Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.2 Latar Belakang

Makhluk hidup membutuhkan makanan untuk melanjutkan hidupnya. Berbeda

dengan makhluk hidup lainnya, tumbuhan mampu menghasilkan makanannya

sendiri, sedangkan manusia dan hewan tidak dapat menghasilkan makanan sendiri.

Maka dari itu tumbuhan merupakan organisme autotrof sedangkan hewan dan

manusia adalah organisme heterotrof. Untuk menghasilkan makanan sendiri,

tumbuhan melakukan proses fotosintesis. Fotosintesis adalah peristiwa

penyusunan (sintesis) zat organik (gula) dari zat anorganik (air dan karbon

dioksida) dengan bantuan energi cahaya (foton) matahari. Dalam proses

fotosintesis dihasilkan glukosa (karbohidrat) dan oksigen

Penelitian mengenai fotosintesis telah dilakukan beratus-ratus tahun

sebelumnya. Salah satu ilmuwan yang meneliti tentang fotosintesis adalah Jan

Ingenhousz. Jan Ingenhousz (1730-1799) merupakan orang pertama yang

melakukan penelitian tentang fotosintesis. Percobaan yang dilakukan oleh

Ingenhousz bertujuan untuk membuktikan bahwa fotosintesis menghasilkan

oksigen. Pada percobaan ini Ingenhousz menggunakan tanaman Hydrilla

verticilata untuk membuktikan hipotesanya. Selain Ingenhousz, Julius von Sachs,

seorang ahli botani asal Jerman juga melakukan penelitian tentang fotosintesis.

Pada tahun 1860 melakukan percobaan yang membuktikan bahwa fotosintesis

menghasilkan amilum (zat tepung).


II.2 Tujuan Penelitan

Tujuan percobaan ini adalah:

1) Untuk membuktikan bahwa fotosintesis menghasilkan amilum.

2) Untuk membuktikan bahwa fotosintesis menghasilkan oksigen.

III.2 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 31 Maret 2015, pukul 10.30 –

11.30. bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam , Universitas Hasanuddin, Makassar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fotosintesis merupakan suatu sifat fisiologi yang hanya dimiliki khusus oleh

tumbuhan yaitu suatu kemampuan menggunakan zat karbon dari udara uantuk

diubah menjadi bahan organik serta diasimilasikan di dalam tubuh tanaman

dimana peristiwa ini hanya berlangsung jika ada cukup cahaya. Jadi dapat

dikatakan bahwa fotosintesis atau asimilasi zat karbon merupakan proses dimana

zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil dirubah menjadi zat organik

karbohidrat dengan pertolongan cahaya atau sinar (D. Dwidjoseputro, 1989).

Fotosintesis merupakan suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga

dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan

memanfaatkan energi cahaya matahari. Fotosintesis berjasa menghasilkan

sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang

menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai

fototrof (Hendriyani dan Setiari, 2009).

Fotosintesis adalah proses sintesis karbohidrat dari bahan-bahan anorganik

(CO2 dan H2O) pada tumbuhan berpigmen dengan bantuan energi cahaya

matahari, dengan persamaan reaksi kimia berikut ini (Wirahadikusuma, 1985)

yaitu:

Berdasarkan reaksi fotosintesis di atas, CO2 dan H2O merupakan substrat

dalam reaksi fotosintesis dan dengan bantuan cahaya matahari dan pigmen
fotosintesis (berupa klorofil dan pigmen-pigmen lainnya) akan menghasilkan

karbohidrat dan melepaskan oksigen. Cahaya matahari meliputi semua warna dari

spektrum tampak dari merah hingga ungu, tetapi tidak semua panjang gelombang

dari spektrum tampak diserap (diabsorpsi) oleh pigmen fotosintesis. Atom O pada

karbohidrat berasal dari CO2 dan atom H pada karbohidrat berasal dari H2O

(Sasmitamihardja dan Siregar, 1996).

