebih umum
histerektomi transversal fundus untuk kelahiran bayi. Jadi, sayatan midline
direkomendasikan oleh sebagian besar penulis untuk kasus PA yang didiagnosis
sebelum lahir atau pada saat persalinan caesar. Insisi Joel-Cohen (lebar 4-5 cm di
atas simfisis pubis) atau Cherney memperpanjang insisi melintang (transeksi otot
rektus pada penyisipan simfisis pubis atau sayatan vertikal fasia abdominalis) dapat
digunakan untuk menghindari insisi vertikal atau memungkinkan peningkatan
visibilitas, tetapi tidak ada data yang tersedia pada penggunaan jenis sayatan ini
dalam pengelolaan PA. Memanfaatkan pendekatan operasi janin untuk
histerektomi, baik dengan stapler uterus atau klem Smith-Opitz, dapat mengurangi
kehilangan darah secara dramatis tetapi ini hanya tersedia di beberapa pusat-pusat
unggulan di negara-negara maju.

2.8. Teknik Konservatif Darah


2.8.1. Asam Traneksamat
Asam traneksamat adalah agen antifibrinolitik hemostatik yang tersedia luas
yang menghambat pemecahan enzim fibrinogen dan fibrin oleh plasmin. Ini relatif
murah dan tersedia dalam bentuk tablet oral dan bentuk larutan suntik yang
memiliki masa simpan yang lama di bawah 30°C. Beberapa upaya internasional
telah dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menyelidiki asam traneksamat
pada trauma obstetrik dan perdarahan postpartum.

Baru-baru ini, uji coba terkontrol plasebo double-blind yang besar merekrut
lebih dari 20 000 pasien dengan perdarahan postpartum ke penelitian percobaan.
Studi ini menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan plasebo, pemberian
traneksamat secara signifikan mengurangi kematian karena perdarahan obstetrik
yang masif tanpa meningkatkan efek samping, termasuk tromboemboli.
13

Sebuah meta analisis terbaru dari sembilan percobaan yang melibatkan 2365
pasien mengkonfirmasi temuan ini, menunjukkan bahwa pemberian asam
traneksamat sebelum operasi sesar secara signifikan mengurangi kehilangan darah
intra dan pasca operasi dan transfusi darah tanpa peningkatan kejadian
thromboemboli. Setelah analisis ini, tiga lagi uji coba terkontrol plasebo telah
menunjukkan bahwa pemberian asam traneksamat segera sebelum sesar secara
signifikan mengurangi kehilangan darah intraoperatif yang dilaporkan dan
penurunan hemoglobin pasca operasi tanpa peningkatan efek buruk yang
merugikan ibu atau neonatus. Tidak ada uji yang secara khusus meneliti peran asam
traneksamat dalam manajemen bedah gangguan PA. Namun, kualitas bukti pada
perdarahan postpartum membenarkan penggunaannya dalam manajemen wanita
yang didiagnosis prenatal atau mengalami gangguan PA pada saat persalinan.

2.8.2. Oklusi dengan Baloon Kateter


Sejumlah besar penelitian, sebagian besar retrospektif, telah mengevaluasi
peran penempatan profilaksis oklusi dengan baloon kateter untuk mengurangi
perdarahan pada saat cesarean histerektomi untuk gangguan PA, dengan hasil yang
bervariasi. Alat-alat ini biasanya disisipkan oleh spesialis ahli radiologi
intervensional ke aorta, iliaka comunis, iliaka interna, atau arteri uterina dengan
bantuan fluoroskopik dan balon akan dikembangkan ketika perdarahan terjadi.
Banyak penulis menganjurkan penggunaannya, mengklaim terjadinya penurunan
volume perdarahan dan permintaan transfusi darah, dan meningkatkan visualisasi
di bidang bedah. Namun, penelitian lain gagal menunjukkan manfaat apa pun dan
mengkritik penggunaannya. Para penulis ini mengklaim bahwa baloon-baloon
oklusif tidak dapat mencegah perdarahan karena pasokan darah ke pelvis
dipertahankan oleh adanya kolateral selama kehamilan. Bahkan, mereka
mendalilkan bahwa inflasi empiris baloon-baloon ini dapat memperburuk
pendarahan dari pembuluh darah kolateral. Akhirnya, dengan adanya laporan
pecahnya pembuluh darah dan komplikasi terkait kateter thromboemboli
mempertanyakan rasio risiko-manfaat dari pemasangan baloon ini.
14

Uji coba terkontrol acak yang dirancang dengan baik diperlukan untuk benar-
benar menunjukkan keamanan dan kemanjuran dari perangkat ini dan untuk
menetapkan apakah pasien dengan gangguan PA akan memperoleh lebih banyak
manfaat (yaitu plasenta yang lebih invasif). Saat ini, bukti yang tersedia tidak cukup
untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang penggunaannya.

