Anda di halaman 1dari 30

I.

Pendahuluan
Pembangunan nasional di bidang ekonomi disusun dan dilaksanakan untuk
memajukan kesejahteraan umum melalui pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Dalam perspektif landasan konstitusional tersebut, perdagangan nasional Indonesia
mencerminkan suatu rangkaian aktivitas perekonomian yang dilaksanakan untuk
mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kegiatan perdagangan merupakan penggerak utama pembangunan perekonomian
nasional yang memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi, menciptakan
lapangan pekerjaan, meningkatkan ekspor dan devisa, memeratakan pendapatan, serta
memperkuat daya saing produk dalam negeri demi kepentingan nasional. Indonesia
terkenal sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, jika di laut ada ikan
begitupun di darat ada berbagai hasil alam baik tumbuh-tumbuhan, tambang dan hewan.
Semua sumber daya ini bernilai ekonomis, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan bangsa dan negara. Berbicara mengenai sumber daya alam yang ada di laut,
Indonesia sangat karena Indonesia sendiri terkenal sebagai negara maritim, mulai dari
ikan, cumi, rumput laut, dan berbagai jenis hasil laut lainnya. Menurut Food and
Agriculture Organization (FAO), Indonesia merupakan negara terbesar ke dua setelah
Cina dalam hal produksi perikanan tangkap.
Pada sektor kelautan khususnya komoditi lobster, Indonesia termasuk negara yang
kaya akan produksi lobster dibanding dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Lobster sendiri merupakan menu makanan yang dikenal cukup istimewa. Di samping
nilai jualnya tergolong tinggi, komoditas tersebut juga memiliki prestise di tengah-tengah
masyarakat, sehingga tak heran kalau restoran dan perhotelan kerap menjadikannya
sebagai salah satu menu utama untuk memanjakan lidah konsumennya.
Lobster pun dianggap memiliki prospek (masa depan) yang cerah akan tetapi
pembudidayanya masih sedikit. Lobster juga memiliki nilai jual yang tergolong fantastis,
karena untuk satu ekor dengan bobot yang hanya seberat 100 gram saja, lobster dapat
dihargai mulai dari Rp 150.000 hingga Rp 250.000. Selain itu, dalam hal permintaan,
lobster juga memiliki pangsa pasar yang sangat besar. Pasalnya, di samping terbuka
lebarnya pangsa pasar domestik, permintaan pasokan lobster ini juga berdatangan dari
mancanegara, bahkan jumlah permintaan yang sangat tinggi. Berkenaan dengan hal
tersebut, terjadi banyak penyimpangan pada sektor komoditi ekspor bibit lobster
khususnya lobster yang memiliki ukuran 8 cm dengan berat kurang dari 200 gram yang
menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
56/Permen-Kp/2016 tentang Larangan Penangkapan Dan/Atau Pengeluaran Lobster
(Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), Dan Rajungan (Portunus Spp.), untuk ukuran
lobster yang tergolong bibit di bawah 200 gram, tidak boleh diekspor, akan tetapi dalam
hal ini justru banyak terjadi kegiatan ekspor bibit lobster secara illegal yang dilakukan
oleh para eksportir lobster.
Penyelundupan akan bibit lobster ini tentu telah menyalahi izin berkenaan dengan
ketentuan ukuran lobster yang diperbolehkan untuk diekspor, yang dikeluarkan oleh
Kementrian Perikanan dan Kelautan yang dalam hal ini bekerjasama dengan Bea Cukai.
Dalam hal ini penulis membahas tentang proses pemberian izin pada perusahaan yang
melakukan pembudidayaan lobster yang sekaligus juga melakukan eskpor bibit lobster.
Akan tetapi yang terjadi, baik izin yang dikeluarkan oleh Kementrian Perdagangan dan
Perindustrian serta Kementerian Perikanan dan Kelautan, sebagai pintu gerbang kegiatan
ekspor – impor hasil kelautan, tetap terjadi penyelundupan bibit lobster. Penyelundupan
tersebut mengakibatkan kerugian negara karena tidak adanya pajak yang masuk ke kas
Negara. Disamping itu pula akan mengganggu keseimbangan ekosistem laut, karena bibit
lobster merupakan aset perikanan Indonesia yang tidak dimiliki oleh negara-negara di
Asia Tenggara lainnya, yang dapat menjadi komoditi yang menjajikan jika sudah siap
ekspor (lobster dewasa), kemudian juga merugikan para nelayan-nelayan kecil, yang
mana menjadikan permintaan terhadap lobster dewasa untuk komiditi ekspor akan
menurun.

II. Rumusan Masalah


1. Bagaimana bentuk pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemberi izin industri
dan perdagangan kepada penerima izin ?
2. Bagaimana prosedur pencabutan izin industri dan perdagangan, apabila terjadi
penyalahgunaan izin oleh pemegang izin yang bersangkutan?
III. Pembahasan
A. Bentuk pengawasan yang dilakukan pemberi izin industri dan perdagangan kepada
pemegang izin.
Perkembangan zaman yang selalu beriringan dengan berbagai perkembangan
ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya, menuntut masyarakat untuk serba
dinamis, terutama di bidang perekonomian yang menyumbang andil besar dalam
perkembangan sektor perindustrian serta perdagangan. Oleh karenanya muncul berbagai
usaha-usaha di bidang ekonomi dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
yang kian meningkat akan kebutuhan tertentu, yang disebabkan oleh perkembangan
zaman secara global di seluruh penjuru dunia, hal tersebut juga berdampak di Indonesia
khususnya di kota-kota besar, yang mengkibatkan kian menjamurnya perusahan-
perusahan industri dan perdagangan.
Banyaknya perusahaan yang berdiri di ibu kota atau kota-kota besar serta sentra
industri lainnya di Indonesia menghadirkan pemikiran dan anggapan bahwa mendirikan
badan usaha adalah perkara mudah. Hanya perlu modal, nama, dan lokasi untuk
mendirikan usaha tersebut. Faktanya, mendirikan badan usaha tidak semudah dengan
adanya tiga penunjang tersebut. Setiap pemilik usaha yang akan mendirikan usaha di
Indonesia diwajibkan oleh negara untuk memiliki perizinan. Tidak hanya satu, bahkan
ada tiga surat izin yang harus ada di tangan pemilik usaha agar usaha yang didirikan
menjadi sah di mata hukum dan dilindungi sepenuhnya oleh negara. Ketiga surat tersebut
adalah Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Izin Usaha Tetap (IUT), dan Izin Usaha
Industri (IUI).
a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
Surat Izin Usaha Perdagangan atau yang disingkat SIUP merupakan dokumen
perizinan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan yang berwenang kepada para
pemilik usaha, baik usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan
Perseorangan (PO), maupun Persekutuan Komanditer (CV).
Surat izin ini merupakan dokumen yang wajib dimiliki oleh semua pemilik usaha
yang sudah memiliki usaha atau pun baru ingin mendirikan usaha. Pasalnya, adanya
SIUP menjadikan usaha tersebut sah dan mendapat jaminan perlindungan secara hukum
dari negara. Tidak hanya itu, pemilik usaha pun bisa mengikuti berbagai tender, pameran
yang diadakan oleh pemerintah, juga ekspor dan impor.
Ada pun dasar hukum yang mewajibkan seluruh pemilik usaha memiliki SIUP
adalah Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
289/MPP/Kep/10/2001 Tentang Ketentuan Standar Pemberian Surat Izin Usaha
Perdagangan.