Energi cahaya diubah menjadi energi kimia oleh pigmen fotosintesis yang

terdapat pada membran interna atau tilakoid. Pigmen fotosintesis yang utama ialah

klorofil dan karotenoid. Klorofil a dan b menunjukkan absorpsi yang sangat kuat

untuk panjang gelombang biru dan ungu, jingga dan merah (lembayung) dan

menunjukkan absorpsi yang sangat kurang untuk panjang gelombang berwarna

hijau dan kuning hijau (500-600) (Sasmitamihardja dan Siregar, 1996).

Klorofil merupakan komponen kloroplas yang utama dan kandungan klorofil

relative berkorelasi positif dengan laju fotosintesis (Li, dkk, 2006). Klorofil

disintesis di daun dan berperan untuk menangkap cahaya matahari yang

jumlahnya berbeda untuk tiap spesies. Sintesis klorofil dipengaruhi oleh berbagai

faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor genetik, unsur-

unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Hendriyani dan Setiari, 2009).

Karotenoid menunjukkan absorpsi kuat untuk panjang gelombang biru dan

ungu; memantulkan dan mentransmisikan panjang gelombang hijau, kuning,

lembayung, merah (kombinasi warna-warna tersebut tampak kuning)

(Sasmitamihardja dan Siregar, 1996).

Kompleks protein-klorofil merupakan komponen fotosintesis yang penting

(Mescht, dkk, 1999). Radiasi cahaya yang diterima oleh tanaman dalam
fotosintesis diabsorbsi oleh klorofil dan pigmen tambahan yang merupakan

kompleks protein-klorofil. Selanjutnya energi radiasi akan ditransfer ke pusat

reaksi fotosistem I dan II yang merupakan tempat terjadinya perubahan energi

cahaya menjadi energi kimia. Dua mekanisme yang terlibat dalam pembentukan

kompleks protein-klorofil adalah distribusi klorofil yang baru disintesis dan

redistribusi klorofil yang sudah ada (Li, dkk, 2006).

Klorofil b adalah hasil biosintesis dari klorofil a dan berperan penting dalam

reorganisasi fotosistem selama adaptasi terhadap kualitas dan intensitas cahaya.

Oleh sebab itu hilangnya klorofil a dan b berpengaruh negatif terhadap efisiensi

fotosintesis (Mescht,dkk, 1999).

Fotosintesis pada tumbuhan tingkat tinggi terdiri atas 2 fase, yaitu:

a. Fase I: reaksi fotokimia, reaksi fotolisis, reaksi Hill, reaksi fotofosforilasi,

reaksi terang. Reaksi ini berlangsung di grana dan membutuhkan cahaya.

Energi matahari ditangkap oleh pigmen penyerap cahaya dan diubah menjadi

bentuk energi kimia, yaitu ATP dan senyawa pereduksi, yaitu NADPH. Atom

hidrogen dari molekul H2O dipakai untuk mereduksi NADP+ menjadi

NADPH dan O2 dilepaskan sebagai hasil sampingan reaksi fotosintesis. Reaksi

juga dirangkaikan dengan reaksi pembentukan ATP dari ADP dan Pi. Fase ini

dapat ditulis sebagai persamaan reaksi:

energi matahari
H2O + NADP+ + ADP + Pi O2 + H+ + NADPH + ATP

Pembentukan ATP dari ADP dan Pi merupakan mekanisme penyimpanan

energi matahari yang diserap dan kemudian diubah menjadi energi kimia,

sehingga fase ini disebut fotofosforilasi. Fase I ini melibatkan 2 tipe kelompok

pigmen fotosintesis, yaitu:


