Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Jika kita mendengar kata ´Birokrasi´ maka langsung yang ada dalam pikiran kita
adalah bahwasanya kita berhadapan dengan suatu prosedur yang berbelit- belit, dari
meja satu ke meja lainnya, yang ujung-ujungnya adalah biaya yang serba mahal (high
cost). Demikian pula keharusan pengisian formulir-formulir dalam enam lembar atau
lebih. Sehingga birokrasi dihubungkan dengan kemacetan-kemacetan administrasi atau
tidak adanya efisiensi. Pendapat yang demikian tidaklah dapat disalahkan seluruhnya,
namun demikian apabila orang-orang yang duduk di belakang meja taat pada prosedur
dan aturan serta berdisiplin dalam menjalankan tugasnya, maka birokrasi akan berjalan
lancar dan ´biaya tinggi´ akan dapat dihindarkan. Birokrasi dimaksudkan untuk
mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh banyak
orang. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai
tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis
(teratur) pekerjaan dari banyak orang. Dalam suatu perumusan lain dikemukakan
bahwa birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan modern untuk
pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam
sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah (Tjokroamidjoyo, Bintoro,
1988).

Belakangan ini, dalam segala aspek yang berhubungan dengan pemerintahan,


reformasi birokrasi menjadi isu yang sangat kuat untuk direalisasikan. Terlebih lagi,
birokrasi pemerintah Indonesia telah memberikan sumbangsih yang sangat besar
terhadap kondisi keterpurukan bangsa Indonesia dalam krisis multidimensi yang
berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi
telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).
Akan tetapi, pemerintahan pasca reformasi pun tidak menjamin keberlangsungan
reformasi birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya komitmen pemerintah pasca
reformasi terhadap reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus dengan
kurangnya komitmen pemerintah terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi
penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat
memberikan cap negatif terhadap komitmen pemerintah pascareformasi terhadap
reformasi birokrasi. Ironisnya, sebagian masyarakat Indonesia saat ini, justru
merindukan pemerintahan Orde Baru yang dianggap dapat memberikan kemapanan
kepada masyarakat, walaupun hanya kemapanan yang bersifat semu.
Agar Indonesia tidak semakin jatuh, maka birokrasi Indonesia perlu melakukan
reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam
kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup di dalamnya penguatan masyarakat
sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan
pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian,
reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam buruknya birokrasi
saat ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan reformasi, birokrasi, dan reformasi birokrasi ?
2. Apa tujuan dari reformasi birokrasi ?
3. Bagimana strategi mewujudkan reformasi birokrasi ?
4. Bagaimana tahap - tahap reformasi birokrasi yang ideal ?
5. Bagaimana pokok - pokok reformasi birokrasi yang seharusnya dilakukan pemerintah
guna mencapai kesejahteraan publik ?
1.3 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :


1. Mendeskripsikan definisi dari reformasi, birokrasi, dan reformasi birokrasi.
2. Menjelaskan tujuan dari reformasi birokrasi.
3. Menentukan strategi untuk mewujudkan reformasi birokrasi.
4. Mengidentifikasi apa saja tahap - tahap reformasi birokrasi yang ideal.
5. Memberikan masukan dan kesimpulan mengenai pokok - pokok pelaksanaan
reformasi birokrasi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah guna memperbaiki
pelayanan publik dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.

II. PEMBAHASAN MASALAH

2.1 LANDASAN TEORI


2.1.1 PENGERTIAN BIROKRASI
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan kata
“kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk
menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu
kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa
Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering
disebut dengan public sector, public service atau public administration.
Definisi birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten.
Kamus akademi Perancis memasukkan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti
kekuasaan, pengaruh, dari kepala dan staf biro pemerintahan. Kamus bahasa Jerman
edisi 1813, mendefinisikan birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai
departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memperebutkan diri untuk mereka
sendiri atas sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan
birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.
Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah
suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang
rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan
aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi
berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976;
Mouzelis, dalam Setiwan,1998).

Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya
telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun
demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami
perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang
modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa
sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini
negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan
administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
2.1.2 PENGERTIAN REFORMASI
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik
daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang
termasuk di dalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah
kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development
(Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana dimaksud oleh Susanto menjelaskan
bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya.
Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup
anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh
masyarakat. Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai
peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait
erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat
tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan
hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-
prinsip dalam masyarakat(Susanto:185-186).
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam
suatu negara atau menteri/ kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/ lembaga negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di
Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan
publik dan masih maraknya perkara korupsi.

2.1.3 PENGERTIAN REFORMASI BIROKRASI


Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan
rakyat. Reformasi Birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem
yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang
sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan
prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta
tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan
wewenang dan kekuasaan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerintah agar mampu
memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan
masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang efisien, responsif dan akuntabel.
Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini
agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik, msyarakat juga berposisi sebagai
penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.
Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemen-
elemen birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur,
ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang
dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis. Perubahan tersebut
dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan
konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan ke
arah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak
dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini,
sesungguhnya menunjukan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang
sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi
dewasa ini.

2.2 TUJUAN REFORMASI BIROKRASI

Reformasi birokrasi bertujuan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada


masyarakat, dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga bisa
memberikan kesejahteraan dan rasa keadilan pada masyarakat banyak. Di sisi lain
birokrasi sangat sarat dengan banyak tugas dan fungsi, karena tidak saja hanya
terfokus kepada pelayanan publik, tetapi juga bertugas dan berfungsi sebagai motor
pembangunan dan aktivitas pemberdayaan. Proses reformasi yang harus dilakukan
birokrasi nampaknya bukan hal yang mudah karena harus memformat ulang
dengan penuh kritik dan tindakan korektif struktur dan konfigurasi birokrasi itu dari yang
serba sakral feodal ke serba rasional dan profesional. Proses reformasi dari berfikir
nuansa serba priyayi (ambtenaar) ke arah birokrasi dengan konfigurasi otoritas yang
rasional, yang dalam tataran empirik dari budaya minta dilayani menjadi budaya
melayani sebagai abdi masyarakat (public service). Menurut konsep birokrasi Weberian
bahwa kekuasaan ada pada setiap hirearki jabatan. Semakin tinggi hirearki tersebut
semakin tinggi kekuasaannya. Demikian sebaliknya semakin rendah hirearkinya akan
semakin rendah pula kekuasaannya. Rakyat adalah paling rendah hirearkinya sehingga
ia tidak mempunyai kekuasaan apapun.

Secara umum bahwa tujuan dari reformasi birokrasi itu sendiri adalah untuk
merubah tatanan, sistem, tingkah laku dan arah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara, yang pada mulanya terkesan bahkan
terasa otoriter, penuh dengan KKN diubah ke dalam keadaan birokrasi yang bersih dan
netral. Oleh karena itu lembaga Eksekutif yang berperan sebagai pelaksana aturan-
aturan yang telah dibuat olehnya (lembaga Eksekutif itu sendiri atas persetujuan
Legislatif) serta lembaga-lembaga tinggi negara lainnya yang berwenang untuk
membuat kebijakan / peraturan harus dapat mengkoordinir perangkat-perangkat
birokrasi yang bersih (bebas kolusi, korupsi dan nepotisme) yang berpihak kepada
kepentingan rakyat.

Jadi, Reformasi Birokrasi bertujuan untuk :


1. Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.
2. Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta
memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
selaku abdi masyarakat dan abdi negara.
3. Pemerintah yang bersih (clean government).
4. Bebas KKN.
5. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

2.3 STRATEGI TERWUJUDNYA REFORMASI BIROKRASI

Menurut Prof. Eko Prasojo, guru besar sekaligus ahli administrasi negara dari FISIP UI,
untuk terwujudnya reformasi birokrasi, maka diperlukan strategi-strategi reformasi
birokrasi, yaitu :
1. Level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang
berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu,
prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan).
2. Level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis
kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan masyarakat,
penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi
Pemerintah.
3. Level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi
dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
4. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan
dan melakukan perbaikan.