b. Izin Usaha Tetap (IUT)


Berbeda dengan SIUP yang diwajibkan untuk seluruh pemilik usaha baik skala
mikro, kecil, menengah, dan besar, Izin Usaha Tetap atau IUT adalah perizinan yang
dikhususkan untuk badan usaha berjenis Perseroan Terbatas (PT) yang berdiri dengan
tujuan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing
(PMA).
IUT dibuat dan dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
(BKPMD) atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Berdasarkan peraturan
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, BKPM
berwenang untuk memberikan IUT berdasarkan daerahnya masing-masing. Ini berarti,
jika penanaman modal berskala provinsi, maka diatur oleh provinsi, dan yang berskala
kota/kabupaten, maka diatur oleh regional tersebut.
Berdasarkan kewenangannya, pemerintahan provinsi berhak dalam pengaturan
perpanjangan izin para pekerja asing yang bekerja di wilayah kota/kabupaten yang masih
berada dalam lingkup satu provinsi. Sementara itu, pihak pemerintah kota/kabupaten
mengurus perizinan lokasi, izin mendirikan bangunan, perizinan undang-undang
gangguan, dan sertifikat tanah.

c. Izin Usaha Industri (IUI)


Izin usaha industri atau IUI merupakan perizinan yang dikhususkan untuk
perusahaan industri jenis tertentu, terutama perusahaan dengan tugas utama mengelola
berbagai kegiatan yang berhubungan dengan industri, seperti pengolahan bahan mentah,
bahan baku, bahan setengah jadi, hingga bahan jadi.
Dasar hukum adanya IUI diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1995
Mengenai Izin Usaha Industri dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 41/M-
IND/PER/6/2008 Mengenai Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Usaha Industri.
Kepemilikan izin itu tidak berlaku bagi usaha industri kecil, tetapi harus tetap terdaftar
dalam data pendirian usaha industri negara.
Selain IUI, pemilik usaha industri juga harus memiliki izin gudang jika memiliki
tempat penyimpanan yang masih satu kompleks dengan usaha industri tersebut. Sebelum
membuat IUI, pemilik usaha wajib memiliki Izin Prinsip yang bisa didapatkan melalui
tahapan Persetujuan Prinsip.
Dalam kegiatan budidaya lobster yang nantinya akan diperjualbelikan, adanya
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) selain untuk memenuhi persyaratan yang
dimintakan oleh pemerintah untuk dipenuhi oleh setiap badan ataupun perseorangan
supaya dapat menyelenggarakan kegiatan perdagangan, SIUP juga sangat diperlukan
untuk memperlancar birokrasi perdagangan, baik untuk ekspor-impor maupun permintaan
dalam negeri (lokal), yang mana dalam hal ini SIUP digunakan supaya pihak-pihak yang
hendak melakukan kegiatan usaha perdagangan saling mempercayai satu dengan yang
lain, karena SIUP tidak bisa hanya sembarangan diberikan kepada badan atau orang
tertentu begitu saja tanpa badan atau orang yang hendak melakukan usaha memenuhi
syarat yang telah ditentukan oleh pemerintah. SIUP sendiri merupakan sarana
perlindungan hukum karena dengan memiliki SIUP usaha perdagangan dari badan
maupun orang yang bersangkutan akan tercatat secara legal oleh pemerintah sehingga
akan terhindar dari tindakan penertiban, juga memiliki kekuatan hukum apabila ada
pihak-pihak yang dengan sengaja mengganggu jalannya usaha, kemudian SIUP juga
dapat digunakan sebagai syarat peminjaman usaha karena apabila badan usaha atau
perseorangan berkeinginan untuk meminjam modal ke bank wajib memilki SIUP, hal
tersebut dikarenakan merupakan salah satu syarat pengajuan kredit modal usaha. Selain
itu, SIUP juga dapat digunakan sebagai sarana promosi sekaligus meningkatkan
kredibilitas usaha, dengan memiliki SIUP maka akan menjadikan suatu perusahaan
tersebut akan dipercaya oleh masyarakat karena sudah terdaftar dan legal. Di luar itu
untuk adanya SIUP pun juga dapat digunakan oleh pemegang izin yang bersangkutan
untuk mengikuti aktivitas lelang.
Suatu perusahaan sangat dimudahkan dalam melakukan kegiatan operasional
perusahaannya, apabila sudah mengantongi SIUP yang diberikan oleh pemerintah. Ketika
pemerintah sudah memberikan SIUP kepada suatu perusahaan, artinya perusahaan
tersebut sudah memenuhi kualifikasi atau ketentuan-ketentuan untuk menjalankan suatu
usaha di bidang tertentu, mengingat SIUP tidak sembarang diberikan dan tidak mudah
didapat. Dalam hal ini, PT. Jaya Maritim Indonesia berdasarkan sumber
https://news.detik.com/berita/d-3298759/polda-metro-bongkar-gudang-eksportir-bibit-
lobster-ilegal-di-tangerang merupakan salah satu perusahaan besar yang bergerak pada
bidang industri pembudidayaan lobster sekaligus perdagangan lobster. PT. Jaya Maritim
Indonesia tentu telah mengantongi SIUP dan IUT sebelum perusahaan tersebut
melakukan kegiatan usahanya. PT. JMI beroperasi pada tahun 2015, di tahun yang sama
juga JMI mendapat SIUP dan IUT. Pada tahun 2015 JMI melakukan kegiatan industri dan
perdagangan lobster untuk pertama kalinya, namun setelah satu tahun beroperasi yakni
pada tahun 2016 JMI diketahui telah melanggar ketentuan Permen Kelautan dan
Perikanan RI Nomor 1/PERMEN-KP/2016 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting Dan
Rajungan bahwa ekspor bibit lobster ukuran di bawah 200 gram tidak boleh diekspor. Hal
ini dibuktikan ketika Polda Metro Jaya Jakarta membongkar sebuah gudang eksportir
bibit lobster (benih) ilegal milik PT.JMI di Pergudangan Parung Harapan Indah Blok
B1.2B/2 Pantai Indah Dadap di Jl Prancis Raya, Tangerang. Diketahui juga bahwa
dokumen pengiriman perusahaan ekspor ternyata illegal. Selain lobster, polisi juga
menyita barang bukti packing list pengiriman bibit lobster dari PT JMI ke luar negeri
serta koper yang digunakan untuk mengirimkan bibit lobster. Selama tahun 2016,
perusahaan tersebut sudah 27 kali mengirimkan bibit lobster ke luar negeri, diantaranya
Vietnam, Taiwan, Singapura dan China. Selama 27 kali pengiriman itu nilai penjualannya
mencapai USD 946.835 atau setara Rp. 12.308.855.000 dan semua pengiriman bibit
lobster tersebut dikirimkan ke negara Vietnam secara illegal, ini menyebabkan negara