1) Pigmen utama (pigmen primer, pusat reaksi): bentuk-bentuk klorofil a,

seperti klorofil a 680 (P680) dan klorofil a 700 (P700),

2) Pigmen tambahan/pigmen antena (accessory pigment): berperan

meneruskan energi cahaya ke pigmen utama, seperti klorofil a lainnya,

klorofil b (λ 455-640 nm), karotenoid (λ 430-490 nm)

b. Fase II: reaksi termokimia, reaksi fiksasi/reduksi CO2, reaksi gelap. Reaksi ini

berlangsung di stroma dan sering kali disebut reaksi gelap, karena reaksi ini

dapat berlangsung tanpa adanya cahaya, walaupun tidak harus berlangsung

dalam keadaan gelap. Hal ini disebabkan karena enzim-enzim stroma kloroplas

tidak membutuhkan cahaya untuk aktivitasnya, tetapi membutuhkan ATP dan

NADPH2. Fase II fotosintesis ini berlangsung pada stroma dan menghasilkan

karbohidrat. Dalam reaksi ini senyawa kimia berenergi tinggi yang dihasilkan

pada fase I, yaitu NADPH dan ATP dipakai untuk reaksi reduksi CO2 yang

menghasilkan glukosa dengan persamaan reaksi:

CO2 + NADP + H+ + ATP →glukosa + NADP+ + ADP + Pi

Ada 4 macam reaksi fiksasi CO2 (Sasmitamihardja dan Siregar, 1996),

yaitu:

1. Daur C3 (daur Calvin)

Daur reaksi ini disebut daur C3 karena senyawa yang pertama kali

dihasilkan adalah senyawa dengan 3 atom karbon yaitu asam fosfogliserat dari

CO2; ribulosa-1,5-bifosfat dan H2O. Tumbuhan yang melaksanakan daur

tersebut disebut tumbuhan C3. Dalam daur ini satu molekul fosfogliseraldehida

(PGAL) dibentuk dari fiksasi 3 molekul CO2. Reaksi keseluruhan adalah

sebagai berikut:
3 CO2 + 9 ATP + 6 NADPH2 → PGAL + 9 ADP + 8 Pi + 6 NADP

Selanjutnya PGAL akan diubah menjadi glukosa. Daur ini terjadi pada

gandum, padi dan bambu.

2. Daur C4 (daur Hatch dan Slack)

Daur reaksi ini disebut daur C4 karena sebagian besar senyawa yang

pertama kali dihasilkan adalah senyawa dengan 4 atom karbon yaitu asam

malat dan asam aspartat dan tumbuhan yang melaksanakan daur tersebut

disebut tumbuhan C4. Yang termasuk tumbuhan C4 adalah beberapa spesies

Gramineae di daerah tropis termasuk jagung, tebu, sorghum. Anatomi daun

tumbuhan C4 unik yang dikenal dengan anatomi Kranz, yaitu terdapat sel-sel

seludang parenkim yang mengelilingi ikatan pembuluh dan memisahkannya

dengan sel-sel mesofil. Pada tumbuhan C4 terdapat pembagian kerja antara

sel-sel mesofil dan sel-sel seludang parenkim, yaitu pembentukan asam malat

dan aspartat dari CO2 terjadi di sel-sel mesofil, sedangkan daur Calvin

berlangsung di sel-sel seludang parenkim.

3. Daur CAM (Crassulacean Acid Metabolism)

Daur CAM merupakan fiksasi CO2 pada spesies sukulen anggota famili

Crassulaceae (misalnya kaktus, nanas) yang hidup di daerah kering,

mempunyai daun tebal dengan rasio permukaan terhadap volume rendah, laju

transpirasi rendah, sel-sel daun mempunyai vakuola relatif besar dan lapisan

sitoplasma yang tipis. Fiksasi yang menghasilkan asam malat terjadi pada

malam hari pada saat stomata terbuka dan daur Calvin yang menghasilkan

glukosa terjadi pada siang hari pada saat stomata tertutup. Jadi fiksasi CO2

pada tumbuhan CAM mirip dengan tumbuhan C4, perbedaannya pada


tumbuhan C4 terjadi pemisahan tempat sedangkan pada tumbuhan CAM

terjadi pemisahan waktu.

Kemampuan tumbuhan melaksanakan daur CAM ditentukan secara genetis,

tetapi kemampuan ini juga dikontrol oleh lingkungan. Umumnya CAM

berlangsung lebih cepat pada siang hari yang panas dengan tingkat cahaya

yang tinggi dan malam hari yang dingin dan tanah yang kering seperti di gurun.

