Anda di halaman 1dari 115

HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP STIGMA

HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL


PADA ODHA

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi UIN Syarif hidayatullah Jakarta untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

PIAN HERMAWATI
NIM: 105070002251

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP


STIGMA HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL
PADA ODHA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Juni 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi.

Jakarta, 6 Juni 2011


Sidang Munaqasyah,

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/


Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si


NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2001

Anggota

Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi Bambang Suryadi, Ph.D


NIP. 19650220 199903 1 003 NIP. 19700529 2003121 002

Rena Latifa, M.Psi


NIP. 19820929 2008012 00

ii
HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP STIGMA
HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL
PADA ODHA

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Syarat-Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :
PIAN HERMAWATI
105070002251

Dibawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Bambang Suryadi, Ph.D Rena latifa, M.Psi


NIP:19700529 2003121 002 NIP:19820929 2008012 004

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011 M

iii
Sebaik-baiknya manusia adalah yang
memberi manfaat bagi orang lain
(HR. Muslim).

Kita menilai diri kita sendiri dari


segala sesuatu yang kita rasa mampu
kita lakukan, sedangkan orang lain
menilai kita dari apa yang telah
kita lakukan.
(Henry Wadsworth Longfellow)

Karya ini kupersembahkan untuk;


Cita,, cinta, dan harapanku…..

iv
Halaman persembahan

Keberhasilan tidak hanya pada usaha yang bersungguh-


sungguh pada kepercayaan diri kita, namun juga pada
kepercayaan orang lain terhadap diri kita, namun
kepercayaan sesungguhnya merupakan gambaran dari
diri kita sendiri, efek dari kepribadian kita kepada
mereka, jadi pola pikir kita adalah bagaimana agar
orang lain memiliki kepercayaan itu (O. S. Marden)

Skripsi ini kupersembahkan


untuk: Abah (almarhum),ummi,
mama, suami, adik, sepupu, dan

sahabatku….

v
ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(B) Juni 2011

(C) Pian Hermawati

(D) Hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan


interaksi sosial pada ODHA

(E) Halaman : i-xiv + 81 Hal + 11 lampiran

(F) Kasus HIV/AIDS ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 tepatnya di Bali
dan sampai saat ini penyakit HIV/AIDS semakin meningkat dan belum
ditemukan obatnya serta tercatat sebagai salah satu penyakit yang paling
mematikan. Adapun penyebab penyakit ini karena hubungan seks yang tidak
sehat, pengguna narkoba dengan menggunakan jarum suntik yang terinfeksi
virus HIV/AIDS, tranfusi darah, dan pasangan suami istri yang terinfeksi
virus HIV/AIDS. Penyebab penyakit yang melatar belakangi mereka ada
sebagian masyarakat yang memberikan stigma negatif diantaranya: orang
yang melanggar norma agama, berkonotasi negatif, orang yang berpergaulan
bebas dan pengguna narkoba. Sehingga peneliti tertarik untuk melihat
hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan
interaksi sosial pada ODHA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi ODHA terhadap


stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA. Selain itu,
untuk mengetahui hubungan usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma
HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial, hubungan lamanya terkena
HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
dan interaksi sosial, perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS
masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan pendidikan dan jenis kelamin,
mengetahui berapa besar pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma
HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial, mengetahui berapa besar
pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma
HIV/AIDS masyarakat.

Populasi dalam penelitian berjumlah100 orang penderita HIV/AIDS dengan


jumlah sampel 40 orang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kuantitatif dengan metode sampel purposif. Data dikumpulkan dengan skala
dan diolah menggunakan analisis statistik pearson product moment untuk
menguji hipotesis penelitian. Jumlah item yang valid untuk skala persepsi
ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat sebanyak 35 item dan jumlah
item yang valid untuk skala interaksi sosial sebayak 42 item. Adapun

vi
reliabilitas skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
adalah 0,728 sedangkan reliabilitas skala interaksi sosial adalah 0,888.

Berdasarkan hasil analisis korelasi dari pearson product moment diperoleh


hasil bahwa terdapat hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma
HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA, serta tidak ada
korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS
masyarakat dan interaksi sosial; tidak ada korelasi antara lamanya terkena
HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
dan interaksi sosial; tidak ada perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma
HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan pendidikan dan jenis
kelamin; Ketiga aspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS
masyarakat memberikan pengaruh sebesar 33,6% terhadap perubahan variabel
interaksi sosial dan terakhir kedua aspek variabel interaksi sosial memberikan
pengaruh sebesar 33,5% terhadap perubahan variabel persepsi ODHA
terhadap stigma HIV/AIDSmasyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti memberikan saran agar pemerintah,


LSM dan pihak-pihak terkait lainnya dapat mensosialisasikan bahaya penyakit
HIV/AIDS dan mengurangi stigma pada ODHA. Untuk peneliti selanjutnya
supaya dapat menambah variabel lain seperti optimisme kesembuhan dan
kualitas hidup serta menambah jumlah sampel denga usia sampel yang lebih
variatif.

(G) Daftar Pustaka : 27 (1981-2011)

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat lindungan dan
rahmat-Nya, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam bagi
nabi Muhammad SAW yang telah membawa lentera penerang bagi manusia di
muka bumi, juga kepada keluarga dan sahabat serta orang-orang yang mengikuti
jejaknya hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
dialami. Proses skripsi juga tidak terlepas dari bantuan berharga oleh banyak
pihak, maka dengan hati tulus sepatut penghargaan sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bapak Jahja
Umar Ph.D, berkat bimbingan , arahan, nasehat, dan cerita-cerita beliau
mengenai hal-hal yang baru bagi penulis.
2. Bapak Bambang Suryadi Ph.D sebagai dosen pembimbing I, atas arahan,
bimbingan dan masukan yang sangat membangun, rasa takut, dan haru
selama bimbingan berlangsung. Ibu Rena Latifa M.Psi sebagai dosen
pembimbing II, yang sangat sabar selalu memberikan masukan dan sudah
berbesar hati dalam membimbing saya untuk mewujudkan skripsi ini.
3. Para dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman dan
ilmu kepada penulis. Bapak dan Ibu staf Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta atas kebaikan dan kerjasamanya.
4. Untuk Abah (Alm) dan Ummi, Mamah dan om Unang yang telah
mendidik dan membesarkan saya, yang selalu siap membantu dan
memberikan doa, kasih sayang dan dukungan baik moril dan material,
yang tak terhingga serta untuk ayah saya, terimakasih karena telah
membantu saya terlahir kedunia ini.
5. Adik yang saya sayang Putra Aditama dan Bunga Novitasari, sepupuku
Rima, Riza yang selalu menambah keceriaan dirumah serta suamiku

viii
tersayang mas Slamet Budi Mulyono S.AB, yang selalu memberikan
motivasi dan sabar menunggu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
6. Sahabat-sahabat setia yang keberadaannya sangat berarti bagi penulis:
Fika, Tika, Eva, Nurfauziyanti, Dina, Donna, Nadiyya, Nina, (atas
kebersamaan selama perkuliahan) dan teman-teman seperjuangan yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
7. Kepada seluruh pengurus Yayasan Pelita Ilmu dan Yayasan Tegak Tegar
yang telah membantu penulis dalam penyebaran skala penelitian serta
para ODHA yang telah bersedia menjadi responden penelitian.
8. Juga kepada seluruh teman-teman angkatan 2005 khususnya kelas A (atas
diskusi dan kebersamaannya) dan seluruh pihak yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Peneliti menyadari banyak sekali keterbatasan dari skripsi ini, oleh karena
itu saya mohon kesediaan bagi pembaca untuk memaklumi segala kekurangan
yang terdapat dalam skripsi ini.

Jakarta, Juni 2011

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
MOTTO ............................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
ABSTRAKSI........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xiv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................ 8
1.3 Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................... 9
1.3.1 Pembatasan Masalah...................................................... 9
1.3.2 Rumusan Masalah.......................................................... 10
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 11
1.4.1 Tujuan Penelitian ........................................................... 11
1.4.2 Manfaat Penelitian ......................................................... 12
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................ 12

BAB 2 LANDASAN TEORI


2.1. Persepsi ................................................................................... 14
2.1.1 Pengertian Persepsi ........................................................ 14
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ................ 15
2.1.3 Proses Persepsi .............................................................. 17
2.2. Stigma .................................................................................... 18
2.2.1 Pengertian Stigma .......................................................... 19
2.2.2 Stigmatisasi ................................................................... 20
2.2.3 Tipe-tipe dan Dimensi Stigma ....................................... 20
2.2.4 Alasan terjadinya stigma pada penderita HIV/AIDS ..... 22

x
2.2.5 Akibat Stigma ................................................................ 23
2.3. HIV.......................................................................................... 23
2.3.1 Pengertian HIV/AIDS .................................................... 23
2.3.2 Penyebaran HIV/AIDS................................................... 24
2.3.3 Pencegahan HIV/AIDS .................................................. 25
2.3.4 Dinamika psikologis penderita HIV/AIDS .................... 26
2.3.5 Stigma masyarakat tentang HIV .................................... 28
2.3.6 Persepsi penderita HIV/AIDS terhadap
stigma masyarakat ......................................................... 28
2.4. Interaksi Sosial ........................................................................ 29
2.4.1 Pengertian interaksi sosial..............................................30
2.4.2 Syarat-syarat terjadi interaksi sosial .............................. 30
2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial........ 31
2.4.4 Bentuk-bentuk interaksi sosial ....................................... 33
2.4.5 Gambaran interaksi sosial penderita HIV/AIDS............ 37
2.5. Kerangka Berpikir................................................................... 38
2.6. Hipotesis.................................................................................. 41

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Jenis Penelitian........................................................................ 42
3.1.1 Pendekatan penelitian dan metode penelitian ................ 42
3.2. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel......... 42
3.2.1 Definisi Konseptual........................................................ 42
3.2.2 Definisi Operasional Variabel........................................ 43
3.3. Populasi dan Sampel ............................................................... 44
3.3.1 Populasi .......................................................................... 44
3.3.2 Sampel............................................................................ 44
3.3.3 Teknik pengambilan sampel .......................................... 45
3.4. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 45
3.4.1 Teknik pengumpulan data ............................................. 46
3.4.2 Instrumen pengumpulan data ........................................ 46
3.5. Teknik Uji Instrumen Penelitian ............................................. 47
3.5.1 Uji validitas .................................................................... 47
3.5.2 Uji reliabilitas................................................................. 48

xi
3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian....................................... 49
3.6.1 Hasil uji validitas skala persepsi terhadap
stigma HIV/AIDS .......................................................... 49
3.6.2 Hasil uji coba skala interaksi sosial ............................... 50
3.7. Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi Terhadap
stigma HIV/AIDS Dengan Interaksi Sosial ............................ 50
3.8. Teknik Analisa Data................................................................ 51
3.9. Prosedur Penelitian.................................................................. 52

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian....................................... 54
4.2. Kategorisasi Penyebaran Skor Responden.............................. 57
4.3 Uji Hipotesis .......................................................................... 59
4.3.1 Uji korelasi antara persepsi terhadap stigma HIV/AIDS
dengan interaksi sosial . ................................................60
4.3.2 Uji korelasi antara usia dengan persepsi terhadap stigma
HIV/AIDS .....................................................................61
4.3.3 Uji korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan
persepsi terhadap stigma HIV/AIDS ............................62
4.3.4 Uji korelasi usia dengan interaksi sosial .......................63
4.3.5 Uji korelasi lamanya terkena HIV/AIDS dengan
interaksi sosial...............................................................63
4.3.6 Uji beda berdasarkan pendidikan dengan persepsi
terhadap stigma HIV/AIDS dan interaksi sosial...........64
4.3.7 Uji beda berdasarkan jenis kelamin dengan persepsi
terhadap stigma HIV/AIDS dan interaksi sosial...........67
4.3.8 Uji regresi aspek persepsi terhadap stigma HIV/AIDS
dengan interaksi sosial ..................................................70
4.3.9 Uji regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi
terhadap stigma HIV/AIDS...........................................72

xii
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 74
5.2 Diskusi .................................................................................. 76
5.3 Saran........................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Uji korelasi persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS


masyarakat dengan interaksi sosial
Lampiran 2 : Uji korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma
HIV/AIDS Masyarakat
Lampiran 3 : Uji korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi
ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat
Lampiran 4 : Uji korelasi usia dengan interaksi sosial
Lampiran 5 : Uji korelasi lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial
Lampiran 6 : Uji beda pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma
HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial
Lampiran 7 : Uji beda jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma
HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial
Lampiran 8 : Uji regresi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS
Masyarakat dan interaksi sosial
Lampiran 9 : Uji regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap
stigma HIV/AIDS Masyarakat
Lampiran 10 : Skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat
Lampiran 11 : Skala interaksi sosial

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman kondisi kehidupan masyarakat

semakin sulit dan kompleks. Semua permasalahan yang dihadapi harus

diselesaikan oleh setiap individu. Tapi kita harus menyadari bahwa kita adalah

makhluk sosial dimana kita tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, manusia

adalah makhluk sosial. Jika kita lihat sejak lahirpun manusia sudah membutuhkan

pergaulan dengan orang lain yang memenuhi kebutuhan biologisnya, makan,

minum dan sebagainya.

Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi sosial dalam masyarakat sangatlah

kompleks. Kita bisa temukan pada penderita HIV/AIDS adanya perlakuan yang

berbeda, seperti dijauhi, dikucilkan, adanya diskriminasi.. (Hutapea; 2004).

Jumlah penderita HIV/AIDS memang mengalami peningkatan yang sangat

tajam. Kasus ini meningkat 100 persen tiap bulannya. Hingga akhir Oktober 2009

di Jakarta sendiri tercatat 41.240 kasus. Terdiri dari pengguna narkotika suntik

sebanyak 55 persen sebagian besar berusia muda, waria sebanyak 34 persen, PSK

(Pekerja Seks Komersial) di lokalisasi sebanyak 10,2 persen dan PSK tidak

langsung 5,7 persen (www.kabarindonesia.com).

Menurut data dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) DKI Jakarta,

jumah penderita HIV/AIDS pada tahun 2008 meningkat 500 persen dari tahun

1
2000, penderita AIDS yang tercatat hingga bulan September 2008 sebanyak 3.761

orang, sedangkan pada tahun 2000 jumlahnya masih 700 orang. KPA DKI Jakarta

memperkirakan berjumlah 25.000 orang penderita HIV/AIDS remaja laki-laki

berusia 19-25 tahun, 70 persen penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik, 29

persen melalui hubungan seks yang tidak aman dan sisanya diakibatkan dari

tranfusi darah (Rohana; 2009).

Menurut Ruslan (2011) Penderita HIV AIDS di Jakarta Barat terus

meningkat akibat menjamurnya tempat hiburan. Penyebabnya karena hubungan

seks langsung atau tidak langsung dan pengguna jarum suntik yang terinfeksi

virus HIV/AIDS. Populasi resiko tinggi tahun 2011 di Jakarta Barat tercatat

sebanyak 161.654 penderita HIV/AIDS. Tahun 2010 jumlah Resiko tertinggi

penderita HIV/AIDS di Jakarta Barat, di Kecamatan Tamansari 105.380

penderita, kecamatan Grogol Petamburan 21.932 penderita dan terrendah di

Kecamatan Cengkareng 2.524 penderita. Barat laporan dari beberapa LSM Peduli

AIDS dari 1800 menjad 4756, wanita pekerja seks langsung 579 orang dan

pekerja seks tidak langsung bekerja di hiburan.53,6 persen dintaranya hubungan

seksual 39,3 persen pengguna narkoba suntik dan 2,6 persen penularan dari ibu

bayi.

Penderita HIV/AIDS di Bali hingga Maret 2011 mencapai 4.314 kasus,

381 orang di antaranya meninggal dunia. Kota Denpasar menempati peringkat

pertama dengan 1.931 kasus, di antaranya 171 orang meninggal atau

persentasenya mencapai 44,76 persen. Kabupaten Buleleng dengan 941 kasus, 53

2
orang di antaranya meninggal dunia atau 21,81 persen dan Kabupaten Badung

pada peringkat ketiga dengan 708 kasus, 67 orang di antaranya meninggal atau

16,41 persen. Selain itu Kabupaten Jembrana dengan 75 kasus, 17 orang di

antaranya meninggal (1,74 persen), Tabanan 237 kasus, 27 orang di antaranya

meninggal (5,49 persen) dan Gianyar dengan 200 kasus, 24 orang di antaranya

meninggal (4,54 persen). Sementara di Kabupaten Bangli penderita HIV/AIDS

tercatat 50 kasus, tujuh di antaranya meninggal (1,16 persen), Klungkung 58

kasus, tujuh di antaranya meninggal (1,34 persen) dan Kabupaten Karangasem

114 kasus, delapan di antaranya meninggal (2,84 persen) (Suteja; 2011).

Seperti yang kita tahu, penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang memang

belum ditemukan obatnya. Para penderita hanya diberikan obat untuk

memperlambat penyebaran virus dalam tubuh. Sebagian besar yang menderita

HIV/AIDS diantaranya PSK, pelaku homoseks, pengguna narkoba dengan jarum

suntik, bayi yang terlahir dari ibu yang positif terinfeksi HIV/AIDS dan pasangan

suami istri yang terinfeksi HIV/AIDS. Memang benar, fakta yang ada kebanyakan

dari penderita HIV/AIDS adalah orang-orang yang perilakunya secara moril

bertentangan dengan norma agama dan masyarakat. Kadang mereka mendapatkan

perlakuan yang kurang menyenangkan baik dari lingkungan keluarga maupun

teman. Meliputi cemoohan, hinaan dan bahkan sikap lain yang menunjukkan

sikap tidak suka terhadap penderita HIV/AIDS.