2.8.3. Ligasi Arteri Iliaka Interna


Keuntungan untuk pembedahan dengan pengikatan arteri iliaka internal mirip
dengan oklusi menggunakan baloon. Namun, dengan keterampilan yang tepat,
ligasi arteri iliaka internal memiliki manfaat tambahan bila tersedia di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana akses ke radiologi
intervensional mungkin terbatas.

Studi yang mengevaluasi keamanan dan efektivitas ligasi arteri iliaka internal
dalam kasus PA secara spesifik sangat sedikit. Dalam sebuah penelitian oleh Grace
Tan et al., 44% pasien menjalani ligasi arteri iliaka internal bilateral sebelum
histerektomi untuk plasenta akreta; Namun, persyaratan transfusi sama dengan
mereka yang tidak menjalani ligasi. Dalam studi yang lebih kecil dari 23 kasus, 15
di antaranya menjalani ligasi arteri iliaka internal, tidak ada perbedaan dalam
kehilangan darah atau kehilangan darah yang lebih besar dari 5 L ditunjukkan
dengan dan tanpa ligasi.

Penyelamatan sel autologus menawarkan cara untuk meminimalkan transfusi


sel darah merah alogenik pada pasien terpilih, seperti mereka dengan risiko tinggi
perdarahan obstetrik masif, konsentrasi hemoglobin pra operasi rendah, jenis darah
langka (misalnya Bombay), dan/atau mereka yang menolak produk tersebut
termasuk Saksi-saksi Yehuwa. Sementara penyelamatan sel dan retransfusi
dipandang sebagai penyelamatan sel autolog yang relatif mahal dan intensif, teknik
ini sekarang sedang diadopsi di banyak pusat kebidanan yang mengelola obat-
obatan PA, dengan penelitian observasional yang menunjukkan hasil yang lebih
baik dan mengurangi kebutuhan transfusi darah alogenik, tanpa meningkatkan hasil
yang merugikan. Mengenai analisis biaya, sebuah penelitian baru menunjukkan
15

bahwa penyelamatan sel intraoperatif selama kelahiran caesar untuk plasentasi


invasif membenarkan penggunaannya di mana probabilitas membutuhkan transfusi
sel darah merah dari dua unit adalah 75%.

Adalah penting bahwa kontaminan yang disedot dijaga ke minimum absolut,


termasuk cairan ketuban, vernix, mikroorganisme, darah janin, termasuk
hemostatik kontemporer. Ini mungkin tidak disaring secara memadai oleh peralatan
penyelamatan sel dan dapat diinfuskan kembali secara langsung ke dalam sirkulasi
ibu dengan komplikasi teoritis termasuk emboli, isoimunisasi dan trombosis.

2.8.4. Pelepasan Plasenta


Usaha untuk menghilangkan PA yang tidak terdiagnosis pada kelahiran sesar
diketahui menyebabkan perdarahan yang tidak terkontrol. Risiko-risiko ini menjadi
perhatian khusus ketika proses melahirkan berlangsung di lingkungan tanpa akses
darurat ke produk bank darah dan keahlian dalam mengelola PA. Sebuah penelitian
retrospektif terhadap 57 kasus gangguan PA yang dicurigai menunjukkan secara
signifikan mengurangi morbiditas jangka pendek jika plasenta dibiarkan di tempat
dan histerektomi dilakukan secara elektif dibandingkan dengan mencoba untuk
mengeluarkan plasenta terlebih dahulu. Dalam dua kohort retrospektif tambahan,
perawatan dalam tim multidisiplin dikaitkan dengan angka yang secara statistik
lebih rendah dari upaya pemindahan plasenta dan penurunan tingkat transfusi darah,
transfusi darah dengan volume besar, dan perkiraan kehilangan darah untuk
gangguan PA. Namun, pada pasien tertentu, pemeriksaan intraoperatif uterus pada
persalinan sesar memungkinkan uji coba pemisahan plasenta pada kasus gangguan
PA yang dicurigai tanpa peningkatan morbiditas. Penelitian ini memiliki tingkat
ketidakpastian gangguan PA yang tinggi (45/99) dan penulis tidak memberikan
rincian tentang kedalaman invasi plasenta.

