DIABETES MELITUS
Dosen Pembimbing:
Sonata Daniatiek, S.Farm., Apt., M.Kes.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ································································· 1
B. Rumusan Masalah ····························································· 2
C. Tujuan ··········································································· 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Diabetes Melitus ················································· 3
B. Tipe-Tipe Diabetes Melitus ·················································· 4
C. Penyebab Diabetes Melitus··················································· 6
D. Gejala Diabetes Melitus ······················································ 8
E. Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus ····································· 10
F. Pengobatan Diabetes Melitus················································· 11
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
badan, dan lain-lain) dan konsentrasi kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL atau
kadar gula darah sewaktu puasa ≥ 126 mg/dL sudah dapat menegaskan diagnosa
(Scobie, 2007).
Melalui Makalah yang sederhana ini, semoga kita bisa mengulas dan
membahas banyak hal berkaitan dengan penyakit yang lebih dikenal
sebagai penyakit kencing manis mulai dari pengertian, penyebab, gejala,
pantangan sampai dengan cara mengatasinya secara medis holistik. Mudah-
mudahan ulasan tentang penyakit yang diakibatkan oleh tingginya kadar gula
dalam darah ini bisa sedikit membantu masyarakat Indonesia didalam mereka
mencari tahu akan solusi penyakit ini. Yang jelas, penyakit diabetes bukanlah
penyakit yang terlalu sulit untuk diatasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Penyakit Diabetes Mellitus?
2. Apa Saja Tipe-tipe pada Penyakit Diabetes Mellitus?
3. Apa saja Penyebab Penyakit Diabetes Mellitus dan Bagaimana
Pencegahannya?
C. Tujuan
1. Mengetahui Penyakit Diabetes Mellitus.
2. Dapat Menjelaskan Tipe-tipe pada Penyakit Diabetes Mellitus.
3. Mengetahui Penyebab Penyakit Diabetes Mellitus dan Bagaimana
Pencegahannya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh
pankreas secara efektif, atau
3. Gabungan dari kedua hal tersebut.
Maka penyakit diabetes kalau dilihat dari penyebabnya berdasarkan definis
diabetes melitus di atas akhirnya dibagi menjadi tiga tipe atau jenis, yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1
2. Diabetes melitus tipe 2
3. Diabetes melitus tipe 3
4
tipe 1 ini juga dinamakan dengan Insuline Dependent Diabetic Mellitus
atau IDDM. Diabetes melitus tipe 1 ini seringnya muncul secara
mendadak dengan gejala tiba-tiba sering cepat merasa haus, sering buang
air kecil (sering ngompol pada anak), badan menjadi kurus secara drastis
dan lemah. Jika insulin tidak segera diberikan, penderita bisa tiba-tiba
tidak sadarkan diri atau koma diabetik.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Melitus tipe 2 ini disebabkan oleh kurang mampunya
tubuh didalam merespon hormon insulin sehingga tubuh tidak mampu
memanfaatkan insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas. Boleh jadi
jadi pankreas telah memproduksi insulin secara normal namun hormon
yang dihasilkan tidak bisa dimanfaatkan oleh tubuh secara efektif. Tubuh
bersifat resisten terhadap hormon insulin. Ketidakmampuan tubuh dalam
memanfaatkan hormon insulin seringnya dikarenakan sel-sel tubuh
bersaing berat dangan sel-sel lemak dalam tubuh. Hormon insulin banyak
dihisap oleh sel-sel lemak yang menumpuk dalam tubuh. Oleh karena
itulah, tipe 2 ini lebih banyak menimpa pada orang-orang yang memiliki
pola hidup dan pola makan yang jelek sehingga terjadi penimbunan
lemak atau kegemukan. Kegemukan seringnya mengganggu sistem kerja
pankreas dan metabolisme terganggu. Kegemukan pada anak harus
mendapatkan perhatian yang serius dari para orang, jangan sampai
terlambat sehingga menjadi derita di masa tuanya. Diabetes tipe 2 inilah
yang banyak menimpa para penderita penyakit diabetes. Bahkan
prosentasenya bisa sampai 90% dari keseluruhan penderita diabetes
mellitus.
