Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan makhluk hidup yang dianugerahi dengan sistem metabolisme
tubuh yang sangat kompleks. Dalam tubuh manusia terdiri berbagai macam system yang
membentuk satu kesatuan yang utuh hingga manusia dapat menjalankan siklus kehidupan.
Salah satu system yang paling berperan penting dalam siklus kehidupan adalah
system pencernaan. Semua organisme memerlukan suplai tetap zat-zat berenergi tinggi,
yang dikenal sebagai makanan, untuk meyediakan bahan bakar bagi kebutuhan-kebutuhan
fungsionalnya.
Pencernaan makanan adalah aktivitas saluran makanan (tractus digectivus) dan
kelenjar-kelenjarnya dalam suaatu proses memersiapkan makanan untuk dapat diserap oleh
usus. Suatu kehidupan yang dihayati oleh organisme akan dapat dipertahankan bila makanan
dalam jumlah cukup dapat dipasok dan dapat digunakan bagi berlangsungnya suatu reaksi
oksidatif yang dapat menghsilkan energi dan juga bagi keperluan tubuh atau bagian tubuh
guna perbaikan, pertumbuhanm dan reproduksi.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai proses sistem pencernaan dari
awal (mulut) hingga akhir (anus) keluar dari tubuh menjadi ampas.
B. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui tahapan-tahapan proses pencernaan yang dialami manusia
b. Untuk memberitahu pembaca anatmi fisiologi dari proses pencernaan
C. MANFAAT PENULISAN
a. Pembaca dapat mengantisipasi jika terjadi masalah pada pencernaan karena sudah
mengetahui prosesnya
b. Pembaca dapat mengetahui bagian dan fungsi dari alat pencernaan pada tubuhnya
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian
Sistem pencernaan (digestive) atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) merupakan sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang
terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Ingesti : pergerakan makanan
Digesti : penyederhanaan bentuk makanan
Absorpsi : penyerapan pada usus halus
Eliminasi : pembuangan zat-zat sisa
INGESTI
Ingesti adalah suatu proses masuknya makanan dan cairan dari lingkungan ke dalam
tubuh melalui proses menelan baik melalui koordinasi gerakan volunter dan involunter.Tahap
pertama adalah koordinasi otot lengan dan tangan membawa makanan ke mulut terjadi
proses mengunyah yaitu proses penyederhanaan ukuran makanan yang melibatkan gigi,otot
mulut,gusi dan lidah.
Tahap selanjutnya adalah setelah makanan dikunyah adalah proses
menelan,merupakan bergeraknya makanan dari mulut ke esofagus menuju lambung.Proses
ini terjadi secara refleks akibat penekanan pada bagian faring.
Organ-organ sistem pencernaan:
1. Mulut, Merupakan sebuah rongga yang dibatasi pipi, bibir, palatum,lidah pada bagian dasar
dan bersambung dengan faring pada bagian posterior. Pada mulut terdapat gigi, lidah dan
kelenjar saliva.
Refleks Menelan
o Bolus makanan didorong oleh lidah ke bagian posterior
o Palatum lunak menutup saluran hidung
o Epiglotis menutup laring dan trakhea
o Makanan masuk ke esophagus
3. Lambung, Merupakan lapisan peritoneal yang juga lapisan serosa,dan lapisan ototnya
terdiri dari:Lapisan longitudinal,sirkuler,dan obliq.Lapisan sub mukosa nya terdiri dari areolar
yang banyak mengandung pembuluh darah dan limfa.
Kelenjar pada lambung:
glandula cardiaceae,menghasilkan mukus
glandula gastricae,menghasilkan pepsin dan asam lambung (HCL)
glandula pyloricae,menghasilkan hormon
Pencernaan pada lambung:
Terjadi gerakan pada lambung yang berfungsi mencampur makanan dengan sekret lambung
dan mengosongkan makanan,makanan yang bercampur dengan sekret menjadi
chyme.Sekresi lambung:mukus,asam lambung,tripsin,lipase, amilase dan protease.