Tanggapan terhadap survei oleh SMFM di Amerika Serikat menunjukkan


bahwa 60% mengupayakan pelepasan plasenta dengan pada kasus PA. Namun,
mereka yang lebih banyak berpengalaman dalam manajemen PA (sebagaimana
dinilai oleh jumlah kasus per tahun) jarang untuk mencoba melepaskan plasentanya.
16

Hal ini konsisten dengan bukti dari penelitian kohort retrospektif, menunjukkan
lebih sedikit upaya penghapusan plasenta oleh tim multidisiplin di pusat-pusat
unggulan.

Secara keseluruhan, dalam pengaturan histerektomi segera direncanakan


untuk kasua PA, tidak ada upaya pada pemisahan manual harus dilakukan karena
meninggalkan plasenta in situ dikaitkan dengan kehilangan darah yang lebih
rendah. Jika pemisahan parsial spontan terjadi, manajemen sesuai strategi terapi
konservatif dapat digunakan jika bagian akreta dari plasenta terbatas secara
mendalam dan lateral. Oleh karena itu, agen uterotonik tidak diberikan pada
histerektomi sesar untuk gangguan PA, kecuali pemindahan plasenta sudah dekat
atau pemisahan plasenta lengkap terjadi sehingga mengesampingkan gangguan PA.

2.9. Teknik Histerektomi


2.9.1. Total Versus Subtotal Histerektomi
Histerektomi total adalah metode bedah yang direkomendasikan untuk histerektomi
peripartum yang muncul karena potensi risiko keganasan yang berkembang di
serviks, kebutuhan sitologi serviks reguler, dan masalah terkait lainnya seperti
perdarahan atau keluarnya cairan. Para pendukung tindakan histerektomi subtotal
melaporkan adanya penurunan kehilangan darah, transfusi darah, komplikasi
perioperatif, dan waktu operasi yang lebih singkat. Namun, histerektomi subtotal
mungkin tidak efektif dalam manajemen plasenta increta atau percreta jika
keterlibatan serviks hadir dan histerektomi total harus menjadi pilihan yang lebih
dipertimbangkan dalam kasus ini. Selain itu, histerektomi subtotal belum terbukti
memberikan perlindungan terhadap cedera saluran kemih dibandingkan dengan
total histerektomi pada operasi PA.

2.9.2. Teknik Operasi Lainnya


Banyak pusat telah memodifikasi teknik bedah mereka dalam upaya untuk
meminimalkan perdarahan dan/atau untuk mengurangi cedera yang tidak disengaja
pada saluran kemih. Teknik-teknik ini melibatkan devaskularisasi awal dan
17

penggunaan perangkat sekali pakai seperti stapling atau perangkat pembungkus


pembuluh darah.

2.9.3. Histerektomi Lambat yang Terencana


Histerektomi sekunder atau yang direncanakan merupakan alternatif strategi
manajemen bedah "definitif" untuk gangguan PA. Histerektomi yang direncanakan
dapat dilakukan di mana invasi ekstensif (perkreta) dari struktur sekitarnya akan
membuat histerektomi sesar emergensi sangat sulit. Membiarkan beberapa resorpsi
dari plasenta, penurunan vaskularisasi dan involusi uterus didalilkan untuk
memfasilitasi operasi selanjutnya. Namun, ada risiko terkait koagulopati,
perdarahan, dan sepsis selama periode interim.

Histerektomi yang direncanakan dilakukan antara 3 dan 12 minggu


pascapersalinan dan banyak kasus melibatkan embolisasi arteri uterina pasca
operasi atau ligasi arteri iliaka internal dan dengan demikian efek samping mungkin
terjadi dan komplikasi sekunder. Kehilangan darah yang diperkirakan dalam
pendekatan bedah bertahap ini, termasuk melahirkan awal dan histerektomi
berikutnya, telah dilaporkan kurang atau mirip dengan pembedahan segera.
Menunda histerektomi pada kasus yang kompleks dapat mengurangi morbiditas
bedah lainnya. Dalam tinjauan sistematis tingkat cedera saluran kemih dengan
gangguan PA, tidak ada komplikasi urologi yang tidak disengaja yang dilaporkan
dalam sembilan kasus histerektomi yang tertunda; Namun, ini tidak signifikan
secara statistik jika dibandingkan dengan manajemen langsung. Sistotomi disengaja
dan kistektomi parsial masih diperlukan dalam tiga operasi kedua (33% dari kasus).