Meskipun sudah 23 tahun sejak adanya kasus AIDS di Indonesia, sampai

sekarang masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh bahkan stigma mereka

semakin negatif. Persepsi negatif masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS,

3
berdasarkan stimulus yang mereka terima. Stimulus ini salah satunya adalah

melalui informasi yang masyarakat terima tentang HIV/AIDS sehingga terbentuk

stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS.

Menurut Walgito (2003) persepsi adalah suatu proses yang didahulukan

oleh penginderaan. Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus

oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Keadaan individu dapat

mempengaruhi hasil persepsi, ada dua sumber yang mempengaruhinya yaitu yang

berhubungan dengan segi kejasmanian/fisiologis dan yang berhubungan dengan

segi psikologis. Apabila sistem fisiologisnya terganggu, hal tersebut akan

berpengaruh pada persepsi seseorang. Sedangkan segi psikologis yaitu mengenai

pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan, motivasi akan

berpengaruh pada seseorang yang akan melakukan persepsi.

Menurut Chaplin (2004) stigma adalah satu cacat atau cela pada karakter

seseorang. Sedangkan menurut Green (dalam Cholil; 1997) stigma adalah ciri

negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya.

Stigma dalam penelitian ini adalah stigma yang yang di berikan masyarakat

terhadap penderita HIV/AIDS.

Menurut Merati (dalam Cholil; 1997) ada beberapa kasus di lingkungan

masyarakat yang diakibatkan kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS. Contoh

kasus pertama adalah sebagai berikut: dokter-dokter dan paramedis di bagian unit

gawat darurat sudah sangat sering mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana

cara penularan HIV/AIDS dan bagaimana cara pencegahan penularan di rumah

sakit dalam pekerjaan sehari-hari. Semua mengetahui hanya dengan meraba dan

4
memeriksa pasien AIDS tidak akan terjadi penularan, tapi apa yang terjadi setelah

memeriksa seorang pasien yang menyatakan dirinya seorang HIV positif? begitu

mendengar pernyataan pasien, dokter tersebut segera mencuci tangannya

berulang-berulang dengan sabun baru kemudian duduk dan meneruskan kembali

dengan pasien. Jadi tidak terpikir dahulu untuk melakukan pemeriksaan dan

pembicaraan dengan pasien tersebut karena ketakutan dan ingin segera mencuci

tangannya seolah-olah dokter takut tertular. Memang antara sikap dan

pengetahuan belum konsisten. Contoh kasus lain adalah terulangnya pembakaran

kasur dan alat-alat bekas pakaian pasien AIDS dari satu provinsi ke provinsi lain.

Pada tahun 1987 RSUD Sanglah, Bali telah membakar segala peralatan dan

pakaian bekas pasien AIDS, yang kemudian hal tersebut disadari tidak perlu.

Tetapi kurang lebih lima tahun setelah itu terdengar keadaan serupa dilakukan

oleh rumah sakit lain di Sumatera.

Dengan membaca contoh kasus di atas, jelas sekali terjadi diskriminasi

yang dilakukan oleh masyarakat, bahkan di lingkungan kesehatan seperti rumah

sakit. Disadari atau tidak, semakin kurang informasi tentang HIV/AIDS semakin

besar diskriminasi yang akan terjadi. Hal ini berkembang karena mitos-mitos tidak

segera dikoreksi sehingga terjadi pengertian dan pemahaman yang salah terhadap

HIV/AIDS. Walaupun diketahui HIV/AIDS ditularkan akibat perilaku, tetapi

tanpa disadari atau tidak masyarakat melakukan diskriminasi terhadap orangnya,

terutama diwujudkan pada kelompok-kelompok tertentu seperti homoseksual,

PSK dan pecandu narkotik.

5
Pemahaman yang kurang tentang HIV/AIDS di masyarakat perlu di

minimalisir agar penangan HIV/AIDS bukan dengan cara memerangi penderita

HIV/AIDS tetapi memerangi cara penyebaran virus HIV. Bila stigma masyarakat

ataupun lingkungan sekitarnya negatif, beban penderitaan mereka akan semakin

besar dan terakumulasi. Mereka harus mendapatkan perhatian yang serius dan

dihindarkan dari kemungkinan untuk berputus asa dengan melakukan tindakan-

tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama seperti mengakhiri hidup

dengan cara bunuh diri ataupun hal yang lainnya yang memang bertentangan

dengan norma-norma atau aturan agama. Karena pada dasarnya penyakit ini tidak

menular melalui interaksi. Sesungguhnya, diskriminasi terhadap penderita

HIV/AIDS bukan saja melanggar hak-hak asasi manusia, melainkan juga sama

sekali tidak membantu usaha mencegah penyebaran virus HIV/AIDS secara cepat

dan luas. Stigma dan diskriminasi keduanya menjelma sebagai penghalang

terbesar bagi penanganan penyerbaran HIV/AIDS. Banyak dari masyarakat yang

menganggap siapapun yang sudah terkena HIV/AIDS harus dijauhi dan

kehadirannya pun dalam lingkungan tidak diinginkan. Jika kita ingat aliran

psikologi humanistik yang dipelopori oleh Abraham Maslow, ada 5 hierarki

kebutuhan manusia salah satunya adalah rasa ingin dihargai dan menghargai. Jika

penghargaan dari orang lain tidak terpenuhi dan kehadirannya pun dalam

lingkungan tidak diinginkan maka akan menghambat proses aktualisasi diri.

Dalam hal ini pemerintah wajib melindungi hak-hak penderita HIV/AIDS sama

seperti terhadap warga Negara lainnya.

6
Mengapa stigma ini terjadi, ada tiga sumber. Pertama: ketakutan, semua

tahu HIV/AIDS adalah penyakit infeksi yang tidak ada obat untuk

menyembuhkannya. Kedua: moril, penyakit HIV/AIDS sering terkait dengan seks

bebas dan penyalahgunaan obat terlarang atau obat bius, kutukan Tuhan dengan

alasan bahwa ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah orang-orang yang telah

melanggar norma agama. Ketiga: ketidak acuhan oleh media masa, adanya

ketakutan dan pikiran moril pembaca (Green, dalam Cholil; 1997).

Diskriminasi terhadap mereka harus dikikis dengan cara memastikan

bahwa hak-hak mereka terhadap layanan dan fasilitas kesehatan diakui dan

dilindungi, untuk diperlakukan sebagai orang yang sedang sakit dan bukan orang

yang membawa penyakit. Ada stigma yang negatif dari masyarakat dan adanya

perlakuan yang kurang menyenangkan baik dari keluarga maupun masyarakat.

Jika stigma terhadap mereka sudah melekat, biasanya akan mempengaruhi

interaksi mereka dengan masyarakat, hasil penelitian yang dilakukan oleh

Waluyo, dkk (2007) dikutip dari hasil wawancara peneliti dengan penderita

HIV/AIDS, menyebutkan bahwa stigma yang di berikan masyarakat membuat

penderita HIV/AIDS menjadi tertutup atau tidak terbuka. Karena pada dasarnya

interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa

interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Pertemuan orang

perseorangan secara badaniah tidak akan terjadi pergaulan hidup dalam kelompok

sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang

perseorangan atau kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan

seterusnya. Untuk mencapai satu tujuan bersama, mengadakan persaingan,

7
pertikaian dan sebagainya, maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah

dasar proses sosial, pengertian menunjukkan pada hubungan-hubungan sosial

yang dinamis (Soekanto; 2004).

Sedangkan menurut Walgito (2003) interaksi sosial adalah hubungan

antara individu satu dengan yang lainnya, individu satu dapat mempengaruhi

individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling

timbal balik, hubungan tersebut dapat antar individu dengan individu, individu

dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.

Kita harus menyadari interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS atau

ODHA sangat penting, karena dengan berinteraksi akan membangun kepercayaan

diri dan optimisme dalam menghadapi hidup di masa yang akan datang serta

meningkatkan kualitas hidup mereka.

Fenomena ini yang menstimulasi dan memotivasi bagi penulis untuk

memahami dan mengkaji lebih dalam hubungan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA dengan

lingkungannya dan mengangkat judul “Hubungan Persepsi ODHA Terhadap

Stigma HIV/AIDS Masyarakat Dengan Interaksi Sosial Pada ODHA ”.

1.3. Identifikasi Masalah

1. Apa bentuk-bentuk stigma yang diberikan masyarakat terhadap penderita

HIV/AIDS?

2. Bagaimana persepsi ODHA terhadap penyakitnya?

3. Apa faktor yang membatasi terjadinya interaksi sosial pada ODHA?

8
4. Hambatan-hambatan yang dialami ODHA dalam intertaksi sosialnya?

5. Bagaimana persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS yang diberikan

masyarakat kepadanya?

1.6 Pembatasan dan Rumusan Masalah

1.6.1 Pembatasan Masalah

a. Persepsi yang dimaksud adalah memberikan makna atau arti terhadap stimulus

dari lingkungan yang di terima alat indera.

b. Stigma HIV/AIDS yang dimaksud adalah ciri negatif yang diberikan

masyarakat kepada penderita HIV/AIDS dan ODHA mengetahui stigma yang

diberikan masyarakat kepada mereka.

c. Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang dimaksud

adalah mengetahui dan memberikan makna serta mengenali ciri negatif yang

diberikan masyarakat kepada penderita HIV/AIDS. Dalam penelitian ini,

variabel persepsi merujuk Phulf (dalam Simajuntak; 2005) yaitu proses

interpretasi, perilaku menyimpang, perilaku diskriminasi.

d. Interaksi sosial yang dimaksud adalah kemampuan penderita HIV/AIDS

dengan orang yang ada disekitarnya, baik berupa orang perseorangan, orang

perseorangan dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok,

yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Dalam penelitian ini

merujuk pada teori Seokanto yaitu bentuk-bentuk interaksi sosial meliputi

kontak sosial dan komunikasi.

9
e. Penderita HIV/AIDS dalam penelitian ini adalah penderita yang positif

menderita HIV/AIDS yang berusia 18-45 tahun, pria dan wanita.

1.6.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah ada hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat dengan interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS.

b. Apakah ada hubungan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat.

c. Apakah ada hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

d. Apakah ada hubungan antara usia dengan interaksi sosial.

e. Apakah ada hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi

sosial.

f. Apakah ada perbedaan pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial.

g. Apakah ada perbedaan jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial.

h. Apakah ada pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat dengan interaksi sosial.

i. Apakah ada pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA

terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

10
1.7 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.7.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat dan interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS.

b. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat.

c. Untuk mengetahui hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan

persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

d. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan interaksi sosial.

e. Untuk mengetahui hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan

interaksi sosial.

f. Untuk mengetahui perbedaan pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial.

g. Untuk mengetahui perbedaan jenis kelamin dengan persepsi ODHA

terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial.

h. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial.

i. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh aspek interaksi sosial dengan

persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

11
1.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat teoritis

Pada tatanan teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

intelektual bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis yaitu masalah yang

perlu ditangani pada penderita HIV/AIDS dan psikologi sosial mengenai teori

persepsi dan stigma.

b. Manfaat praktis

Pada tataran praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

memberikan masukan bagi Pemerintah, masyarakat pada umumnya,

khususnya bagi peningkatan kualitas hidup penderita HIV/AIDS serta pihak

terkait yang menangani masalah HIV/AIDS.

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk menjelaskan dan menggambarkan secara singkat skripsi ini, maka penulis

menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang pengertian persepsi, faktor-faktor yang

berpengaruh pada persepsi, proses persepsi, pengertian stigma,

12
stigmatisasi, tipe-tipe dan dimensi stigma, alasan stigma terjadi pada

penderita HIV/AIDS, akibat stigma, pengertian HIV/AIDS,

penyebaran HIV/AIDS, pencegahan HIV/AIDS, dinamika psikologis

penderita HIV/AIDS, stigma masyarakat terhadap penderita

HIV/AIDS, persepsi penderita HIV/AIDS terhadap stigma

masyarakat, pengertian interaksi sosial, syarat-syarat interaksi sosial,

faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, bentuk-bentuk

interaksi sosial, gambaran interaksi sosial penderita HIV/AIDS,

kerangka berpikir dan hipotesis.

BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang jenis penelitian, populasi dan sampel,

variabel penelitian, instrumen penelitian, teknik analisis data, teknik

analisis statistik dan prosedur penelitian.

BAB 4 : HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dari gambaran umum, pengkategorian skor masing-

masing skala dan hasil analisis data penelitian.

BAB 5 : PENUTUP

Berisi kesimpulan, diskusi dan saran.

13
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Persepsi

2.1.1. Pengertian Persepsi

Chaplin (2004) menyebutkan persepsi adalah proses pengetahuan atau

mengenali objek atau kejadian objektif dengan bantuan indera. Secara umum

persepsi dianggap sebagai variabel yang mempengaruhi faktor-faktor perangsang,

cara belajar, keadaan psikis, suasana hati dan faktor-faktor motivasional, maka arti

suatu objek atau suatu kejadian objektif ditentukan oleh kondisi perangsang dan

faktor orgasme, dengan demikian persepsi antara seorang dengan orang yang

lainnya akan berbeda karena setiap individu mengalami situasi yang berbeda.

Persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan.

Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui

alat penerima yaitu alat indera (Walgito, 2003).

Atkitson (1981) menyebutkan bahwa persepsi adalah proses dimana

individu mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungan.

Senada dengan itu, persepsi juga diartikan sebagai suatu proses yang didahului

oleh stimulus yang diterima oleh indera yang kemudian diorganisasikan dan

diinterpretasikan, sehingga menyadari apa yang diinderanya itu.

Sesuatu yang dipersepsikan oleh seseorang dapat berbeda dengan

pemaknaannya. Hal tersebut disebabkan karena apa yang ada disekitar kita yang

ditangkap oleh panca indera tidak langsung diartikan sama dengan realitasnya.

14
Pengertian tersebut pada orang yang mempersepsikan, objek yang dipersepsikan

serta situasi disekelilingnya. Berdasarkan persepsi atau pemberian arti dari apa

yang ditangkap oleh panca indera itulah maka seseorang melakukan aktivitas atau

melakukan sikap-sikap tertentu.

Dari beberapa pengertian di atas didapatkan beberapa kata kunci mengenai

persepsi yaitu proses pemaknaan atau memberikan arti, stimulus dari lingkungan,

dan alat indera, jadi persepsi adalah proses dimana seseorang memberikan makna

terhadap stimulus dari lingkungan yang diterima oleh alat indera orang tersebut.

2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Perbedaan seseorang dalam memberikan makna terhadap informasi yang

ditangkap oleh panca inderanya disebabkan karena adanya faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pemaknaan tersebut, baik faktor dari luar maupun faktor

dari diri sendiri.

Walgito (2003) menjelaskan bahwa apa yang ada dalam diri individu akan

mempengaruhi dalam individu mengadakan persepsi, ini merupakan faktor

internal. Lalu masih ada faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor stimulus

itu sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu berlangsung, faktor-faktor

ini merupakan faktor eksternal.

Persepsi juga sangat dipengaruhi oleh harapan, keinginan, dan motivasi.

Pengaruh harapan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, pengalaman serta penilaian

seseorang terhadap objek tersebut (Davidoff, 1981)

15
Sedangkan menurut Robbins (2006) ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya perbedaan persepsi seseorang, yaitu:

1. Orang yang melakukan persepsi

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang antara lain:

Pertama, sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi. Kedua,

motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada dalam diri seseorang

akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan. Ketiga, pengalaman.

Yang terakhir adalah harapan, harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap

objek yang dipersepsikan atau dengan kata lain seseorang akan

mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai dengan apa yang

diharapkan.

2. Target dan objek persepsi

Karakter dari objek yang dipersepsikan dapat mempengaruhi apa yang

dipersepsikan. Rangsang diantara objek yang bergerak dan objek yang diam

akan lebih menarik perhatian. Demikan juga rangsang objek yang paling besar

diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan intensitas

rangsang yang paling kuat. Karakter orang yang dipersepsikan, baik itu

karakter personal sikap ataupun tingkah laku dapat berpengaruh terhadap

orang yang mempersepsikan, karena manusia dapat berpengaruh terhadap

orang yang mempersepsikan, karena manusia dapat saling mempengaruhi

persepsi satu sama lain. Orang tua yang berinteraksi dengan anaknya dengan

penuh perhatian, hangat, selalu antusias, dan sebagainya akan berpengaruh

terhadap persepsi anak akan orang tuanya.

16
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa persepsi

dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu situasi lingkungan, objek yang

dipersepsikan dan orang-orang sekitar. Selain itu adanya faktor internal yang

mempengaruhi persepsi yaitu apa yang ada dalam diri individu. Serta persepsi

sangat dipengaruhi oleh sikap, motif, pengalaman, dan harapan. Selain itu juga,

persepsi dipengaruhi oleh pengalaman, motivasi, dan keinginan.

2.1.3. Proses Persepsi

Mempersepsikan sesuatu tidak akan terjadi begitu saja, tetapi ada unsur

yang dapat menciptakan sebuah persepsi atau suatu proses yang dapat membuat

terjadinya suatu persepsi.