DIGESTI
Merupakan rangkaian kegiatan fisik dan kimia pada makanan yang di bawa kedalam
lambung dan usus halus.Pada proses ini terjadi penyederhanaan ukuran makanan sampai
dapat di absorbsi oleh intestinal.
Ringkasan proses digesti protein,lemak dan karbohidrat:
Digesti Karbohidrat: Proses dimulai pada mulut,dibantu oleh enzim ptialin yang mengubah
amilum menjadi maltosa.Proses dibantu oleh enzim amilaseyang dihasilkan pankreas.Lalu
proses ini dilakukan di usus halus melalui proses mekanik dan kimiawi.
Digesti protein:Pada digesti proteindi lambung, terjadi pengubahan protein menjadi pepton
oleh enzim pepsin. Pepton kemudian didigesti lagi menjadi peptida yang lebih kecil di
duodenum oleh enzim tripsin yang di hasilkan pankreas.Peptida didigesti lagi menjadi asam
amino yang siap untuk diabsorbsi
Digesti Lemak : Pada proses awal digesti lemak,lemak tersebut diemulsi di lambung,lalu
diurai menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase yang dihasilkan pankreas.Hasil
penguraian akan diabsorbsi di usus, Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada
lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak
lambung.
Asam klorida (HCl) menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
Enzim yang di hasilkan lambung yaitu pepsinogen,renin,dan lipase.Pepsinogen
diaktifkan oleh HCL menjadi pepsin untuk memecah protein menjadi proteosa dan
pepton.Renin berfungsi untuk menggumpalkan susu dan hanya terdapat pada
neonatus.Enzim lipase berfungsi untuk memecah sebagian kecil lemak.
4. Kandung empedu
Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau
gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu: membantu pencernaan dan penyerapan
lemak dan berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin
(Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
5. Usus halus (usus kecil), bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung
dan usus besar. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus
halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot
memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan
(ileum). Di dalam usus halus terdapat getah pankreas,getah usus dan empedu.Getah
pankreas (pH 7.5-8) diproduksi pankreas atas rangsangan hormon-hormon yang di produksi
sel-sel duodenum/jejunum.
Enzim yang dihasilkan pankreas:
Tripsin dan kimotripsin,untuk memecah protein/proteosa/pepton menjadi polipeptida
Karboksipeptidase,untuk melepaskan asam amino ujung terminal C rantai polpeptida
Amilase,memecahkan amilum menjadi maltose
Lipase,memecahkan lemak menjadi asam lemak dan gliserol
Ribonuklease dan deoksiribonuklease,memecah DNA dan RNA
Fosfatase,memecah zat-zat fosfat organik menjadi asam fosfat dan zat organik.
6. Usus dua belas jari (Duodenum)
Dinding duodenum tersusun atas 4 lapisan:
1. Lapisan paling luar yang dilapisi peritoneum, disebut serosa.
Merupakan kelanjutan dari peritoneum, tersusun atas selapis pipih sel-sel mesothelial diatas
jaringan ikat longgar.
2. Lapisan muskuler (tunika muskularis) tersusun atas serabut otot longitudinal ( luar) &sirkuler
(dalam). Pleksus myenterikus Aurbach terletak diantara kedua lapisan ini. Pleksus Meissner’s
ditemukan didalam submukosa di antara jaringan ikat longgar yang kaya akan pembuluh
darah dan limfe.
3. Submukosa, Terdapat kelenjar Brunner yang bermuara ke krypta Lieberkuhn melalui duktus
sekretorius. Sekresi kelenjar Brunner bersifat visceus , jernih, dengan pH alkali ( pH 8,2 – 9,3
), berguna melindungi mukosa duodenum terhadap sifat korosif dari gastric juice. Epitel
kollumnernya mengandung 2 jenis sel: mucus secreting suface cell – HCO3- secreting surface
cell dan absorptive cell.
4. Mukosa, yang merupakan lapisan dinding yang paling dalam.Terdiri dari 3 lapisan: lapisan
dalam adalah muskularis mukosa , lapisan tengah adalah lamina propria, lapisan terdalam
terdiri dari selapis sel-sel epitel kolumnar yang melapisi krypte dan villi-villinya. Fungsi utama
krypte epitelum ialah (1) pertumbuhan sel ; (2) fungsi eksokrin, endokrin, dan fungsi sekresi
ion dan air ; (3) penyerapan garam, air dan nutrien spesifik. Krypte epitelium paling sedikit
tersusun atas 4 jenis sel yang berbeda ; Paneth, goblet, undefferentieted cell dan sel-sel
endokrin. Pada bagian pertama duodenum ditutupi oleh banyak lipatan sirkuler yang di
namakan plica circularis, tempat saluran empedu & duktus pancreatikus mayor menembus
dinding medial bagian ke dua duodenum. Duktus pankreatikus accesorius (bila ada) bermuara
ke duodenum pada papila yang kecil yang jaraknya sekitar 1,9 cm di atas papilla duodeni
mayor. Dinding duodenum sebelah posterior dan lateral letaknya retoperitoneal sehingga
tidak ditemukan lapisan serosa
Duodenum berfungsi :
Motilitas. Pengatur pemacu potensial berasal dari dalam duodenum, mengawali kontraksi,
dan mendorong makanan sepanjang usus kecil melalui segmentasi (kontraksi segmen
pendek dengan gerakan mencampur ke depan dan belakang) dan peristaltik (migrasi aboral
dari gelombang kontraksi dan bolus makanan). Kolinergik vagal bersifat eksitasi. Peptidergik
vagal bersifat inhibisi. Gastrin, kolesistokinin, motilin merangsang aktivitas muskular;
sedangkan sekretin dan dihambat oleh glukagon.
Pencernaan dan Absorpsi
Lemak Lipase pankreas menghidrolisis trigliserida. Komponen yang bergabung dengan
garam empedu membentuk micelle. Micelle melewati membran sel secara pasif dengan difusi,
lalu mengalami disagregasi, melepaskan garam empedu kembali ke dalam lumen dan asam
lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali trigliserida dan
menggabungkannya dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein membentuk kilomikron.
Asam lemak kecil memasuki kapiler menuju ke vena porta. Garam empedu diresorbsi ke
dalam sirkulasi enterohepatik diileum distal. Dari 5 gr garam empedu, 0,5 gr hilang setiap hari,
dan kumpulan ini bersirkulasi ulang enam kali dalam 24 jam.
Protein didenaturasi oleh asam lambung, pepsin memulai proteolisis. Protease pankreas
(tripsinogen, diaktivasi oleh enterokinase menjadi tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase),
lebih lanjut mencerna protein. Menghasilkan asam amino dan 2-6 residu peptida. Transpor
aktif membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel-sel absorptif. Karbohidrat. Amilase
pankreas dengan cepat mencerna karbohidrat dalam duodenum. Air dan Elektrolit. Air, cairan
empedu, lambung, saliva, cairan usus adalah 8-10 L/hari, kebanyakan diabsorpsi. Air secara
osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau secara pasif berdifusi. Natrium dan klorida
diabsorpsi berpasangan dengan zat terlarut organik atau dengan transpor aktif. Bikarbonat
diabsorpsi dengan pertukaran natrium/hidrogen. Kalsium diabsorpsi melalui transpor aktif
dalam duodenum, jejunum, dipercepat oleh PTH dan vitamin D. Kalium di absorpsi secara
pasif.
Fungsi Endokrin
Mukosa usus kecil melepaskan sejumlah hormon ke dalam darah (endokrin ) melalui
pelepasan lokal (parakrin) atau sebagai neurotransmiter.