2.10. Rekomendasi
Rekomendasi untuk manajemen operasi non konservatif dapat dilihat pada
table 4 berikut ini.

Tabel 4. Rekomendasi Operasi Non Konsevatif dalam Tatalaksana Spektrum


Plasenta Akreta
18

Kualitas bukti
Ketersediaan
Rekomendasi dan kekuatan
Sumber Daya
rekomendasi
Wanita yang mengalami gangguan PA Tinggi Sedang dan kuat
dengan atau tanpa plasenta previa harus
melahirkan dengan terjadwalkan pada
Rumah Sakit unggulan dengan tim
multidisiplin dan rencana perawatan yang
berdedikasi
Rencana perawatan untuk wanita dengan Tinggi Sedang dan kuat
gangguan PA harus mencakup dukungan
logistik untuk akses ke bank darah, kapasitas
untuk melakukan operasi panggul yang
kompleks, fasilitas perawatan intensif
(dewasa dan neonatus), dan ahli anestesi
Dokter bedah dalam operasi panggul Semua Sedang dan kuat
kompleks harus tersedia selama proses
pembedahan
Proses kelahiran non emergensi yang Semua Lemah dan kuat
dijadwalkan dianjurkan untuk wanita dengan
gangguan PA karena berhubungan dengan
pengurangan komplikasi yang berhubungan
dengan kehilangan darah
Sistotomi yang disengaja dan eksisi kandung Semua Lemah dan kuat
kemih yang terlibat dapat dipertimbangkan
dalam kasus jaringan vili perkreta yang
melibatkan kandung kemih
19

Sebuah sayatan kulit midline harus Semua Lemah dan kuat


dipertimbangkan untuk kasus PA invasif dan
anterior low-lying placenta atau previa
accreta ketika margin superior berada di luar
segmen bawah uterus
Jika tersedia, asam traneksamat harus Semua Kuat dan tinggi
diberikan (1 g IV secara lambat atau 1000-
1300 mg secara oral) segera sebelum atau
selama bedah caesar pada kasus PA
Peran ligasi arteri iliaka internal bilateral Semua Lemah dan
pada saat histerektomi sesar untuk gangguan rendah
PA saat ini tidak jelas.
Ketika tersedia, penyelamatan sel dapat Tinggi Lemah dan kuat
dimanfaatkan atau berada di “stand-by”
selama kasus sesar untuk gangguan PA
Dengan tidak adanya pemisahan plasenta Semua Sedang dan kuat
spontan, plasenta harus dibiarkan in situ
untuk meminimalkan kehilangan darah
selama histerektomi sesar yang direncanakan
segera dan uterotonik tidak boleh digunakan.
Histerektomi total dengan plasenta in situ Semua Lemah dan kuat
lebih disukai daripada histerektomi subtotal
dalam kasus plasenta previa increta atau
percreta
Dalam kasus plasenta percreta dengan invasi Tinggi Lemah dan
panggul yang luas, histerektomi yang rendah
tertunda dengan plasenta in situ dapat
dipertimbangkan
20