Menurut Chaplin (2004) proses persepsi dimulai dengan perhatian

(attention) yang merupakan proses pengamatan yang selektif. Orang terlebih

dahulu menentukan apa yang akan diperhatikan. Dengan memusatkan perhatian

akan lebih besar kemungkinan bagi individu akan memperoleh makna dari apa

yang ditangkap, lalu menghubungkan dengan pengalaman masa lalu.

Menurut Davidoff (1981) beberapa psikolog melihat atensi sebagai suatu

alat saring (filter) yang akan menyaring informasi pada titik-titik yang berbeda

pada proses persepsi. Namun ada pula yang menunjukkan bahwa manusia mampu

memusatkan perhatiannya pada apa yang mereka kehendaki untuk dipersepsikan

yang secara efektif melibatkan diri mereka dengan pengalaman-pengalaman tanpa

menutup rangsangan lain yang saling bersaing. Proses selanjutnya barulah terjadi

persepsi yaitu tahap kedua dalam mengamati dunia, mencakup pemahaman,

17
mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Proses tersebut

dalam kenyataannya terjadi secara kurang lebih serentak, karena pada dasarnya

keseluruhan proses ini berjalan dalam waktu yang relatif singkat dan segera.

2.2. Stigma

2.2.1. Pengertian Stigma

Stigma adalah fenomena yang sangat kuat yang terjadi di masyarakat, dan

terkait erat dengan nilai yang ditempatkan pada beragam identitas sosial

(Heatherton; 2003).

Menurut Chaplin (2004) stigma adalah suatu cacat atau cela pada karakter

seseorang. Sedangkan menurut Green (dalam Cholil; 1997) stigma adalah suatu

ciri negatif yang menempel pada diri pribadi seseorang karena pengaruh

lingkungannya.

Menurut Goffman (dalam Heatherton; 2003) mendefinisikan stigma

sebagai suatu isyarat atau pertanda yang dianggap sebagai “ganggguan” dan

karenanya dinilai kurang dibanding orang-orang normal. Individu-individu yang

diberi stigma dianggap sebagai individu yang cacat, membahayakan, dan agak

kurang dibandingkan orang lain pada umumnya.

Menurut Jones, dkk (dalam Heatherton; 2003) proses stigmatisasi terkait

dengan kondisi pelabelan karena kurang dipercaya atau menyimpang pada

seseorang yang dianggap aneh oleh orang lain. Sedangkan Crocker dkk (dalam

Hatherton; 2003) mendefinisikan stigma “menempatkan beberapa sifat atau ciri

18
khas, yang menyampaikan identitas sosial yang bertujuan merendahkan diri

seseorang dalam konteks sosial tertentu.

Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan stigma adalah ciri

negatif yang diberikan masyarakat dan dipengaruhi oleh lingkungan. Ciri negatif

ini diberikan kepada seseorang yang dianggap cacat, membahayakan, dan agak

kurang dibandingkan dengan orang lain pada umumnya.

2.2.2. Stigmatisasi

Stigma adalah satu cacat atau cela pada karakter seseorang, stigma

merupakan kata benda yang artinya noda, cacat. Sedangkan stigmatisasi adalah

kata keterangan yang artinya merupakan noda, menodai. Jadi perbedaan antara

stigma dan stigmatisasi adalah stigma kata benda sedangkan stigmatisasi kata

keterangan.

Menurut Pfuhl (dalam Simajuntak; 2005) proses pemberian stigma yang

dilakukan masyarakat terjadi melalui tiga tahap yaitu;

1) Proses interpretasi, pelanggaran norma yang terjadi dalam masyarakat tidak

semuanya mendapatkan stigma dari masyarakat, tetapi hanya pelanggaran

norma yang diinterpretasikan oleh masyarakat sebagai suatu penyimpangan

perilaku yang dapat menimbulkan stigma.

2) Proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang, setelah

pada tahap pertama dilakukan dimana terjadinya interpretasi terhadap perilaku

yang menyimpang, maka tahap selanjutnya adalah proses pendefinisian orang

yang dianggap berperilaku menyimpang oleh masyarakat.

19
3) Perilaku diskriminasi, tahap selanjutnya setelah proses kedua dilakukan, maka

masyarakat memberikan perlakuan yang bersifat membedakan (diskriminasi).

Melakukan stigmatisasi kepada orang lain dapat memberikan beberapa

fungsi bagi individu termasuk meningkatkan harga diri, meningkatkan kendali

sosial, menahan kecemasan. Stigmatisasi dapat meningkatkan harga diri melalui

proses pembandingan ke bawah (menahan kelemahan orang lain) (Will, dalam

Heatherton; 2003). Mengacu pada teori perbandingan ke bawah, yaitu

membandingkan diri sendiri dengan orang lain dapat meningkatkan perasaan

berharga seseorang dan karenanya dapat meningkatkan harga dirinya.

Pembandingan ke bawah dapat berlangsung dalam bentuk pasif (seperti mencari

kekurangan orang lain dalam bidang-bidang tertentu) atau juga berlangsung dalam

bentuk aktif (seperti membentuk kondisi yang tidak menguntungkan orang lain

melalui diskriminasi).

Dari definisi di atas penulis menyimpulkan proses pemberian stigma yang

dilakukan masyarakat ada tiga tahap, Pertama, proses interpretasi; Kedua, proses

pendefinisian pada seseorang yang dianggap berperilaku menyimpang; Ketiga,

perilaku diskriminasi.

2.2.3. Tipe-tipe dan Dimensi Stigma

Menurut Goffman (dalam Heatherton; 2003) membedakan tiga jenis

stigma, atau kondisi stigmatisasi, diantaranya:

1) Kebencian terhadap tubuh (seperti, cacat tubuh)

2) Mencela karakter individu (gangguan mental, pecandu, pengangguran)

20
3) Identitas kesukuan (seperti ras, jenis kelamin, agama dan kewarganegaraan)

Sedangkan Jones, dkk (dalam Heatherton; 2003) membagi enam dimensi

kondisi stigmatisasi:

1) “penyembunyian” yang mencakup keluasan karakteristik stigmatisasi sedapat

mungkin bisa dilihat (seperti cacat wajah vs. homoseksualitas).

2) “rangkaian penandaan” berhubungan dengan apakah tanda tersebut sangat

mencolok mata atau makin melemah dari waktu ke waktu (seperti multiple

sclerosis vs. kebutaan).

3) “kekacauan” yang mengacu pada tingkat stigmatisasi dalam mengganggu

interaksi interpersonal (seperti gagap dalam berbicara).

4) “estetika” yang berhubungan dengan reaksi subjektif yang dapat

memunculkan stigma karena suatu hal yang kurang menarik.

5) “asal-usul” tanda stigmatisasi (seperti cacat bawaan, kecelakaan, atau

kesengajaan) yang juga terkait dengan tanggung jawab seseorang dalam

membentuk stigma.

6) “resiko” yang mencakup perasaan berbahaya dari stigmatisasi dari orang lain

(seperti memilki penyakit yang mematikan atau membahayakan vs. memilki

kelebihan berat badan).

Lain halnya menurut Crocker dkk (dalam Heatherton; 2003) bahwa

“keterlihatan” dan “keterkendalian” merupakan dimensi stigma yang sangat

penting bagi mereka yang melakukan stigma dan mengalami stigma.

Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa terdapat 3

tipe atau dimensi stigma diantaranya; Pertama, kebencian terhadap tubuh seperti

21
cacat tubuh; Kedua, mencela karakter individu seperti gangguan mental, pecandu,

dan pengangguran; Ketiga, identitas kesukuan seperti ras, agama, jenis kelamin

dan kewarganegaraan.

2.2.4. Alasan terjadinya stigma pada penderita HIV/AIDS

Menurut Green (dalam Cholil; 1997) ada tiga sumber, diantaranya:

1) Ketakutan, semua tahu HIV/AIDS adalah penyakit infeksi yang sampai saat

ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya.

2) Moril, fakta yang ada penyakit HIV/AIDS sering terkait dengan seks bebas

dan penyalahgunaan obat terlarang atau obat bius, kutukan Tuhan dengan

alasan bahwa ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah orang-orang yang

melanggar norma agama.

3) Ketidak acuhan oleh media masa, adanya pemikiran dan ketakutan dan pikiran

moril pembaca tentang HIV/AIDS.

Sedangkan menurut Takahashi (dalam Rudianto, 2005) stigma terjadi pada

penderita HIV/AIDS karena 3 hal yaitu:

1) Fungsi mereka ditengah masyarakat.

Dalam hal ini mereka dianggap kurang produktif dan karena itu merugikan

masyarakat. Produktifitas adalah norma sosial yang ada dalam masyarakat.

2) Keberadaan mereka yang merupakan ancaman bagi masyarakat.

Kelompok penderita HIV/AIDS dianggap potensial membahayakan

masyarakat karena penyakit yang disandangnya. Mereka dianggap potensial

menulari orang-orang yang sehat dengan AIDS.

22
3) Mereka dianggap bertanggung jawab secara pribadi atas keberadaan mereka.

Anggapan masyarakat pada penderita HIV/AIDS. Persepsi bahwa penderita

AIDS bertanggung jawab secara pribadi atas penyakit yang disandangnya dari

publikasi besar-besaran mengenai kalangan yang beresiko tertinggi tertular

HIV/AIDS.

Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa alasan terjadinya stigma

pada penderita HIV/AIDS karena ketakutan masyarakat, moril yaitu tingkah laku

yang melatarbelakangi penderita HIV/AIDS dan ketidak acuhan dari media masa.

2.2.5. Akibat Stigma

Dalam Phulf (dalam Simajuntak; 2005) hasil penelitian menemukan ada

beberapa akibat dari stigma yaitu:

1) Stigma sulit mencari bantuan.

2) Stigma membuat semakin sulit memulihkan kehidupan karena stigma dapat

menyebabkan erosinya self-confidence sehingga menarik diri dari masyarakat.

3) Stigma menyebabkan diskriminasi sehingga sulit mendapatkan akomodasi dan

pekerjaan.

4) Masyarakat bisa lebih kasar dan kurang manusiawi.

5) Keluarganya menjadi lebih terhina dan terganggu.

2.3. HIV
2.3.1. Pengertian HIV/AIDS

AIDS (Acruired Immunodeficiency Syndrome) atau disebut dengan

sindroma kehilangan kekebalan sedangkan HIV (Human Immunodeficiency Virus)

23
yaitu jasad renik yang menyebabkan AIDS. HIV melumpuhkan system kekebalan

tubuh, terutama sel-sel darah putih yang membantu dalam menghadang penyakit

(Hutapea; 2004).

AIDS merupakan suatu penyakit dimana sistem kekebalan tubuh sangat

menurun karena HIV, sehingga menyebabkan individu beresiko tinggi menderita

penyakit fatal Sarcoma Kaposi, jenis kanker limpa yang jarang terjadi dan

berbagai macam infeksi jamur, virus dan bakteria yang berbahaya (Davidson,

2004).

Dari definisi di atas penulis menyimpulkan HIV (Human

Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS

(Acruired Immunodeficiency Syndrome) disebut dengan sindrom kehilangan

kekebalan tubuh. Jadi, AIDS adalah suatu penyakit dimana sistem kekebalan

tubuh menurun dan menyebabkan penderitanya mudah atau beresiko terkena

penyakit fatal.

2.3.2. Penyebaran HIV/AIDS

HIV paling sering ditularkan melalui hubungan seksual beresiko, terlepas

dari penularan seksualnya. Menurut Davidson (2004) HIV terdapat dalam darah,

sperma, cairan vagina. Dan penularan terjadi jika cairan yang terinfeksi tersebut

masuk kedalam aliran darah. AIDS tidak dapat ditularkan melalui hubungan sosial

atau bahkan dengan tinggal bersama dengan penderita AIDS atau positif HIV,

dengan catatan mencegah terjadinya kontak dengan darah yang terinfeksi.

Kategori perilaku beresiko tinggi, diantaranya: pengguna narkoba suntik,

24
pengguna jarum suntik yang tidak steril secara bersama-sama, bayi yang

dilahirkan oleh ibu yang positif HIV.

Sedangkan menurut Kaplan (1997) penularan HIV paling sering terjadi

melalui hubungan seksual atau perpindahan darah yang terkontaminasi, seks anal,

seks vaginal dan virus yang terkontaminasi paling mungkin menularkan virus.

Penularan dari darah yang terkontaminasi paling sering terjadi jika seseorang yang

ketergantungan pada zat intravena memungkinkan jarum hipodermik bersama-

sama atau teknik sterililasi yang tepat dan anak-anak dapat terinfeksi in-utera atau

melalui air susu ibu jika ibunya terinfeksi dengan HIV.

Penulis menyimpulkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) terdapat

dalam darah, sperma dan cairan vagina. Penularan virus ini akan terjadi ketika

cairan yang terinfeksi masuk kedalam aliran darah, penularan atau penyebaran

melalui seks anal, vaginal dan oral yang tidak terlindungi dapat menularkan virus.

HIV/AIDS tidak akan menular melalui hubungan sosial maupun tinggal bersama,

dengan catatan mencegah terjadinya kontak dengan darah yang terinfeksi.

Kategori yang beresiko tinggi adalah pengguna nakoba suntik yang tidak steril

yang digunakan bersama-sama dan bayi yang dilahirkan dari ibu yang positif

HIV.

2.3.3. Pencegahan HIV/AIDS

Menurut Davidson (2004) pencegahan bisa dilakukan melalui perubahan

perilaku. Para ilmuwan secara umum sepakat bahwa program-program

penggantian jarum suntik atau pembagian jarum suntik secara gratis dan alat

25
suntik, mengurangi penggunaan jarum secara bergantian dan mengurangi

penyebaran infeksi melalui penggunaan narkoba intravera. Fokus utama dalam

mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seks adalah mengubah cara-

cara berhubungan seks, seseorang yang dapat menghilangkan kemungkinan

tertular dengan melakukan hubungan monogami dengan hanya satu orang yang

hasil tes HIV-nya negatif. Walaupun demikian pencegahan terbaik adalah

mendorong orang-orang yang berhubungan seksual secara aktif untuk

menggunakan kondom, karena efektivitas kondom dalam pencegahan HIV hampir

90 persen.

Sedangkan menurut Kaplan (1997) pencegahan HV/AIDS bisa dilakukan

dengan cara melakukan hubungan seks yang aman dan menghindari menggunakan

jarum suntik hipodermik yang sudah di gunakan secara bersama-sama atau

terkontaminasi.

Penulis menyimpulkan pencegahan HIV/AIDS bisa dilakukan dengan cara

melakukan perubahan perilaku yaitu dengan cara tidak menggunakan jarum suntik

secara bergantian, setia pada pasangan dan dalam melakukan hubungan seksual

menggunakan kondom.

2.3.4. Dinamika psikologis penderita HIV/AIDS

Menurut Hutapea (2004) seorang yang menderita HIV/AIDS sering

mengalami masalah-masalah psikologis, terutama kecemasan, depresi, rasa

bersalah (akibat perilaku seks dan penyalahgunaan obat), marah dan dorongan

untuk melakukan bunuh diri. Orang yang tertular HIV/AIDS sering marah kepada

26
kalangan medis karena ketidakberdayaan mereka menemukan obat atau vaksin

penangkal HIV/AIDS. Mereka juga jengkel terhadap masyarakat luas yang

mendiskriminasikan penderita HIV/AIDS.

Untuk sebagian penderita HIV/AIDS, ketidakpastian nasib pengidap HIV

dan potensi untuk menderita AIDS akan menimbulkan perasaan cemas dan

depresi. Sering dihinggapi perasaan menjelang maut, rasa bersalah akan perilaku

yang membuat infeksi dan rasa diasingkan oleh orang lain. Stress akan ikut

melemahkan sistem imun, yang terlebih dahulu sudah dilumpuhkan oleh HIV.

Banyak orang yang tertular HIV/AIDS ditinggalkan oleh teman atau kekasih

mereka. Stress yang disebabkan kehilangan ini pun akan ikut melemahkan sistem

imun mereka.

Menurut Kaplan (1997) orang HIV/AIDS berbeda kondisinya dengan

orang yang menderita penyakit parah lainnya seperti kanker dan stroke. Infeksi

HIV/AIDS selain berpengaruh terhadap fisik pengidapnya juga memiliki

pengaruh terhadap psikososial seperti hubungan status emosi, perubahan dalam

pola adaptasi perilaku dan fungsi kognitifnya, perilaku hidup sehat, perubahan

tujuan, hidup dan peranannya di masyarakat, perubahan dalam kehidupan spiritual

sampai persiapan menjelang kematiannya.

Dari penjelasan di atas penulis mendapatkan kata kunci dinamika

psikologis yang dialami penderita HIV/AIDS yaitu kecemasan, depresi, rasa

bersalah, marah, dorongan untuk melakukan bunuh diri. Infeksi HIV/AIDS selain

berpengaruh terhadap fisik berpengaruh juga terhadap psikososial seperti status

emosi, perubahan pola adaptasi, perilaku dan fungsi kognitif, perilaku hidup sehat

dan perubahan tujuan.

27
2.3.5. Stigma Masyarakat Tentang HIV/AIDS

Menurut Merati (dalam Cholil; 1997) stigma utama masyarakat terhadap

penderita HIV/AIDS adalah karena infeksi HIV/AIDS berkonotasi segala macam

bentuk yang “negatif” karena fakta menyebutkan 80% ditularkan melalui hubugan

“seksual”, sisanya adalah pecandu narkoba dengan jarum suntik, PSK (Pekerja

Seks Komersial), istri yang tertular dari suami dan seorang istri yang melahirkan

anak positif HIV. Singkatnya, penderita HIV/AIDS adalah orang yang

pergaulannya bebas (hubungan seks bebas), pecandu narkoba, orang yang

melanggar norma-norma agama dan sosial.

Dari pernyataan di atas penulis menyimpulkan stigma yang diberikan

masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS karena sebagian besar secara norma

sosial dan masyarakat adalah orang yang melanggar norma-norma tersebut

diantaranya adalah PSK, pecandu narkoba dan pengguna jarum suntik.

2.3.6. Persepsi Penderita HIV/AIDS Terhadap Stigma Masyarakat

Hasil penelitian Waluyo, dkk (2007) membuktikan bahwa persepsi

penderita HIV/AIDS terhadap stigma yang diberikan kepada penderita HIV/AIDS

bermacam-macam yaitu, menjauhi penderita HIV/AIDS karena pandangan dan

pengetahuan masyarakat sempit tentang penderita HIV/AIDS, penyakit yang tidak

bisa disembuhkan, sangat menular, penyakit yang paling buruk, penyakit sebagai

hukuman dari Tuhan.

Masyarakat memandang penderita HIV/AIDS sebagai orang yang perlu

dihindari. ODHA memang layak terinfeksi HIV karena perilaku yang melatar

28
belakangi penderita HIV/AIDS. Masyarakat takut dan pada akhirnya mengucilkan

penderita HIV/AIDS. Masyarakat berpikir bahwa penyakit HIV/AIDS adalah

penyakit yang sangat ditakuti, sangat menular dan sangat mematikan.

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa persepsi penderita

HIV/AIDS terhadap stigma yang diberikan masyarakat kepada mereka

diantaranya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS,

penyakit tidak bisa disembuhkan, penyakit buruk, penyakit hukuman Tuhan.

ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) layak terinfeksi karena perilaku yang melatar

belakangi mereka.

2.4. Interaksi Sosial

2.4.1. Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dengan individu yang

lain, individu satu mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat

adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara

individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan

kelompok (Walgito; 2003).

Menurut Soekanto (2004) interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan

sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang

perseorangan, antara kelompok-kelompok manusia. Interaksi sosial tidak akan

tercipta dengan hanya bertemunya orang perseorangan secara badaniah belaka,

melainkan baru akan terjadi apabila orang-orang perseorangan atau kelompok-

kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan seterusnya. Untuk

29
mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain

sebagainya.

Sedangkan menurut H. Bonner (dalam Ahmadi; 2002) interaksi sosial

adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu

yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang

lain atau sebaliknya.

Dari beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan interaksi sosial

merupakan hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya dan

individu dengan orang lain, dimana perilaku seseorang tidak hanya mempengaruhi

lingkungannya, tetapi juga dapat mempengaruhi individu yang bersangkutan.

Interaksi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah interaksi yang terjadi pada

penderita HIV/AIDS dengan lingkungannya.

2.4.2. Syarat- Syarat Terjadi Interaksi Sosial

Menurut Soekanto (2004) suatu interaksi tidak akan mungkin terjadi

apabila tidak memenuhi dua syarat utama, yaitu adanya kontak sosial (Social

Contact) dan komunikasi.

a. Kontak sosial adalah suatu hubungan antara satu pihak dengan pihak lain,

yang memberikan informasi kepada masing-masing pihak tentang kehadiran

pihak lain, sehingga masing-masing pihak tersebut dapat mengetahui dan

sadar akan kedudukan masing-masing dan siap untuk mengadakan interaksi

sosial, maka kontak merupakan tahap pertama dari terjadinya “kontak” atau

hubungan antara suatu pihak dengan pihak yang lain. Suatu kontak dapat

30
bersifat primer dan sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan

hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sedangkan kontak yang

sekunder memerlukan suatu perantara, seperti telepon, telegram, radio dan

sebagainya.

b. Komunikasi adalah tindakan seseorang menyampaikan pesan kepada orang

lain dan orang lain itu memberikan tafsiran atas pesan tersebut dan

mewujudkan dalam perilaku. Arti penting dari komunikasi adalah bahwa

seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud

pembicaraan gerak-gerak badaniah dan sikap), perasaan-perasaan apa yang

ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian

memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain.

Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kontak sosial dalam mewujudkan

suatu interaksi sosial apabila hanya terjadi kontak tanpa adanya komunikasi,

maka interaksi sosial pun tidak akan terjadi. Dengan demikian apabila

dihubungkan dengan interaksi sosial kontak tanpa komunikasi, tidak

mempunyai arti apa-apa.

Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan syarat-syarat interaksi sosial

ada dua. Pertama: kontak sosial yaitu hubungan antara satu pihak dengan pihak

lain dimana antara individu satu dan yang lainnya saling memberikan informasi

sehingga masing-masing individu sadar dan siap untuk mengadakan interaksi

sosial. Kedua: komunikasi yaitu individu menyampaikan pesan kepada orang lain,

dan yang diberikan pesan akan memberikan tafsiran atas pesan tersebut dan

mewujudkan dalam perilaku.

31
2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial

Menurut Ahmadi (2002) faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial,

baik secara tunggal maupun secara bergabung adalah:

1. Faktor imitasi

Sebagian besar dari kemampuan interaksi sosial seseorang terlihat karena

pengaruh imitasi, misalnya; anak belajar berbicara, mula-mula anak

mengulang-ulang bunyi, meng-imitasi bunyi-bunyian yang dibentuknya

sendiri sambil melatih fungsi lidah, selanjutnya ia meniru ucapan orang lain

dan belajar mengucapkan kata-kata.

2. Faktor sugesti

Sugesti yang dimaksud disini adalah pengaruh psychis, baik yang datangnya

dari diri sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa

adanya daya kritik. Dalam psikologi sugesti dibedakan menjadi:

a. Auto sugesti, yaitu sugesti terhadap diri yang datang dari dirinya sendiri.

b. Hetero sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain.

3. Faktor identifikasi

Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama)

dengan orang lain, baik secara lahiriah dan batiniah. Identifikasi terjadi ketika

individu terlebih dahulu mengenal dengan teliti individu yang diidentifikasi.

4. Faktor simpati

Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang lain.

Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan

penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang yang

32
dapat tiba-tiba merasa tertarik kepada orang lain dengan sendirinya karena

keseluruhan cara-cara bertingkah laku orang itu menarik baginya.

Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan ada empat faktor yang

mempengaruhi interaksi sosial, yaitu; faktor imitasi, faktor sugesti, faktor

identifikasi dan faktor simpati.

2.4.4. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Menurut Gillin dan Gillin (dalam Soekanto; 2004) membedakan ada dua

macam proses sosial yakni proses asosiatif dan proses disasosiatif.

Proses asosiatif adalah proses yang cenderung menciptakan persatuan dan

meningkatkan solidaritas diantara masing-masing anggota kelompok, seperti

melalui:

1) Kerjasama yaitu bergabungnya individu atau sekelompok individu untuk

mencapai tujuan bersama.

2) Akomodasi yaitu usaha manusia untuk meredakan ketegangan akibat konflik

atau pertikaian dalam rangka mencapai kestabilan.

3) Asimilasi yaitu proses ketika masing-masing individu atau kelompok yang

sebelumnya saling berbeda perhatian dan pandangan dan sekarang memiliki

perhatian dan pandangan yang sama atau dapat juga diartikan sebagai proses

perkembangan dua atau lebih kebudayaan yang semula berbeda-beda

berangsur-angsur menjadi sama, seperti contohnya perkawinan.

4) Akulturasi yaitu suatu keadaan dimana unsur-unsur kebudayaan asing lambat

laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan

hilangnya kepribadian kebudayaan itu.

33
Sedangkan proses disosiatif adalah proses yang cenderung menciptakan

perpecahan dan meregangkan solidaritas diantara masing-masing anggota

kelompok. Bentuk proses disasosiatif yakni:

1) Kompetisi atau persaingan adalah suatu bentuk perjuangan sosial yang

berlangsung secara damai. Persaingan terjadi apabila dua pihak saling

berlomba dan berebut untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2) Konflik atau pertentangan adalah kompetensi yang hebat sehingga

menimbulkan pertentangan karena munculnya rasa benci, emosi, rasa amarah.

Masing-masing pihak yang bertikai berusaha menyerang, melukai, merusak

dan memusnahkan lawannya.

Menurut Soekanto (2004) adanya interaksi dapat mengabaikan proses

sosial. Proses sosial tersebut dapat menimbulkan terjadinya kerjasama maupun

perpecahan antara individu yang terlibat. Bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial

dapat berupa kerjasama (cooperatif), persaingan (competition), pertikaian

(conflict) dan akomodasi. Bentuk-bentuk interaksi sosial tersebut akan diuraikan

sebagai berikut:

1. Kerjasama (cooperatif)

Menurut Cooley (dalam Soekanto, 2004) kerjasama sebagai salah satu bentuk

interaksi sosial merupakan gejala umum yang terjadi pada masyarakat

dimanapun. Beberapa orang menganggap bahwa kerjasama disini

dimaksudkan sebagai salah satu usaha bersama antara orang perseorangan atau

kelompok manusia sehingga dapat bekerjasama dan dapat memberikan

dukungan untuk mecapai satu atau beberapa tujuan yang sama, kerjasama

34
timbul apabila orang menyadari bahwa individu mempunyai kepentingan-

kepentingan yang sama pada saat yang bersamaan mempunyai cukup

pengetahuan dan pengendalian diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-

kepentingan tersebut melalui kerjasama.

2. Persaingan (competition)

Menurut Soekanto (2004) persaingan diartikan suatu preses sosial dimana

individu atau kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui

bidang-bidang kehidupan yang menjadi pusat perhatian atau mempertajam

prasangka yang persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai

beberapa fungsi, antara lain:

a. Menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifat

kompetitif. Sifat manusia pada umumnya selalu hendak memperoleh yang

terbaik, yang dihargai, karena makin banyak yang dihargai maka semakin

meningkat pula keinginan untuk memperolehnya.

b. Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nlai yang ada

pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh

mereka yang bersaing.

c. Merupakan alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial.

Pesaingan berfungsi untuk mendudukkan individu pada kedudukan serta

peranan yang sesuai dengan kemampuannya.

d. Persaingan dapat juga sebagai alat menyaring pada warga karyawan yang

akhirnya akan menghasilkan pembagian kerja yang efektif dan efisien.

35
3. Pertikaian (conflict)

Menurut Soekanto (2004) pertikaian atau konflik adalah suatau proses sosial,

dimana orang perseorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi

tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman

atau kekerasan. Sebab musabab pertikaian adalah adanya perbedaan antara

orang perseorangan, perbedaan pendirian dan perasaan mungkin menyebabkan

bentrokan antara orang perseorangan dan juga perbedaan kebudayaan.

Pertikaian atau konflik diartikan sebagai bentuk interaksi sosial dimana terjadi

usaha menyingkirkan yang lain yang menjadi lawannya suatu pertikaian

tersebut akan diselesaikan.

4. Akomodasi

Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu proses dimana orang atau

kelompok orang mula-mula orang atau sekelompok orang yang mula-mula

saling bertentangan, kemudian saling mengadakan penyesuaian diri untuk

mengatasi ketegangan-ketegangan. Dengan kata lain, akomodasi merupakan

suatau cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa mnghancurkan pihak

lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadian.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa interaksi

sosial tersebut dapat berbentuk kerjasama, persaingan atau pertikaian, dimana

kerjasama terjadi apabila terdapat adanya persamaan kepentingan dalam mencapai

tujuan, sedangkan persaingan yang sering terjadi disaat seseorang atau

sekelompok orang yang ingin mencapai targetnya yang diterapkan. Berbeda

dengan pertikaian, dimana suatu tindakan yang telah menggunakan kekerasan

36
untuk mencapai keinginan setiap individu. Untuk dapat mengatasi hal tersebut

individu dapat berakomodasi atau menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi

yang menegangkan atau yang memanas.

2.4.5. Gambaran Interaksi Sosial Penderita HIV/AIDS

Kecenderungan rendahnya pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS

dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya stigma. Rendahnya pemahaman

tentang HIV/AIDS dapat terjadi pada siapapun termasuk pada ODHA. Jenis

penyebaran HIV/AIDS yang semula banyak diakibatkan oleh hubungan seksual

bebas, namun 3 tahun belakangan ini diperkirakan telah berubah menjadi

penularan melalui jarum suntik pada pengguna narkoba; Depkes RI (dalam,

kabarindonesia.com; 2009).

Menurut Hutapea (2004) seseorang yang menderita HIV/AIDS sering

mengalami masalah-masalah psikologis, terutama kecemasan, depresi, rasa

bersalah (akibat perilaku seks dan penyalahgunaan obat) sehingga menimbulkan

dorongan untuk bunuh diri, mereka juga jengkel terhadap masyarakat luas yang

mendiskriminasikan penderita HIV/AIDS dan tidak mengeluarkan dana yang

besar untuk menaklukkan HIV/AIDS. Banyak orang yang bersimpati dan

mendukung penderita HIV/AIDS, contohnya dengan banyaknya yayasan yang

didirikan oleh orang-orang yang tidak terinfeksi HIV/AIDS. Akan tetapi banyak

pula yang memusuhi atau menolak mereka secara halus, sering dijumpai

perlakuan yang berbeda-beda dalam hal perumahan ataupun pekerjaan, anak-anak

37
yang tertular HIV/AIDS sering dihindarkan disekolah dan ditepiskan oleh

tetangga dan anak-anaknya.

Pemahaman HIV di masyarakat perlu dimaksimalkan agar penanganan

HIV/AIDS bukan dengan cara memerangi ODHA tetapi memerangi terjadinya

cara penyebaran dan penularan virus HIV. Dari hasil penelitian Waluyo, dkk

(2007) menyebutkan bahwa karena kurang diterimanya penderita HIV/AIDS di

tengah-tengah masyarakat serta macam-macam stigma yang diberikan masyarakat

membuat ODHA tidak terbuka. Kenapa terjadi demikian, karena lingkungan tidak

mau menerima orang dengan penyakit HIV/AIDS dan stigma yang diberikan

masyarakat kepada mereka.

Dari pernyataan diatas penulis menyimpulkan kecenderungan rendahnya

pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS dapat meningkatkan kemungkinan

terjadinya stigma. Akan tetapi ada sebagian dari masyarakat yang masih peduli

dan bersimpati serta mendukung ODHA yaitu dengan cara mendirikan yayasan

HIV/AIDS yang didirikan oleh orang-orang yang tidak terinfeksi HIV/AIDS.

Tetapi di sisi lain banyak pula yang memusuhi atau menolak mereka secara halus,

perlakuan yang berbeda-beda dalam hal perumahan dan pekerjaan. Akibat kurang

diterima penderita HIV/AIDS di masyarakat dan stigma yang diberikan

masyarakat terhadap ODHA ini telah membuat mereka menjadi orang yang

kurang terbuka.

2.5. Kerangka Berpikir

HIV/AIDS merupakan penyakit yang memang sampai saat ini belum

ditemukan obatnya, para penderita hanya diberikan obat untuk memperlambat

38
penyebaran virus dalam tubuh. Data dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS)

menyebutkan kasus HIV/AIDS meningkat 100 persen dari tahun 2009, 10,2

persen PSK di lokalisasi, 5,7 persen PSK tidak di lokalisasi, dari tahun 2000

sampai 2008 kasus HIV/AIDS meningkat 500 persen.

HIV/AIDS ditemukan di Indonesia pada tahun 1987, meskipun sejak

adanya kasus ini sampai sekarang masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh

bahkan stigma mereka semakin negatif (Hutapea, 2004). Stigma yang diberikan

oleh masyarakat pun bermacam-macam diantaranya HIV/AIDS berkonotasi

negatif, orang yang pergaulannya bebas, orang yang melanggar norma agama dan

sosial, dan kutukan Tuhan karena perilaku mereka.

Menuruyt Green (dalam Cholil; 1997) ada tiga sumber yang mendasari

mengapa stigma terjadi pada penderita HIV/AIDS. Pertama: ketakutan, semua

tahu infeksi belum ada obatnya. Kedua: moril, penyakit HIV/AIDS sering terkait

dengan seks bebas dan penyalahgunaan obat terlarang atau obat bius, kutukan

Tuhan karena ODHA adalah orang-orang yang melanggar norma agama. Ketiga;

ketidak acuhan oleh media masa, adanya ketakutan dan pikiran moril pembaca.

Persepsi negatif masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS berdasarkan

stimulus yang mereka terima, stimulus ini salah satunya adalah melalui informasi

yang masyarakat terima tentang HIV/AIDS, sehingga terbentuknya stigma dan

diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Persepsi ODHA terhadap stigma yang

diberikan masyarakat kepada mereka sangat beragam diantaranya pandangan dan

pengetahuan masyarakat sempit tentang penderita HIV/AIDS, penyakit sebagai

hukuman dari Tuhan, masyarakat memandang penderita HIV/AIDS orang yang

perlu dihindari, ODHA memang layak terinfeksi HIV karena perilaku yang

melatar belakangi penderita HIV/AIDS, masyarakat takut dan pada akhirnya

39
mengucilkan penderita HIV/AIDS, masyarakat berpikir bahwa penyakit

HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat ditakuti, sangat menular dan sangat

mematikan (Waluyo, dkk, 2007).

Menurut Robbins (2006) persepsi dipengaruhi oleh sikap, motif,

kepentingan, pengalaman dan harapan. Akibat stigma yang diberikan masyarakat

akan berpengaruh kepada ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Hasil penelitian

Waluyo dkk (2007) menyatakan bahwa stigma yang diberikan masyarakat kepada

ODHA telah menjadi orang yang kurang terbuka.

Untuk dapat dipahami secara lebih jelas, berikut adalah gambaran skema

tersebut:

Persepsi penderitaHIV/AIDS terhadap Fakta HIV/AIDS di Jakarta


stigma yang diberikan masyarakat kepada • Kasus HIV/AIDS meningkat 100
mereka; persen dari tahun 2009.
• 10,2 persen PSK di lokalisasi, dan 5,7
• Pengetahuan masyarakat sempit tentang persen tidak di lokalisasi.
HIV/AIDS. • Data dari KPA DKI Jakarta tahun
• Penyakit kutukan Tuhan. 2000 sampai 2008 meningkat 500
• ODHA perlu dihindari persen.
• ODHA terinfeksi HIV/AIDS karena
perilaku yang melatar belakangi mereka.
• Penyakit yang ditakuti, sangat menular,
dan sangat mematikan (penelitian FIK-
UI, Waluyo, dkk, 2007).

Syarat-syarat interaksi sosial:


Proses pemberian stigma: • Kontak sosial
• proses interpretasi • komunikasi
• perilaku menyimpang
• perilaku diskriminasi

Hubungan persepsi ODHA terhadap


stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan
interaksi sosial pada ODHA

40
2.6. Hipotesis

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA.

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA.

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS Masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan persepsi ODHA

terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat .

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan

persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat.

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS

dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat.

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi sosial.

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi sosial.

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan

interaksi sosial.

H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamaya terkena HIV/AIDS

dengan interaksi sosial.

41
H1 : Ada perbedaan yang signifikan berdasarkan pendidikan dengan persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial.

H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan berdasarkan pendidikan dengan

persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi

sosial.

H1 : Ada perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dengan persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial.

H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dengan

persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial.

H1 : Ada pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

Masyarakat dengan interaksi sosial.

H0 : Tidak ada pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

dengan interaksi sosial.

H1 : Ada pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS . Masyarakat

H0 : Tidak ada pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS Masyarakat.

42
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menampilkan

hasil berupa angka-angka, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah

metode korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan

tingkatan-tingkatan hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu

populasi. Pengukuran korelasional digunakan untuk menentukan besarnya arah

hubungan, Sevilla (1993).

Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional karena sesuai

dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel,

yaitu antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan

interaksi sosial pada ODHA.

3.2. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel

3.2.1. Definisi Konseptual

Secara konseptual variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu

(a) variabel bebas (independent variable) dan (b) variabel terikat (dependent

variable).

43
a. Variabel bebas (independent variable)

Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat. Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat yang dimaksud adalah untuk mengetahui dan memberikan makna

serta mengenali ciri negatif yang diberikan masyarakat kepada penderita

HIV/AIDS. Dalam penelitian ini, variabel persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat merujuk pada Pfuhl (dalam Simajuntak; 2005) yaitu

proses interpretasi, perilaku menyimpang dan perilaku diskriminasi.

b. Pada penelitian ini variabel terikatnya adalah interaksi sosial. Interaksi sosial

yang dimaksud adalah kemampuan penderita HIV/AIDS dengan

lingkungannya baik berupa orang perseorangan, orang perseorangan dengan

kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok, yang bersifat timbal

balik dan saling mempengaruhi, meliputi bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu

kontak sosial dan komunikasi, dimana mereka telah mendapatkan stigma dari

masyarakat karena penyakit mereka.

3.2.2. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial.

a. Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat: definisi

operasionalnya adalah hasil skor yang diperoleh dari responden terhadap skala

persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang disusun

44
berdasarkan teori Pfuhl (dalam Simajuntak; 2005) yaitu proses interpretasi,

perilaku menyimpang dan perilaku diskriminasi.

b. Interaksi sosial: definisi operasionalnya adalah hasil skor yang diperoleh dari

responden terhadap skala interaksi sosial yang diambil dari teori Soekanto

(2004) bentuk ini disesuaikan dengan penderita HIV/AIDS. Bentuk-bentuk

tersebut diantaranya bentuk kontak sosial dan komunikasi.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang

merupakan perhatian peneliti, objek dapat berupa makhluk hidup, benda, sistem

dan prosedur, fenomena dan lain-lain (Kuontur; 2009). Jadi populasi adalah

seluruh anggota dalam lingkup yang dimaksud oleh peneliti. Populasi dalam

penelitian ini adalah penderita HIV/AIDS yang namanya tercatat di YPI (Yayasan

Pelita Ilmu) Tebet, Jakarta Selatan yang berjumlah 100 orang.

3.3.2. Sampel

Menurut Sevilla (1993), sampel adalah beberapa bagian terkecil atau

cuplikan yang didapat dari populasi. Untuk jumlah sampel, menurut Gay (dalam

Sevilla; 1993) bahwa untuk penelitian korelasi diambil 30 subjek atau lebih.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sampel sebanyak 40 orang.

45
3.3.3. Teknik Pengambillan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan teknik

purposive sampling atau pengambilan sampel purposif yang artinya bahwa tidak

setiap orang dalam populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk

dijadikan sampel penelitian subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah

subjek yang memikili karakteristik. Adapun karakteristik subjek yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

1. Penderita HIV/AIDS

2. Pria dan wanita usia 18-45 tahun

3. Namanya tercatat di Yayasan Pelita Ilmu

3.4. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari metode

pengumpulan data dan instrumen, teknik uji instrumen serta teknik analisa data.

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan kuesioner sebagai alat

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono; 2009) dan menggunakan

model skala Likert sebagai “summated rating method” adalah pernyataan

pendapat yang disajikan kepada responden yang memberikan indikasi pernyataan

setuju atau tidak setuju (Sevilla; 1993). Tiap-tiap pernyataan akan memberikan

gambaran bagaimana individu dalam menanggapi pernyataan tersebut. Setengah

soal adalah disebut positif atau kesetujuan (Favorable) dan setengah lainnya

46
disebut negatif atau ketidaksetujuan (Unfavorable) (Sevilla; 1993). Untuk itu

instrumen penelitian ini menggunakan skala Likert dengan empat kemungkinan

jawaban yaitu Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai dan Sangat Tidak Sesuai.

Setiap individu dapat mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban

yang dianggap salah.

Tabel 3.1
Bobot nilai jawaban

Pilihan SS S TS STS
Favorabel 4 3 2 1
Unfavorabel 1 2 3 4

3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian mengunakan suatu

metode (Arikunto; 2006).

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala,

yaitu:

o Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Mengacu teori Phulf

(dalam Simajuntak; 2005) yaitu proses interpretasi, perilaku menyimpang dan

perilaku diskriminasi.

Adapun blue print skala tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2
Blue Print Skala Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS Masyarakat
No Aspek Indikator Favorabel Unfavorabel Jumlah
• Ciri negatif 6, 16, 23, 42 8, 13, 49, 50 8
Proses
1
interpretasi • Penyakit kutukan 9, 41 14, 48 4
Tuhan
• Pergaulan bebas 1, 43 3, 45 4
Perilaku • Pengguna
2
menyimpang narkoba 39, 40 46, 47 4
• Melanggar

47
norma agama 2, 5, 10, 12, 15 4, 7, 11, 22 9

• Perilaku yang 19, 20, 28, 35 17, 18, 21, 29 8


Perilaku kurang baik
3
diskriminasi • Dikucilkan 24, 31, 32, 36 25, 26, 33, 34, 9
27, 38 37
• dijauhi 27, 38 30, 34 4
Total 25 25 50

o Interaksi sosial, dalam menyusun skala interaksi sosial yang disusun

berdasarkan teori Soekanto (2004) yaitu bentuk-bentuk interaksi sosial

meliputi kontak sosial dan komunikasi.

Adapun blue print skala tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3
Blue print skala interaksi sosial

No Aspek Indikator Favorabel Unfavorabel Jumlah


Terjadinya suatu 1, 3,5, 7, 9, 11, 29, 31, 33, 35, 30
hubungan antar 13, 15, 17, 19, 37, 39, 41, 43,
Kontak
1 pihak (langsung 21, 23, 25, 27 45, 47, 49, 51,
sosial
maupun tidak 53, 55, 57, 59
langsung)
a) Penyampaian 44, 46, 48, 50, 26, 28, 30, 32, 19
pesan dari masing- 52, 54, 56, 34, 36, 38, 40,
masing pihak 58,60, 61 42
2 Komunikasi
b) Tanggapan 16, 18, 20, 22, 2, 4, 6, 8, 10,
12
terhadap pesan 24 12, 14
yang disampaikan
Total 29 32 61

3.5. Teknik Uji Instrumen Penelitian

3.5.1. Uji validitas

Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah ada skala

psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya.

Untuk menguji validitas item digunakan rumus Korelasi dari Pearson Product

48
Moment. Validitas suatu butir pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected item

total correlation masing-masing butir pernyataan.

3.5.2. Uji Reliabilitas

Menurut Azwar (2006) reliabilitas adalah tingkat ketetapan, ketelitian,

keakuratan sebuah instrumen. Sedangkan menurut Hasan (2002) uji reliabilitas

(keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam

menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pernyataan yang

merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk skala. Reliabilitas

suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki Cronbach’s Alpha > 0,60

(Azwar, 2006).

Menurut J.P. Guilford (dalam Kuncono; 2004), prinsip pada umumnya

yang digunakan untuk penafsiran “nilai r” adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4.
Intepretasi nilai r

Besar nilai r Interpretasi

> 0,9 Sangat reliabel

0,7 - 0,9 Reliabel

0,4 – 0,7 Cukup reliabel

0,2 – 0,4 Kurang reliabel

< 0,2 Tidak reliabel

49
3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian

3.6.1. Hasil uji validitas skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat

Berdasarkan hasil uji coba (try out) terdapat 50 item dalam instrumen ini,

diperoleh 35 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun taraf

signifikansi 1% yaitu item nomor: 5, 8, 10, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22,

24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 41, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50.

Sedangkan item yang tidak valid berjumlah 15 item yaitu nomor : 1, 2, 3, 4, 6, 7,

9, 11, 13, 23, 30, 32, 36, 40, 42. Semua alat ukur yang valid digunakan sebagai

alat ukur penelitian. Berikut ini adalah blue print revisi skala persepsi terhadap

stigma HIV/AIDS:

Tabel 3.5
Blue Print Revisi Skala Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS
Masyarakat

No Aspek Indikator Favorabel Unfavorabel Jumlah


• Ciri negatif 16 8, 49, 50 4
Proses • Penyakit kutukan 41 14, 48 3
1
interpretasi Tuhan

• Pergaulan bebas 43 45 2
Perilaku • Pengguna narkoba 39 46, 47 3
2
menyimpang • Melanggar norma 5, 10, 12, 15 22 5
agama

• Perilaku yang 19, 20, 28, 17, 18, 21, 29 8


kurang baik 35
Perilaku
3 • Dikucilkan 24, 31 25, 26, 33, 34, 7
diskriminasi
37
• Dijauhi 27, 38 44 4

Total 16 19 35

50
3.6.2. Hasil Uji Coba Skala Interaksi Sosial

Berdasaran dari hasil uji coba (try out) terdapat 61 item dalam instrumen

interaksi sosial, diperoleh 42 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% dan

pada taraf signifikansi 1% yaitu nomor item: 5, 8, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17,18,

19, 20, 21, 22, 24, 25, 26,27, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 37, 38, 41, 43, 45, 46, 47,

48, 49, 50, 51, 52, 53, 55, 57, 59, 61. Sedangkan item yang tidak valid berjumlah

19 item yaitu: 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 11, 23,32, 36,39, 40, 42, 44, 54, 56, 58, 60.

Tabel 3.6
Blue Print Revisi Skala Interaksi Sosial
No Aspek Indikator Favorabel Unfavorabel Jumlah
Terjadinya suatu 5, 13, 15, 17, 29, 31, 33, 35, 23
hubungan antar pihak 19, 21, 25, 37, 41, 43, 45,
1 Kontak sosial
(langsung maupun tidak 27 47, 49, 51, 53,
langsung) 55, 57, 59
a) Penyampaian pesan 46, 48, 50, 26, 28, 30, 34, 10
dari masing-masing 52, 61 38,
pihak
2 Komunikasi
b) Tanggapan terhadap 16, 18, 20, 8, 10, 12, 14 9
pesan yang 22, 24
disampaikan
18 24 42

3.7. Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi ODHA Terhadap stigma

HIV/AIDS Masyarakat Dengan Interaksi Sosial

Uji reliabilitas dilaksanakan pada penderita HIV/AIDS yang tergabung di

Yayasan Tegak Tegar di daerah Bendungan Hilir dengan jumlah sampel sebanyak

30 orang responden. Uji reliabilitas kedua skala ini menggunakan uji statistik

Alpha Cronbach dengan menggunakan program SPSS 13.0. Untuk hasil uji

51
reliabilitas skala persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dan interaksi sosial,

diperoleh hasil:

1. Reliabilitas skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

dengan 35 item adalah 0,728 jadi skala pesepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat ini memiliki tingat reliabilitas tinggi atau reliabel.

2. Reliabilitas skala interaksi sosial dengan dengan 42 item adalah 0,888 jadi

skala interaksi sosial ini memiliki tingkat reliabilitas tinggi atau reliabel.

Dari uji reliabilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,728 untuk skala

persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan 0,888 untuk skala

interaksi sosial termasuk dalam kategori tinggi atau reliabel. Menurut Azwar

(2006), suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach > 0,60.

3.8. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan

dari penelitian ini, dengan metode statistik untuk mengetahui signifikansi antara

persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial

dan bagaimana arah hubungan antara variabel. Pengolahan data dalam penelitian

ini menggunakan analisa statistik, yaitu:

a. Statistik Deskriptif

Digunakan untuk mengolah gambaran umum responden.

b. Korelasi dari pearson product moment digunakan untuk mengetahui validitas

Untuk penghitungannya, penulis menggunakan program SPSS 13.0.

52
c. Untuk menghitung reliabilitas alat pengumpulan data, digunakan Alpha

Cronbach. Uji reliabilitas adalah konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur

yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2006).

d. Korelasi dari pearson product moment, digunakan untuk mengetahui

hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

dengan interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS. Selain itu, hubungan usia

dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat, hubungan

lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat, hubungan usia dengan interaksi sosial, hubungan

lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial, uji beda pendidikan

dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi

sosial, uji beda jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS dan interaksi sosial, sumbangan aspek persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial, sumbangan aspek

interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat . Untuk penghitungannya penulis menggunakan program SPSS

13.0.

3.9. Prosedur Penelitian

a. Tahap persiapan

1. Melakukan perumusan masalah dan menentukan variabel yang akan

diteliti.

53
2. Melakukan observasi pendahuluan terhadap penderita HIV/AIDS di

yayasan khusus ODHA di daerah Tebet dan Bendungan Hilir.

3. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori

yang tepat mengenai variabel penelitian.

4. Persiapan yang menyangkut alat pengumpulan data adalah memilih item-

item dalam skala yang benar-benar valid dan reliabel.

b. Tahapan Penelitian

1. Menentukan subjek penelitian dengan teknik sampel non-probabilitas,

dimana semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki peluang yang

sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian.

2. Kemudian melakukan penelitian, dengan melakukan penyebaran skala uji

coba (try out) yang dilakukan pada tanggal 2 September sampai 22

September 2010 kepada 30 penderita HIV/AIDS di Yayasan Tegak Tegar

di daerah Bendungan Hilir.

3. Melakukan skoring dan membuang item yang gagal atau tidak valid.

4. Melakukan penyebaran skala kedua sebagai hasil dari Field Study.

c. Tahap Analisa Data

1. Melakukan skoring data hasil penyebaran skala kedua (Field Study).

2. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian

membuat tabel data.

54
3. Melakukan analisis data dengan mengunakan metode statistik untuk

menguji hipotesis penelitian dan perbandingan antara variabel penelitian.

Dianalisis secara validitas dan reliabilitasnya, secara teknik analisis

statistik.

4. Membuat laporan hasil dan analisis tersebut.

55
BAB 4

HASIL PENELITIAN

Bab ini akan membahas laporan penelitian, yaitu gambaran umum subjek

penelitian, penyebaran skor hasil instrumen penelitian dan hasil analisis data

penelitian.

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Gambaran umum responden dalam penelitian ini akan diuraikan secara

rinci, yaitu berupa gambaran umum frekuensi dari usia, gambaran umum

frekuensi dari jenis kelamin, gambaran umum frekuensi pendidikan dan gambaran

umum frekuensi lamanya subjek terkena penyakit HIV/AIDS. Populasi dalam

penelitian ini adalah 100 penderita HIV/AIDS di yayasan Pelita Ilmu Tebet,

Jakarta Selatan dan sampel penelitian berjumlah 40 penderita HIV/AIDS. Berikut

ini adalah tabel gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin, usia,

pendidikan, dan lamanya penderita HIVAIDS terkena HIV/AIDS.

Tabel 4.1
Gambaran umum berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 9 22,5 %

Perempuan 31 77,5 %

Jumlah 40 100 %

54
56
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dipahami bahwa gambaran umum berdasarkan

jenis kelamin separuh responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 31 orang

(77,5%), sedangkan sisanya berjenis kelamin laki-laki berjumlah 9 orang (22,5%).

Tabel 4.2
Gambaran umum berdasarkan usia

Usia Frekuensi Persentase (%)

18-25 Tahun 10 25 %

25-30 Tahun 20 50 %

31-35 Tahun 9 22,5 %

36-40 Tahun 1 2,5 %

41-45 Tahun 0 0%

Jumlah 40 100 %

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui hampir separuh usia responden

adalah usia 25-30 tahun yaitu berjumlah 20 orang (50%), sedangkan sebagian

kecil berusia 18-24 tahun berjumlah 10 orang (25%) dan sisanya berusia 31-35

tahun berjumlah 9 orang (22,5%) dan usia 36-40 tahun berjumlah 1 orang (2,5%)

dan kategori usia 41-45 tidak ada.

Tabel 4.3
Gambaran umum berdasarkan pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

SMP 9 22,5 %

SMA 26 65%

Diploma 5 12,5%

Jumlah 40 100%

57
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa separuh responden

pendidikannya adalah SMP yaitu berjumlah 9 orang (22,5%), sedangkan SMA

berjumlah 26 orang (65%), Diploma berjumlah 5 orang (12,5%).

Tabel 4.4
Gambaran umum berdasarkan lamanya terkena HIV/AIDS

Waktu Frekuensi Persentase (%)

1 tahun 2 5%

2 tahun 10 25 %

3 tahun 7 17,5 %

4 tahun 8 20 %

5 tahun 3 7,5 %

6 tahun 3 7,5 %

7 tahun 3 7,5 %

8 tahun 0 0%

9 tahun 2 5%

10 tahun 2 5%

Jumlah 40 100 %

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dipahami bahwa responden yang terkena

HIV/AIDS selama 1 tahun berjumlah 2 orang (5%), 2 tahun berjumlah 10 orang

(25%), 3 tahun berjumlah 7 orang (17,5%), 4 tahun berjumlah 8 orang (20%), 5

tahun berjumlah 3 orang (7,5%), 6 tahun berjumlah 3 orang (7,5%), 7 tahun

berjumlah 3 orang (7,5%), 8 tahun tidak ada (0%), 9 tahun berjumlah 2 orang

(5%) dan 10 tahun berjumlah 2 orang (5%).

58
4.2. Kategorisasi Penyebaran Skor Responden

Berikut ini diuraikan penggolongan kategori dan penyebaran skor persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Peneliti membagi kategori pada

variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat menjadi dua

yaitu positif dan negatif. Adapun acuan yang dijadikan peneliti untuk membagi

kategori tersebut adalah melalui rentang skor. Perolehan rentang skor tersebut

didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut:

Diketahui jumlah item untuk skala persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat berjumlah 35 item. Pemberian skor diberikan dari rentang

1-4, sehingga skor terendah didapatkan 81 dan skor tertinggi 121, dengan jarak

rentang skor yaitu pengurangan dari keduanya sebesar 40. Peneliti membagi

kategori menjadi dua bagian yaitu positif dan negatif. Oleh karena itu rentang skor

kategori didapatkan melalui pembagian antar rentang skor dengan jumlah kategori

yaitu sebesar 20. Sehingga didapatkan rentang skor kategori melalui cara sebagai

berikut:

Rentang skor kategori negatif = Skor terendah – (Skor terendah + 20)

= 81 - 101

Rentang skor kategori positif = ((Nilai tertinggi – 20)+1) – Skor tertinggi

= 102 - 121

Berikut ini Tabel 4.5 diuraikan penggolongan kategori dan penyebaran skor

persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

59
Tabel 4.5
Persebaran persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase
Negatif 81 – 101 31 77,5 %
Positif 102 – 121 9 22,5 %

Jumlah 40 100 %

Berdasarkan penggolongan kategori di atas dapat diketahui sebagian besar

subjek penelitian memiliki persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat negatif dengan persentase sebesar 77,5% dan sebanyak 22,5% subjek

penelitian memiliki persepsi terhadap stigma HIV/AIDS positif.

Hal yang sama juga dilakukan untuk pengkategorian pada variabel interaksi

sosial dengan membagi kategori menjadi dua bagian yaitu positif dan negatif.

Untuk mendapatkan acuan dalam pengkategorian tersebut peneliti menggunakan

perhitungan sebagai berikut:

Diketahui jumlah item untuk skala interaksi sosial adalah 42 item.

Pemberian skor diberikan dari rentang 1-4, sehingga skor terendah didapatkan 98

dan skor tertinggi 130, dengan jarak rentang skor yaitu pengurangan dari

keduanya sebesar 32. Peneliti membagi kategori menjadi dua bagian yaitu positif

dan negatif. Oleh karena itu rentang skor kategori didapatkan melalui pembagian

antar rentang skor dengan jumlah kategori yaitu sebesar 16. Sehingga didapatkan

rentang skor kategori melalui cara sebagai berikut:

Rentang skor kategori negatif = Skor terendah – (Skor terendah + 16)

= 98 - 114

60
Rentang skor kategori positif = ((Nilai tertinggi – 16)+1) – Skor tertinggi

= 115 - 130

Berikut ini Tabel 4.6 diuraikan penggolongan kategori dan penyebaran skor

interaksi sosial reponden penelitian.

Tabel 4.6
Persebaran interaksi sosial
Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase
Negatif 98 - 114 35 87,5 %
Positif 115 – 130 5 12,5 %

Jumlah 40 100 %

Berdasarkan penggolongan kategori di atas dapat diketahui sebagian besar

subjek penelitian memiliki interaksi sosial negatif dengan persentase sebesar 87,5

% dan sebanyak 12,5 % subjek penelitian memiliki interaksi sosial positif.

4.3 Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis korelasi dari pearson

product moment variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

dengan variabel interaksi sosial. Selain itu, usia dengan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat, lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat, usia dengan interaksi sosial,

lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial, uji beda berdasarkan

pendidikan, uji beda berdasarkan jenis kelamin, regresi aspek persepsi ODHA

terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial, regresi aspek

interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

61
Untuk perhitungannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS

13.0. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:

4.3.1 Uji korelasi persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

dengan interaksi sosial

Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi antara variabel persepsi

terhadap stigma HIV/AIDS dengan variabel interaksi sosial:

Tabel 4.9
Korelasi persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan
interaksi sosial

Correlations
Persepsi odha
terhadap Stigma Interaksi
HIV/AIDS Sosial
masyarakat
Persepsi
odha
Pearson terhadap
Correlation Coefficient 1.000 .517(**)
Correlation Stigma
HIV/AIDS
masyarakat
Sig. (2-tailed) . .001
N 40 40
Interaksi
Correlation Coefficient .517(**) 1.000
Sosial
Sig. (2-tailed) .001 .
N 40 40
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa koefisien korelasi antara persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial adalah

0,517 dengan signifikansi 0,001 (sig<0,05), maka terdapat hubungan yang

signifikan antara persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dengan interaksi sosial pada

ODHA. Sehingga hipotesis H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan

62
yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

dengan interaksi sosial pada ODHA ditolak, dengan demikian hipotesis alternatif

H1 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi ODHA

terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA

diterima.

4.3.2 Uji korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat

Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi antara usia dengan persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

Tabel 4.10
Uji korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS
masyarakat

Correlations
Persepsi
odha
terhadap
Usia
stigma
HIV/AIDS
masyarakat
Correlation Coefficient 1.000 -.222
Usia Sig. (2-tailed) . .168
Pearson N 40 40
Correlation Persepsi odha Correlation Coefficient -.222 1.000
terhadap stigma
Sig. (2-tailed) .168 .
HIV/AIDS
masyarakat N 40 40

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa koefisien korelasi antara usia

dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat adalah -0.222

dengan taraf signifikansi 0,168 (sig<0,05), maka tidak ada hubungan yang

63
signifikan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat.

Sehingga hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan

antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

diterima.

4.3.3 Uji Korelasi Antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi

ODHA terhadap Stigma HIV/AIDS masyarakat

Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi antara lamanya terkena

HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat:

Tabel 4.11
Uji korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi
ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

Correlations
Persepsi odha
terhadap
Lamanya terkena
stigma
HIV/AIDS
HIV/AIDS
masyarakat
Correlation Coefficient 1.000 -.235
Lamanya terkena
HIV/AIDS Sig. (2-tailed) . .144

Pearson N 40 40
Correlation
Correlation Coefficient -.235 1.000
Persepsi odha terhadap
stigma HIV/AIDS Sig. (2-tailed) .144 .
masyarakat
N 40 40

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa koefisien korelasi antara lamanya

terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat adalah -0.235 dengan taraf signifikansi 0,144 (sig<0,05), maka tidak

64
ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

Sehingga hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan

antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat diterima. Artinya tidak ada hubungan yang signifikan

antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat.

4.3.4 Uji Korelasi Usia Dengan Interaksi Sosial

Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi antara usia dengan interaksi

sosial:

Tabel 4.12
Uji korelasi antara usia dengan interaksi sosial

Correlations
Interaksi Sosial Usia

Correlation Coefficient 1.000 .092


Interaksi Sosial Sig. (2-tailed) . .571

Pearson N 40 40
Correlation
Correlation Coefficient .092 1.000

Usia Sig. (2-tailed) .571 .

N 40 40

Berdasarkan tabel 4.12 diketahui bahwa koefisien korelasi antara usia

responden dengan interaksi sosial adalah 0,092 dengan taraf signifikansi 0,571.

(sig<0,05), maka tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi

sosial.

65
Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara usia dengan interaksi sosial diterima. Artinya tidak ada

hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi sosial.

4.3.5 Uji Korelasi Lamanya Terkena HIV/AIDS dengan Interaksi Sosial

Berikut ini adalah hasil penghitungan korelasi antara lamaya terkena

HIV/AIDS dengan interaksi sosial

Tabel 4.13
Uji korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial

Correlations
Lama Terkena
Interaksi Sosial
HIV
Correlation Coefficient 1.000 .091
Interaksi Sosial Sig. (2-tailed) . .575
Pearson N 40 40
Correlation Correlation Coefficient .091 1.000
Lama Terkena HIV Sig. (2-tailed) .575 .
N 40 40

Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa koefisien korelasi antara lamanya

terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial adalah 0,091 dengan taraf signifikansi

0,575 (sig<0,05), maka tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya

terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial.

Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial diterima.

Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS

dengan interaksi sosial.

66
4.3.6 Uji beda berdasarkan pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial.

Uji beda ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perbedaan persepsi

ODHA responden terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial

berdasarkan pendidikan. Adapun hasil penghitungannya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.14
Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

Descriptives
95% Confidence
Std. Interval for Mean
N Mean Std. Error Minimum Maximum
Deviation Lower Upper
Bound Bound
SMP 9 93.7778 11.48671 3.82890 84.9483 102.6072 85.00 121.00

SMA 26 96.4231 11.60404 2.27574 91.7361 101.1101 81.00 121.00

Diploma 5 102.4000 9.34345 4.17852 90.7986 114.0014 94.00 117.00

Total 40 96.5750 11.33610 1.79239 92.9495 100.2005 81.00 121.00

Hasil penghitungan nilai rerata persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat di antara ketiga kelompok sampel didapat nilai rerata

terbesar pada kelompok sampel dengan tingkat pendidikan Diploma (102,4)

sementara nilai rerata terendah terdapat pada kelompok sampel dengan tingkat

pendidikan SMP (93,78). Berdasarkan perbedaan nilai rerata tersebut kemudian

hendak diketahui apakah terdapat perbedaan yang sesungguhnya di antara ketiga

kelompok sampel. Hasil penghitungan ditampilkan pada tabel berikut:

67
Tabel 4.15
Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 240.673 2 120.337 .933 .402

Within Groups 4771.102 37 128.949

Total 5011.775 39

Hasil penghitungan uji beda dengan menggunakan teknik uji oneway

anova didapat nilai f hitung sebesar 0,933 dengan p value sebesar 0,402. Karena

nilai p value yang didapat > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang nyata di

antara ketiga kelompok sampel.

Berikut ini adalah uji beda interaksi sosial berdasarkan pendidikan, hasil

penghitungannya akan disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.16
Interaksi sosial

Descriptives

95% Confidence Interval


Std. Std. for Mean
N Mean Minimum Maximum
Deviation Error Lower Upper
Bound Bound

SMP 9 107.7778 9.28410 3.09470 100.6414 114.9142 101.00 130.00

SMA 26 108.0769 6.13138 1.20246 105.6004 110.5534 98.00 130.00

Diploma 5 107.2000 2.28035 1.01980 104.3686 110.0314 105.00 111.00

Total 40 107.9000 6.51153 1.02956 105.8175 109.9825 98.00 130.00

68
Hasil penghitungan nilai rerata interaksi sosial di antara ketiga kelompok

sampel didapat nilai rerata terbesar pada kelompok sampel dengan tingkat

pendidikan SMA (108,1) sementara nilai rerata terrendah terdapat pada kelompok

sampel dengan tingkat pendidikan Diploma (107,2). Berdasarkan perbedaan nilai

rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan yang

sesungguhnya di antara ketiga kelompok sampel. Hasil penghitungan ditampilkan

pada tabel berikut:

Tabel 4.17
Interaksi sosial

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.398 2 1.699 .038 .963


Within Groups 1650.202 37 44.600

Total 1653.600 39

Hasil penghitungan uji beda dengan menggunakan teknik uji oneway

anova didapat nilai “f hitung” sebesar 0.038 dengan “p value” sebesar 0,963.

Karena nilai “p value” yang didapat > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan interaksi sosial yang nyata di antara ketiga kelompok sampel.

4.3.7. Uji beda berdasarkan jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial.

Uji beda ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi responden

terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial berdasarkan jenis

kelamin. Adapun Hasil penghitungannya adalah sebagai berikut:

69
Tabel 4.18
Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

Group Statistics

Jenis
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kelamin

Persepsi terhadap Laki-laki 9 96.7778 12.01850 4.00617


Stigma HIV/AIDS
Perempuan 31 96.5161 11.33687 2.03616

Hasil penghitungan nilai rerata persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat di antara dua kelompok sampel didapat nilai rerata

terbesar pada kelompok sampel laki-laki (96,78) sementara nilai rerata terendah

terdapat pada kelompok sampel perempuan (96,52). Berdasarkan perbedaan nilai

rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan yang

sesungguhnya di antara kedua kelompok sampel. Hasil penghitungan ditampilkan

pada tabel beriku:

Tabel 4.19
Persepsi odha terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
Independent Samples Test

Persepsi odha terhadap


stigma HIV/AIDS
masyarakat
Equal Equal
variances variances not
assumed assumed
Levene's Test for F .011
Equality of Variances
Sig. .916
t-test for Equality of T .060 .058
Means
Df 38 12.446
Sig. (2-tailed) .952 .954
Mean Difference .26165 .26165
Std. Error
4.34822 4.49392
Difference

70
95% Confidence Lower -8.54086 -9.49103
Interval of the
Difference Upper 9.06415 10.01433

Hasil penghitungan uji beda dengan menggunakan teknik uji independent

samples T-Test didapat nilai t hitung sebesar 0,933 dengan p value sebesar 0,402.

Karena nilai p value yang didapat > 0,05,, maka dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang

nyata diantara kedua kelompok sampel.

Berikut ini adalah uji beda interaksi sosial berdasarkan jenis kelamin, hasil

penghitungannya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.20
Interaksi sosial
Group Statistics

Std.
Jenis Kelamin N Mean Std. Error Mean
Deviation

Laki-laki 9 106.4444 3.28295 1.09432


Interaksi Sosial
Perempuan 31 108.3226 7.17118 1.28798

Hasil penghitungan nilai rerata interaksi sosial di antara dua kelompok

sampel didapat nilai rerata terbesar pada kelompok sampel perempuan yaitu

108,32, sementara nilai rerata terendah terdapat pada kelompok sampel laki-laki

yaitu 106,44. Berdasarkan perbedaan nilai rerata tersebut kemudian hendak

diketahui apakah terdapat perbedaan yang sesungguhnya di antara kedua

kelompok sampel. Hasil penghitungan ditampilkan pada tabel berikut:

71
Tabel 4.21
Interaksi Sosial
Independent Samples Test
Interaksi Sosial
Equal Equal
variances variances not
assumed assumed
Levene's Test for F 3.376
Equality of
Variances Sig. .074
T -.758 -1.111
Df 38 30.109
Sig. (2-tailed) .453 .275
t-test for Equality of Mean Difference -1.87814 -1.87814
Means
Std. Error Difference 2.47911 1.69010
95% Confidence Lower -6.89684 -5.32925
Interval of the
Difference Upper 3.14056 1.57298

Hasil penghitungan uji beda dengan menggunakan teknik uji independent

samples T-test didapat nilai t hitung sebesar -0.758 dengan p value sebesar 0.453.

Karena nilai p value yang didapat > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan interaksi sosial yang nyata di antara kedua kelompok sampel.

4.3.8 Uji regresi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat dengan interaksi sosial.

Uji regresi bertujuan untuk mengetahui sumbangan aspek persepsi ODHA

terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial, adapun hasil

penghitungannya akan disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.22
Korelasi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat
dengan interaksi sosial
Correlations

Interaksi Proses Perilaku Perilaku


Sosial Interpretasi Menyimpang Diskriminasi

72
Interaksi Sosial 1.000 .442 .503 .559
Proses Interpretasi .442 1.000 .604 .662
Pearson
T4Correlation Perilaku
.503 .604 1.000 .730
Menyimpang
Perilaku
.559 .662 .730 1.000
Diskriminasi
Interaksi Sosial . .002 .000 .000
Proses Interpretasi .002 . .000 .000
Sig. (1-tailed) Perilaku
.000 .000 . .000
Menyimpang
Perilaku
.000 .000 .000 .
Diskriminasi
Interaksi Sosial 40 40 40 40
Proses Interpretasi 40 40 40 40
N Perilaku
40 40 40 40
Menyimpang
Perilaku
40 40 40 40
Diskriminasi
Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Pearson’s

product moment didapat nilai r hitung sebesar ;

1. 0.442 (p value 0.002) antara proses interpretasi dan interaksi sosial

2. 0.503 (p value 0.000) antara perilaku menyimpang dan interaksi sosial

3. 0.559 (p value 0.000) antara perilaku diskriminasi dan interaksi sosial

Karena ketiga aspek yang diuji memiliki p value < 0.05, maka ketiga

aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS nasyarakat memiliki korelasi

yang signifikan dengan interaksi sosial.

Setelah dilakukan penghitungan nilai korelasi “r hitung”, kemudian

dilakukan penghitungan nilai r square untuk mengetahui besaran pengaruh aspek-

aspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan

interaksi sosial. Hasil penghitungannya ditampilkan pada tabel berikut;

73
Tabel 4.23
Regresi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV//AIDS masyarakat
dengan interaksi sosial

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square
Square Estimate

1 .580a .336 .281 5.52218


a. Predictors: (Constant), Perilaku Diskriminasi, Proses Interpretasi, Perilaku
Menyimpang

Hasil penghitungan didapat nilai r square sebesar 0.336. Ini berarti bahwa

ketiga aspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

memberikan pengaruh sebesar 33,6% terhadap perubahan variabel interaksi sosial.

Dengan demikian terdapat 66,4% aspek lain yang terdapat dalam variabel persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang mampu mempengaruhi

perubahan variabel interaksi sosial.

4.3.9 Regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat

Uji regresi bertujuan untuk mengetahui sumbangan aspek interaksi sosial

dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat, adapun hasil

penghitungannya akan disajikan pada tabel di bawah ini:

74
Tabel 4.26
Korelasi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma
HIV/AIDS masyarakat

Correlations

Persepsi odha
terhadap stigma
Kontak Sosial Komunikasi
HIV/AIDS
masyarakat
Persepsi
terhadap Stigma 1.000 .528 .407
HIV/AIDS
Pearson Correlation
Kontak Sosial .528 1.000 .352

Komunikasi .407 .352 1.000


Persepsi
terhadap Stigma . .000 .005
HIV/AIDS
Sig. (1-tailed)
Kontak Sosial .000 . .013

Komunikasi .005 .013 .


Persepsi
terhadap Stigma 40 40 40
HIV/AIDS
N
Kontak Sosial 40 40 40

Komunikasi 40 40 40

Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Pearson’s

product moment didapat nilai r hitung sebesar :

1. 0,528 (p value 0.000) antara kontak sosial dan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat.

2. 0,407 (p value 0.005) antara komunikasi dan persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS . masyarakat

Karena kedua aspek yang diuji memiliki p value < 0.05, maka kedua aspek

interaksi sosial memiliki korelasi yang signifikan dengan persepsi ODHA

terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat .

75
Setelah dilakukan penghitungan nilai korelasi r hitung, kemudian

dilakukan penghitungan nilai r square untuk mengetahui besaran pengaruh aspek-

aspek variabel interaksi sosial terhadap persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat. Hasil penghitungannya ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 4.27
Regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma
HIV/AIDS masyarakat

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square
Square Estimate
1 .579a .335 .299 9.49304

a. Predictors: (Constant), Komunikasi, Kontak Sosial

Hasil penghitungan didapat nilai r square sebesar 0.335. Ini berarti bahwa

kedua aspek variabel interaksi sosial memberikan pengaruh sebesar 33,5%

terhadap perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma terhadap HIV/AIDS

masyarakat. Dengan demikian terdapat 66,5% aspek lain yang terdapat dalam

variabel interaksi sosial yang mampu mempengaruhi perubahan variabel persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

76
BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Bab ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti,

yang terdiri dari: kesimpulan, diskusi dan saran-saran yang berkenaan dengan

hasil penelitian yang telah dilakukan.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisisa data dan pengujian hipotesis yang telah

dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ada hubungan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA .

2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan persepsi ODHA

terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS

dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan interaksi sosial.

5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya terkena HIV/AIDS

dengan interaksi sosial.

6. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan pendidikan.

77
7. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan jenis

kelamin.

8. Ketiga aspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat memberikan pengaruh sebesar 33,6% terhadap perubahan

variabel interaksi sosial, dengan demikian terdapat 66,4% aspek lain yang

terdapat dalam variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat yang mampu mempengaruhi perubahan variabel interaksi

sosial.

9. Kedua aspek variabel interaksi sosial memberikan pengaruh sebesar 33,5%

terhadap perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma terhadap

HIV/AIDS masyarakat, dengan demikian terdapat 66,5% aspek lain yang

terdapat dalam variabel interaksi sosial yang mampu mempengaruhi

perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat.

5.2. Diskusi

Penelitian ini dilakukan pada penderita HIV/AIDS di Yayasan Pelita Ilmu,

Tebet Jakarta Selatan.

Berdasarkan kesimpulan di atas, bahwa ada hubungan antara persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada

penderita HIV/AIDS. Jadi semakin tinggi persepsi positif ODHA terhadap stigma

78
HIV/AIDS yang diberikan masyarakat maka semakin positif pula interaksi

sosialnya, sebaliknya semakin rendah persepsi positif ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS yang diberikan masyarakat maka semakin rendah pula interaksi

sosialnya.

Selain itu, dari hasil penelitian ini terdapat enam variabel penelitian dari

keseluruhan variabel penelitian yang tidak memiliki hubungan dan pengaruh yang

signifikan terhadap persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan

interaksi sosial, yaitu usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS

masyarakat, lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat, usia dengan interaksi sosial, lamanya terkena HIV/AIDS

dengan interaksi sosial, jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial serta pendidikan dengan persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara

usia dan lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Davidoff yang

menyatakan bahwa usia dan lamanya terkena penyakit kronis tidak mempengaruhi

persepsi seseorang. Menurut Davidoff (1981), persepsi juga sangat dipengaruhi

oleh harapan, keinginan dan motivasi. Pengaruh harapan sangat dipengaruhi oleh

kebiasaan, pengalaman, serta penilaian seseorang terhadap objek tersebut, jadi

faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ada tiga yaitu harapan, keinginan dan

motivasi.

79
Selain itu, hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara usia dan lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi

sosial. Artinya semakin dewasa usia seseorang tidak akan mempengaruhi interaksi

sosialnya. Menurut Kaplan, dkk (1997) orang dengan HIV/AIDS berbeda

kondisinya dengan orang yang menderita penyakit parah lainnya seperti kanker

dan stroke. Infeksi HIV/AIDS selain berpengaruh terhadap psikososial seperti

hubungan suatu emosi, perubahan dalam pola adaptasi perilaku dan fungsi

kognitifnya, perubahan tujuan hidup dan peranan hidup dalam masyarakat,.

Berdasarkan hasil penghitungan uji beda jenis kelamin dengan persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dapat diketahui bahwa tidak

terdapat perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang

nyata di antara kedua kelompok sampel yaitu laki-laki dan perempuan. Hal ini

tidak sejalan dengan pendapat Robbins (2006) yang menyatakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang antara lain: Pertama, sikap individu

yang bersangkutan terhadap objek persepsi. Kedua: motif atau keinginan yang

belum terpenuhi yang ada dalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap

persepsi yang dimunculkan. Ketiga, pengalaman. Yang terakhir adalah harapan.

Sedangkan hasil penghitungan uji beda jenis kelamin dengan interaksi sosial

diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan interaksi sosial yang nyata di antara

kedua kelompok sampel yaitu laki-laki dan perempuan. Hal ini sejalan dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Ahmadi (2002) bahwa jenis kelamin tidak

mempengaruhi interaksi sosial seseorang.

80
Berdasarkan hasil penghitungan uji beda jenis kelamin dengan persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial dapat

diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial yang nyata di antara ketiga kelompok

sampel yaitu SMP, SMA dan Diploma.

Berdasarkan hasil penghitungan pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap

stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial dapat diketahui bahwa

ketiga aspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat

memberikan pengaruh sebesar 33,6% terhadap perubahan variabel interaksi sosial.

Dengan demikian terdapat 66,4% aspek lain yang terdapat dalam variabel persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang mampu mempengaruhi

perubahan variabel interaksi sosial. Hasil penelitian Waluyo, dkk (2007)

membuktikan bahwa persepsi penderita HIV/AIDS terhadap stigma yang

diberikan kepada penderita HIV/AIDS bermacam-macam yaitu, menjauhi

penderita HIV/AIDS karena pandangan dan pengetahuan masyarakat sempit

tentang penderita HIV/AIDS, penyakit yang tidak bisa disembuhkan, sangat

menular, penyakit yang paling buruk, penyakit sebagai hukuman dari Tuhan.

Masyarakat memandang penderita HIV/AIDS sebagai orang yang perlu

dihindari. ODHA memang layak terinfeksi HIV karena perilaku yang melatar

belakangi penderita HIV/AIDS. Masyarakat takut dan pada akhirnya mengucilkan

penderita HIV/AIDS. Masyarakat berpikir bahwa penyakit HIV/AIDS adalah

penyakit yang sangat ditakuti, sangat menular dan sangat mematikan, karena

kurang diterimanya penderita HIV/AIDS di tengah-tengah masyarakat serta

81
macam-macam stigma yang diberikan masyarakat membuat ODHA tidak

terbuka.

Terakhir, hasil penghitungan pengaruh aspek interaksi sosial dengan

persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dapat diketahui bahwa

kedua aspek variabel interaksi sosial memberikan pengaruh sebesar 33,5%

terhadap perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma terhadap HIV/AIDS

masyarakat. Dengan demikian terdapat 66,5% aspek lain yang terdapat dalam

variabel interaksi sosial yang mampu mempengaruhi perubahan variabel persepsi

ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat.

Menurut Soekanto (2004) interaksi tidak akan terjadi apabila tidak

memenuhi syarat dua syarat utama. Pertama: kontak sosial yaitu hubungan antara

satu pihak dengan pihak lain dimana antara individu satu dan yang lainnya saling

memberikan informasi sehingga masing-masing individu sadar dan siap untuk

mengadakan interaksi sosial. Kedua: komunikasi yaitu individu menyampaikan

pesan kepada orang lain dan yang diberikan pesan akan memberikan tafsiran atas

pesan tersebut dan mewujudkan dalam perilaku.

5.3. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dan diskusi yang dihasilkan, maka dari

kekurangan-kekurangan yang ada dan guna untuk menyempurnakan pada

penelitian berikutnya. Maka peneliti memiliki beberapa saran, yaitu:

5.3.1. Secara Teoritis

82
1. Untuk peneliti selanjutnya, dianjurkan untuk menambah jumlah sampel yang

lebih variatif dengan menekankan pada kategori usia anak-anak.

2. Untuk peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian dengan salah

satu variabel yang sama, diharapkan dapat melibatkan variabel lainnya seperti

optimisme kesembuhan, kualitas hidup dan lain-lain

5.3.2. Saran praktis

1. Bagi pemerintah

Kepada pemerintah diharapkan dapat lebih memperhatikan penderita

HIV/AIDS, misalnya memberikan pengobatan atau check up gratis kepada

penderita HIV/AIDS yang kurang mampu dan melakukan penyuluhan kepada

masyarakat mengenai bahaya serta pencegahan penyakit HIV/AIDS, sehingga

masyarakat mengetahui hal tersebut, dalam sosialisasi pihak pemerintah dapat

bekerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti dinas kesehatan, dinas sosial,

LSM dan lain-lain.

2. Bagi masyarakat

Masalah penyakit HIV/AIDS bukan hanya tanggung jawab penderita

HIV/AIDS atau pemerintah melainkan semua pihak yang peduli akan

keberadaan mereka. Oleh karena itu peran masyarakat sangat diharapkan agar

dapat membantu keberaan penderita HIV/AIDS. Seperti halnya dengan

mendirikan LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) dengan mengadakan kegiatan

yang berhubungan dengan penderita HIV/AIDS. Keberadaan LSM (Lembaga

Sosial Masyarakat) supaya mensosialisasikan kepada masyarakat agar

83
mengurangi stigma terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS ). Selain itu

juga penderita HIV/AIDS dapat mengembangan diri serta bisa melakukan

perawatan karena penyakit yang mereka derita yang diadakan oleh pihak

yayasan sehingga bisa hidup lebih baik lagi. Kemudian bagi masyarakat agar

dapat mendukung kegiatan yang berhubungan dengan penderita HIV/AIDS

serta masyarakat mampu mengurangi stigma terhadap penderita HIV/AIDS

sehingga bisa berinteraksi dengan baik.

3. Bagi penderita HIV/AIDS

Diharapkan penderita HIV/AIDS dapat mengikuti kegiatan yang ada di

masyarakat khususnya kegiatan-kegitan yang ada di LSM, menambah wawasan

tentang HIV/AIDS dengan cara mengikuti seminar, mengikuti penyuluhan,

membaca dan lain-lain, sehingga nantinya dapat menjadikan persepsi ODHA

terhadap HIV/AIDS menjadi positif, menjalani hidup lebih optimis, mampu

mengembangkan diri dan mampu meningkatkan kualitas hidup.

84
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A; 2002. Psikologi sosial edisi revisi, Jakarta: Rineka Cipta


Arikunto, S; 2006,.Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik edisi revisi VI,
Jakarta: Rineka Cipta
Atkinson, R. Atkinson, C.R. Hilgard, R.E; 1981. Psikologi suatu pengantar, edisi
kedua jilid I, Jakarta: Erlangga
Azwar. S; 2006. Penyusunan skala psikologi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Sugiarto, B; 2004. Konflik dan pengambilan keputusan penderita HIV/AIDS
dalam penggunaan obat ARV, Jakarta: skripsi fakultas psikologi UIN
Chaplin, J.P; 2004. Kamus lengkap psikologi, penerjemah Kartini Kartono,
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Cholil, A; 1997. Pendekatan jender dalam kebijaksanaan publik (pokok pikiran),
disampaikan dalam ilmu kesehatan dan kongres persiapan asosiasi ilmu
sosial kesehatan Indonesia, Jakarta: LIPI
Davidson. C. G; 2004. Psikologi abnormal edisi ke -9, Jakarta: Erlangga
Davidoff. L. L; 1981. Psikologi suatu pengantar edisi kedua jilid I, Jakarta:
Erlangga
Hasan. I; 2002. Pokok-pokok materi metodologi penelitian dan aplikasinya,
Jakarta: Galia Indonesia
Heatherton. F.T; 2003. The social psychology of stigma, London: the Guilford
press
Helman, S; 2009. Hilangkan Stigma Negatif Penderita AIDS. Bangka Pos: www.
Kabarindonesia.com
Hutapea. R; 2004. AIDS & PMS dan pemerkosaan, Jakarta: Raja Gafindo
Kaplan. I. H; 1997. Sinopsis psikistri ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis
edisi ketujuh jilid I, Jakarta: Bina Rupa
Kuontur. R; 2009. Metode penelitian untuk penyusunan skripsi dan tesis, Jakarta:
Galia Indonesia
Kuncono; 2004. Aplikasi komputer psikologi diktat kuliah dan panduan
praktikum, Jakarta: Galia Indonesia

Rasul; 2011. Jumlah Penderita HIV/AIDS di Bali terus meningkat. Arrahmah.com


http://arrahmah.com/read/2011/05/21/12755-jumlah-penderita-hiv-aids-
di-bali-terus-meningkat.html (rasularasy/arrahmah.com). 21 Mei.
14:57:31 WIB

Robbins, P. S; 2006. Perilaku organisasi, Jakarta: Indeks Gramedia.