Strategi birokrasi yang profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan
beberapa karakteristik antara lain:
i. Perubahan yang besar pada orientasi administrasi negara tradisional
menuju ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil dan pertanggung jawaban
pribadi pimpinan.
ii. Keinginan untuk keluar dari birokrasi klasik dan menjadikan organisasi,
pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang lebih luwes.
iii. Tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga
memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya masing-
masing, termasuk pula sistem evaluasi program-programnya.
iv. Staf pimpinan yang senior dapat memiliki komitmen politik kepada
pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non partisan dan netral.
v. Fungsi-fungsi pemerintah bisa dinilai lewat uji pasar (market test) seperti
misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus disediakan atau ditangani sendiri
oleh pemerintah.
vi. Mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat kegiatan privatisasi.
vii. Birokrasi harus steril dari akomodasi politik yang menghambat efektivitas
pemerintahan.
viii. Rekruitmen dan penempatan pejabat birokrasi yang bebas dari kolusi, korupsi
dan nepotisme.

Selain memerlukan strategi-strategi, diperlukan pula tahapan-tahapan reformasi


birokrasi, yaitu meningkatkan pelayanan publik guna mendapatkan kembali
kepercayaan rakyat, pelayanan publik yang berorientasi pada pemberdayaan
masyarakat, serta perbaikan tingkat kesejahteraan pegawai.

2.4 TAHAP-TAHAP REFORMASI BIROKRASI YANG IDEAL

Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkah-langkah


manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah proses mendiagnosis,
menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi perubahan individu, kelompok,
atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dan mengantisipasi perubahan
lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang, dan menghasilkan keuntungan.

Ada tujuh langkah manajemen perubahan yang dikutip dari Harvard Business
Essentials tahun 2005, yaitu sebagai berikut:
1. Memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui penentuan cita-
cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota organisasi. Pada tahap ini, setiap
lini dalam instansi pemerintah harus tahu apa yang dicita-citakan instansi, apa yang
mereka hadapi, dan cara menghadapi atau menyelesaikan masalah itu secara
bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk menjalankan solusi bersama, mereka perlu
dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan.
2. Mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan mengorganisasi diri
maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.
3. Menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan, kepemimpinan
biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal, kepemimpinan harus ada pada
semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin tertinggi harus memastikan
orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan sebagai pemimpin pada level-
level di bawahnya.
4. Fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat mekanisme
asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap tim yang diberi
tugas tertentu.
5. Mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong agar perubahan itu
menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi.
6. Membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk mengukuhkan perubahan,
termasuk cara untuk mengukur perubahan yang terjadi.
7. Mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons permasalahan yang timbul
selama proses perubahan berlangsung.

2.5 POKOK-POKOK REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAHAN

Reformasi Birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan dan sumber daya
manusia aparatur. Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme, pengaturan,
sistem, dan prosedur yang sederhana tidak berbelit-belit, menegakkan akuntabilitas
aparatur, meningkatkan dan menciptakan pengawasan yang komprehensif, dan
meningkatkan kualitas pelayanan publik menuju pelayanan publik yang berkualitas dan
prima. Reformasi birokrasi perlu diprioritaskan pada unit-unit kerja pelayanan publik
seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan
daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN, seperti pemerintah
pusat/ daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan departemen dengan
anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan departemen
pekerjaan umum.

Pokok-pokok Pikiran Tentang Reformasi Birokrasi Aparatur Negara dapat


digambarkan sebagai berikut :
1. Penataan Kelembagaan atau Organisasi.
Untuk menata lembaga atau sebuah organisasi ada beberapa hal yang harus
dilakukan, diantaranya : perampingan struktur organisasi yang banyak atau kaya fungsi,
menciptakan organisasi yang efektif dan efisien, rasional, dan proporsional, organisasi
disusun berdasarkan visi, misi, dan strategi yang jelas, mengedepankan kompetensi
dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas, menerapkan strategi organisasi
pembelajaran (learning organization) yang cepat beradaptasi dengan terhadap
perubahan.

2. Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur


SDM yang ingin dibangun adalah PNS yang profesional, netral, dan sejahtera,
manajemen kepegawaian modern, PNS yang profesional, netral, sejahtera, berdaya
guna, berhasil guna, produktif, transparan, bersih dan bebas KKN untuk melayani dan
memberdayakan masyarakat, jumlah dan komposisi pegawai yang ideal (sesuai
dengan tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di masing-masing instansi
pemerintah), penerapan sistem dalam manajemen PNS, klasifikasi jabatan, standar
kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar kinerja, penyusunan pola karier PNS,
pola karir terbuka, PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa, membangun sistem
manajemen kepegawaian unified berbasis kinerja, dan dukungan pengembangan
database kepegawaian, sistem informasi manajemen kepegawaian, sistem remunerasi
yang layak dan adil, menuju manajemen modern.

3. Tata Laksana atau Manajemen.


Ketatalaksanaan aparatur pemerintah disederhanakan, ditandai oleh mekanisme,
sistem, prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan efektif, melalui pengaturan
ketatalaksanaan yang sederhana: standar operasi, sistem, prosedur, mekanisme,
tatakerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi,
pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan
pemanfaatan teknologi informasi (e-government), dan apresiasi kearsipan. Juga
penataan birokrasi yang efisien, efektif, transparan, akuntabel, hemat, disiplin, dan
penerapan pola hidup sederhana. Efisiensi kinerja aparatur dan peningkatan budaya
kerja, terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien (dalam
administrasi pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat), sistem kearsipan
yang andal (tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, efektif dan efisien), otomatisasi
administrasi perkantoran, dan sistem manajemen yang efisien dan efektif. Unit
organisasi pemerintah yang mempunyai potensi penerimaan keuangan negara,
statusnya didorong menjadi unit korporatisasi dalam bentuk Badan Layanan Umum
(BLU), BHMN, BUMD, Perum, Persero, UPT, UPTD, atau bentuk lainnya.

4. Akuntabilitas Kinerja Aparatur


Pemahaman tentang akuntabilitas terus ditingkatkan dan diupayakan agar
diciptakan Kinerja Instansi pemerintah yang berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas
KKN, ditandai oleh Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang
efektif, sistem dan lingkungan kerja yang kondusif: berdasarkan peraturan dan tertib
administrasi, terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai sarana
penilaian kinerja instansi dan individu oleh stakeholders (atasan, masyarakat, dan pihak
lain yang berkepentingan) didukung sistem informasi dan pengolahan data elektronik
yang terpadu secara nasional dan diterapkan di semua departemen/lembaga di bidang
perencanaan dan penganggaran, organisasi dan ketatalaksanaan, kepegawaian,
sistem akuntansi keuangan negara yang dikaitkan dengan indikator kinerja dan
pelayanan masyarakat, dan aparatur negara yang bebas KKN (kondisi yang terkendali
dari praktek-praktek penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan serta
pelanggaran disiplin, tingginya kinerja sumber daya aparatur dan kinerja pelayanan
publik).

5. Pengawasan.
Pengawasan ini dilakukan dengan harapan terbangunnya sistem pengawasan
nasional dengan elemen-elemen pengawasan fungsional, pengawasan internal,
pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat, ditandai oleh sistem
pengendalian dan pengawasan yang tertib, sisdalmen/waskat, wasnal, dan wasmas,
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi aparat pengawasan, terbentuknya sistem
informasi pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah dan
kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut pengawasan dan
penegakan hukum secara adil dan konsisten.