2.11. Strategi Manajemen Pasien dengan Plasenta Akreta yang Menjalani


Terminasi Kehamilan Trimester Kedua
Hasil utama adalah preservasi uterus dan hasil sekunder adalah komplikasi
yang berhubungan tatalaksana konservatif. Strategi tatalaksana yang optimal
didefinisikan dengan preservasi uterus tanpa komplikasi berat yang berhubungan
dengan tatalaksana konservatif. Untuk pasien dengan kecurigaan diagnosis
kelainan PA prenatal, embolisasi arteri uterus (UAE) profilaksis dilakukan sebelum
terminasi kehamilan dengan adanya risiko perdarahan berat dan fetus yang
memiliki kemungkinan selamat yang rendah. Metode terminasi kehamilan pada
trimester kedua yaitu histerektomi dan metode medis. Histerektomi dilakukan pada
pasien dengan kelainan PA dan plasenta previa totalis dengan riwayat SC
sebelumnya atau perdarahan yang mengancam nyawa selama proses kelahiran.
Rivanol dan mifepristone dikombinasi dengan misoprostol digunakan untuk
terminasi kehamilan. Ligasi arteri uterus dan tampon balon intrauterus digunakan
selama histerektomi untuk mengurangi perdarahan. Jika perdarahan berat, ruptur
uterus atau kondisi mengancam nyawa lainnya terjadi. Histerektomi dilakukan
untuk menyelamatkan nyawa pasien. Untuk pasien dengan diagnosis postnatal, saat
pengeluaran plasenta yang sulit terjadi, pengeluaran secara paksa dihindari karena
adanya kemungkinan perdarahan yang serius. Terlepas dari diagnosis prenatal atau
postnatal dan partus pervaginam atau secara histerektomi, plasenta tetap dibiarkan.
Prosedur ini diartikan sebagai tatalaksana konservatif, yang dilakukan dengan
informed consent dari pasien dan dalam pengawasan ketat. Untuk membantu
lepasnya plasenta yang terimplantasi dan mengurangi resiko perdarahan berat serta
infeksi, kami meresepkan pengobatan adjuvan seperti UAE, kemoterapi
methotexrate (MTX), pengobatan tradisional Chinese dan mifepristone diikuti
dengan kuretase dengan bantuan USG. UAE digunakan untuk mencegah
perdarahan masif. Kemoterapi MTX (1 mg/kg) diberikan secara intramuskular pada
hari pertama, ketiga dan kelima setiap 2 minggu. Asam folat diberikan pada hari
2,4 dan 6 sebanyak 10-20% dari dosis MTX untuk mengurangi toksisitas. Jika
respons pasien terhadap MTX tidak cukup (nilai B-HCG berkurang secara lambat
atau banyaknya aliran darah pada implantasi plasenta dan dinding uterus), siklus
21

MTX tambahan direkomendasikan dengan interval 2 minggu. Sebagai tambahan,


dosis tunggal (50 mg/m2) MTX diberikan lewat infus transcatheter ke arteri uterus
bilateral sebelum UAE dengan partikel spons. Mifepristone (50 mg 2 kali sehari
selama 2 -3 hari) dan pengobatan tradisional Chinese juga diberikan sebagai
adjuvant untuk mempercepat ekpulsi dari sisa plasenta. Pengobatan tradisional
yang digunakan adalah formula herbal klasik bernama Sheng Hua Tang yang terdiri
dari Radix Angelica sinensis, Ligustici rhizoma, Semen Persicae, Zingiberis
rhizoma dan Radix glycyrrhizae. Di Cina, Sheng Hua Tang sering digunakan untuk
mengobati subinvolusi uterus dan sisa plasenta, dengan mekanisme potensial untuk
mengaktivasi aliran darah dan menghilangkan stasis darah.

Pasien diawasi secara ketat selama periode adjuvant. Profilaksis antibiotik


intravena atau oral diberikan untuk mencegah komplikasi infeksi. Kadar B-HCG,
darah lengkap, test koagulasi, biokimia, penanda infeksi, PCT, kultur darah dan
kultur sekresi vagina dan test lainnya dilakukan tiap minggunya. Pemeriksaan
sonographic serial dilakukan tiap 2 minggu untuk mengevaluasi aliran darah antara
plasenta yang terimplantasi dan miometrium dan juga volume plasenta reaidual.
Jika serum B-HCG berkurang menjadi normal atau mendekati normal (kurang dari
5 mIU/ml) dan adanya pengurangan signifikan pada volume plasenta, kuretase
dengan bantuan USG dilakukan untuk memperpendek waktu perawatan,
menghentikan perdarahan vagina ireguler, membantu menstruasi dan melegakan
bebas psikologis pada pasien.

Sangat penting namun sulit untuk mengobati PA trimester kedua karena


kesulitan diagnosis prenatal dan keinginan kuat pasien untuk kesuburan di masa
depan, yang menciptakan dilema bagi dokter kandungan. Diagnosis prenatal PA
sangat penting; berdasarkan diagnosis prenatal, keputusan klinis multidisiplin yang
tepat dapat meminimalkan potensi morbiditas dan mortalitas ibu. Untuk pasien
berisiko tinggi, MRI sering dilakukan ketika PA dicurigai berdasarkan pemeriksaan
ultrasound awal. MRI mungkin lebih akurat daripada USG jika gangguan PA
dicurigai pada plasenta posterior atau pada pasien dengan obesitas. MRI memiliki
22

akurasi prediktif yang tinggi dalam menilai kedalaman dan topografi invasi
plasenta, yang dapat membantu dokter menentukan strategi manajemen.

