Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2015


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ASTIGMATISME

DisusunOleh :

RANDY SURYAWAN
10542 0131 09

PEMBIMBING/Supervisor:
dr. Rahasia Taufik, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
LAPORAN KASUS

ASTIGMATISME

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Irmayanti
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Makassar
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl.Abu bakar lambogo
No register : 304224
Tanggal periksa : 11 september 2015
Pemeriksa : dr. Bambang Sp,M

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : pengliahatan kabur dan berbanyang

Anamnesa terpimpin : pasien mengeluh penglihatan kabur dan berbayang. Keluhan ini sudah
dirasakan sejak kurang lebih sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan perlahan lahan yang
semakin lama semakin memburuk. Keluhan juga disertai mata yang cepat lelah (+), berair (+),
dan terasa nyeri pada kedua mata disertai nyeri kepala. Mual muntah (-), pengihatan berkabut
disangkal, penglihatan silau disangkal, riwayat penggunaan kaca mata disangkal, riwayat
penyakit lainnya disangkal, riwayat sakit mata pada keluarga, ibu pasien mempunyai riwayat
penggunaan kaca mata.

III. PEMERIKSAAN OPHTALMOLOGI

OD OS
A. inspeksi

Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Aparatus lakrimalis Lakrimalis (+) Lakrimalis (+)
Silia Normal Normal
Konjungtiva bulbi Hiperemis (-), dry eye (-) Hiperemis (-), dry eye (-)
Mekanisme muskular Normal, ke segala arah Normal, ke segala arah
Kornea jernih jernih
BMD Sedang sedang
Iris Coklat, krypte (+) Coklat, krypte (+)
Pupil Bulat, letak sentral Bulat, letak sentral
Lensa Jernih Jernih

B. palpasi

Pemeriksaan OD OS
Test okuler Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)
Massa tumor (-) (-)
Glandula preaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)
C. pemeriksaan visus
VOD : 6/12 koreksi C -1.00 X 150
VOS : 6/12 koreksi C -0.25 X 25, S-0.75
D. Tonometer Aplanasi Goldman
TOD : tidak dilakukan
TOS : tidak dilakukan
E. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Penyinaran Oblik

Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Dry eye (-) Dry eye (-)
Kornea Jerih Jernih
BMD Normal Normal
Iris Coklat, krypte (+) Coklat, krypte (+)
Pupil Bulat letak sentral Bulat, letak sentral
Lensa Jernih Jernih

G. Slit lamp
SLOD : konjungtiva normal tidak ada injeksio, kornea jernih, BMD normal, iris coklat
krypte (+), pupil bulat letak sentral, dan lensa jernih.
SLOS : konjungtiva normal tidak ada injeksio, kornea jernih, BMD normal, iris coklat
krypte (+), pupil bulat letak sentral, dan lensa jernih.

IV. RESUME

Seorang perempuan 37 tahun datang ke poliklinik mata RS TK II pelamonia datang


dengan keluhan penglihatan kabur dan berbayang. Keluhan ini sudah dirasakan sejak kurang
lebih sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan perlahan lahan yang semakin lama semakin
memburuk. Keluhan juga disertai mata yang cepat lelah (+), berair (+), dan terasa nyeri pada
kedua mata disertai nyeri kepala. Riwayat penggunaan kaca mata disangkal, riwayat penyakit
lainnya disangkal, riwayat sakit mata pada keluarga, ibu pasien mempunyai riwayat penggunaan
kaca mata.

Pada pemeriksaan ofthalmologi secara inpeksi dan palpasi pada ODS didapatkan
lakrimasi (+), kornea jernih, pupil bulat, serta pada lensa jernih. Pada pemeriksaaan refraksi
VOD 6/12 dan VOS 6/12. Pemeriksaaan tonometri tidak dilakukan pemeriksaan. Sedangkan
pada pemeriksaan slit lamp ODS didapatkan konjungtiva dry eye (-), kornea jernih, BMD
sedang, iris coklat dengan krypte (+), pupil bulat letak sentral, dan lensa jernih.

V. DIAGNOSIS

OD : astigmat

OS : astigmat

VI. TERAPI

R/ cendo lyters ED

R/ neurodex

R/ vit C

R/ kacamata

VII. DISKUSI

Pasien didiagnosis astigmatisme berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis.


Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan penglihatan kabur dan berbayang pada ODS
menurun dengan VOD 6/12 dan VOS 6/12 pada snellen chart. Dan dikoreksi dengan lensa
cylinder OD C-1.00 axis 150 hingga 6/6 dan OS C -0.25 axis 25 dan S -0.75. sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami kelainan refraksi berupa astigmatisme. Astigmatisme
adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa
akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-


gejala sebagai berikut :
1. Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
2. Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
3. Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk mendapatkan
efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata pada
saat bekerja dekat seperti membaca.
4. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala gejala sebagai
berikut :
5. Sakit kepala pada bagian frontal.
6. Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan
bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup.
Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam
perkembangannya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat lazim)
yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau-jari-
jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horisontal.2
Letak kelainan pada astigmatisma terdapat di dua tempat yaitu kelainan pada kornea dan
kelainan pada lensa. Pada kelainan kornea terdapat perubahan lengkung kornea dengan atau
tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior- posterior bola mata. Kelainan ini
bisa merupakan kelainan kongenital atau didapat akibat kecelakaan, peradangan kornea atau
operasi.2.3
Secara garis besar terdapat 3 penatalaksanaan astigmatisma, yaitu dengan menggunakan
kacamata silinder, lensa kontak dan pembedahan. Teknik pembedahan menggunakan metode
LASIK, photorefractive keratotomy, dan radial keratotomy.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang
oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.3

B. Anatomi Dan Fisiologi


Gambar 1. Anatomi bola mata.

Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan
didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun
bentuknya tidak bulat sempurna.
Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otot-otot
ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita berbentuk
menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik
kanal.1

C. Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca). Pada orang normal
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang
sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau
istirahat melihat jauh.1,2

D. Fisiologi Refraksi
Gambar 2. Fisiologi refraksi.

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan
kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat
mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas
berpindah dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan
kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya
misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang
lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah
arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin besar
perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di
medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling
penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea,
struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar
dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari
pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi
kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah.
Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya
sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.2
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus diretina
agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai retina
atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-
berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada
berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter
(20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang
lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena
berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata
tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan
dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat
untuks umber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.3

E. Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut: 4
1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.
Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan
tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter antero-posterior bola mata. Perubahan
lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau
parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.
2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan
lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan
astigmatismus.
3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty
4. Trauma pada kornea
5. Tumor

F. Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1. Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang
yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki
daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika
mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan
normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
b. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertikal.
2. Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai
berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada
retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah
titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini
adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.
Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks
2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.

Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

3. Astigmatisme Miopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara
titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.
Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X
Cyl +Y.
Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y,
atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X
menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
Gambar 7. Astigmatisme Mixtus
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :
1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus rendah
tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada
penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak
diberikan kacamata koreksi.

G. Tanda Dan Gejala


Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-
gejala sebagai berikut :
7. Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
8. Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
9. Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk mendapatkan
efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata pada
saat bekerja dekat seperti membaca.
10. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala gejala sebagai
berikut :
11. Sakit kepala pada bagian frontal.
12. Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.

H. Diagnosis
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan
retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti
pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman
penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun
retina yang menggangu penglihatan.5

2. Uji refraksi
a. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6
meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan
membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita
hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur
penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah
pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin
pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji
pengaburan (fogging technique).5,6
b. Objektif
 Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.
 Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.

c. Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris
pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien
diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling
jelas terlihat. Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya
ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu
180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis
juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring
horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder
ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan
perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.7
Gambar 8. Kipas Astigmat

d. Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut
tidak terbentuk sempurna.7,8

e. Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.7,8

I. Terapi
1. Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan
koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat
diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2. Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu
minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus
irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran
permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan
memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air
mata.
3. Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9
a. Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan
tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
b. Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat
kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan
koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum
operasi.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata dimana didapatkan bermacam- macam derajat
refraksi pada berbagai macam meridian sehingga sinar sejajar yang datang pada mata akan
difokuskan pada berbagai macam fokus pula. Terdapat berbagai macam astigmatisma, antara lain
simple astigmatisma, mixed astigmatisma dan compound astigmatisma.

Terdapat 2 etiologi, yaitu kelainan pada lensa dan kelainan pada kornea. Adapun gejala klinis
dari astigmatisme adalah penglihatan kabur atau terjadi distorsi. Pasien juga sering mengeluhkan
penglihatan mendua atau melihat objek berbayang-bayang. Sebahagian juga mengeluhkan nyeri
kepala dan nyeri pada mata.

Koreksi dengan lensa silinder akan memperbaiki visus pasien. Selain lensa terdapat juga pilihan
bedah yaitu dengan Radial keratotomy (RK) dan Photorefractive keratectomy (PRK).
DAFTAR PUSTAKA

1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3 rd Edition. London: Thieme,


2003; 344-346.
2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L, Ophtalmology
at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell
Publishing, 2003; 20-26.
4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan & Asbury’s
General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.
6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction, New
Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors, Thieme,
p. 127-136, 2000.
8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th Edition:Refractive
Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101

[Diakses tanggal 28 Juni 2011]


10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia.
Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??
tool=pmcentrez

[Diakses tanggal 26 Juni 2011]


11. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on Visual
Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010; 24(6) : 325-
330. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-6110_v108_p077.pdf??
tool=pmcentrez

Anda mungkin juga menyukai