Fiksasi CO2 pada beberapa tumbuhan CAM dapat beralih ke daur C3 setelah

hujan atau suhu malam hari yang lebih tinggi daripada biasanya karena stomata

terbuka lebih lama pada pagi hari (Campbell dkk, 2006).

Penggolongan tumbuhan menjadi tumbuhan C3 dan C4 adalah didasarkan

pada senyawa yang diubah dari CO2 pada fase II dari fotosintesis (reaksi fiksasi

atau reduksi CO2). Pada tumbuhan C3, CO2 diubah menjadi senyawa C3 yaitu

asam 3-fosfogliserat yang selanjutnya akan diubah menjadi glukosa.

Gambar 1. Reaksi Fiksasi O2 pada tumbuhan C3


Sumber : Nio Song Ai, 2012

Sedangkan pada tumbuhan C4, CO2 diubah menjadi senyawa C4 yaitu

asam oksaloasetat yang selanjutnya diubah menjadi asam malat dan asam

aspartat.

Gambar 2. Reaksi fiksasi O2 pada tumbuhan C4


Sumber: Nio Song Ai, 2012
4. Daur C2 (daur glikolat atau fotorespirasi)

Selain bereaksi dengan CO2, enzim ribulosa bifosfat karboksilase yang

mengkatalisis pembentukan fosfogliserat dalam daur C3, juga dapat bereaksi

dengan O2, sehingga pada kondisi demikian enzim ini disebut ribulosa bisfosfat

oksigenase. Aktivitas ribulosa bifosfat oksigenase adalah mengubah satu

molekul ribulosa bifosfat menjadi satu molekul asam fosfoglikolat dan satu

molekul asam fosfogliserat, bukan menjadi dua molekul asam fosfogliserat jika

CO2 yang difiksasi. Dengan demikian digunakan nama enzim rubisco (ribulosa

bifosfat karboksilase oksigenase) untuk menyatakan keterlibatan enzim

tersebut dalam fiksasi CO2 dan O2. Ada 4 hal penting yang perlu diperhatikan

dalam jalur glikolat, yaitu:

a) Jalur glikolat terjadi pada 3 tempat, yaitu kloroplas, peroksisom dan

mitokondria.

b) Reaksi oksidasi ini membentuk glikolat dan produk sampingan H2O2 dan

oksidan kuat yang beracun ini diuraikan oleh katalase dalam peroksisom.

c) Asam amino glisin dan serin dihasilkan.

Satu molekul CO2 dihasilkan dan satu molekul O2 diserap untuk tiap dua

molekul glikolat yang dioksidasi. Oleh sebab itu daur glikolat disebut juga

fotorespirasi karena terjadi pengambilan O2 dan pembentukan CO2 oleh

jaringan yang berfotosintesis pada saat ada cahaya (Sasmitamihardja dan

Siregar, 1996). Fotosintesis merupakan suatu sifat fisiologi yang hanya

dimiliki khusus oleh tumbuhan yaitu kemampuan menggunakan zat karbon

dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasikan di dalam
tubuh tanaman dimana peristiwa ini hanya berlangsung jika jumlah cahaya

mencukupi (D. Dwidjoseputro, 1989).

Menurut A.R. Loveless (1991), laju fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain:

1. Konsentrasi Karbondioksida

Konsentrasi karbondioksida yang rendah dapat mempengaruhi laju

fotosintesis hingga kecepatannya sebanding dengan konsentrasi karbondioksida.

Namun bila konsentrasi karbondioksida naik maka dapat dicapai laju

fotosintesis maksimum kira-kira pada konsentrasi 1% dan di atas persentase ini

maka laju fotosintesis akan konstan pada suatu kisaran lebar dari konsentrasi

karbondioksida.