Berbeda dari tipe 1 yang muncul tiba-tiba, diabetes tipe 2 memiliki
perkembangan yang sangat lambat sampai bertahun-tahun. Oleh karena
itulah sering-seringlah Anda memeriksakan kadar gula Anda untuk bisa
mendeteksi sedari dini. Gejala diabetes melitus tipe 2 sering kali tidak
terasa. Namun Anda perlu waspada. Tubuh yang mengalami resistensi
terhadap hormon insulin akan memaksa organ pankreas untuk
memproduksi insuline sebanyak-sebanyaknya untuk dapat menggempur
5
resistensi insulin tersebut dan memberi kesempatan gula untuk masuk ke
dalam sel tubuh. Kondisi ini memerlukan perbaikan secepatnya. Kalau
tidak, pankreas akan bekerja ekstra keras yang menyebabkan dia
kelelahan dan akhirnya bisa rusak. Dengan rusaknya pankreas maka bisa
Anda bayangkan sendiri akibatnya. Sangat mengerikan, tubuh sudah
resisten ditambah lagi insulin sudah tidak bisa diproduksi lagi karena
organ yang bertanggung jawab sudah KO.
3. Diabetes Melitus Tipe 3
Tipe diabetes ini merupakan gabungan dari diabetes tipe 1 dan tipe
2. Hal ini terjadi ketika penderita diabetes melitus 1 secara terus menerus
disuntik insulin, ada sebagian penderita menjadi resisten terhadap
hormon dari luar tersebut sehingga dia menderita tipe 2 sekaligus.
Diabetes melitus tipe 3 juga bisa terjadi karena penderita diabetes melitus
tipe 2 mengkonsumsi obat-obatan yang merangsang produksi insuline
lebih banyak sehingga pankreas menjadi lelah, lemas, dan akhirnya
ambruk. Jangka panjangnya pankreas menjadi rusak sehingga produksi
menjadi sangat sedikit atau terhenti sama sekali. Maka jadilah tipe
diabetes gabungan yaitu tipe 2 dan 1 yang dinamakan diabetes melitus
tipe 3. Itu tadi tipe-tipe penyakit diabetes mellitus, mari simak lebih
dalam tentang penyakit diabetes mellitus ini, pada bab berikutnya saya
akan menjelaskan penyebab-penyebab diabetes di atas.
C. Penyebab Diabetes
Setelah kita mengenal dan memahami berbagai tipe penyakit diabetes,
saatnya untuk kita mengenal dan memahami penyebab diabetes dalam hali
ini penyebab diabetes melitus sesuai tipe diabetesnya. Masing-masing tipe
diabetes melitus memiliki faktor penyebab dan pemicu yang khas dan tidak bisa
dicampuradukkan satu sama lainnya.
1. Penyebab Diabetes Melitus Tipe 1
Seperti yang kita jelaskan pada artikel sebelumnya tentang tipe
diabetes 1, kita tahu bahwa diabetes tipe 1 ini terjadi karena
ketidakmampuan organ pankreas didalam memproduksi hormon insulin.
6
Ketidakmampuan produksi insulin ini umumnya terjadi karena adanya
kerusakan pada organ pankreas. Lalu apa penyebab rusaknya organ
pankreas ini? Ada beberapa penyebab, diantaranya:
a. Faktor Genetik
Yaitu organ pankreas rusak karena sistem imun tubuh sendiri
secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel pankreas. Terjadi
kesalahan pesan dari sistem imun yang terjadi secara genetik atau
faktor turunan. Jadi bila ada keluarga inti Anda terkena diabetes
maka, ada kemungkinan untuk Anda berpotensi teridap penyakit
diabetes. Namun perlu Anda ketahui bahwa terangsangnya faktor
genetik sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
b. Infeksi Virus Tertentu
Adanya infeksi virus tertentu pada pankreas sangat berpotensi
untuk rusaknya sel-sel pankreas. Akibatnya produksi insulin menjadi
sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali.
2. Penyebab Penyakit Diabetes Tipe 2
Berdasarkan penjelasan pada artikel sebelumnya tentang tipe
diabetes, kita mengetahui bahwa diabetes melitus tipe 2 terjadi sebagai
akibat dari tidak mampunya tubuh untuk memanfaatkan hormon insulin
karena telah terjadi resistensi tubuh terhadap hormon tersebut. Organ
pankreas pada penderita diabetes tipe 2 ini masih berfungsi normal
didalam memproduksi hormon insulin namun hormon yang dihasilkan
tidak bisa dimanfaatkan oleh tubuh sehingga gula tidak bisa masuk ke
dalam sel dan menumpuk dalam darah.
a. Faktor Genetik Atau Turunan
Banyak penderita diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga
yang juga mengidap penyakit diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan
lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah
yang tinggi, hipertensi, atau obesitas. Untuk faktor genetik memang
sangat sulit untuk dihilangkan. Yang bisa kita lakukan adalah dengan
kita mengendalikan faktor lingkungan sebagai faktor perangsang
untuk bangkitnya faktor genetik.
7
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi untuk seseorang
berpotensial terserang penyakit diabetes adalah pola makan dan pola
hidup yang jelek. Pola makan yang terbiasa dengan makanan yang
banyak mengandung lemak dan kalori tinggi sangat berpotensi untuk
meningkatkan resiko diabetes. Adapan pola hidup jelek adalah pola
hidup yang tidak teratur dan penuh tekanan kejiwaan seperti stres
yang berkepanjangan, perasaan khawatir dan takut yang berlebihan
dan jauh dari nilai-nilai spiritual diyakini sebagai faktor terbesar
untuk seseorang gampang terserang penyakit berat baik diabetes
maupun penyakit berat lainnya. Di samping itu aktifitas fising yang
rendah juga berpotensi untuk seseorang terjangkit penyakit diabetes.
3. Penyebab Diabetes Melitus Tipe 3
Sebutan tipe 3 merujuk kepada berbagai kausa spesifik dari
peningkatan glukosa darah, pankreatektomi, pankreatitis, penyakit non-
pankreas, pemberian obat, dan sebagainya (Katzung, 2014).
8
penyakit tersebut dan baru sadar setelah kondisinya parah dan sulit untuk
ditangani.
Minimalnya ada tiga (3) gelala awal untuk seseorang bisa dicurigai sedang
terkena penyakit diabetes. Diantaranya:
1. Poliuria
Yaitu penderita sering buang air kecil dalam jumlah banyak.
Kejadiaanya biasanya terjadi pada malam hari. Hal ini terjadi karena
kadar gula dalam darah sangat tinggi dan tidak bisa ditoleransi oleh organ
ginjal. Akhirnya kadar gula dalam air seni pun jadi pekat dan untuk
selanjutnya memaksa ginjal untuk menarik air dalam jumlah banyak dari
tubuh agar air seni atau air kencing tidak terlalu pekat.
2. Polidipsi
Yaitu penderita sering merasa haus yang hebat. Hal ini terjadi
karena sedang berlangsung penarikan cairang yang banyak oleh ginjal.
Maka penderita cepat merasa haus dan ingin minum terus.
3. Polifagi
Yaitu penderita sering merasa cepat lelah dan lemas. Hal ini terjadi
karena sel-sel tubuh kekurangan energi akibat tidak bisa masuknya gula
ke dalam sel. Akhirnya sel tubuh kekurangan energi dan tubuh pun
merasa lemas dan lelah. Disaat yang sama, otak akan merespon bahwa
penderita ini kurang makan sehingga akan terasa sering lapar dan
merangsang untuk terus makan. Inilah akhirnya yang semakin
memperparah keadaan jika rasa laparnya dituruti dengan banyak makan.
Di dalam darah semakin terjadi penumpukan kadar gula. Apabila gejala
awal ini tidak segera disadari dan ditangani, maka penderita akan berada
pada keadaan yang lebih parah dengan gejala lanjutan. Lebih-lebih ketika
ketiga gejala awal ini sudah ada semua pada diri Anda, maka Anda sudah
tergolong pada zona diabetes akut dan kalau tidak segera ditangani
makan akan mendapati gejala diabetes lanjutan.
Untuk mengatasi gejala awal ini maka langkah yang paling baik adalah diet
karbohidrat dan lakukan olah raga teratur. Adapun untuk gejala lanjutan dari
gejala diabetes atau gejala diabetes melitus adalah:
9
1. Sering kesemutan
2. Kulit terasa tebal
3. Badan terasa panas
4. Badan sering nyeri kayak tertusuk jarum
5. Mudah mengantuk dan lelah
6. Sering kram
7. Penglihatan menjadi rabun
8. Gairah seksual menurun drastis
9. Penurunan berat badan yang mencolok
10. Penyembuhan luka yang lama
10
F. Pengobatan Diabetes Mellitus
11
yang perlu diberikan prioritas. Beberapa faktor yang harus
diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan diabetes
antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi, status kesehatan,
aktivitas fisik, dan faktor usia (Soebardi, 2006).
2. Terapi Farmakologi
a. Hormon Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak
berbeda dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai
dari monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam
mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral
gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti
menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin
pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa,
prevalensi lebih tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko
hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi penderita diabetes
pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis
insulin yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum suntik insulin
premixed atau predrawn yang dapat digunakan dalam terapi insulin.
Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga
diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu,
jenis insulin dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara
individual. Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan insulin
kerja sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja
singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun,
karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya sendiri,
maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular
(R) dan insulin kerja sedang (Anonim, 2000).
12
Insulin Pada Pasien Diabetes Mellitus
Insulin long acting/Glargine 10 U sebelum tidur
0,1 U/kgBB
Sesuaikan dosis glargine untuk mempertahankan glukosa darah puasa 80-
110
Jika mg/dl
tercapai sesuaikan insulin rapid acting untuk mencapai kadar glukosa
darah sebelum makan dan sebelum tidur 120-200mg/dl
Jika dimulai dengan pemberian insulin kerja panjang
(NPH) bukan glargine/detemir, maka dosis yang diberikan 0,25
U/kgBB NPH saat makan pagi dan sebelum tidur (0,15
U/kgBB bila takut terjadi hipoglikemia ; 0,35 U/kg untuk
kondisi dengan peningkatan kebutuhan insulin basal). Selain itu,
tetap diberikan 0,1 U/kgBB rapid acting insulin sebelum makan.
Insulin analog kerja panjang digunakan 2-4 kali sehari. Sementara
itu, kebutuhan insulin prandial dapat dipenuhi dengan insulin kerja
cepat (insulin regular atau rapid acting insulin analog). Insulin
tersebut diberikan sebelum makan atau setelah makan (hanya untuk
penggunaan rapid acting insulin analog).
Idealnya insulin digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis
tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga
kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun
demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai
dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati
kebutuhan fisiologis (Anonim, 2009).
13
b. Antidiabetik Oral
Di AS, kini tersedia tujuh kategori obat antidiabetes untuk
mengobati pasien dengan diabetes tipe 2: secretagogue insulin
(sulfonilurea, meglitinid, turunan D-fenilalanin), biguanida,
tiazolidinedion, inhibito α-glukosidase, terapi berbasis inkretin,
analog amilin, dan sekuestran pengikat asam empedu. Golongan
sulfonilurea dan biguanid adalah yang paling lama tersedian dan
merupakan pilihan tradisional untuk diabetes tipe 2 (Katzung, 2014).
1) Sulfonilurea : (tolbutamida, klorpropamida, glibenklamida,
gliklazida, glipizida, glikidon dan glimerpirida)
Efek utama sulfonilurea adalah meningkat pelepasan
insulin dari pankreas. Dua mekanisme kerja lain yang diusulkan
- penurunan kadar glukagon serum dan penutupan saluran
kalium di jaringan ekstra-pankreas (yang maknanya tidak
diketahui, tetapi mungkin minimal).
Sulfonilurea mengikat reseptor sulfonilurea afinitas-tinggu
140 kDa yang berikatan dengan suatu saluran kalium peka-ATP
inward-rectifier sel beta. Pengikatan sulfonilurea menghambat
efluks ion kalium melalui saluran dan menyebabkan
depolarisasi. Depolarisasi membuka saluran kalsium berpintu
voltase dan menyebabkan influks kalsium dan pelepasan insulin
jadi.
Pemberian jangka panjang sulfonilurea kepada pengidap
diabetes tipe 2 menurunkan kadar glukagon serum, yang
mungkin ikut berperan dalam efek hipoglikemik obat ini.
Mekanisme penekanan sulfonilurea pada kadar glukagon masih
belum jelas, tetapi tampaknya melibatkan inhibisi tak langsung
karena meningkatnya pelepasan insulin dan somatostatin, yang
menghambat sekresi sel alfa (Katzung, 2014).
2) Biguanid : (Metformin)
Mekanisme kerja pasti dari biguanid masih belum
diketahui, tetapi efek primer obat golongan ini adalah
14
mengurangi produksi glukosa hati melalui pengaktifan enzim
AMP-activated protein kinase (AMPK, protein kinase yang
diaktifkan oleh AMP). Mekanisme kerja minor lainnya mungkin
adalah penghambatan glukoneogenesis di ginjal, perlambatan
penyerapan glukosa di saluran cerna, disertai peningkatan
konversi glukosa menjadi laktat oleh enterosit, stimulasi
langsung glikolisis di jaringan, peningkatan pengeluaran glukosa
dari darah, dan penurunan kadar glukagon plasma. Efek
biguanid dalam menurunkan glukosa darah tidak bergantung
pada fungsi sel beta pankreas. Pasien dengan diabetes tipe 2
mengalami penurunan bermakna hiperglikemia puasa serta
hiperglikemia pasca-makan setelah pemberian biguanid; namun,
hipoglikemia selama terapi biguanid pada hakikatnya belum
diketahui. Karena itu obat golongan ini lebih tepat jika dinamai
obat “euglikemik”.
Metformin memiliki waktu paruh 1,5 - 3 jam, tidak terikat
ke protein plasma, tidak dimetabolisasi, dan diekskresikan oleh
ginjal sebagai senyawa aktif. Akibat blokade glukoneogenesis
oleh metformin, obat ini dapat mengganggu metabolisme asam
laktat oleh hati. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal, biguanid
dapat menumpuk sehingga meningkatkan resiko asidosis laktat,
yang tampaknya merupakan suatu penyulit terkait-dosis.
Biguanid dianjurkan sebagai terapi lini pertama untuk
diabetes tipe 2. Karena merupakan obat hemat-insulin dan tidak
meningkatkan berat badan atau memicu hipoglikemia,
metformin jelas menawarkan keunggulan dibandingkan dengan
insulin atau sulfonilurea dalam mengobat hiperglikemia pada
para pasien tersebut. Dosis metformin adalah dari 500 mg
hingga maksimal 2,55 g per hari, dengan anjuran pemakaian
dosis terendah yang masih efektif. Efek toksis tersering
metformin adalah gangguan saluran cerna (anoreksia, mual,
muntah, sakit perut, dan diare) yang terjadi pada hingga 20%
15
pasien (Katzung, 2014).
3) Inhibitor Alfa-Glukosidase
Acarbose dan miglitol adalah inhibitor kompetitif α-
glukosidase usus serta mengurangi penyimpangan kadar glukosa
pasca-akan dengan menunda pencernaan dan penyerapan tepung
dan disakarida. Hanya monosakarida, seperti glukosa dan
fruktosa, yang dapat diangkut keluar dari lumen usus dan masuk
ke aliran darah. Miglitol secara struktur berbeda dari akarbosa
dan enam kali lebih poten dalam menghambat sukrase.
Meskipun afinitas pengikatan kedua senyawa ini berbeda,
akarbosa dan miglitol sama-sama membidik α-glukosidase:
sukrase, maltase, glukoamilase, dan pada β-glukosidase, yang
memecah ikatan β gula, misalnya laktosa. Akarbosa saja
memiliki efek kecil pada α-amilase. Konsekuensi dari inhibisi
enzim adalah penurunan pencernaan usus bagian atas dan
menunda pencernaan (dan karenanya penyerapan) tepung dan
disakarida dalam makanan ke usus halus distal sehingga
penyimpangan kadar glukosa pasca-makan berkurang hingga
45-60 mg/dL dan menciptakan efek hemat-insulin(Katzung,
2014).
4) Inhibitor Dipeptidyl Peptidase IV (DPP-4)
DPP-4 merupakan sebuah enzimyang secara alami ada di
16
GLP-1 dan GIP saat ini telah menjadi target terapi pada
17
3) Indikasi yang tepat, yaitu alasan menulis resep didasarkan pada
pertimbangan medis yang tepat.
4) Dosis pemberian, dan durasi pengobatan yang tepat.
5) Pasien yang tepat, yaitu tidak ada kontraindikasi dan
kemungkinan reaksi merugikan adalah minimal.
6) Dispensing yang benar, termasuk informasi yang tepat bagi
pasien tentang obat yang ditulis.
7) Kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes melitus secara umum terjadi karena adanya proses patogenesis. Ini
bersamaan dengan rusaknya autoimun pada sel beta di pankreas yang
menyebabkan berkurangnya produksi insulin hingga menjadi abnormal yang
menghasilkan resistensi terhadap kerja insulin. Dasar dari ketidaknormalan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada penderita diabetes merupakan
akibat dari berkurangnya kerja insulin pada jaringan. Berkurangnya hasil kerja
insulin adalah dari tidak cukupnya sekresi insulin dan/atau kurangnya respon
jaringan terhadap insulin dalam jalur kompleks kerja hormon. Penurunan sekresi
insulin dan resistensi kerja insulin sering terjadi pada pasien yang sama, dan itu
menjadi tidak jelas apa kelainannya, jika hanya salah satu saja, penyebabnya
adalah hiperglikemia. Gejala hiperglikemia meliputi poliuria, polidipsia,
penurunan berat badan, kadang dengan polipagia, dan penglihatan kabur.
Melambatnya pertumbuhan dan kerentanan terhadap infeksi tertentu juga dapat
menyertai penderita hiperglikemia (Jafar, 2004).
Setelah karbohidrat dan makanan didegradasi dalam usus, glukosa lalu
diserap ke dalam darah dan diangkut ke sel-sel tubuh. Untuk penyerapannya ke
dalam sel-sel ini dibutuhkan insulin, yang dapat diibaratkan sebagai kunci untuk
pintu masuk ke dalam sel. Sesudah masuk ke dalam sel tersebut, glukosa diubah
menjadi mitokondria (pabrik energi) menjadi energi atau ditimbun sebagai
glikogen. Cadangan ini digunakan bila tubuh kekurangan energi seperti puasa
beberapa waktu.
Setiap kali makan hidratarang (gula), maka kadar glukosa darah akan naik.
Hal ini sebagai reaksi insulin guna memproduksi dan melepakan insulin agar
memungkinkan absorbsi glukosa oleh sel, sehingga kadar glukosa darah turun lagi
19
dan pankreas menurunkan produksi insulinnya. Dengan demikian kadar glukosa
darah dapat bervariasi antara batas-batas normal dari 4 – 8 mmol/liter (1 mmol/L
= 180 mg glukosa/L darah). Penggunaan glukosa yang paling banyak adalah darah
dan otak, pemasukannya tidak boleh tidak (obligat) dan tidak tergantung dari
insulin. Di dalam sel glukosa dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan
menghasilkan energi (Tjay dan Rahardja, 2010).
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Arrazi A., 2014. Profil Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Sri
Pamela Tebing Tinggi Pada Tahun 2011-2012. Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia.
Barnes J., Anderson L.A., Phillipson J.D., 2007. Herbal Medicines, 3rd ed.
London : Pharmaceutical Press.
Eidi A., Eidi M., Esmaeili E., 2006. Antidiabetic Effect of Garlic (Allium sativum
L.) in Normal and Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Elsevier:
Phytomedicine 13: 624-629.
Inzucchi S.E., Bergenstal R.M., Buse J.B., Diamant M., Ferrannini E., Nauck M.,
Peters A.L., Tsapas A., Wender R., Matthews D.R., 2012. Management of
Hyperglycemia in Type 2 Diabetes: A Patient-Centered Approach. Diabetes
Care Vol. 35: 1364-1379.
Jafar N., 2004. Diabetes Mellitus. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia.
Katzung, B.G., 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik ed 12 vol 12. Jakarta: ECG.
Hal 837-861.
21