6. Pelayanan Publik.
Pelayanan publik sebagai barometer transparansi dan akuntabilitas, diharapkan
dapat didorong upaya mewujudkan pelayanan publik yang prima dalam arti pelayanan
yang cepat, tepat, adil, dan akuntabel ditandai oleh pelayanan tidak berbelit-belit,
informatif, akomodatif, konsisten, cepat, tepat, efisien, transparan dan akuntabel,
menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib, kepastian (persyaratan biaya waktu
pelayanan dan aturan hukum), dan tidak dijumpai pungutan tidak resmi. Kondisi
kelembagaan, SDM aparatur, ketatalaksanaan, dan pengawasan, mampu mendukung
penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas dan mendorong munculnya
praktek-praktek pelayanan yang lebih menghargai para pengguna jasa; perubahan
paradigma aparatur yang terarah dalam upaya revitalisasi manajemen pembangunan
ke arah penyelenggaraan good governance: menjadi entrepreneurial competitive
government (pemerintahan yang kompetitif), customer driven dan accountable
government (pemerintahan tanggap/ responsive), serta global-cosmopolit orientation
government (pemerintahan yang berorientasi global).

7. Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif.


Pelaksanaan Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif ini adalah untuk membangun
kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efisien, dan efektif terciptanya iklim kerja
yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang tinggi, melalui Pengembangan
Budaya Kerja yang mengubah mindset, pola pikir, sikap dan perilaku serta motivasi
kerja; menemukan kembali karakter dan jati diri, membangun birokrat berjiwa
entrepreneur, dengan pengembangan budaya kerja yang tinggi (terbentuk pola pikir,
sikap, tindak dan perilaku, serta budaya kerja pegawai yang etis, bermoral, profesional,
disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan
dan teladan, serta mendapat kepercayaan masyarakat).

8. Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi


Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi ini perlu ditingkatkan koordinasi program
dan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian program
pendayagunaan aparatur negara.

9. Best Practices.
Best practices yaitu mengamati contoh keberhasilan beberapa Pemerintah
Daerah dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan meningkatkan kualitas pelayanan
publik, antara lain Provinsi (DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Bali, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Timur), Kabupaten (Solok, Tanah Datar, Sidoarjo, Takalar,
Sragen, Karanganyar, Sleman, Bantul, Kebumen, Jembrana, Gianyar, dan Tabanan),
dan Kota (Balikpapan, Tarakan, Malang, Sawahlunto, dan Pekanbaru).

III. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Reformasi birokrasi dibutuhkan untuk menjamin terlaksananya reformasi
di bidang lain dalam suatu pemerintahan yang mengaplikasikan konsep administrasi
pembangunan. Oleh karena itu, tanpa mengabaikan reformasi di bidang lain,
rekomendasi yang pertama harus dilakukan adalah reformasi birokrasi yang meliputi
kelembagaan dan ketatalaksanaan, sumber daya manusia, dan pengawasan dalam
melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Reformasi kelembagaan
dilakukan melalui perampingan struktur organisasi birokrasi pemerintah di pusat dan
daerah untuk menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Penyusunan organisasi yang didasarkan pada analisis jabatan ini harus terus
diupayakan. Oleh karena adanya tuntutan yang mendesak dan harus dilakukan untuk
mendorong proses percepatan reformasi birokrasi, upaya-upaya khusus di
bidang kelembagaan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan redefinisi kelembagaan birokrasi termasuk melakukan
penataan kelembagaan sesuai dengan standard operating procedure atau SOP.
2. Melakukan penerapan audit institusi.
3. Di bidang ketatalaksanaan perlu dipertimbangkan sistem rekrutmen dan promosi
pegawai sesuai dengan kecakapan dan kemampuannya dan dapat diberhentikan jika
bekerja secara buruk sebagaimana yang berlaku di lingkungan swasta.

Selanjutnya, usaha untuk mendorong peningkatan kompetensi aparat birokrasi


pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, sebagai wujud profesionalisme dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya, harus memperhatikan tiga hal pokok di bawah ini :
a. Peningkatan kesejahteraan aparat birokrasi pemerintah.
b. Peningkatan etika dan moral birokrasi pemerintah.
c. Peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah.

Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan yang baik, dapat terwujud apabila
semua lapisan masyarakat turut berperan serta dalam upaya pemberharuan di berbagai
bidang khususnya dalam bidang pelayanan (birokrasi) pemerintah, karena birokrasi
pemerintah merupakan proses interaksi / hubungan antara pemerintah dan masyarakat
serta langkah awal dalam mencapai kemajuan suatu negara dalam berbagai bidang.

Dan yang terakhir, untuk mendorong perwujudan pemerintahan yang bersih dan bebas
dari KKN dapat pula diupayakan kepada peningkatan pengawasan terhadap aparatur
negara. Pengawasan ini dapat dilakukan melalui audit internal maupun audit eksternal.

3.2 SARAN
Setiap warga negara akan selalu berhubungan dengan aktivitas Birokrasi
Pemerintahan. Bahkan ketika seseorang masih berada dalam kandungan ia sudah
mulai tergantung dengan pelayanan birokrasi. Apakah untuk keperluan pemeriksaan
kesehatan (di RS atau Puskesmas ) atau setelah lahir dan harus mendapatkan
“sertifikat sebagai warga dunia” berupa akta kelahiran. Ketergantungan dengan
birokrasi itu terus berlanjut, seiring dengan bertambahnya usia seseorang atau sejalan
dengan ragam aktivitas yang dilakukan ditengah masyarakat. Sementara itu, jenis
pelayanan umum yang diselenggarakan birokrasipun sangat kompleks dan bahkan
memasuki hampir setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Intervensi birokrasi yang demikian ini, sah-sah saja adanya, karena justru untuk
menyelenggarakan fungsi itulah birokrasi dibentuk.
Merupakan hal yang logis, jika kemudian birokrat atau aparatur publik itu dijuluki Abdi
Negara, karena pada pundaknya tugas-tugas kemasyarakatan, pemerintahan dan
pembangunan diselenggarakan atas nama “organisasi politik super besar” yang disebut
“negara”. Namun penting diingat, legitimasi yang diterima para abdi negara itu
bersumber dari kepercayaan rakyat yang berdaulat. Artinya, seorang abdi negara
adalah seseorang yang mengemban amanat rakyat untuk mengayomi kepentingan
kepentingan mereka (rakyat). Jadi, jika dikaitkan dengan sumber legitimasi ini, maka
seseorang aparatur negara/ publik (pegawai negeri, birokrat atau abdi negara) itu,
sesungguhnya adalah seorang abdi masyarakat. Ini berarti, bahwa tugas aparatur
publik adalah melayani masyarakatnya (public service).
Reformasi birokrasi tidak akan pernah berhenti demi tercapainya suatu pelayanan yang
afektif dan efesien untuk masyarakat,
Saran yang dapat penulis berikan pada makalah ini adalah:
Peningkatan pelayanan haruslah merata di berbagai aspek
Masyarakat bukan hanya sebagai pihak yang dilayani tetapi juga pengawas
pelayanan maka pemerintah haruslah memperbaiki system pelayanan hal ini di
karenakan takutnya ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah yang
menjalankan pelayanan

Pemerintah haruslah memperhatinkan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

http://SOSPOL_INSIDE_MAKALAH_REFORMASI_BIROKRASI.htm

http://Administrasi_Publik_REFORMASI_BIROKRASI_DI_ERA_OTONOMI_DAERAH.h
tm

http://CONTOH_MAKALAH_REFORMASI_BIROKRASI_DAN_TATA_KELOLA_PEME
RINTAHAN_NEGARA_KESATUAN_REPUBLIK_INDONESIA_Share_Anything.htm
http://CONTOH_MAKALAH_REFORMASI_BIROKRASI_DI_INDONESIA.htm

http://Kementerian_Pendayagunaan_Aparatur_Negara_dan_Reformasi_Birokrasi_Mak
na_dan_Tujuan.htm
http://makalah.sospol_makalah.birokrasi.htm

http://NEFI_FITRIANA_MAKALAH_REFORMASI_BIROKRASI_DI_INDONESIA.htm
http://Penilaian_Mandiri_PRB.htm
http://Reformasi_Birokrasi_Good_Governance_Good_Government_Paulus_M._Tangke
.htm
http://Society-MAKALAH-BIROKRASI-INDONESIA.htm
http://SOSPOL.INSIDE_MAKALAH-REFORMASI-BIROKRASI.htm

Anda mungkin juga menyukai