Persalinan pervaginam setelah terminasi kehamilan yang diinduksi secara


medis merupakan metode yang lebih disukai mempertimbangkan kemungkinan
rendahnya kelangsungan hidup janin pada trimester kedua bagi wanita yang
menginginkan kesuburan di masa depan. Histerektomi dilakukan hanya pada pasien
dengan gangguan PA dengan plasenta previa total dan persalinan caesar
sebelumnya atau pada mereka yang mengalami pendarahan berat yang mengancam
jiwa selama induksi persalinan. Jika plasenta yang tertanam tidak dapat dipisahkan
dari dinding uterus, membiarkan plasenta in situ dapat menjadi keputusan yang
bijaksana pada pasien dengan hemodinamik yang stabil dan tidak ada perdarahan
yang mengancam jiwa. Namun, membiarkan plasenta in situ dapat menyebabkan
infeksi, pendarahan yang terlambat berlangsung, histerektomi sekunder, dan
komplikasi potensial dari perawatan adjuvant. Oleh karena itu, pengawasan ketat,
termasuk berbagai tes dan pemeriksaan pencitraan, diperlukan untuk mendeteksi
komplikasi secara tepat waktu.

Morgan et al. melaporkan bahwa mifepristone dan misoprostol berhasil


digunakan pada pasien dengan gangguan PA pada aterm. Beberapa ahli telah
menggunakan terapi MTX untuk PA dan menyarankan bahwa terapi MTX efektif
terhadap proliferasi trofoblastik. Namun, tidak ada standar dosis yang
direkomendasikan untuk MTX pada kasus PA, dan cara pemberian, termasuk in
situ, infus intramuskular, intraumbilical dan uterine artery, bervariasi secara luas
menurut penulis. Sementara itu, beberapa studi dan tinjauan sistematis tidak
merekomendasikan penggunaan terapi MTX untuk manajemen konservatif. Peran
MTX dalam mengobati gangguan PA masih kontroversial karena fungsinya yang
tidak pasti dan kemungkinan efek samping, dan bukti tambahan tentang kemanjuran
dan keamanannya diperlukan. Selain itu, imunosupresi, komplikasi gastrointestinal,
pansitopenia, hepatotoksisitas, dan nefrotoksisitas dapat muncul dengan terapi obat
ajuvan.
23

Nilai serum β-HCG kembali normal meskipun sisa plasenta tersisa di rongga
uterus setelah pengobatan, menunjukan bahwa plasenta tidak lagi berfungsi; dalam
hal ini, kuretase di bawah panduan ultrasound biasanya direkomendasikan. Waktu
kuret yang tepat dapat ditentukan dari aliran darah antara plasenta dan dinding
rahim melalui scanning ultrasound dan tingkat serum β-HCG. Akibatnya, strategi
manajemen untuk pasien dengan gangguan PA yang menjalani terminasi kehamilan
pada trimester kedua harus komprehensif dan individual. Pasien harus diberitahu
tentang risiko, manfaat dan pilihan perawatan alternatif. Darah harus tersedia untuk
transfusi yang mungkin diperlukan dan kerjasama beberapa layanan yang mungkin
perlu dijamin.
BAB 3
KESIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa membiarkan plasenta in situ tampaknya


menjadi pilihan yang lebih disukai untuk pasien dengan PA yang menjalani
terminasi kehamilan pada trimester kedua dan tetap menginginkan kehamilan
berikutnya. Beberapa modalitas pengobatan adjuvant, baik tunggal ataupun
kombinasi, dapat membantu untuk pengeluaran atau penyerapan plasenta yang
tertanam di bawah pemantauan ketat.

Histerektomi tetap merupakan perawatan bedah definitif untuk gangguan PA,


terutama untuk bentuk invasifnya, dan histerektomi elektif primer adalah pilihan
teraman dan paling praktis untuk negara-negara berpenghasilan menengah kebawah
di mana diagnostik, tindak lanjut, dan perawatan tambahan tidak tersedia di negara
tersebut. Melalui penulisan makalah ini, penulis ingin memaparkan manajemen
terbaru dalam penatalaksanaan plasenta previa akreta.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Allen L, Jauniaux E, Hobson S, Papillon-Smith J, Belfort MA. FIGO consensus


guidelines on placenta accreta spectrum disorders: nonconservative surgical
management. Int J Gynecol Obstet 2018; 140: 281–290.
2. Cui R, Li M, Lu J, Bai H, Zhang Z. Management strategies for patients with
placenta accreta spectrum disorders who underwent pregnancy termination in
the second trimester: a retrospective study. BMC Pregnancy and Childbirth
(2018) 18:298.

25

Anda mungkin juga menyukai