Sekretin, Suatu asam amino 27 peptida dilepaskan oleh mukosa usus kecil melalui
asidifikasi atau lemak. Merangsang pelepasan bikarbonat yang menetralkan asam lambung,
rangsang aliran empedu dan hambat pelepasan gastrin, asam lambung dan motilitas.
Kolesistokinin., dilepaskan oleh mukosa sebagai respons terhadap asam amino
dan asam lemakàkontraksi kandung empedu dengan relaksasi sfingter Oddi dan sekresi
enzim pankreas. Bersifat trofik bagi mukosa usus dan pankreas, merangsang motilitas,
melepaskan insulin.
Fungsi Imun, mukosa mencegah masuknya patogen. Sumber utama dari
imunglobulin, adalah sel plasma dalam lamina propria. Sel-sel M menutupi limfosit dalam
bercak Peyer yang terpanjang pada antigen, bermigrasi ke dalam nodus regional, ke dalam
aliran darah, kemudian kembali untuk berdistribusi kedalam lamina propria untuk
meningkatkan antibodi spesifik.
7. Usus Besar (Kolon), Sel mukosa usus besar menghasilkan mukus, selain itu dalam lumen
usus besar terdapat banyak mikroorganisme yang melakukan fermentasi dan sintesis vitamin
K.Dalam proses fermentasi terjadi pengubahan karbohidrat manjadi
karbomdioksida, hidrogen, dan metan, sedangkan asam amino diubah menjadi amina seperti
indol,skatol dan lain-lain.
Absorbsi
Absorbsi merupakan proses nutrien diserap usus melalui saluran darah dan getah
bening menuju ke hepar .Di lambung hanya terjadi absorbsi alkohol,pada usus halus terjadi
proses utama yaitu 90% dari nutrien yang sudah dicerna dan sedikit absorbsi air.
Secara spesifik ,absorpsi yang terjadi di usus halus adalah Pada usus halus bagian atas
mengabsorbsi vitamin yang larut dalam air,asam lemak,dan gliserol,natrium,kalsium.Fe,serta
klorida.Usus halus bagian tengah mengabsorbsi monosakarida,asam amino,dan zat
lainnya.Sedangkan usus halus bagian bawah mengabsorbsi garam empedu dan vitamin
B12.Absorpsi air paling banyak dilakukan pada kolon.
Absorbsi Nutrien
o Absorbsi karbohudrat : Karbohidrat diabsorbsi dalam bentuk monosakarida terutama
glukosa,galaktosa,fruktosa.Absorpsi terjadi secara transpor aktif untuk glukosadan galaktosa
dan secara difusi untuk fruktosa.
o Absorbsi protein : Protein diabsorbsi dalam bentuk asam amino secara transpor aktif
o Absorbsi lemak : Lemak diabsorbsi dalam bentuk asm lemak dan gliserol dengan bantuan
asam empedu masuk ke dalam sel mukosa usus halus.
o Metabolisme adalah prose akhir penggunaan makanan dalam tubuh yang memmeliputi
semua perubahan kimia yang dialami zat makanan sejak diserap oleh tubuh hingga
dikeluarkan oleh tubuh sebagai sampah. Glukosa yang merupakan hasil akhir digesti
karbohidrat akan mengalami proses oksidasi dan menghasilkan kalori,energi.dan zat buangan
seperti karbondioksida.Bila glukosa ini tidak dapat dipakai sebagai sumber energi,maka
glukosa akan mengalami proses glikogenesis dan menghasilkan glikogen yang disimpan di
hepar dan otot.Bila sewaktu-waktu glukosa kurang,maka glikogen diubah kembali menjadi
glukosa (glikolisis). Protein oleh tubuh digunakan untuk aktivitas dalam tubuh,sistem
imun,dan normalisasi pertumbuhan,memproduksi enzim,memelihara sel,perbaikan jaringan
dan menjags keseimbangan tubuh.Bila kekurangan protein akan menyebabkan terjadinya
edema,asites,dan gangguan pertumbuhan.
o Eksresi adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme dalam tubuh untuk menjaga
homeostasis,caranya melalui defekasi yaitu mengsksresi sisa metabolisme berupa feses
melalui saluran cerna.Miksi membuang sisa metabolisme dalam bentuk urin yang dikeluarkan
oleh urogenitalia.Diaforesis merupakan pembuangan zat sisa metabolisme melalui keringat.
8. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses sedangkan Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi
(buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus. Pada rektum dan anus terjadi
proses pembuangan yang dinamakan defekasi .
Defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau
tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup.
Mekanisme Defekasi :
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai
kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang
sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah
makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka
peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari
kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke
dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di daerah
perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan kontraksi
diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce,
2002).
Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang timbul pada
sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh pergerakan lambat
kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa. Dorongan di dalam sekum dan
kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae yang lambat tetapi berlangsung persisten
yang membutuhkan waktu 8 sampai 15 jam untuk menggerakkan kimus hanya dari katup
ileosekal ke kolon transversum, sementara kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan
menjadi lumpur setengah padat bukan setengah cair.
Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai timbulnya sebuah
cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum, kemudian dengan cepat kolon
distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat konstriksi tadi akan kehilangan
haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit, mendorong materi feses dalam segmen itu
untuk menuruni kolon.
Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-kira 30
detik, kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya sebelum terjadi
pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang kolon. Seluruh rangkaian
pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10 sampai 30 menit, dan mungkin timbul
kembali setengah hari lagi atau bahkan satu hari berikutnya. Bila pergerakan sudah
mendorong massa feses ke dalam rektum, akan timbul keinginan untuk defekasi (Guyton,
1997).
Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya sfingter yang
lemah ±20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan rectum serta sudut tajam
yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi pergerakan massa ke rectum,
kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan
massa yang terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari :
1) sfingter ani interni;
2) sfingter ani eksternus
Refleks Defekasi. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum
mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan
eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks
intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum.
Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen
menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam kolon
descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltic
mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus
mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter
sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregang
Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi volunter dapat
dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-
otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang
dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi
atau melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen.
Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks defekasi,
sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis (segmen sacral medulla
spinalis). Bila ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan dihantarkan ke medulla
spinalis, kemudian secara refleks kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus
melalui serabut parasimpatis n. pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat
gelombang peristaltic dan merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks
defekasi intrinsic menjadi proses defekasi yang kuat
Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain, seperti mengambil napas
dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon turun
ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin
anus mengeluarkan feses.
Refleks dalam Proses Defekasi
1. Refleks Defekasi Intrinsik
Berawal dari feses yang masuk rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian
menyebabkan rangsangan pada fleksus mesenterika dan terjadilah gerakan perilstaltik.
Feses tiba di anus, secara sistematis spingter interna relaksasi maka terjadilah defekasi
Dinding usus besar terdiri dari empat lapisan yaitu mukosa, sub mukosa,
muskularis eksterna dan serosa. Mukosa terdiri atas epitel selapis silindris,
kelenjar intestinal, lamina propia dan muskularis mukosa (Eroschenko, 2003).
Usus besar tidak mempunyai plika dan vili, jadi mukosa tampak lebih rata
daripada yang ada pada usus kecil (Sudoyo, 2006). Submukosa di bawahnya
mengandung sel dan serat jaringan ikat, berbagai pembuluh darah dan saraf.
Tampak kedua lapisan otot di muskulus eksterna. Baik kolon tranversum maupun
kolon sigmoid melekat ke dinding tubuh oleh mesenterium, oleh karena itu,
serosa menjadi lapisan terluar pada kedua bagian kolon ini. Di dalam
mesenterium terdapat jaringan ikat longgar, sel-sel lemak, pembuluh darah dan
saraf (Eroschenko, 2003).
C. Lokalisasi
Walaupun penyebab kanker usus besar (seperti kanker lainnya) masih belum
diketahui, namun telah dikenali beberapa faktor predisposisi (Price
&Wilson, 2006). Beberapa faktor predisposisi tersebut adalah:
1. Usia
2. Polip Kolon
Polip adalah suatu massa seperti tumor yang menonjol ke dalam lumen usus.