Kadar CO2 tidak boleh melebihi 1000-1200 µmol-1 karena konsentrasi

kadar CO2 tersebut sering menyebabkan keracunan atau penutupan stomata,

terkadang bahkan dapat menurunkan laju fotosintesis. (Frank B Salisbury dan

Cleon W Ross, 1995).

2. Intensitas cahaya

Ketika intensitas cahaya rendah, perputaran gas pada fotosintesis lebih

kecil daripada respirasi. Pada keadaan di atas titik kompesasi yaitu konsentrasi

karbondioksida yang diambil untuk fotosintesis dan dikeluarkan untuk respirasi

seimbang, maka peningkatan intensitas cahaya menyebabkan kenaikan

sebanding dengan laju fotosintesis. Pada intensitas cahaya sedang peningkatan

laju fotosintesis menurun, sedangkan pada intensitas cahaya tinggi laju

fotosintesis menjadi konstan. Fotosintesis juga berpengaruh pada pertumbuhan

tanaman. Fotosintesis merupakan proses perubahan bahan organik tertentu


menjadi bahan organik (makanan). Untuk melakukan ini, tumbuhan

membutuhkan energi cahaya (Arisworo, 2006). Dimana cahaya matahari

adalah sumber energi. Cahaya matahari merupakan sumber energi dalam

proses fotosintesis, sehingga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan

vegetatif dan generatif (Cahyono, 2002). Faktor cahaya matahari sangat

berpengaruh terhadap pembentukan organ vegetatif tanaman, seperti batang,

dan daun, serta organ generatif seperti bunga dan umbi. Menurut Sri Setya

Harjadi, 1979, laju fotosintesis (asimilasi) berbanding lurus dengan intensitas

cahaya matahari sampai dengan kira-kira 1.200 food candle. Maka semakin

besar intensitas cahaya matahari yang dapat diterima tanaman, semakin cepat

pula proses pembentukan umbi dan waktu pembungaan. Tetapi tidak semua

panjang gelombang diserap oleh tumbuhan, hanya panjang gelombang tertentu

tanaman menyerap cahaya matahari.

Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan generatif berhubungan

dengan tingkat fotosintesis yaitu sumber energi bagi proses pembungaan yang

juga melalui mekanisme hormon tanaman (Astuti dan Sri, 2010). Kekurangan

cahaya matahari akan menyebabkan proses fotosintesis terganggu, sehingga

proses pembentukan organ vegetatif dan generatif pun terganggu. Akibatnya,

tanaman menunjukkan gejala etiolasi, yaitu tanaman tumbuh memanjang,

kurus, lemah, dan pucat (Cahyono, 2002).

Fotosintesis dipengaruhi oleh pengaruh intensitas cahaya, konsentrasi

karbondioksida, suhu, kadar air, kadar hasil fotosintesis. Jika intensitas cahaya

terlalu tinggi, akan dapat merusak klorofil (Wijaya, 2008). Tidak semua cahaya

matahari diserap oleh tumbuhan, pada panjang gelombang tertentu cahaya


matahari diserap oleh pigmen yang berada di daun. Pigmen klorofil menyerap

lebih banyak cahaya terlihat pada warna biru (400-450 nanometer) dan merah

(650-700 nanometer) dibandingkan hijau (500-600 nanometer).

3. Suhu

Laju fotosintesis pada tumbuhan tropis meningkat dari suhu minimum 5 oC

– 35 oC. Di atas kisaran suhu ini laju fotosintesis menurun. Suhu diatas 350C

menyebabkan kerusakan sementara atau permanen protoplasma yang

mengakibatkan menurunnya kecepatan fotosintesis, semakin tinggi suhu

semakin cepat penurunan laju fotosintesis.


BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah aluminium foil,

penjepit, gelas piala, tabung reaksi, alkohol 95%, JKJ, air panas dan corong.

III.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah alkohol 95%, JKJ,

air panas daun mangga (Maingifera indica) dan tanaman Hydrilla verticillata.