mengalami kerugian yang cukup besar atas tindakan yang dilakukan oleh PT JMI.
Di tahun 2017 hal tersebut kembali terjadi, pada tahun ini penyelundupan bibit
sekitar 60 juta ekor benih lobster lolos ke Vietnam. Akibat penyelundupan bibit lobster
tersebut kerugian yang dialami Negara nilai nominalnya sangat fantastis. Ditambah bibit
lobster yang di ekspor ke Vietnam dikembangbiakan di Vietnam dan kembali di kirim ke
Indonesia dengan jumlah lebih banyak hingga mencapai 100 kali lebih banyak dari pada
ekspor illegal dari Indonesia. Tidak berhenti sampai di situ, di tahun berikutnya yakni
tahun 2018 penyelundupan bibit lobster terulang kembali. Pada tahun 2018 sebanyak
71.982 ekor akan diselundukan ke Singapura. Apabila dikalkulasikan jumlah kerugian
Negara yang diakibatkan dari kegiatan penyelundupan bibit lobster saja nilainya sangat
amat besar. Tindaklanjut pemerintah atas kasus ini menurut kelompok dirasa sangat
lambat, karena sudah diketahui sejak dari tahun pertama PT JMI beroperasi dan
kemudian pada tahun 2016 dan 2018 terbukti melakukan pelanggaran yang menimbulkan
banyak kerugian dari berbagai macam aspek, namun pemerintah baru menindaklanjutinya
pada tahun 2018 dengan mencabut SIUP dari PT JMI. Padahal dari tahun 2016 sudah
diketahui dan terbukti bahwa PT JMI telah melanggar ketentuan yang ada dan seakan-
akan pemerintah tutup mata dengan tidak memberikan sanksi yang tegas atas tindakan
pelanggaran yang dilakukan PT JMI. Sudah sejak dari tahun 2016 PT JMI
menyalahgunakan SIUP yang diberikan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan
usahanya, namun pencabutan SIUP baru dilakukan pemerintah di tahun 2018 yang
seharusnya bisa dilakukan pemerintah begitu mengetahui bahwa pelaku usaha tersebut
berbuat nakal dan telah ada bukti yang mendukung pelanggaran tersebut.
Peran pemerintah di sini dirasa kurang dalam mengawasi pelaku usaha atas izin
usaha yang telah diberikan. Hal tersebut dikarenakan, merujuk pada kasus yang
kelompok kemukakan sebelumnya bahwa PT JMI ini diketahui melakukan
penyalahgunaan izin usaha yang diberikan tidak lama jangka waktunya dari penerbitan
izin oleh pemerintah. Padahal, tidak sembarang selaku orang atau badan usaha
mendapatkan SIUP, ada syarat-syarat dan ketentuan khusus yang harus dipenuhi.
Pengawasan yang dilakukan pemerintah pada kegiatan industri serta perdagangan
dalam sektor sumber daya hasil laut, sebenarnya sudah tertera di dalam Keputusan
Direktur Jenderal Pengawasan Dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan
Nomor: Kep. 042/Dj-P2sdkp/2008 Tentang Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan
Pengolahan, Pengangkutan Dan Pemasaran Ikan, yang secara lebih lanjut terkait dengan
teknis dan tata caranya tertera pada Pasal 7, yang mengatur demikian:
“Prosedur pengawas perikanan dalam melakukan pengawasan pengolahan,
pengangkutan dan pemasaran ikan meliputi:
a. Pengawas perikanan sebelum melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 5
ayat (2) terlebih dahulu memberitahukan kepada penanggung jawab UPI;
b. Mendatangi lokasi usaha pengolahan ikan serta menunjukkan Surat Perintah Tugas;
c. Pengawas Perikanan melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen
dan hal lainnya yang menjadi objek pengawasan sebagaimana tercantum pada
lampiran 1 sampai dengan lampiran 3;
d. Dalam hal ditemukan ada dugaan tindak pidana perikanan, Pengawas Perikanan
menyerahkan kepada PPNS perikanan untuk dilakukan proses penyidikan.”
Pengawasan yang dilakukan pada 3 tahapan, yakni seperti yang tercantum pada
Pasal 4 dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Dan Pengendalian Sumber Daya
Kelautan Dan Perikanan Nomor: Kep. 042/Dj-P2sdkp/2008 Tentang Petunjuk Teknis
Operasional Pengawasan Pengolahan, Pengangkutan Dan Pemasaran Ikan
“Pengawasan pengolahan, pengangkutan dan pemasaran ikan dilakukan di:
a. Penanganan ikan dan/atau UPI (Unit Pengolahan Ikan), Lokasi pengumpul;
b. Pelabuhan laut, pelabuhan udara dan tempat pendaratan ikan;
c. Kapal penangkap/pengangkut ikan yang melakukan pengolahan ikan.”
Pengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Perikanan yang adalah Pegawai
Negeri Sipil, baik yang berstatus Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan maupun non-
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, yang diangkat dan ditunjuk oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan atau pejabat yang ditunjuk, untuk melakukan kegiatan
pengawasan perikanan. Pengawas perikanan melakukan pengawasan baik kepada surat-
surat atau dokumen yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan pengolahan, perindustrian
serta perdagangan hasil laut, dan juga terhadap tempat atau lokasi dari pengolahan,
industri (dalam hal ini pembudidayaan), serta penangkapan hasil sumber daya laut.
Dokumen yang diperiksa oleh pengawas perikanan antara lain:
a. SIUP;
b. SKP (Sertifikat Kelayakan Pengolahan);
c. Sertifikat PMMT (Program Manajemen Mutu Terpadu)/ HACCP (Hazard
Analysis & Critical Control Point) ;
d.Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan/atau alat yang
membahayakan kesehatan manusia;
e. Izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA);
f. SIKPI (Surat Ijin Kapan Pengangkut Ikan);
g. Sertifikat Kesehatan untuk konsumsi manusia;
h. Sertifikat Kesehatan Ikan atau hasil laut;
i. SKAI (Satuan Kerja Audit Intern);
j. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB);
k. Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
Berkenaan dengan kasus yang terjadi pada PT. Jaya Maritim Indonesia,
pengawasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah melalui Pengawas Perikanan yang
berada di bawah naungan Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, kurang efektif, dalam
artian, pihak pengawas perikanan yang berkoordinasi dengan dirjen bea dan cukai terkait
kegiatan budidaya bibit lobster serta ekspor bibit lobster illegal telah kocolangan atas
penyelundupan bibit lobster untuk komiditi ekspor yang dilakukan oleh PT. JMI. Hal
tersebut dibuktikan dengan catatan dari pihak kepolisian bahwa pada Tahun 2016 PT. JMI
telah melakukan 27 kali penyelundupan bibit lobster seacara illegal