Polip dapat terbentuk akibat pematangan, peradangan atau arsitektur mukosa
yang abnormal. Polip ini bersifat nonneoplatik dan tidak memiliki potensi
keganasan. Polip yang terbentuk akibat proliferasi dan displasia epitel disebut
polip adenomatosa atau adenoma (Robbins, 2012).
Polip adenomatosa adalah polip asli yang bertangkai dan jarang ditemukan pada
usia dibawah 21 tahun. Insidensinya meningkat sesuai dengan meningkatnya
usia. Letaknya 70% di sigmoid dan rektum. Polip ini bersifat pramaligna sehingga
harus diangkat setelah ditemukan (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011). Polip
adenomatosa dibagi menjadi tiga subtipe berdasarkan struktur epitelnya:
- Adenoma tubular : merupakan yang tersering
(Robbins, 2012).
Sindrom poliposis atau poliposis kolon atau poliposis familial merupakan penyakit
herediter yang jarang ditemukan. Gejala pertamanya timbul pada usia 13-20
tahun. Frekuensinya sama pada pria dan wanita. Polip yang tersebar di seluruh
kolon dan rektum ini umumnya tidak bergejala. Kadang timbul rasa mulas atau
diare disertai perdarahan per ani. Biasanya sekum tidak terkena. Risiko
keganasannya 60% dan sering multipel (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).
a. Ulseratif Kolitis
Ialah penyakit ulserasi dan inflamasi akut atau kronis dari rektum dan
kolon dengan tanda-tanda yang khas yaitu adanya diare, perdarahan
per rektal, nyeri di perut, anoreksia dan penurunan berat badan. Kolitis
ulserative sering juga menyebabkan terjadinya karsinoma dari kolon
dan paling banyak terdapat di segmen proksimal kolon (Sujono, 2013).
b. Penyakit Crohn’s
(Sjamsuhidajat, 2004).
5. Diabetes Tipe 2
Individu dengan diabetes tipe 2 memiliki risiko yang tinggi dalam perkembangan
karsinoma kolorektal. Diabetes tipe 2 dan karsinoma kolorektal menunjukkan
beberapa faktor resiko yang sama seperti kelebihan berat badan (Siegel & Jemal,
2013).
Kekurangan serat dan sayur-mayur hijau serta kelebihan lemak hewani dalam diet
merupakan faktor resiko karsinoma kolorektal
(Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).
Jika individu tidak aktif secara fisik, maka individu tersebut memilki kesempatan
lebih besar terkena karsinoma kolorektal. Meningkatkan aktivitas fisik adalah
salah satu upaya untuk mengurangi risiko terkena penyakit kanker ini (Siegel &
Jemal, 2013).
8. Obesitas
Lebih dari 20 penelitian, mencakup lebih dari 3000 kasus secara konsisten
mendukung bahwa terdapat hubungan yang positif antara obesitas dan kejadian
karsinoma kolorektal. Salah satu penelitian kohort menunjukkan kenaikan resiko
15% karsinoma kolon pada orang yang overweight dibanding berat badan normal
(Sjamsuhidajat,
2004).
9. Merokok
E. Patologi
1. Makroskopis
Secara makroskopis , terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum. Tipe
polipoid atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk bunga
kol dan ditemukan terutama di sekum dan kolon asendens. Tipe skirus
mengakibatkan penyempitan sehingga stenosis dan gejala obstruksi, terutama
ditemukan di kolon desendens, sigmoid dan rektum. Bentuk ulseratif terjadi
karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut, sebagian
besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna (Sjamsuhidajat
& de Jong,
2011).
2. Mikroskopis
3. Klasifikasi
f. Undifferentiated carcinoma
Merupakan jenis yang paling ganas memiliki berbagai gambaran
Sel berbentuk bulat dengan inti vesikuler dan anak inti jelas
diantaranya sel-sel terdapat sel radang limfosit yang tidak
menginfiltrasi tapi mendesak gambarannya seperti ganas namun
prognosisnya lebih baik (Hamilton & Aaltonen, 2000).
4. Stadium
Klasifikasi karsinoma ini pertama kali diajukan oleh Dukes pada tahun 1930
(Sjamsuhidajat, 2004). Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasi
karsinoma ke dinding usus (Sjamsuhidajat & de
Jong, 2011).
5. Metastase
Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh
sambil menembus dinding dan memperluas secara sirkuler ke arah oral dan
aboral. Di daerah rektum penyebaran ke arah anal jarang melebihi dua
sentimeter. Penyebaran per kontinuitstum menembus jaringan sekitar atau organ
sekitarnya misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran
limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran
hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis
karsinomatosa dengan atau tanpa asites (De Jong, 1997).
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Diagnosis dini tergantung dari pemeriksaan rutin. Gejala klinis karsinoma kolon
kiri berbeda dengan kanan. Gejala dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada.
Umumnya, gejala pertama timbul karena penyulit, yaitu gangguan faal usus,
obstruksi, perdarahan, atau akibat penyebaran (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).
Kanker kolon sisi kiri (sigmoid):
- gejala dini obstruksi (sisi kiri memiliki lumen yang lebih sempit);
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan dapat disusul dengan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011). Pada
pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah keadaan tumor dan
mobilitas tumor (Sjamsuhidajat, 2004).
3. Pemeriksaan Penunjang
c. Barium Enema
1. Pembedahan
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama ialah
memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Tindak
bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limf regional. Bila
sudah terjadi metastasis jauh, tumor primer akan di reseksi juga dengan maksud
mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri
(Sjamsuhidajat & de Jong,
2011).
2. Radiasi
3. Kemoterapi
Dalam beberapa tahun terakhir ini, sudah banyak kemajuan yang dicapai pada
kemoterapi terhadap karsinoma kolorektal. Beberapa dekade ini hanya
menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) – disusul oleh kehadiran asam folinat
/leukovorin (folinic acid/FA/LV) sebagai kombinasi. Selanjutnya, pemilihan obat
diperluas dengan diterimanya irinotecan sebagai terapi lini pertama pada tahun
1996, oxaliplatin pada tahun 2004 dan capecitabine (tahun 2004) sebagai
pengganti oral koombinasi 5-FU/FA (Sjamsuhidajat, 2004).
H. Prognosis
I. Skrining
Beberapa organisasi (misal, National Cancer Institute, American Cancer
Society, American College of Physicians) memiliki penuntun skrining yang
telah disetujui untuk mendeteksi kanker kolorektal pada stadium yang
masih dapat disembuhkan. Strategi skrining pada orang yang tidak
memperlihatkan gejala dianjurkan sebagai berikut: (1) laki-laki dan
perempuan berusia lebih dari 40 tahun harus menjalani pemeriksaan
digital (rectal toucher) setiap tahun, dan (2) Orang berusia diatas 50 tahun
harus menjalani pemeriksaan darah samar feses setiap tahun dan
pemeriksaan sigmoidoskopi setiap 3 hingga 5 tahun setelah dua kali
pemeriksaan awal yang berjeda setahun. Orang yang berisiko tinggi
karena memiliki riwayat keluarga juga harus menjalani pemeriksaan kolon
total dengan enema barium kontras-udara atau kolonoskopi setiap
3-5 tahun (Price&Wilson, 2006).
J. Pencegahan
1. Endoskopi
2. Diet
Penelitian awal menunjukkan bahwa diet tinggi bahan fitokimia mengandung zat
gizi seperti serat, vitamin C, E dan karoten dapat meningkatkan fungsi kolon dan
bersifat protektif dari mutagen yang menyebabkan timbulnya kanker (Price &
Wilson, 2006).
3. Obat-obatan