Rohana; 2009. Penderita HIV/AIDS naik 500 persen. www. Kompas Online.
Com. 20 januari. 20:30 WIB
Rudianto, D; 2005. Pengaruh persepsi stigma kecintaan jenis kelamin dan bentuk
fisik pada variasi reaksi pada stigma kecintaan, Depok: Fakultas
psikologi UI

85
Ruslan; 2011. Terus Meningkat Penderita HIV-AIDS di Jakarta Barat, Pos Kota:
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2011/04/06/terus-meningkat-
penderita-hiv-aids-di-jakarta-barat. 6 April. 18:01 WIB

Sevilla, Counsuelo; 1993. Pengantar metodologi penelitian, alih bahasa


Alimuddin Tuwu, Jakarta: UI Press

Simajuntak, W; 2005. Upaya mengatasi stigma masyarakat pada narapidana,


Depok: Fakultas psikologi UI

Soekanto, S; 2004. Sosiologi suatu pengantar, Jakarta: Raja Grafindo

Sugiyono, 2009. Metode penelitian kuantitatif kualitatif R & B, Bandung: Alfa


Beta

Walgito, B; 2003. Psikologi sosial suatu pengantar, edisi revisi, Yogyakarta :


Andi Offset.
Waluyo, A. Nurachmah, E. Rosakawati; 2007. Persepsi pasien HIV/AIDS dan
keluarganya tentang HIV/AIDS dan stigma masyarakat terhadapnnya,
peneliti utama: staf FIK-UI & staf RSK Dharmais

86
LAMPIRAN 1
Uji korelasi ODHA persepsi terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan
interaksi sosial
Correlations
Persepsi terhadap Interaksi
Stigma HIV/AIDS Sosial
Persepsi
Pearson terhadap
Correlation Coefficient 1.000 .517(**)
Correlation Stigma
HIV/AIDS
Sig. (2-tailed) . .001
N 40 40
Interaksi
Correlation Coefficient .517(**) 1.000
Sosial
Sig. (2-tailed) .001 .
N 40 40
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

87
LAMPIRAN 2

Uji Korelasi Antara Usia Dengan Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS
Masyarakat
Correlations
Persepsi
terhadap
Usia
stigma
HIV/AIDS
Correlation Coefficient 1.000 -.222
Usia Sig. (2-tailed) . .168
Pearson N 40 40
Correlation Correlation Coefficient -.222 1.000
Persepsi terhadap
stigma HIV/AIDS Sig. (2-tailed) .168 .
N 40 40

88
LAMPIRAN 3

Uji Korelasi Antara lamanya terkena HIV/AIDS Dengan Persepsi ODHA


Terhadap Stigma HIV/AIDS Masyarakat

Correlations
Persepsi
Lamanya terkena terhadap
HIV/AIDS stigma
HIV/AIDSL
Correlation Coefficient 1.000 -.235
Lamanya terkena
HIV/AIDS Sig. (2-tailed) . .144

Pearson N 40 40
Correlation
Correlation Coefficient -.235 1.000
Persepsi terhadap
stigma HIV/AIDS Sig. (2-tailed) .144 .

N 40 40

89
LAMPIRAN 4

Uji Korelasi Usia dengan Interaksi Sosial


Correlations
Interaksi Sosial Usia

Correlation Coefficient 1.000 .092


Interaksi Sosial Sig. (2-tailed) . .571

Pearson N 40 40
Correlation
Correlation Coefficient .092 1.000

Usia Sig. (2-tailed) .571 .

N 40 40

90
LAMPIRAN 5

Uji Korelasi Lamanya Terkena HIV/AIDS dengan Interaksi Sosial


Correlations
Lama Terkena
Interaksi Sosial
HIV
Correlation Coefficient 1.000 .091
Interaksi Sosial Sig. (2-tailed) . .575
Pearson N 40 40
Correlation Correlation Coefficient .091 1.000
Lama Terkena HIV Sig. (2-tailed) .575 .
N 40 40

91
LAMPIRAN 6

Uji beda pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS


Masyarakat dengan interaksi sosial
Persepsi terhadap stigma HIV/AIDS
ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 240.673 2 120.337 .933 .402

Within Groups 4771.102 37 128.949

Total 5011.775 39

Interaksi sosial
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 3.398 2 1.699 .038 .963


Within Groups 1650.202 37 44.600
Total 1653.600 39

92
LAMPIRAN 7
Uji beda jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS
Masyarakatdan interaksi sosial
Persepsi terhadap stigma HIV/AIDS
Independent Samples Test
Persepsi terhadap stigma
HIV/AIDS
Equal Equal
variances variances not
assumed assumed
Levene's Test for F .011
Equality of Variances
Sig. .916
T .060 .058
Df 38 12.446
Sig. (2-tailed) .952 .954
t-test for Equality of Mean Difference .26165 .26165
Means
Std. Error
4.34822 4.49392
Difference
95% Confidence Lower -8.54086 -9.49103
Interval of the
Difference Upper 9.06415 10.01433

Interaksi Sosial
Independent Samples Test
Interaksi Sosial
Equal Equal
variances variances not
assumed assumed

Levene's Test for F 3.376


Equality of Variances
Sig. .074

T -.758 -1.111

Df 38 30.109

Sig. (2-tailed) .453 .275


t-test for Equality of Mean Difference -1.87814 -1.87814
Means
Std. Error
2.47911 1.69010
Difference
95% Confidence Lower -6.89684 -5.32925
Interval of the
Difference Upper 3.14056 1.57298

93
LAMPIRAN 8

Uji regresi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan
interiaksi sosial

Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square
Square Estimate

1 .580a .336 .281 5.52218


a. Predictors: (Constant), Perilaku Diskriminasi, Proses Interpretasi, Perilaku
Menyimpang

94
LAMPIRAN 9

Uji regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma

HIV/AIDS Masyarakat

Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square
Square Estimate
1 .579a .335 .299 9.49304

a. Predictors: (Constant), Komunikasi, Kontak Sosial

95
LAMPIRAN 10

Skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat


PENGANTAR
Saya mahasiswi fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, ingin meminta bantuan saudara/i untuk menjadi responden
dalam penelitian ini, bagi saudara/I yang bersedia, harap terlebih dahulu mengisi
lembar pernyataan kesediaan.
Pada bagian pengisian akan tersedia petunjuk pengisian, maka bacalah
terlebih dahulu petunjuk pengisian sehingga jawaban saudara/i sesuai dengan apa
yang diminta.
Jawaban saudara/i tidak akan dinilai benar atau salah, dan kerahasiaan
jawaban saudara/i akan terjamin. Terimakasih atas kesediaan saudara/I yang telah
meluangkan waktunya guna membantu terwujudnya proses penelitian ini.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama (inisial) :
Usia : a. 18-25 thn.. b. 25-30 thn. c. 31-35 thn. d. 36-40 thn.
e. 41-45 thn.
Jenis kelamin :
Agama :
Pendidikan terakhir : a. SMP b. SMA c. D1 d.D3 e. S1 f. lainnya
Lamanya terkena HIV/AIDS :

Dengan ini saya bersedia menjadi responden


(……………)

A. PETUNJUK PENGISIAN
Berilah tanda ceklis (√) pada salah satu dari 4 kotak yang saudara/I anggap paling
menggambarkan kondisi saudara/I. tiap kotak tersebut berisi angka yang
mengandung jawaban sebagai berikut:
1. Sangat Setuju (SS)
2. Setuju (S)
3. Tidak Setuju (TS)
4. Sangat Tidak Setuju (STS)

Contoh:
Pernyataan SS S TS STS

Walaupun sebagian masyarakat memandang HIV/AIDS √


adalah penyakit kutukan Tuhan tapi saya tidak merasa
demikian

Tidak ada jawaban yang salah. Semua JAWABAN ADAlAH BENAR, selama
menggambarkan Diri Saudara/I.

96
No Pernyataan SS S TS STS
1 saya menyadari bahwa penyebab penyakit HIV/AIDS
karena pergaulan bebas
2 meskipun sebagian masyarakat memandang ODHA
adalah orang yang melanggar norma agama tetapi saya
tidak merasa demikian
3 saya tidak merasa penyebab penyakit HIV/AIDS karena
pergaulan bebas
4 saya tidak merasa kalau masyarakat memandang ODHA
sebagai orang yang melanggar norma agama
5 saya merasa bahwa masyarakat memandang ODHA
sebagai orang-orang yang melanggar norma agama
6 saya tahu bahwa masyarakat memandang negatif kepada
ODHA
7 saya merasa bahawa masyarakat tidak memandang
ODHA sebagai orang yang melanggar norma agama
8 saya tidak tahu, jika masyarakat memandang negatif
kepada ODHA
9 saya tahu masyarakat memandang HIV/AIDSsebagai
penyakit kutukan Tuhan
10 saya menyadari penyebab penyakit HIV/AIDS karena
melanggar norma agama
11 Saya tidak menyadari penyebab penyakit HIV/AIDS
karena melanggar norma agama
12 meskipun sebagian masyarakat memandang ODHA
sebagai orang yang melanggar norma agama, saya tidak
akan membuat generaisasi sebab tidak semuanya
demikian
13 saya tidak merasa kalau masyarakat menilai ODHA
dengan konotasi yang negatif
14 saya merasa nyaman ketika masyarakat memandang
ODHA sebagai penyakit kutukan Tuhan
15 saya merasa kurang nyaman ketika masyarakat
memandang ODHA sebagai orang yang berpergaulan
bebas
16 saya tahu, penderita HIV/AIDS dipandang buruk oleh
masyarakat
17 dipandang kurang baik oleh masyarakat, membuat saya
nyaman
18 saya tidak tahu,ODHA dipandang buruk oleh masyarakat
19 saya merasa senang, ketika masyarakat bisa merubah
pandangan buruk kepada ODHA
20 dipandang kurang baik oleh masyarakat, membuat saya
merasa kurang nyaman
21 saya tidak merasa senang, ketika masyarakat bisa
merubah pandangan buruk mereka kepada ODHA
22 saya tidak merasa bahwa masyarakat menilai ODHA
sebagai orang yang melanggar norma agama
23 saya tahu, masyarakat menilai ODHA dengan penilaian
negative
24 saya merasa bahwa masyarakat mengucilkan ODHA
25 walaupun dikucilkan oleh masyarakat, tidak sulit bagi
saya untuk mengembangkan diri
26 saya tidak merasa kalau masyarakat mengucilkan ODHA

97
27 saya mengetahui bahwa sebagian masyarakat
menganggap ODHA layak unuk dijauhi
28 saya menyadari ODHA kurang di terima oleh sebagian
massyarakat
29 saya tidak tahu, jika ODHA dipandang sebelah mata
oleh masyarakat
30 saya tidak mengetahui kalau sebagain masyarakat
memandang bahwa ODHA harus dijauhi
31 saya merasa tidak senang, ketika
masyarakatmengucilkan ODHA
32 saya merasa keberadaan yayasan khusus ODHA kurang
membantu masyarakat agar tidak mengucilkan ODHA
33 saya merasa keberadaan yayasan cukup membantu
masyarakat supaya tidak megucilakan ODHA
34 saya merasa senang jika masyarakat mengucilkan
ODHA
35 saya tahu, bahwa ODHA dipandang sebelah mata oleh
sebagian masyarakat
36 dikuncilkan oleh masyarakat, membuat saya sulit untuk
mengembangkan diri
37 dikucilkan oleh masyarakat, tidak membuat saya sulit
untk mengembagkan diri
38 Saya merasa sebagian masyarakat menjauhi ODHA
39 Saya tahu, salah satu penyebab HIV/AIDS karena
pengguna narkoba
40 Saya merasa penyebab HIV/AIDS karena penggunaan
jarum suntik yang tidak steril
41 Saya merasa HIV/AIDS adalah penyakit kutukan Tuhan
42 Saya menyadari ODHA dipandang masyarakat dengan
konotasi negatif
43 Saya sadar bahwa salah satu penyebab HIV/AIDS
karena pergaulan bebas
44 Saya tidak merasa masyarakat menjauhi ODHA
45 Saya tidak menyadari seks bebas merupakan salah satu
penyebab HIV/AIDS
46 Saya tidak tahu, salah satu penyebab HIV/AIDS karena
pergaulan bebas
47 Dari kasus yang ada, saya tidak menemukan penyebab
HIV/AIDS karena jarum suntik
48 Saya tidak merasa masyarakat memandang penyakit
HIV/AIDS sebagai penyakit kutukan Tuhan
49 Saya tidak tahu, ODHA dipandang buruk oleh
masyarakat
50 Saya tidak merasa masyarakat memberikan pandangnan
negatif kepada ODHA

98
LAMPIRAN 11

Skala interaksi sosial


PENGANTAR
Saya mahasiswi fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, ingin meminta bantuan saudara/i untuk menjadi responden
dalam penelitian ini, bagi saudara/I yang bersedia, harap terlebih dahulu mengisi
lembar pernyataan kesediaan.
Pada bagian pengisian akan tersedia petunjuk pengisian, maka bacalah
terlebih dahulu petunjuk pengisian sehingga jawaban saudara/i sesuai dengan apa
yang diminta.
Jawaban saudara/i tidak akan dinilai benar atau salah, dan kerahasiaan
jawaban saudara/i akan terjamin. Terimakasih atas kesediaan saudara/I yang telah
meluangkan waktunya guna membantu terwujudnya proses penelitian ini.

IDENTITAS RESPONDEN
Nama (inisial) :
Usia : a. 18-25 thn.. b. 25-30 thn. c. 31-35 thn. d. 36-40 thn.
e. 41-45 thn.
Jenis kelamin :
Agama :
Pendidikan terakhir : a. SMP b. SMA c. D1 d.D3 e. S1 f. lainnya
Lamanya terkena HIV/AIDS :

Dengan ini saya bersedia menjadi responden

(……………)

B. PETUNJUK PENGISIAN
Berilah tanda ceklis (√) pada salah satu dari 4 kotak yang saudara/I anggap paling
menggambarkan kondisi saudara/I. tiap kotak tersebut berisi angka yang
mengandung jawaban sebagai berikut:
1. Sangat Setuju (SS)
2. Setuju (S)
3. Tidak Setuju (TS)
4. Sangat Tidak Setuju (STS)

Contoh:
Pernyataan SS S TS STS

Walaupun sebagian masyarakat memandang HIV/AIDS adalah √


penyakit kutukan Tuhan tapi saya tidak merasa demikian

Tidak ada jawaban yang salah. Semua JAWABAN ADAlAH BENAR, selama
menggambarkan Diri Saudara/I.

99
No Pernyataan SS S TS STS
1 Walaupun saya ODHA, saya tetap bersikap ramah pada
semua orang yang saya kenal.
2 Saya malas mendengarkan cerita-cerita teman-teman saya,
karena membosankan.
3 Ketika keluarga saya bercerita kepada saya, saya merasa
malas untuk mendengarkannya karena membosankan.
4 Saya tidak suka mendengarkan curhatan teman saya, karena
saya merasa itu bukan urusan saya.
5 Saya senang mendengarkan dan menuruti nasehat dari
keluarga maupun teman saya.
6 Saya tidak suka mendengarkan nasehat orang tua saya, karena
saya merasa dianggap seperti anak kecil.
7 Walupun saya ODHA, saya tidak malu untuk berkunjung
kerumah saudara saya.
8 Saya akan datang ketika diminta rapat dalam acara yang
berhubungan dengan warga di perumahan.
9 Saya suka berkunjung kerumah teman-teman saya.
10 Saya mendengarkan dengan serius keluhan-keluhan teman-
teman saya.
11 Setelah saya terinfeksi HIV, hubungan saya dengan tetangga
tetap baik.
12 Ketika orang tua menasehati saya, saya mendengarkan dengan
baik
13 Ketika bertemu teman lama tanpa sengaja. Saya langsung
menyapanya.
14 Saya merasa senang, jika teman-teman saya mau bercerita
atau curhat kepada saya.
15 Ketika diundang saudara atau teman untuk menghadiri pesta,
saya akan datang kepesta tersebut
16 Saya merasa senang jika tiba-tiba bertemu dengan teman lama
saya.
17 Ketika teman saya datang kerumah, saya hanya menemuinya
sebentar saja
18 Walaupun saya ODHA, saya tidak malu untuk menacari
teman baru
19 Ketika mengobrol dengan keluarga maupun teman-teman
saya, saya hanya membicarakan hal-hal yang penting saja.
20 Saya merasa malas, jika saya harus mengunjungi rumah
saudara-saudara saya
21 Saya jarang menceritakan masalah saya kepada adik atau
kakak saya
22 Saya langsung pergi ketika tidak sengaja bertemu dengan
teman saya
23 Saya tidak suka berkunjung ke rumah teman-teman saya
24 Saya tidak banyak bercerita kepada orang tua saya
25 Saya lebih suka menghabiskan waktu dirumah dari pada
menghabiskan waktu dengan teman-teman saya.
26 Ketika bertemu dengan teman saya di jalan, saya pura-pura
tidak melihatnya
27 Saya tidak berani mengatakan atau mengungkapkan keinginan
saya kepada keluarga saya.
28 Setelah mengidap HIV/AIDS, jika pergi kemana-mana lebih
suka sendirian

100
29 Setelah mengidap HIV/AIDS, saya malas mengikuti acara
keluarga.
30 Saya jarang menyapa teman saya ketika bertemu dijalan
31 Walaupun saya ODHA, keluarga dan teman saya tetap curhat
kepada saya
32 Saya hanya pergi jalan-jalan dengan keluarga saya saja.
33 Ketika sampai dirumah, saya langsung ngobrol dengan
keluarga saya.
34 Ketika orang yang saya kenal menyapa saya dijalan, saya
hanya menganggukkan kepala lalu langsung pergi.
35 Saya suka curhat kepada kelurga dan teman-teman saya.
36 Setelah mengidap HIV/AIDS, saya malu untuk berhubungan
lagi dengan teman-teman saya.
37 Jika ada waktu luang, saya biasa mengobrol dengan teman
atau keluarga saya.
38 Setelah mengidap HIV/AIDS, teman-teman saya
menghubungi saya terlebih dahulu baik melalui telpon, sms,
atau facebook.
39 Jika saya pergi ke suatu tempat selama diperjalanan saya tidak
menghiraukan orang-orang yang ada disekitar saya.
40 Setelah mengidap HIV/AIDS, saya merasa malas untuk
mambalas sms, telpon, email, dari teman baru maupun teman
lama saya.
41 Jika melihat orang yang saya kenal di suatu tempat, saya pura-
pura tidak melihat dan langsung pergi.
42 Walaupun saya ODHA, saya tetap dijadikan tempat curhat
atau bercerita oleh keluarga maupun teman-teman saya.

101

Anda mungkin juga menyukai