(https://ekonomi.kompas.com/read/2016/09/15/19500291/polisi.gerebek.gudang.penyimp
anan.bibit.lobster.ilegal.di.tangerang). Ditambah lagi, ketika awal tahun 2018 hal serupa
kembali terjadi, bibit-bibit lobster yang diselundupkan ada yang merupakan budidaya
serta ada pula yang diambil langsung di berbagai peraiaran Indonesia seperti Sukabumi,
Teluknaga, Lampung, Lombok, dan Makassar. Seharusnya dalam hal ini Pemerintah baik
melalui Pengawas Perikanan, Dirjen Bea Cukai sebagai tempat keluar masuknya barang
dalam negeri keluar negeri begitu pula sebaliknya, serta Badan Karantina dan
Pengendalian Mutu Ekspor lebih memperketat terkait dengan ekspor hasil laut, supaya
tidak terjadi penyelundupan, hingga merugikan negara dalam jumlah yang tidak sedikit.
Dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh badan-badan yang berwenang
mengenai pengawasan izin dalam hal pembudidayaan, penangkapan, serta perdangan
ekspor (yang dalam hal ini adalah komiditi lobster), harapannya izin yang telah
dikantongi oleh pemegang izin memang benar-benar layak dan pantas untuk pemerintah
yang bersangkutan berikan kepada pemegang izin. Dengan kata lain, pemerintah tidak
lepas tanggung jawab setelah izin diberikan kepada pemegang izin, karena dengan
adanya pengawasan yang ketat dan tidak asal mengawasi, pemerintah bisa selalu
mengontrol kegiatan yang dilakukan oleh pemegang izin apakah sudah sesuai atau belum
dengan landasan ataupun syarat-syarat izin yang bersangkutan (SIUP, IUT, dan IUI) yang
diberikan kepada pemegang izin. Sehingga pemegang izin tidak seenaknya melakukan
perbuatan yang dilarang (illegal) untuk dilakukan apabila sudah mengantongi izin dari
pemerintah.
B. Prosedur pencabutan izin industri dan perdagangan, apabila terjadi
penyalahgunaan izin oleh pemegang izin.
Berdasarkan Pasal 27 Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan
Republik Indonesia Nomor : 289/Mpp/Kep/10/2001 tentang Ketentuan Standar
Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (Siup) mengatur:
“(1) SIUP dapat dicabut apabila :
a. SIUP yang diperoleh berdasarkan keterangan/data yang tidak benar atau
palsu dari perusahaan yang bersangkutan atau tidak sesuai ketentuan
dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 12 dan Pasal 17 ayat (1);
b. perusahaan yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan setelah
melampaui batas waktu pembekuan sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat
(3);
c. perusahaan yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman pelanggaran HKI
dan atau pidana Badan Peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
d. Perusahaan yang bersangkutan melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan yang memuat sanksi pencabutan SIUP.
(2) Pencabutan SIUP dilakukan oleh Pejabat yang berwenang menerbitkan SIUP yang
bersangkutan dengan menggunakan Formulir Model F”
Apabila didasarkan pada Pasal 27 PT. Jaya Mandiri Indonesia (JMI), dapat
dicabut izinya (SIUP) karena telah melanggar Pasal 27 ayat (1) huruf c dan d.
Pelanggaran Pada Pasal 27 huruf c dibuktikan dengan adanya penggrebekan serta
penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian di Tahun 2016, PT. JMI juga tercatat
telah melakukan ekspor illegal sebanyak 27 kali pada tahun yang sama. Di tahun tersebut,
Wu Cheng Min alias Jimmy Wu selaku Komisaris PT. JMI dan Ruswini yang adalah
direktur PT. JMI, keduanya dijerat Pasal berlapis, yakni Pasal 51 ayat (1) jis Pasal 112
ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdangan, dengan ancaman
hukuman 5 tahun penjara, selain itu keduanya juga dijerat dengan Pasal 16 ayat (1) jis
Pasal 88 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan ancaman
hukuman 5 tahun penjara. Kemudian terkait dengan pelanggaran yang dilakukan PT.JMI
pada huruf d, adalah dalam hal ini PT. JMI terbukti telah melanggar Pasal 7 Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 56/Permen-Kp/2016 tentang
Larangan Penangkapan Dan/Atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla
Spp.), Dan Rajungan (Portunus Spp.) di Wilayah Perairan negara Republik Indonesia,
yakni menjual bibit lobster untuk budidaya sekaligus menangkap bibit lobster yang ada di
perairan Indonesia, yang kemudian diekspor ke negara Vietnam, China dan Singapura.
Sebelum adanya pencabutan izin, Pemerintah melalui Menteri (dalam hal ini
Menteri Perindustrian dan Perdagangan) sebagai pemberi izin SIUP berdasarkan
Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor :
289/Mpp/Kep/10/2001 tentang Ketentuan Standar Pemberian Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) Pasal 25 yang mengatur tentang sanksi, bahwa pemegang izin
terlebih dahulu diberi peringatan tertulis apabila:
a. Tidak melakukan kewajiban sepert:
1) Tidak melaporkan secara tertulis kepada Bupati atau Walikota di tempat
kedudukan Kantor Cabang/Perwakilan Perusahaan yang bersangkutan dengan
tembusan kepada Dinas yang bertanggung jawab di bidang perdagangan, jika
hendak membuka kantor cabang.
2) Perusahaan yang telah memperoleh SIUP apabila melakukan perubahan
perusahaan, wajib mengajukan permintaan perubahan SIUP kepada Bupati atau
Walikota yang berwenang menerbitkan SIUP yang bersangkutan selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak dilakukan perubahan.
3) Perusahaan yang telah memperoleh SIUP Menengah atau SIUP Besar wajib
menyampaikan laporan kepada Bupati atau Walikota yang bersangkutan mengenai
kegiatan usahanya sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun.
Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan
jadwal sebagai berikut:
a) semester Pertama selambat-lambatnya setiap tanggal 31 Juli;
b) semester Kedua selambat-lambatnya setiap tanggal 31 Januari tahun
berikutnya
Laporan yang dimaksud disampaikan dengan menggunakan Formulir Model C.
Formulir Model C
Diisi Oleh Perusahaan
Nomor :
Lampiran :
Perihal : Laporan Kegiatan Kepada Yth.
Usaha Perdagangan *) BUPATI/WALIKOTA
di
...............................................
*) Tahun ....................
*) Semester I/ II tanggal.. tahun...

1. Nama Perusahaan :...........................................


2. Nomor dan Tanggal SIUP
Kecil/Menengah/Besar*) :...............................
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) :............
4. Nomor Tanda Daftar Perusahaan :..................
5. Kelembagaan :.................................................
6. Bidang Usaha :................................................
7. Jenis Brang/ Jasa Dagang Utama :..................
8. Omzet (Hasil Penjualan Tahunan) : *Tahun Berjalan...........
: *Tahun Sebelumnya.....
9. Jumlah Tenaga Kerja (TK)
a. WNI :....orang,
dengan klasifikasi pendidikan : S1 ... orang, S2 ... orang, S3 ...
orang, D1 ... orang, D2 ... orang, D3 ... orang, SLTA ... orang, SLTP
... orang, SD .... orang)
b. WNA : ... orang dengan klasifikasi pendidikan ...orang, ... orang
dengan keahlian
10 Kemitraan (bila ada) : ........................................
11. Permasalahan yang dihadapi : ............................
Demikian laporan ini kami buat dengan sebenarnya, dan apabila
ternyata tidak benar maka kami bersedia menerima sanksi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kota, tanggal, bulan, tahun


TTD
Penanggung Jawab
Nama Terang
Jabatan
*) Coret yang tidak perlu
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN
DAN PERDAGANGAN R.I
NOMOR : 289/MPP/Kep/10/2001
TANGGAL : 5 Oktober 2001

4) Perusahaan yang telah memperoleh SIUP wajib memberikan data/informasi


mengenai kegiatan usahanya apabila diminta sewaktu-waktu oleh Menteri atau
Pejabat yang ditunjuknya atau Pejabat yang berwenang menerbitkan SIUP.
b. Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan bidang usaha, kegiatan usaha,
dan jenis barang/jasa dagangan utama yang tercantum dalam SIUP yang telah
diperoleh.
c. Belum mendaftarkan Perusahaan dalam Daftar Perusahaan dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan SIUP sesuai dengan ketentuan yang
ada pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
d. Adanya laporan/ pengaduan dari Pejabat yang berwenang ataupun pemilik dan atau
pemegang Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) bahwa Perusahaan yang
bersangkutan melakukan pelanggaran HKI.
e. Ada laporan/pengaduan dari pejabat yang berwenang bahwa perusahaan tersebut
tidak memenuhi kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Peringatan tertulis tersebut diberikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali berturut-
turut dengan tenggang waktu 1 (satu) bulan oleh Pejabat yang berwenang mengeluarkan
SIUP dengan menggunakan Formulir Model D.

Formulir Model D.

Diisi Pejabat yang bersangkutan


PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA.......

REPUBLIK INDONESIA

( KOP SURAT UNIT )

Nomor :
Lampiran :
Perihal : Peringatan ke............... Kepada Yth.
tentang pelaksanaan Ketentuan *) SIUP ....................................
Kecil/Menengah/Besar ....................................
Di ..........................................

Sesuai dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Kecil/Menengah/Besar


Nomor dan Tanggal : ................................................................
Nama Penanggungjawab : ................................................................
Alamat Perusahaan : ...............................................................
Kegiatan Usaha : a. Kelembagan ...............................
b. Bidang Usaha ...............................
c. Jenis Barang/Jasa Perdagangan
Usaha .........................................

setelah diadakan penelitian, ternyata perusahaan Saudara tidak memenuhi ketentuan *) SIUP
Kecil/Menengah/Besar yang berlaku, antara lain :
1. ............................................................................................................................................
2. ............................................................................................................................................
3. ............................................................................................................................................

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami minta agar Saudara dalam waktu 1
(satu) bulan sejak dikeluarkannya Surat ini sudah memenuhi ketentuan *) SIUP
Kecil/Menengah/Besar yang berlaku dan melaporkannya kepada kami.

Sekian, untuk menjadi perhatian Saudara.


*)DINAS...KABUPATEN/ KOTA
di......................................................
Kepala,
Tembusan :
1. Menteri Perindustrian dan Perdagangan
u.p. Sekretaris Jenderal.
2. Inspektur Jenderal dan Direktur Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri DEPPERINDAG
3. Ka. PUSDATIN DEPPERINDAG
4. Dinas ... Kabupaten/kota ... di tempat kedudukan
perusahaan
5. Pertinggal

*) Coret yang tidak perlu

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN

DAN PERDAGANGAN R.I

NOMOR : 289/MPP/Kep/10/2001

TANGGAL : 5 Oktober 2001

Kemudian apabila Peringatan untuk ke-3 kalinya tidak diindahkan oleh perusahaan yang
bersangkutan maka, Pemerintah dalam hal ini yang berada di bawah Dinas Perindustrian dan
Perdagangan sesuai dengan Pasal 26 Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan
Republik Indonesia Nomor : 289/Mpp/Kep/10/2001 tentang Ketentuan Standar Pemberian Surat
Izin Usaha Perdagangan (SIUP) maka akan:
(1) SIUP Perusahaan yang bersangkutan dibekukan apabila :

tidak mengindahkan peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2);


 Dalam artian tidak mengindahkan peringatan yang diberikan sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 1 (satu) bulan
oleh Pejabat yang berwenang mengeluarkan SIUP dengan menggunakan
Formulir Model D.
melakukan kegiatan usaha yang patut diduga merugikan konsumen dan tidak sesuai
dengan bidang usaha, kegiatan usaha, dan jenis barang/jasa dagangan utama yang
tercantum dalam SIUP yang telah diperoleh;
sedang diperiksa di sidang pengadilan karena didakwa melakukan pelanggaran HKI,
dan atau melakukan tindak pidana lainnya.
(2) Selama SIUP Perusahaan yang bersangkutan dibekukan, perusahaan tersebut dilarang
untuk melakukan kegiatan usaha Perdagangan.
(3) Jangka waktu pembekuan SIUP bagi Perusahaan berlaku selama 6 (enam) bulan
terhitung sejak dikeluarkan penetapan pembekuan SIUP.
(4) Jangka waktu pembekuan SIUP bagi Perusahaan berlaku sampai dengan adanya
Keputusan Badan Peradilan yang telah berkekuatan tetap.
(5) Pembekuan SIUP dilakukan oleh Pejabat atau yang berwenang menerbitkan SIUP yang
bersangkutan dengan menggunakan Formulir Model E.
Formulir Model E
Diisi oleh Pejabat yang bersangkutan.
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA.......
REPUBLIK INDONESIA
( KOP SURAT UNIT )