III. 3 Prosedur Percobaan

III.3.1 Percobaan Sachs

Adapun proses percobaan adalah sebagai berikut:

1. Menutup sebagian dari permukaan daun mangga yang belum terkena sinar

matahari dengan Alumunium foil dan menjepit rapat (dengan paper clip).

Membiarkan selama beberapa jam.

2. Sebelum malam, memetik daun percobaan tadi dan mencelupkan ke dalam air

mendidih sehingga daun tersebut layu (± 12 menit), tujuannya untuk

mematikan sel.

3. Mencelupkan daun ke dalam alkohol mendidih beberapa saat, hal ini bertujuan

untuk melarutkan klorofil pada daun.

4. Mencelupkan ke dalam larutan JKJ beberapa saat, selanjutnya membilas

dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa larutan JKJ.


5. Mengamati perubahan pada daun percobaan. Warna hitam atau biru tua pada

daun menunjukkan adanya amilum sebagai hasil fotosintesis

III.3.2 Percobaan Ingenhousz

Adapun proses percobaan adalah sebagai berikut:

1. Mengisi gelas piala dengan air kemudian memasukkan Hydrilla verticillata ke

dalamnya.

2. Memasukkan corong terbalik ke dalam gelas piala sedemikian rupa sehingga

Hydrilla verticillata semuanya berada di bawah corong.

3. Menutup pangkal corong tersebut dengan tabung reaksi terbalik yang berisi

sejumlah air.

4. Menempatkan percobaan di dua tempat yang berbeda, pertama di dalam

ruangan, yang kedua di tempat terbuka (terdapat sinar matahari).

5. Mengamati kedua percobaan.


BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Percobaan Sachs

Pada pembahasan Sachs, dibuktikan apakah proses fotosintesis pada

tumbuhan hijau menghasilkan glukosa. Ada beberapa langkah kerja yang

dilakukan yaitu diberi perlakuan dengan membungkus bagian tengah daun (sekitar

± 5 cm) dengan aluminium foil selama satu minggu, kemudian daun tersebut

dipetik, terdapat perbedaan antara daun yang ditutupi dengan tidak ditutupi.

Pelarut kedua, daun mangga tersebut dimasukkan ke dalam air panas yang

telah yang telah mendidih (±12 menit) hingga daun tersebut layu dan mati sel-

selnya, hal ini berfungsi untuk mematikan sel-sel pada daun agar nantinya mudah

dilarutkan kedalam alkohol.

Pelarut selanjutnya, daun mangga dimasukkan ke dalam alkohol yang telah

dididihkan. Hal ini berfungsi untuk melarutkan atau meluruhkan klorofil daun.

Perubahan yang terjadi adalah daun tersebut berubah warnanya menjadi hijau

kecokelatan-cokelatan pada daun yang tidak tercukupi, sedangkan yang tertutupi

kertas timah warnanya menjadi kekuning-kuningan.


Daun mangga dimasukkan kedalam larutan JKJ yang telah mendidih, hal ini

berfungsi sebagai indikator ada atau tidaknya kandungan amilum di dalam daun.

Hasil yang terlihat selama ± 10 menit adalah terjadi perubahan warna pada daun.

Pada bagian yang tidak ditutupi alumunium foil, warna daun berubah menjadi

lebih gelap, sedangkan pada bagian yang ditutupi aluminium foil, daun berwarna

pucat. Maka dapat disimpulkan bahwa pada bagian daun yang tidak ditutupi

aluminium foil terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan amilum.

IV.2 Percobaan Ingenhousz

Waktu Jumlah gelembung


(menit) Dalam ruangan Luar ruangan
- 142
5
- 307
10
- 578
15
Tabel 1. Hasil percobaan Ingenhousz

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan proses

fotosintesis melepaskan O2 atau tidak. Alat dan bahan yang digunakan berupa

tabung reaksi, corong, gelas ukur, air dan tanaman Hydrilla Verticillata.

Pada parcobaan ini, daun Hydrilla Verticillata dimasukkan kedalam gelas

ukur, yang kemudian ditutup dengan corong, kemudian diisi air sampai memenuhi
gelas ukur tujuannya agar tidak ada gelembung dari luar yang mempengaruhi

jumlah gelembung yang akan dihitung.

