Anda di halaman 1dari 12

Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

PEMBUATAN MIE KERING GEMBILI DAN BEKATUL


(KAJIAN PROPORSI TERIGU : GEMBILI DAN PENAMBAHAN BEKATUL)

Making of Gembili and Rice Bran Noodles


(Study of Proportion Wheat Flour : Gembili and additioning of Rice Bran)

Cefi Azmil Halwan1*, Fithri Choirun Nisa1

1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP Universitas Brawijaya Malang


Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, Email : cefiazmil@ymail.com

ABSTRAK

Gembili dan bekatul merupakan salah satu hasil pertanian yang pemanfaatannya
masih kurang, padahal kandungan gizi di dalamnya sangat tinggi. Gembili dan bekatul
memiliki kandungan serat yang dapat menurunkan insiden penyakit kronis. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui proporsi terbaik dari tepung terigu : tepung gembili dengan
penambahan bekatul dalam pembuatan mie kering serta pengaruhnya terhadap sifat fisik,
kimia, dan organoleptik mie kering. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor. Faktor 1 proporsi tepung terigu : tepung
gembili yang terdiri dari 3 level (80:20; 70:30; 60:40), faktor 2 penambahan bekatul yang
terdiri dari 3 level (10%, 20%, 30%). Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan
ANOVA dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dan BNT (Beda Nyata Terkecil)
dengan selang kepercayaan 5%. Penentuan perlakuan terbaik digunakan metode Indeks
Efektifitas. Perlakuan terbaik diperoleh pada mie kering dengan proporsi tepung terigu :
tepung gembili 80:20 dengan penambahan bekatul 20%.

Kata kunci: Bekatul, Gembili, Mie Kering, Serat

ABSTRACT

The usage of gembili and rice bran is limited, whereas the nutrition content in gembili
and rice bran is very high. Gembili and rice bran has contain fiber which can lowering the
incidence of chronic disease. The aim of this research was to know the best proportion of
wheat flour : gembili flour with the addition of rice bran in making a dry noodle and the
influence on physical, chemical and organoleptic properties of dry noodles.The experimental
design used randomized block design (RBD) with two factor. Factor I was a proportion of
wheat flour : gembili flour that consists of 3 levels (80:20 ; 70:30 ; 60:40) and factor II was
the concentration of rice bran addition that consists of 3 levels (10%, 20%, 30). The resulted
data of observation is analyzed by using ANOVA with test by DMRT (Duncan’c Multiple
Range Test) and Less Significant Difference (LSD) with trust value 5%. The determination of
the best treatment by Effectiveness Index method. The best treatment was obtained on
proportion of wheat flour : gembili flour 80:20 with the addition of 20% rice bran flour.

Keywords: Rice Bran, Gembili, Dry Noodle, Fiber

PENDAHULUAN

Indonesia termasuk salah satu negara yang jumlah konsumsi tepung terigunya
sangat tinggi. Bulan Januari hingga September tahun 2011 jumlah konsumsi tepung terigu
nasional mencapai 3 juta ton, namun dari jumlah tersebut sebagian besar diperoleh dari
impor [1]. Melihat kondisi tersebut, maka perlu adanya langkah yang diambil untuk
mengurangi jumlah impor tepung terigu di Indonesia. Gembili dan bekatul merupakan salah

1548
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

satu hasil pertanian yang pemanfaatannya masih kurang, padahal kandungan gizi yang
terkandung dalam gembili dan bekatul sangat tinggi terutama serat, sehingga berpotensi
untuk dijadikan sumber pangan alternatif maupun sebagai bahan pensubstitusi. Gembili
memiliki kandungan serat yang dapat memberikan efek fisiologis menurunkan insiden
penyakit kronis seperti komplikasi diabetes, kanker kolon dan penyakit jantung [2].
Kandungan serat bekatul memberikan efek fisiologis mengurangi resiko konstipasi dan
resiko tubuh terhadap beberapa penyakit [3]. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan
nilai ekonomis yang lebih tinggi pada gembili dan bekatul. Penggunaan gembili dan bekatul
pada pembuatan mie kering ini dimungkinkan berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia, dan
organoleptik dari mie kering, sehingga perlu dilakukan pengujian agar diperoleh mie kering
dengan karakteristik yang terbaik.

BAHAN DAN METODE

Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan mie kering yaitu tepung terigu, bekatul yang
diperoleh dari Bangil Pasuruan kemudian distabilisasi, gembili yang diperoleh dari Padangan
Bojonegoro kemudian ditepungkan, telur, CMC, garam dapur, garam alkali diperoleh dari
toko AVIA, aquades diperoleh dari toko Makmur Sejati. Bahan yang digunakan untuk
analisis kimia yaitu alkohol 95%, HCl 0,1N, NaOH 40%, H2SO4, tablet Kjehdal, indikator PP,
Arsenomolybdat, K2SO4 10%, Pethrolium Ether, Nelson A, Nelson B yang diperoleh dari toko
Makmur Sejati.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, ayakan 40 mesh dan 60
mesh, autoclave, cabinet dryer, mixer, mesin sheeter, noodles maker machine, timbangan
digital analitik (Denver Instrumen M-310), kompor. Alat yang digunakan untuk analisis kimia
antara lain labu ukur (Pyrex), labu kjeldahl (Buchi), beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex),
labu Erlenmeyer (Pyrex), timbang digital analitik (Denver Instrumen M-310), oven
(Memmert), lemari asam (ChemFast), buret (Schott Duran), statif, colour reader (Minolta),
tensile strength (Imada), bola hisap (Merienfiel), destilator (Buchi), kertas saring (Whatman),
desikator, pipet ukur 1 ml (HBG), pendingin balik.

Desain Penelitian
Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok
dengan 2 faktor. Faktor 1 proporsi tepung terigu : tepung gembili terdiri dari 3 level (80:20 ;
70:30 ; 60:40),faktor 2 penambahan bekatul yang terdiri dari 3 level (10%, 20%, 30%). Data
hasil pengamatan dianalisis menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA). Untuk
mengetahui apakah ada perbedaan atau pengaruh pada tiap perlakuan, dilakukan uji DMRT
(Duncan’s Multiple Range Test) dengan selang kepercayaan 5%. Penentuan perlakuan
terbaik digunakan metode Indeks Efektifitas De Garmo.

Tahapan Penelitian
Prosedur pembuatan mie kering adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Bahan
Bahan-bahan dalam pembuatan mie kering meliputi gembili yang sudah
ditepungkan, bekatul yang telah distabilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121oC
selama ± 3 menit (penambahan sebanyak 10%, 20%, 30%), proporsi tepung terigu : tepung
gembili (80:20 ; 70:30 ; 60:40), kuning telur, air, garam dapur, air abu, dan CMC.
2. Pencampuran
Pencampuran merupakan proses mencampur semua bahan yang dilakukan selama
7-8 menit yang bertujuan untuk mencampur bahan menjadi homogen, mendapatkan hidrasi
yang sempurna, serta membentuk gluten [4].
3. Pembentukan Lembaran (Pelempengan)

1549
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

Proses pelempengan bertujuan untuk mempermudah proses gelatinisasi pati yang


terjadi pada proses pengukusan, selain itu juga bertujuan untuk membuat adonan menjadi
bentuk lembaran yang siap dipotong menjadi bentuk khas mie [5].
4. Pencetakan
Pencetakan bertujuan untuk mempermudah transfer panas sehingga dapat
mempercepat gelatinisasi adonan saat proses pengukusan. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan noodles maker [6].
5. Pengukusan
Pengukusan dilakukan selama ±10 menit agar terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi
gluten sehingga ikatan menjadi kuat, mie menjadi kenya dan lembut [6].
6. Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan ±10-15 menit yang bertujuan menghilangkan uap
panas yang menempel pada mie yang dapat memacu tumbuhnya jamur [6].
7. Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan pengering kabinet suhu ±60oC selama
8-10 jam. Proses pengeringan bertujuan menghilangkan kandungan air sampai batas
tertentu dimana mikroba tidak dapat tumbuh dalam bahan pangan [7].

Metode
Analisis yang dilakukan pada bahan baku meliputi analisis kadar air [8], kadar protein
[8], kadar pati [8], dan kadar serat kasar [8]. Analisis yang dilakukan pada mie kering
meliputi kadar air [8], kadar protein [8], kadar pati [8], kadar serat kasar [8], kadar lemak [9],
kadar abu [9], warna [10], daya patah [10], hidrasi [10], cooking time [11], cooking loss [12],
dan daya putus [10].

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Kimia Bahan Baku


Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan mie kering pada penelitian ini
adalah tepung terigu, tepung gembili dan bekatul. Parameter bahan baku yang diamati
adalah kadar air, kadar protein, kadar pati dan kadar serat kasar. Data hasil analisis bahan
baku dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Analisis Bahan Baku


Parameter (%) Tepung Terigu Tepung Gembili Bekatul
Kadar Air 11.6 8.84 2.24
Kadar Protein 11.4 2.94 13.4
Kadar Pati 67.46 45.83 51.05
Kadar Serat Kasar 0.9 2.6 6.3

2. Karakteristik Kimia dan Fisik Mie Kering


Bahan baku pembuatan mie kering kemudian diolah sehingga dihasilkan mie kering
yang sesuai dengan proporsi dan substitusi yang telah ditentukan. Mie kering yang
dihasilkan kemudian dianalisis karakteristik kimianya meliputi kadar air, kadar protein, kadar
pati, serta kadar serat kasar dan juga dilakukan analisis fisik meliputi daya patah, cooking
time, cooking loss, hidrasi, daya putus, serta warna.

Kadar Air
Hasil penelitian terhadap kadar air mie kering akibat proporsi tepung gembili dan
penambahan bekatul berkisar antara 2.67 – 8.8%. Gambar 1 menunjukkan semakin banyak
proporsi tepung gembili dan penambahan bekatul maka nilai kadar air mie kering semakin
menurun. Penambahan tepung gembili yang semakin tinggi akan mengurangi proporsi
tepung terigu dalam pembuatan mie kering. Tepung terigu memiliki kadar gluten yang tinggi
yang mampu mengikat air dengan baik [13]. Sehingga semakin sedikit tepung terigu yang

1550
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

digunakan maka semakin rendah kadar air mie kering yang dihasilkan. Sedangkan bekatul
mengandung serat tidak larut air [14]. Meskipun merupakan serat tidak larut, serat ini
memiliki kemampuan menyerap dan menguapkan air yang tinggi, sehingga saat
pengeringan air di dalam mie kering akan dengan mudah dilepaskan [15].

Gambar 1. Rerata Kadar Air Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili
dan Penambahan Bekatul

Kadar Protein
Hasil penelitian terhadap kadar protein mie kering akibat proporsi tepung terigu :
tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 6.62 – 12.54%.

Gambar 2. Rerata Kadar Protein Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung
Gembili dan Penambahan Bekatul

Gambar 2 menunjukkan semakin banyak proporsi tepung gembili menyebabkan


kadar protein mie kering semakin menurun. Kadar protein tepung gembili pada penelitian ini
sangat rendah hanya sebesar 2.94%, sedangkan kadar protein tepung terigu pada
penelitian ini lebih besar dari tepung gembili yaitu sebesar 11.40%. Sehingga semakin
banyak tepung gembili yang ditambahkan akan menurunkan kadar protein mie kering.
Sebaliknya semakin banyak penambahan bekatul menyebabkan kadar protein mie kering
semakin tinggi. Hal ini dikarenakan kandungan protein pada bekatul lebih tinggi daripada
kedelai, jagung dan terigu [16]. Sehingga penambahan bekatul dapat meningkatkan kadar
protein mie kering.

Kadar Pati
Hasil penelitian terhadap kadar pati mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung
gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 50.87 – 65 %. Gambar 3 menunjukkan
kadar pati mie kering cenderung menurun dengan semakin banyak tepung gembili yang
ditambahkan semakin banyak tepung gembili yang ditambahkan, maka proporsi tepung
terigu menjadi lebih sedikit. Pada penelitian ini kadar pati tepung terigu lebih besar yaitu
67.46% sedangkan kadar pati tepung gembili sebesar 45.83%, sehingga semakin banyak
tepung gembili yang ditambahkan maka semakin rendah kadar pati mie kering yang
dihasilkan. Sebaliknya semakin banyak penambahan bekatul, semakin tinggi kadar pati mie
kering. Pada penelitian ini kadar pati bekatul sebesar 51.05%, sedangkan kadar pati tepung

1551
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

terigu sebesar 67.46%. Semakin tinggi kadar penyosohan yang dilakukan, maka semakin
tinggi pula kadar pati yang dihasilkan pada bekatul [17].

Gambar 3. Rerata Kadar Pati Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili
dan Penambahan Bekatul

Kadar Serat Kasar


Hasil penelitian terhadap kadar serat kasar mie kering akibat proporsi tepung terigu :
tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 4.15 – 8.74%.

Gambar 4. Rerata Kadar Serat Kasar Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung
Gembili dan Penambahan Bekatul

Gambar 4 menunjukkan kadar serat kasar mie kering cenderung meningkat seiring
dengan semakin tingginya penambahan proporsi tepung gembili dan bekatul. Hal ini
disebabkan tepung gembili dan bekatul memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi
dibanding tepung terigu. Pada penelitian ini, kandungan serat kasar dalam tepung gembili
sebesar 2.6%, kandungan serat kasar pada bekatul 6.3%, dan kandungan serat kasar
dalam tepung terigu 0.9%. Tepung gembili mengandung serat kasar sebesar 2.29% [18].
Sedangkan kandungan serat kasar dalam bekatul bisa mencapai 10.7% [19].

Daya Patah
Rerata nilai daya patah mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan
penambahan bekatul berkisar antara 4 – 11 N.

Gambar 5. Rerata Nilai Daya Patah Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung
Gembili dan Penambahan Bekatul

1552
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

Gambar 5 menunjukkan nilai daya patah mie kering cenderung meningkat seiring
dengan penambahan proporsi tepung gembili dan bekatul. Peningkatan nilai daya patah
diduga disebabkan oleh adanya kandungan pati dan glukomanan di dalam tepung gembili.
Pati dan glukomanan dapat membentuk jaringan gel tiga dimensi yang kuat dan
menyebabkan pati akan berikatan antara sesamanya membentuk rantai lurus yang panjang
Rantai lurus tersebut mengakibatkan terbentuknya gel yang kokoh dan kaku saat
didinginkan, sehingga tekstur mie yang dihasilkan lebih kuat dan tidak mudah patah [20].
Penambahan bekatul juga mempengaruhi nilai daya patah mie kering bekatul memiliki
kandungan protein yang tinggi. Kadar protein yang semakin tinggi akan meningkatkan
tekstur terutama kerenyahan mie kering [21].

Cooking Time
Rerata nilai cooking time mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili
dan penambahan bekatul berkisar antara 2.87 – 5.13 menit.

Gambar 6. Rerata Nilai Cooking Time Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung
Gembili dan Penambahan Bekatul

Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai cooking time mie kering cenderung meningkat
dengan banyaknya penambahan proporsi tepung gembili dan bekatul. Semakin banyak
tepung gembili yang ditambahakan maka tepung terigu dalam adonan menjadi lebih sedikit.
Terigu mengandung protein yang tinggi yang mampu menyerap air yang tinggi. Tingginya
penyerapan air membuat waktu pemasakan semakin singkat [22]. Sedangkan bekatul
memilki serat yang tinggi dimana pada saat proses perebusan air yang digunakan untuk
merebus tidak dapat masuk ke dalam granula-granula mie karena serat bekatul telah
menyerap air terlebih dahulu. Hal ini mengakibatkan proses gelatinisasi menjadi tidak
maksimal [15].

Cooking Loss
Rerata nilai cooking loss mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili
dan penambahan bekatul berkisar antara 9.66 – 15.62%.

Gambar 7. Rerata Nilai Cooking Loss Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung
Gembili dan Penambahan Bekatul

1553
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

Gambar 7 menunjukkan nilai cooking loss mie kering cenderung meningkat seiring
dengan meningkatnya penambahan proporsi tepung gembili dan bekatul. Semakin banyak
tepung gembili yang ditambahkan maka proporsi tepung terigu yang ditambahkan semakin
sedikit, sehingga kemampuan gluten untuk mengikat bahan semakin menurun. Gluten
memiliki kemampuan untuk membentuk jaringan tiga dimensi yang dapat menghambat
keluarnya isi granula pada bahan [23]. Cooking time yang lama juga diduga mempengaruhi
nilai cooking loss yang tinggi.
Gambar 8 menunjukkan hubungan antara cooking time dengan cooking loss yaitu
regresi linier dengan persamaan y = 2.584x + 2.088 dan R2 = 0.945. Hal ini menunjukkan
adanya korelasi positif sebesar 94.5% yang mengartikan semakin lama cooking time mie
kering maka cooking loss –nya akan semakin tinggi.

Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Cooking Time (Menit) dengan Cooking Loss (%)

Hidrasi
Rerata nilai hidrasi mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan
penambahan bekatul berkisar antara 173.9 – 187.7%.

Gambar 9. Rerata Hidrasi Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan
Penambahan Bekatul

Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai hidrasi mie kering cenderung menurun seiring
dengan meningkatnya proporsi tepung gembili. Semakin sedikit tepung gembili yang
ditambahkan, proporsi tepung terigu menjadi lebih banyak, sehingga kandungan gluten pada
mie juga lebih banyak. Tepung terigu memiliki kadar gluten yang tinggi yang mampu
mengikat air dengan baik [13]. Sebaliknya penambahan bekatul menyebabkan nilai hidrasi
mie meningkat, dikarenakan bekatul memiliki kadar serat tidak larut yang tinggi yang
memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi karena banyaknya gugus hidroksil bebas
[15].

Daya Putus
Rerata nilai daya putus mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan
penambahan bekatul berkisar antara 0.13 – 0.5 N.

1554
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

Gambar 10. Rerata Nilai Daya Putus Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung
Gembili dan Penambahan Bekatul

Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai daya putus mie kering cenderung menurun
seiring dengan meningkatnya proporsi tepung gembili dan bekatul. Bertambahnya proporsi
tepung gembili akan mengurangi proporsi tepung terigu, sehingga kemampuan gluten untuk
mengikat bahan semakin menurun. Protein berperan sebagai bahan pengikat dalam adonan
yang akan menentukan tekstur kekenyalan [24]. Sedangkan kandungan serat tidak larut
pada bekatul menghalangi air berikatan dengan protein pada tepung terigu saat proses
pengukusan. Serat tidak larut ini memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi [15].

Derajat Kecerahan (L*)


Rerata nilai derajat kecerahan mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung
gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 33.63 – 41.87.

Gambar 11. Rerata Nilai Derajat Kecerahan (L*) Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu :
Tepung Gembili dan Penambahan Bekatul

Gambar 11 menunjukkan nilai derajat kecerahan mie kering cenderung menurun


seiring dengan meningkatnya penambahan proporsi tepung gembili dan penambahan
bekatul. Warna yang dihasilkan kemungkinan disebabkan terjadinya reaksi maillard yaitu
reaksi pencokelatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi
dengan gugus amin bebas dari protein atau asam amino [25].

Nilai a*
Rerata nilai a* mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan
penambahan bekatul berkisar antara 9.37 – 13.3.

Gambar 12. Rerata Nilai (a*) Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili
dan penambahan bekatul

1555
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

Gambar 12 menunjukkan bahwa nilai a* mie kering cenderung meningkat seiring


dengan meningkatnya penambahan proporsi tepung gembili dan penambahan bekatul. Hal
ini disebabkan adanya reaksi maillard yaitu reaksi antara karbohidrat khususnya gula
pereduksi dengan gugus amina primer yang menghasilkan kenampakan produk menjadi
lebih cokelat [26].

Nilai b*
Rerata nilai b* mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan
penambahan bekatul berkisar antara 7.97 – 15.27.

Gambar 13. Rerata Nilai (b*) Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili
dan penambahan bekatul

Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai b* mie kering cenderung meningkat seiring


dengan meningkatnya penambahan proporsi tepung gembili dan penambahan bekatul.
Warna kuning yang dihasilkan karena penambahan kansui/larutan alkali. Warna tersebut
muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali [27].

3. Karakteristik Organoleptik Mie Kering


Rerata nilai kesukaan panelis terhadap organoleptik mie kering dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Parameter Warna, Rasa, Aroma, Dan Tekstur
Mie Kering
Parameter
Proporsi Bekatul
Warna Rasa Aroma Tekstur
10% 3 (Netral) 3.4 (Netral) 3.2 (Netral) 3.25 (Netral)
80:20 20% 3.55 (Agak Suka) 3.6 (Agak Suka) 3.5 (Agak Suka) 3.5 (Agak Suka)
30% 3.15 (Netral) 3.5 (Agak Suka) 3.25 (Netral) 3.6 (Agak Suka)
10% 3.15 (Netral) 3.05 (Netral) 3.25 (Netral) 2.7 (Netral)
70:30 20% 3.5 (Agak Suka) 2.9 (Netral) 3.3 (Netral) 2.75 (Netral)
30% 3.15 (Netral) 3.35 (Netral) 3.55 (Agak Suka) 3.2 (Netral)
10% 3 (Netral) 2.8 (Netral) 3.35 (Netral) 3 (Netral)
60:40 20% 3.15 (Netral) 2.9 (Netral) 3.25 (Netral) 2.8 (Netral)
30% 2.75 (Netral) 3.35 (Netral) 3.45 (Netral) 2.95 (Netral)

Warna
Nilai kesukaan panelis terhadap warna mie kering matang akibat proporsi tepung
terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berbeda tipis satu sama lain yaitu berkisar
antara 3.55 – 2.75 (Tabel 2). Hal ini disebabkan warna mie kering yang dihasilkan hampir
sama satu sama lain yakni putih kecoklatan.

Rasa
Nilai kesukaan panelis terhadap rasa mie kering matang akibat proporsi tepung
terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul yaitu berkisar anatar 3.6 – 2.8 (Tabel 2).
Tingkat kesukaan panelis cenderung menurun seiring dengan semakin banyaknya proporsi
tepung gembili dan penambahan bekatul. Hal ini dikarenakan rasa bekatul yang cenderung
agak pahit.

1556
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

Aroma
Nilai kesukaan panelis terhadap aroma mie kering matang hampir sama yaitu
berkisar antara 3.2 – 3.55 (Tabel 2). Hal ini dikarenakan aroma mie kering matang
cenderung hampir sama sehingga menyebabkan panelis tidak terlalu menentukan
perbedaan aroma mie kering. Aroma yang ditimbulkan mie kering disebabkan karena tepung
gembili dan bekatul memiliki aroma yang khas.

Tekstur
Nilai kesukaan panelis terhadap tekstur mie kering matang berkisar antara 3.6 – 2.7
(Tabel 2). Tingkat kesukaan panelis cenderung menurun dengan semakin banyak proporsi
tepung gembili dan bekatul yang ditambahkan. Hal ini dikarenakan dengan proporsi tepung
gembili dan bekatul yang banyak maka proporsi tepung terigu semakin sedikit. Tepung
terigu mampu membentuk gluten saat dibasahi dengan air dan diberi perlakuan mekanis
sehingga akan terbentuk suatu adonan yang elastik [28].

4. Mie Kering Perlakuan Terbaik


Penentuan pemilihan perlakuan terbaik mie kering dilakukan dengan metode Indeks
Efektifitas [29]. Penentuan pemilihan perlakuan terbaik menggunakan parameter kimia, fisik
dan organoleptik. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh mie kering dengan proporsi tepung
terigu : tepung gembili 80:20 dan penambahan bekatul 20%. Mie kering perlakuan terbaik
kemudian dibandingkan dengan kontrol mie kering komersial dan dilakukan uji t. Nilai
parameter kimia mie kering perlakuan terbaik dan kontrol disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Parameter Kimia Mie Kering Perlakuan Terbaik dan Kontrol
Uji t
Kontrol (Mie
Parameter Perlakuan Terbaik
Komersial
Notasi
Kadar Air 7.76 11.13 tn
Kadar Protein 12.34 8.9 *
Kadar Pati 64.65 64.84 tn
KIMIA
Kadar Serat Kasar 4.7 2.23 *
Kadar Lemak 8.4 2.45 tn
Kadar Abu 2.73 1.25 *

Nilai parameter fisik dan organoleptik mie kering perlakuan terbaik dan kontrol dapat
dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Parameter Fisik Dan Organoleptik Mie Kering Perlakuan Terbaik Dan Kontrol
Perlakuan Kontrol (Mie Uji t
Parameter
Terbaik Komersial) Notasi
Daya patah (N) 5.1 2.9 *
Hidrasi (%) 185.53 189.10 *
Cooking Time (Menit) 3.13 3.05 tn
Cooking Loss (%) 9.94 3.21 *
FISIK
Daya Putus (N) 0.43 1.80 *
Nilai L* 40.27 68.82 *
Nilai a* 9.67 4.17 *
Nilai b* 9.7 48.86 *
Warna 3.55 4.25 tn
Rasa 3.6 4 tn
ORGANOLEPTIK
Aroma 3.5 3.95 tn
Tekstur 3.5 4.2 tn

1557
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

SIMPULAN

Mie kering perlakuan terbaik dengan parameter fisik, kimia dan organoleptik terdapat
pada perlakuan faktor proporsi tepung terigu : tepung gembili 80 : 20 serta penambahan
bekatul 20%. Perlakuan ini memiliki kadar air 7.76%, kadar protein 12.34%, kadar pati
64.65%, kadar serat kasar 4.63%, kadar lemak 8.4%, kadar abu 2.73%, daya patah 5.1N,
cooking time 3.13 menit, cooking loss 9.94%, hidrasi 185.53%, daya putus 0.43N, tingkat
kecerahan (L*) 40.27, nilai a* 9.67, dan nilai b* 9.7. Perlakuan ini memiliki rerata nilai
kesukaan panelis warna 3.55 (agak suka), rasa 3.6 (agak suka), aroma 3.5 (agak suka) dan
tekstur 3.5 (agak suka).

DAFTAR PUSTAKA

1) Aptindo. 2011. Konsumsi Tepung Terigu Melambat. http://www.aptindo.or.id/index.php


diakses tanggal 20 April 2012
2) Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio. 2002. Fisiologi Nutrisi Vol.1 Edisi ke-4. IPB Press.
Bogor
3) Tensiska. 2008. Serat Makanan. Jurusan Teknologi Idustri Pangan. Fakultas Teknologi
Indutri Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung
4) Mudjajanto, E.S dan L.N. Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya.
Jakarta
5) Kim, S.K. 1996. Instant Noodle Technology. Cereal Food World. 41(4):213-218
6) Astawan, M. 2003. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta
7) Muchtadi, T.R, Sugiyono, dan A. Fitriyono. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Penerbit Alfabeta. Bandung
8) Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 2007. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta
9) AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. Association of Official Analysis Chemistry.
Washington
10) Yuwono, S.S. dan T. Susanto.1998. Pengujian Fisik Pangan .Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
11) Oh, N.H., D.A. Seib, C.W. Deyoe dan A.B.Ward.1985. The Surface Firmness of Cooked
Noodles From Soft and Hard Wheat Flours. Cereal chemistry 62(6):431-436
12) Romlah. 1997. Sifat Fisik Adonan dan Mie Beberapa Jenis Tepung Gandum dengan
Penambahan Kansui, Telur dan Tepung Ubi kayu. Thesis Master UGM. Yogyakarta
13) Lehninger, A.L. 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Terjemahan: Maggy T. Erlangga. Jakarta
14) Cho, S.S and L.D. Mark 2001. Hanbook of Dietary Fiber. Marcell Dekker, Inc. New York
15) Khomsan, A dan A. Faisal. 2008. Sehat itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat Dengan
Makanan Tepat. PT Mizan Publika. Jakarta
16) Isnawati, N. 2013. Bekatul Limbah Padi Yang Sehat Dikonsumsi.
www.bbppbinuang.info/new21-bekatul-limbah-padi-yang-sehat-dikonsumsi.html. Diakses
28 Mei 2014
17) Nursalim, Y dan Z.Y. Razalni. 2007 Bekatul Makanan yang Menyehatkan. Agromedia
Pustaka. Jakarta
18) Richana, N dan T.C. Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan
Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi kelapa dan Gembili. Skripsi. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian.
ITB. Bogor
19) Kulp, K and J.G. Ponte. 2000. Handbook of Cereal Science and Technology Second
Edition. Marcell Dekker, Inc. New York
20) Estiasih, T. 2006. Teknologi Pengolahan Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang
21) Akahasi, H, M. Takahasi, S. Endo. 1999. Evaluation of Starch Properties of Wheat Used
for Chinese Yellow Alkaline Noodle in Japan. Cereal chemistry. 76 (1), 50-55.

1558
Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul – Halwan, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1548-1559, September 2015

22) Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
23) Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan.
http://pustaka.litbang.deptan.go.id/inovasi/k109052.pdf. Diakses tanggal 28 Mei 2014
24) Astawan, M. 2008. Teknologi Pembuatan Mie Instan. Penerbit Gramedia. Jakarta
25) Ertanto, T. 2008. Reaksi Maillard Pada Produk Pangan. IPB. Bogor
26) Makfoeld, D, D. Marseno, D. Wiseso, Hastuti, P. Anggrahini, S. Raharjo, S.
Sasatrosuwignyo, S. Suhardi, S. Martoharsono, S. Hadiwiyoto, dan Tranggono. 2002.
Kamus Istilah Pangan Dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta
27) Hoseney, R.C. 1994. Principles of Ceral Science and Technology. American Assoc. of
Cereal Chemists, Inc. St. Paul, MN. 378 pp. Minnesota
28) De Man, J.M. 1997. Kimia Makanan. Edisi 2, terjemahan oleh Kosasih Padmawinata.
ITB. Bandung
29) De Garmo, E.D., W.G. Sulivan and J.R. Canada.1984. Engineering Economy. MacMilan
Publishing Company. New York

1559

Anda mungkin juga menyukai