KEPUTUSAN
*) DINAS ... KABUPATEN/KOTA ...
NOMOR : 00000000000000000000

TENTANG
*) PEMBEKUAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP)

KECIL/MENENGAH/BESAR
*) DINAS ... KABUPATEN/KOTA ...
Memimbang : a. bahwa berdasarkan penelitian terhadap pelaksanaan Usaha
Perdagangan sebagaimana tercantum dalam *) SIUP
Kecil/Menengah/Besar Nomor .......... tanggal ........ atas nama .....
yang bergerak dalam kegiatan usaha ........... Yang berlokasi di .....
ternyata tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan
sehingga *) SIUP Kecil/Menengah/Besar yang bersangkutan perlu
dibekukan.
b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Keputusan.

Mengingat : 1. BRO 34 (Stbl. 1938 No. 86);


2. Undang-undang No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan,
Penindakan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi
(Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 801) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan dengan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 1964 (Lembaran Negara
Tahun 1964 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2692);
3. Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1982
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3214);
4. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1957 tentang
Penyaluran Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1957
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1114)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah No. 53 Tahun 1957 (Lembaran Negara
Tahun 1957 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1467);
5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 254/MPP/Kep/7/1997 tentang Kriteria Industri
Kecil dan Perdagangan Kecil Di Lingkungan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
6. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 444/MPP/Kep/9/1998 jo. Nomor
24/MPP/Kep/1/1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 394/MPP/Kep/8/1999 tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Perindustrian
dan Perdagangan Di Propinsi Dan Kantor Departemen
Perindustrian Dan Perdagangan Di
Kabupaten/Kotamadya;
8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Penetapan
Jenis-jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-masing
Ditjen dan Kewenangan Pemberian Izin di Bidang
Industri dan Perdagangan di Lingkungan Departemen
Perindustrian dan Perdagangan;
9. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 591/MPP/Kep/10/1999 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP).

Memperhatikan : Surat dari ................... Nomor .............. tanggal ............... perihal


Peringatan ke-3 (tiga) tentang Pelaksanaan Ketentuan *) SIUP
Kecil/Menengah/Besar..

MEMUTUS KAN

Menetapkan :

PERTAMA : Membekukan *) SIUP Kecil/Menengah/Besar Nomor ............. tanggal


.................. atas nama .................. yang bergerak dalam kegiatan
Usaha Perdagangan ..................... yang berlokasi di ..................

KEDUA : Dengan dibekukannya *) SIUP Kecil/Menengah/Besar sebagaimana


dimaksud pada Diktum PERTAMA, Perusahaan yang bersangkutan
dilarang untuk melakukan kegiatan Usaha Perdagangan ...............
terhitung sejak tanggal ditetapkannya pembekuan *) SIUP
Kecil/Menengah/Besar ini.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di ..............................
Pada tanggal ...............................
*) DINAS ... KABUPATEN/
KOTA ...
Di ................................................

Kepala,

(...................................)
NIP. ............................
Tembusan:
1. Menteri Perindustrian dan Perdagangan up
Sekretaris Jenderal;
2. Inspektur Jenderal Depperindag dan
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
DEPPERINDAG.
3. Ka. PUSDATIN DEPPERINDAG.
4. Dinas ... Kabupaten/Kota ...
5. Pertinggal.

*) Coret yang tidak perlu


LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN
DAN PERDAGANGAN R.I
NOMOR : 289/MPP/Kep/10/2001
TANGGAL : 5 Oktober 2001

Apabila sanksi peringatan sebanyak 3 kali, kemudian pembekuan SIUP tidak diindahkan
kembali, maka konsekuensinya adalah SIUP yang dipegang oleh perusahaan yang bersangkutan
dapat dicabut. Ketentuan mengenai pencabutan SIUP tertera pada Padal 27 Keputusan Menteri
Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 289/Mpp/Kep/10/2001 tentang
Ketentuan Standar Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), yang mengatur:
(1) SIUP dapat dicabut apabila :
a. SIUP yang diperoleh berdasarkan keterangan/data yang tidak benar atau palsu dari
perusahaan yang bersangkutan atau tidak sesuai ketentuan.
b. perusahaan yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan setelah melampaui batas
waktu pembekuan.
c. perusahaan yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman pelanggaran HKI dan atau
pidana Badan Peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
d. Perusahaan yang bersangkutan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
yang memuat sanksi pencabutan SIUP.
(2) Pencabutan SIUP dilakukan oleh Pejabat yang berwenang menerbitkan SIUP yang
bersangkutan dengan menggunakan Formulir Model F.
Formulir Model F
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA.......
REPUBLIK INDONESIA
( KOP SURAT UNIT )

KEPUTUSAN
*) DINAS ... KABUPATEN/KOTA ...
NOMOR : 00000000000000000000

TENTANG
*) PENCABUTAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP)

KECIL/MENENGAH/BESAR
*) DINAS ... KABUPATEN/KOTA ...
Memimbang : a. bahwa berdasarkan penelitian terhadap pelaksanaan Usaha
Perdagangan sebagaimana tercantum dalam *) SIUP
Kecil/Menengah/Besar Nomor .......... tanggal ........ atas nama .....
yang bergerak dalam kegiatan usaha ........... Yang berlokasi di .....
ternyata tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan
sehingga *) SIUP Kecil/Menengah/Besar yang bersangkutan perlu
dibekukan.
b. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Keputusan.

Mengingat : 1. BRO 34 (Stbl. 1938 No. 86);


2. Undang-undang No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan,
Penindakan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi
(Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 801) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan dengan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 1964 (Lembaran Negara
Tahun 1964 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2692);
3. Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1982
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3214);
4. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1957 tentang
Penyaluran Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1957
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1114)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah No. 53 Tahun 1957 (Lembaran Negara
Tahun 1957 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1467);
5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 254/MPP/Kep/7/1997 tentang Kriteria Industri
Kecil dan Perdagangan Kecil Di Lingkungan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
6. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 444/MPP/Kep/9/1998 jo. Nomor
24/MPP/Kep/1/1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 394/MPP/Kep/8/1999 tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Perindustrian
dan Perdagangan Di Propinsi Dan Kantor Departemen
Perindustrian Dan Perdagangan Di
Kabupaten/Kotamadya;
8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Penetapan
Jenis-jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-masing
Ditjen dan Kewenangan Pemberian Izin di Bidang
Industri dan Perdagangan di Lingkungan Departemen
Perindustrian dan Perdagangan;
9. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 591/MPP/Kep/10/1999 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP).

Memperhatikan : Surat dari ................... Nomor .............. tanggal ............... perihal


Peringatan ke-3 (tiga) dan Pembekuan SIUP tentang Pelaksanaan
Ketentuan *) SIUP Kecil/Menengah/Besar..

MEMUTUS KAN

Menetapkan :

PERTAMA : Mencabut *) SIUP Kecil/Menengah/Besar Nomor ............. tanggal


.................. atas nama .................. yang bergerak dalam kegiatan
Usaha Perdagangan ..................... yang berlokasi di ..................

KEDUA : Dengan dicabutnya *) SIUP Kecil/Menengah/Besar sebagaimana


dimaksud pada Diktum PERTAMA, Perusahaan yang bersangkutan
dilarang untuk melakukan kegiatan Usaha Perdagangan ...............
terhitung sejak tanggal ditetapkannya pembekuan *) SIUP
Kecil/Menengah/Besar ini.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di ..............................
Pada tanggal ...............................
*) DINAS ... KABUPATEN/
KOTA ...
Di ................................................

Kepala,
(...................................)
NIP. ............................
Tembusan:
1. Menteri Perindustrian dan Perdagangan up
Sekretaris Jenderal;
2. Inspektur Jenderal Depperindag dan
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
DEPPERINDAG.
3. Ka. PUSDATIN DEPPERINDAG.
4. Dinas ... Kabupaten/Kota ...
5. Pertinggal.

*) Coret yang tidak perlu


LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN
DAN PERDAGANGAN R.I
NOMOR : 289/MPP/Kep/10/2001
TANGGAL : 5 Oktober 2001

Pencabutan SIUP terhadap suatu perusahaan yang telah melakukan aktivitas


illegal dan bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, selain
merugikan negara dari sisi pemasukan pajak dari bea cukai yang berkurang, income
negara atas penjualan komoditi ekosistem laut lainnya juga akan menurun karena akan
kalah bersaing dengan negara-negara tetangga yang membeli bibit lobster dari Indonesia
secara illegal dan kemudian dikembangbiakan oleh mereka dengan teknologi yang lebih
canggih, berkenaan dalam kasus yang dialami PT. JMI adalah pengembangbiakan,
penangkapan serta penyelundupan bibit lobster dalam rangka memenuhi permintaan
negara lain, juga membahayakan ekosistem laut Indonesia, karena yang diselundupkan
adalah bibit, oleh karenya Kementrian Perikanan dan Kelautan hanya mengizinkan
lobster yang sudah dewasa yang diperbolehkan untuk diekspor ke luar negeri.
Dalam rangka melindungi ekosistem laut Indonesia serta para nelayan dari
praktek-praktek nakal perusahaan yang melakukan penyelundupan lobster secara illegal
seperti yang dilakukan oleh PT. JMI, prosedur-prosedur baik itu pengawasan dan
pencabutan SIUP terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran, seharusnya
dipercepat, supaya kekayaan laut Indonesia tidak semakin dieksploitasi secara tidak
bertanggungjawab, mengingat kasus PT. JMI yang pada tahun 2016 telah melakukan 27
kali penyelundupan bibit lobster, dan kemudian tahun 2018 kembali melakukan
penyelundupan, baru dicabut SIUPnya tahun 2018. Jika dikalkulasikan sudah sangat
banyak kerugian yang dialami negara baik dari sisi materiil, maupun sisi ekosistem itu
sendiri. Seharusnya jika sudah diketahui dari sejak tahun 2016 PT. JMI telah melakukan
27 kali (yang tercatat) pemerintah segera menindaknya pada saat tahun tersebut, bukan
malah membiarkan dan berakhir hingga tahun 2018 setelah kembali digrebek pihak
kepolisian baru turun tangan untuk mencabut SIUP dari PT. JMI

IV. KESIMPULAN
1. Bentuk pengawasan pemerintah selaku pemberi izin dalam contoh kasus yang
dikemukakan diatas, dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Prosedur
pengawas perikanan dalam melakukan pengawasan pengolahan, pengangkutan dan
pemasaran ikan meliputi:
a. Pengawas perikanan sebelum melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 5
ayat (2) terlebih dahulu memberitahukan kepada penanggung jawab UPI;
b. Mendatangi lokasi usaha pengolahan ikan serta menunjukkan Surat Perintah Tugas;
c. Pengawas Perikanan melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen
dan hal lainnya yang menjadi objek pengawasan sebagaimana tercantum pada
lampiran 1 sampai dengan lampiran 3;
d. Dalam hal ditemukan ada dugaan tindak pidana perikanan, Pengawas Perikanan
menyerahkan kepada PPNS perikanan untuk dilakukan proses penyidikan.
Bentuk pengawasan ini diatur di dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Dan
Pengendalian Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan Nomor: Kep. 042/Dj-P2sdkp/2008
Tentang Petunjuk Teknis Operasional Pengawasan Pengolahan, Pengangkutan Dan
Pemasaran Ikan, yang secara lebih lanjut terkait dengan teknis dan tata caranya tertera
pada Pasal 7, yang mengatur demikian:
Pengawasan yang dilakukan pada 3 tahapan, yakni seperti yang tercantum pada
Pasal 4 dalam Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Dan Pengendalian Sumber Daya
Kelautan Dan Perikanan Nomor: Kep. 042/Dj-P2sdkp/2008 Tentang Petunjuk Teknis
Operasional Pengawasan Pengolahan, Pengangkutan Dan Pemasaran Ikan
“Pengawasan pengolahan, pengangkutan dan pemasaran ikan dilakukan di:
a. Penanganan ikan dan/atau UPI (Unit Pengolahan Ikan), Lokasi pengumpul;
b. Pelabuhan laut, pelabuhan udara dan tempat pendaratan ikan;
c. Kapal penangkap/pengangkut ikan yang melakukan pengolahan ikan.”
Pengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Perikanan yang adalah Pegawai
Negeri Sipil, baik yang berstatus Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan maupun non-
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, yang diangkat dan ditunjuk oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan atau pejabat yang ditunjuk, untuk melakukan kegiatan
pengawasan perikanan. Pengawas perikanan melakukan pengawasan baik kepada surat-
surat atau dokumen yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan pengolahan, perindustrian
serta perdagangan hasil laut, dan juga terhadap tempat atau lokasi dari pengolahan,
industri (dalam hal ini pembudidayaan), serta penangkapan hasil sumber daya laut.
Dokumen yang diperiksa oleh pengawas perikanan antara lain:
a. SIUP;
b. SKP (Sertifikat Kelayakan Pengolahan);
c. Sertifikat PMMT (Program Manajemen Mutu Terpadu)/ HACCP (Hazard
Analysis & Critical Control Point) ;
d.Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan/atau alat yang
membahayakan kesehatan manusia;
e. Izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA);
f. SIKPI (Surat Ijin Kapan Pengangkut Ikan);
g. Sertifikat Kesehatan untuk konsumsi manusia;
h. Sertifikat Kesehatan Ikan atau hasil laut;
i. SKAI (Satuan Kerja Audit Intern);
j. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB);
k. Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
Berkenaan dengan kasus yang terjadi pada PT. Jaya Maritim Indonesia,
pengawasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah melalui Pengawas Perikanan yang
berada di bawah naungan Direktur Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, kurang efektif, dalam
artian, pihak pengawas perikanan yang berkoordinasi dengan dirjen bea dan cukai terkait
kegiatan budidaya bibit lobster serta ekspor bibit lobster illegal telah kocolangan atas
penyelundupan bibit lobster untuk komiditi ekspor yang dilakukan oleh PT. JMI.
2. Prosedur pencabutan izin industri dan perdagangan, apabila terjadi penyalahgunaan izin
oleh pemegang izin yang bersangkutan diatur di dalam Pasal 27 Keputusan Menteri
Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 289/Mpp/Kep/10/2001
tentang Ketentuan Standar Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (Siup) yang
mengatakn bahwa dapat dicabut izinnya (SIUP) apabila telah melanggar Pasal 27 ayat (1)
huruf c dan d. Pelanggaran Pada Pasal 27 huruf c dibuktikan dengan adanya
penggrebekan serta penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian di Tahun 2016,
PT. JMI juga tercatat telah melakukan ekspor illegal sebanyak 27 kali pada tahun yang
sama. Kemudian terkait dengan pelanggaran yang dilakukan PT.JMI pada huruf d, adalah
dalam hal ini PT. JMI terbukti telah melanggar Pasal 7 Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor 56/Permen-Kp/2016 tentang Larangan
Penangkapan Dan/Atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.),
Dan Rajungan (Portunus Spp.) di Wilayah Perairan negara Republik Indonesia, yakni
menjual bibit lobster untuk budidaya sekaligus menangkap bibit lobster yang ada di
perairan Indonesia, yang kemudian diekspor ke negara Vietnam, China dan Singapura.

V. SARAN
Penyelenggaran pelayanan Surat Ijin Usaha Perdagangan seyogyanya memberikan
kemanfaatan dan kemudahan bagi semua orang baik pelaku usaha maupun masyarakat.
Dalam hal ini bukan berarti semena-mena dalam menggunakan izin yang telah diberikan,
tetap harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ada agar selaras dengan tujuan
diberikan izin tersebut. Pemerintah diharapkan agar lebih transparan dan lebih cepat
bertindak apabila terdapat pelanggaran atau penyalahgunaan izin yang telah dikeluarkan
oleh pemerintah. Seperti halnya kasus yang telah kelompok kemukakan di atas, bahwa
penyalahgunaan izin yang diberikan kepada PT.JMI telah mengakibatkan kerugian yang
sangat besar bagi Negara dan masyarakat luas, tentu hal ini sangat mempengaruhi
kesejahteraan masyarakat luas. Untuk itu, aparat penegak hukum sangat diharapkan peran
sertanya dalam membantu melakukan pengawasan agar tetap terjaganya keseimbangan
antara tujuan dan pelaksanaan dari izin-izin usaha yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.kemendag.go.id/files/regulasi/2001/10/LAMP-289.htm
https://news.detik.com/berita/d-3298759/polda-metro-bongkar-gudang-eksportir-bibit-lobster-
ilegal-di-tangerang
http://www.kemendag.go.id/files/regulasi/2001/10/289
file:///C:/Users/DELL/Downloads/Permendag_46_2009.pdf
https://bisnisukm.com/izin-usaha-tetap-iut.html
http://bctangerang.beacukai.go.id/forum/ekspor/2009-eksportir-bibit-lobster-ilegal-di-tangerang-
digere
file:///C:/Users/DELL/Downloads/19UU_NO_7_2014.pdf
https://news.detik.com/berita/d-3298759/polda-metro-bongkar-gudang-eksportir-bibit-lobster-
ilegal-di-tangerang
http://www.hukumcorner.com/persyaratan-dan-pengurusan-izin-ekspor/
https://geotimes.co.id/opini/refleksi-indonesia-sebagai-negara-maritim/
https://w3cargo.com/kepabeanan-dan-bea-cukai/
https://economy.okezone.com/read/2015/01/19/320/1094177/tangkap-lobster-bertelur-izin-
perusahaan-bisa-dicabut
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/05/26/00012921/penyelundupan-ratusan-bibit-
lobster-ke-singapura-digagalkan
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/18/183857726/menteri-susi-ngeri-60-juta-ekor-bibit-
lobster-lolos-ke-vietnam
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/18/184310226/susi-tuding-aparat-di-balik-lolosnya-
60-juta-bibit-lobster
https://news.detik.com/berita/d-3298759/polda-metro-bongkar-gudang-eksportir-bibit-lobster-
ilegal-di-tangerang
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/23/135251126/susi-kerugian-penyelundupan-baby-
lobster-capai-ratusan-miliar-rupiah
http://arsip.gatra.com/2015-07-06/majalah/artikel.php?pil=23&id=159708
https://economy.okezone.com/read/2015/01/19/320/1094177/tangkap-lobster-bertelur-izin-
perusahaan-bisa-dicabut
http://sijorikepri.com/polisi-gerebek-gudang-ekspor-bibit-lobster-ilegal/#respond
https://kumparan.com/indonesiago-digital/mengenal-lebih-jauh-surat-izin-usaha-perdagangan-
usaha-tetap-and-usaha-industri-1535523972052631128
https://carainvestasibisnis.com/3-langkah-dan-cara-membuat-surat-izin-usaha-perdagangan-siup/
PELAKSANAAN KETENTUAN PERIZINAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TERHADAP EKSPOR BIBIT LOBSTER

Disusun oleh :
Elisabeth Dian Ningtyas 150512045
Putri Yoga Prabawati, C.R. 150512039
Violeta Meicelya David 150512011864

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOYAKARTA
2018

Anda mungkin juga menyukai