Percobaan ini dilakukan di dua tempat. Tempat pertama yaitu di dalam

ruangan dan yang kedua dilakukan di luar ruangan yang terdapat sinar matahari.

Hasil percobaan menunjukkan Hydrilla verticillata yang diletakkan di dalam

ruangan tidak menghasilkan gelembung udara, sedangkan Hydrilla verticillata

yang diletakkan di luar ruangan menghasilkan gelembung udara

Pada percobaan Ingenhousz yang diletakkan di dalam ruangan, tidak terjadi

proses fotosintesis. Hal ini terjadi karena walaupun di dalam air terdapat

CO2 terlarut tetapi energi yang tersedia (cahaya) untuk melakuan proses

fotosintesis oleh Hydrilla tidak tersedia. Sehingga, walaupun ada bahan baku,

tetapi bila energi untuk mengolah tidak ada maka tidak akan terbentuk hasil.

Sedangkan pada percobaan Ingenhousz yang dilakukan di luar ruangan yang

terkena sinar matahari langsung, proses fotosintesis berjalan cepat karena pada air

sebenarnya telah terdapat sejumlah CO2 terlarut dan mendapat energi yang banyak

untuk melakukan proses fotosintesis tersebut. Pada percobaan ini terbetuk

gelembung-gelembung udara.
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan ini adalah

1. Dari percobaan Sachs dapat dibuktikan bahwa proses fotosintesis

menghasilkan amilum, ditandai dengan perubahan warna biru tua pada daun

yang menandakan adanya amilum pada daun yang berubah warna menjadi

biru tua.

2. Dari percobaan Ingenhousz dapat dibuktikan bahwa proses fotosintesis

menghasilkan oksigen, ditandai dengan dihasilkannya gelembung udara.

V.2 Saran

Untuk percobaan Sachs, daun mangga yang digunakan sebaiknya daun muda,

bukan daun yang telah tua.


DAFTAR PUSTAKA

Ai, N.S., 2012. Evolusi Fotosintesis pada Tumbuhan. Jurnal Ilmiah Sains, 12(1):
28-31.

Astuti, T dan Sri, D., 2010. Produksi Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) yang
Diperlakukan dengan Naungan Volume Penyiraman Air yang Berbeda.
Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 11(1): 19-28

Arisworo, D., dkk., 2006. Ilmu Pengetahuan Alam. Grafindo, Jakarta.

Cahyono, B., 2002. Wortel Teknik BUdodaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius,
Yogyakarta.

Campbell, N.A., Reece J.B., Mitchell L.G., . 2006. Biology. Concepts &
Connections. 5th Ed. Addison Wesley Longman Inc.

Dwidjoseputro, 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta.

Hendriyani, I.S., Setiari N., 2009. Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang
panjang (Vigna sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda.
Jurnal Sains & Matematika 17 (3):145-150.

Li, R., Guo P., Baum M., Grando S., dan Ceccarelli S., 2006. Evaluation of
chlorophyll content and fluorescence parameters as indicators of drought
tolerance in barley. Jurnal of Agricultural Science 5 (10):751-757.
Loveless, A.R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik.
Gramedia, Jakarta.
Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 2. Terjemahan
dari Plant Physiology 4th Edition. Bandung: ITB
Samadi, B. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.

Sasmitamihardja, D. and A.H. Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Proyek


Pendidikan Akademik Dirjen Dikti. Depdikbud. Bandung.

Van der Mescht, A., J.A. de Ronde & F.T. Rossouw. 1999. Chlorophyll
fluorescence and chlorophyll content as a measure of drought tolerance in
potato. South African Jurnal of Science 95:407-412.
Wijaya, A, dkk. 2008. Ipa Terpadu VIIIA. Grafindo, Jakarta.

Wirahadikusumah, M. 1985. Biokimia: metabolisme, energi, karbohidrat, dan


lipid. Penerbit ITB, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai