Target Penatalaksanaan
Secara keseluruhan tujuan dari penatalaksanaan stroke adalah untuk
meminimalkan cedera otak akut dan memaksimalkan penyembuhan. Waktu adalah
sesuatu yang sangat penting terhadap suksesnya penangganan stroke dalam sistem
pelayanan stroke, sehingga digunakanlah istilah “Time is Brain”. AHA dan ASA
telah mengembangkan suatu konsep dengan orientasi komunitas “ Stroke Chain of
Survival” yang berkaitan dengan aksi spesifik yang dilakukan oleh pasien atau
anggota keluarga dengan rekomendasi dari pemberi pelayanan kesehatan yang berada
diluar rumah sakit, personel departemen kegawatdaruratan, dan pelayanan spesialis
rawat inap di rumah sakit. Hubungan ini, persis sama dengan pedoman “Adult Chain
of Survival” pada korban henti jantung, termasuk pengenalan dini terhadap tanda-
tanda peringatan stroke dan aktivasi Emergency Response System (Hubungi 911);
pengaktifan secara cepat EMS, transportasi, notifikasi prehospital; triase ke pusat
stroke, diagnosa dini, penatalaksanaan, dan merawat pasien di rumah sakit.
Pedoman stroke AHA ECC fokus terhadap penilaian dan penatalaksanaan
awal pasien rawat jalan dan rawat inap yang mengalami stroke akut seperti yang
tergambar pada algoritma target-target penatalaksanaan pada pasien yang dicurigai
mengalami Stroke (gambar). Target waktu berdasarkan National Institute of
Neurological Disorder and Stroke (NINDS)8 diilustrasikan pada sisi kiri algoritma
sebagai jam. Lambaian tangan mengambarkan target waktu dari tibanya badan
kegawatdaruratan untuk menyempurnakan tugas dalam mengingatkan klinisi
mengenai pentingnya waktu dalam penatalaksanaan stroke iskemik akut.
Bagian di bawah ini menyimpulkan prinsip-prinsip dan target-target dari
pengembangan sistem penangganan dan penilaian stroke serta pokok-pokok
rekomendasi terbaru serta masalah pelatihan. Teks tersebut merujuk terhadap
sejumlah kotak dalam algoritma.
Gambar 1. Target untuk penatalaksaan pada pasien yang dicurigai mengalami stroke
Logika dalam memiliki sistem terarah seperti yang dilakukan pada kasus trauma
merupakan bukti. Oleh sebab itu, tahun 2005 Brain Attack Coalition mengikuti
pernyataan pusat pelayananan stroke primer dengan rekomendasi untuk seluruh pusat
pusat pelayanan stroke yang bersangkutan,6Dengan dibentuknya pusat pelayanan
stroke primer dan pusat pelayanan strok yang komprehensif, konsep baru mengenai
rumah sakit siaga stroke pun muncul. Rumah sakit siaga stroke ini bisa mengakses
keahlian khusus di bidang ini melalui telemedicine. Perbandingan antara sistem
trauma pada pusat pelayanan tingkat 1, 2 dan 3 adalah rasional dan cukup intuitif
untuk pemberi pelayanan kegawatdaruratan dengan susunan tertentu tersebut.
Kemajuan yang nyata telah tercipta terhadap regionalisasi pelayanan stroke.
Beberapa negara bagian telah melewati memenuhi kewajiban perundang-undangan
terhadap pemberi pelayanan prehospital untuk melakukan triase pada pasien yang
dicurigai mengalami stroke dan mengirimkan pasien ke pusat pelayanan stroke yang
dituju. Hal ini tergantung pada akurasi dari pengirim, suatu area dimana
pengembangan lebih lanjut dibutuhkan.10 Integrasi EMS terhadap rancangan stroke
regional penting untuk meningkatkan outcome pasien. 11 Pada beberapa daerah usaha
yang diberikan sudah cukup kuat, khususnya pada daerah dengan populasi kepadatan
yang tinggi dan sejumlah massa yang cukup besar pada pusat pelayanan stroke dalam
12
menciptakan rancangan regionalisasi stroke secara efektif. Meskipun sebagai besar
proporsi dari populasi Amerika serikat memiliki jarak yang dekat dengan pusat
pelayanan stroke, namun belum jelas berapa banyak pasien yang mencapai rumah
sakit siaga stroke.
Pekerjaan tambahan dibutuhkan untuk memperpanjang jangkauan jaringan
stroke regional. Pemberi pelayanan kesehatan yang professional yang bekerja di
EMS, tim kegawatdaruratan medis, perawat emergensi juga dapat membantu dalam
proses ini dengan menentukan rumah sakit mana dalam komunitas mereka yang
menawarkan pelayanan yang telah disetujui oleh Brain Attack Coalition untuk pusat
pelayanan stroke primer. 7,11,13,14
Interpretasi : apabila satu dari 3 tanda tersebut abnormal maka kemungkinan stroke adalah 72%
Tabel 2. Pendekatan potensial untuk hipertensi pada pasien stroke iskemik akut yang
merupakan kandidat potensial untuk terapi reperfusi akut.
Pasien yang memenuhi persyaratan untuk menjalani terapi kecuali tekanan darah
>185/110 mmHg
Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, bisa diulangi 1 kali atau
Nicardipine IV 5 mg/jam, titrasi diatas 2.5 mg/jam setiap 5-15 menit,
maksimum 15 mg/jam, ketika tekanan darah yang diinginkan tercapai,
turunkan sampai 3 mg/jam atau
Agen lainnya (hidralazine, enalapirlat, dan lainnya) dapat dipertimbangkan
saat diperlukan
Jika tekanan darah tidak dijaga agar turun di bawah 185.110, jangan berikan rtPA
Penatalaksanaan tekanan darah selama dan setelah rtPA atau terapi reperfusi akut
lainnya :
Monitor tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam sejak awal
dimulainya terapi rtPA, kemudia setiap 30 menit selama 6 jam dan setiap
jam selama 16 jam.
Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg atau tekanan darah diastolic
adalah 105-120 mmHg
Labetalol 10 mg IV diikuti dengan Infus IV 2-8 mg/menit secara
berkelanjutan
Atau Nicardipine IV 5 mg/jam , titrasi sampai efek yang diinginkan
menjadi 2.5 mg/jam setiap 5-15 menit, maksimum 15 mg/jam
Jika tekanan darah tidak terkontrol atau tekanan darah diastolic > 140 mm Hg,
pertimbangkan sodium nitropusside.
Pencitraan (Kotak 5)
Idealnya Ct-Scan harus dilakukan 25 menit saat pasien tiba di IGD dan harus
diinterpretasi dalam 45 menit saat tiba di IGD. Pusat pelayanan mungkin
melaksanakan pencitraan neurologis yang lebih muthakir (multimodal magnetic
resonance imaging [MRI], CT-Perfusi dan CT angiografi), namun meskipun hal ini
dilakukan namun inisiasi pemberian rtPA intravena tidak boleh terlambat diberikan.
CT Scan dan MRI emergensi pada pasien yang dicurigai mengalami stroke harus
segera dievaluasi oleh doktere dengan interpretasi ekspertise pada penelitian ini.69
Selama beberapa jam dari stroke iskemik CT Scan non kontras tidak bisa
menggambarkan tanda iskemia otak. Jika CT scan tidak menunjukkan tanda-tanda
perdarahan intraserebral, pasien dapat menjadi kandidat untuk terapi fibrinolitik
(Kotak 6 dan 8). Jika perdarahan ditemukanpada CT-Scan, pasien tidak boleh
mendapatkan terapi fibrinolitik. Konsultasikan ke ahli saraf dan ahli bedah saraf dan
pertimbangkan transfer jika dibutuhkan untuk pelayanan yang tepat (kotak 7).
Jika perdarahan tidak ditemukan pada CT Scan awal dan pasien tidak
memenuhi persyaratan untuk terapi fibrinolitik, maka pertimbangkan pemberian
aspirin (Kotak 9) baik rektal atau oral setelah pasien diskrining terhadap
permasalahan disfagia (lihat di bawah). Rawat pasien ke unit pelayanan stroke (Jika
tersedia) untuk monitoring secara hati-hati (kotak 11).
9,15,70
Beberapa penelitian telah mendokumentasikan outcome yang lebih baik
pada saat terapi rtPA diberikan kepada pasien dewasa dengan onset gejala. Hasil
tersebut diperoleh dengan protokol stroke yang dianut secara kaku agar memenuhi
kriteria dan regimen terapetik oleh protokol NINDS. Hasil ini didukung dengan
penelitian lanjutan yang diikuti selama 1 tahun.73 Analisis ulang dari penelitian yang
dilakukan secara acak9,15,74,76 pada dewasa juga mencatat keuntungan yang lebih
besar jika pengobatan dimulai lebih awal. Analisas tambahan pada data NINDS asli
dengan kelompok investigator independen mengkonfrimasi hasil dari validitas.74
Memverifikasi bahwa peningkatan outcome pada wewenang dalam terapi rtPA
berlangsung lama bahkan saat ketidak seimbangan rata-rata tingkat keparahan stroke
diantara grup yang menjalani terapi dikoreksi.77
Penatalaksanaan pasien stroke iskemik akut yang dipilih secara hari-hati
untuk diterapi dengan rtPA intravena antara 3 dan 4.5 jam setelah onset gejala juga
menunjukkan mampu memperbaiki outcome klinis, meskpipun derajat keuntungan
klinisnya lebih kecil dibandingkan penatalaksanaan yang diberikan dalam waktu 3
jam.16,78 data yang mendukung penatalaksanaan ini dalam waktu jendela ini berasal
dari uji ciba acak skala besar (ECASS-3) yang secara spesifik dilakukan pada pasien
antara 3 dan 4.5 jam setelah onset gejala, juga metaanalisis dari uji coba sebelumnya.
Kriteria inklusi pada ECASS-3 mirip dengan kriteria NINDS, kecuali ECASS-3
mengekslusikan pasien yang lebih tua dari 80 tahun, dengan batas NIHSS > 25,
mengkonsumsi obat antikoagulan oral, atau yang menderita diabetes dan stroke
sebelumnya. Pada saat ini penggunaan rtPA IV dalam waktu 3 sampai 4.5 jam belum
disetujui oleh FDA, meskipun direkomendasikan oleh AHA/ASA.78 Pemberian rtPA
IV kepada pasien dengan stroke iskemik akut yang memenuhi kriteria NINDS atau
ECASS-3 kriteria direkomendasikan jika rtPA yang diberikan oleh dokter pada saat
protokol telah ditentukan dengan jelas, tim yang terlatih dan komitmen institusi (kelas
1, LOE B).
Penting untuk dicatat bahwa outcome yang baik dilaporkan pada pelayanan
tersier di rumah sakit dan komunitas pada uji klinis dari rtPA mungkin susah untuk
diaplikasikan pada rumah sakit yang kurang pengalaman dan komitmen institusi
terhadap pelayanan stroke akut70,80 Kegagalan dalam melaksanakan protokol ini
berkaitan dengan meningkatnya angka komplikasi, khususnya risko perdarahan
intrakranial simptomatik.70,81 Tidak terdapat hubungan antara pelanggaran protokol
NINDS dan peningkatan risiko perdarahan intrakranial simptomatik dan kematian.71
Di Jerman terdapat peningkatan risiko kematian setelah pemberian rtPA untuk stroke
iskemik akut di rumah sakit yang mengobati ≤ 5 pasien per tahun, menyarankan
bahwa pengalaman klinis penting sebagai faktor dalam memastikan kepatuhan
terhadap protokol.72 menambahkan dedikasi dari tim stroke terhadap komunitas di
rumah sakit dapat meningkatkan jumlah pasien akut stroke yang ditanggani dengan
terapi fibrinolitik dan menghasilkan outcome klinis yang baik.82 Juga terdapat bukti
kuat untuk mencegah keterlambatan dan menanggani pasien secepat mungkin.
Komitmen ini mungkin penting untuk memastikan outcome pasien yang optimal.
Tabel 4. Karakteristik kriteria inklusi dan ekslusi pada pasien dengan stroke iskemik
yang dapat diterapi dengan rtPA dalam 3 jam setelah onset gejala
Kriteria inklusi
Diagnosa stroke iskemik menyebabkan defisit neurologis yang terukur
Onset gejala < 3 jam sebelum terapi dimulai
Usia ≥ 18 tahun
Kriteria ekslusi
Cedera kepala atau pernah mengalami stroke 3 bulan sebelumnya
Gejala menunjukkan perdarahan subarachnoid
Pungsi arteri pada area yang tak bisa dibebat 7 hari sebelumnya
Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya
Peningkatan tekanan darah sistolik > 185 mmHg atau diastolic > 110
mmHg
Bukti adanya perdarahan aktif pada pemeriksaan
Perdarahan diarthesis akut, termasuk tetapi tidak terbatas pada
-hitung trombosit < 100.000/mm3
- Menerima heparin dalam jangka waktu 48 jam, mengakibatkan aPTT >
lebih di atas batas normal
- penggunaan antikoagulan dengan INR > 1.7 atau PT > 15 detik
konsetrasi gula darah < 50 mg/dl (2,7 mmol/L)
CT menunjukkan infark multilobar (hipodensitas > 1/3 hemisfer
serebri)
Kriteria eksklusi relatif
Berdasarkan pengalaman disarankan pada beberapa kondisi tertentu—
dengan pertimbangan yang hati hati dan mempertimbangkan risiko dan
keuntungam—pasien boleh mendapatkan terapi fibrinolitik meskipun
memiliki 1 atau lebih kontraindikasi relatif. Mempertimbangkan risiko
sampai keuntungan pemberian rtPA secara hari-hati jika salah satu dari
kontraindikasi telatif ini ditemukan
Hanya stroke minor atau gejala stroke yang mengalami perbaikan
dengan cepat
Kejang pada onset dengan gangguan neurologis yang tersisa
Operasi mayor atau trauma serius 14 hari sebelumnya
Perdarahan saluran cerna dan saluran kemih (21 hari yang lalu)
Infark miokard akut (3 bulan sebelumnya)
Tabel 5 . karakteristik Kriteria inklusi dan eksklusi tambahan pada pasien dengan
stroke iskemik yang dapat diterapi dengan rtPA dari 3 sampai 4.5 jam dari onset
gejala
Kriteria inklusi
Diagnosa stroke iskemik yang mengakibatkan defisit neurologis yang
diprediksi
Onset gelaja 3 sampai 4.5 jam sebelum terapi dimulai
Kriteria ekslusi
Usia > 80 tahun
Menderita stroke berat (NIHSS > 25)
Menggunakan obat antikoagulan oral tanpa menghiraukan INR
Riwayat diabetes dan stroke iskemik sebelumnya
Catatan
Checklist mencakup beberapa indikasi yang telah disetuji FDA dan
kontraindikasi dalam penggunaan rtPA untuk stroke iskemik akut. Beberapa
pedoman kini telah merevisi dan memodifikasi kriteria FDA asli. Seorang
dokter yang ahli di bidang stroke iskemik akut akan memodifikasi daftar ini.
Onset waktu diketahui atau tahu kapan terakhir pasien normal
Pada pasien yang tidak menggunakan obat antikoagulan oral atau heparin,
terapi dengan rtPA bisa diberikan sebelum adanya hasil dari avaibilitas
koagulan namun harus dihentikan jika INR >1,7 atau PT meningkat dari nilai
standar laboratorium lokal
Pada pasien yang tidak memiliki riwayat trombositopenia, terapi dengan rtPA
bisa diberikan sebelum adanya hasil availibitas hitung platelet namun harus
dihentikan jika hitung trombosit < 100.000
Kontrol Gula
Hiperglikemia berhubungan dengan outcome klinis paling buruk pada pasien
dengan stroke iskemik88-95 namun tidak ada bukti langsung yang menunjukkan
bahwa kontrol gula aktif dapat meningkatkan outcome klinis96,07 Tidak ada kejadian
yang bertentangan dengan keuntungan pemberian insulin untuk mengatasi
hiperglikemia pada pasien kritis98,99 Rekomendasi AHA/ASA saat ini menyarankan
penggunaan insulin saat serum glukosa melebih 185 mg/dl pada pasien dengan stroke
akut (kelas IIa, LOE C); bagaimanapun, utilitas dari pemberian insulin IV atau
subkutan untuk merendahkan gula darah pada pasien dengan stroke iskemik akut saat
serum glukosa ≤ 185 mg/dl masih belum pasti.
Kontrol Suhu
Hipertermia dalam kondisi iskemia serebral akut juga berhubungan dengan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas dan harus diterapi sevata agresif (demam
diterapi jika suhu > 37,5o C [99,5 o
F) 100-108
Hipotermia menunjukkan peningkatan
angka keselamatan dan outcome fungsional pada pasien yang telah menjalani
resusitasi dari fibrilasi ventrikel(VF) atau gagal jantung mendadak, bagaimanapun
terdapat data yang terbatas terhadap peranan hipotermia terhadap stroke iskemik akut.
Pada saat ini terdapat bukti data pengetahuan yang kurang memadai untuk
rekomedasi atau menentang hipotermia dalam penatalaksanaan stroke iskemia akut
(Kelas IIb, LOE C).
Skrining Disfagia
Semua pasien dengan stroke harus di skrining untuk disfagia sebelum mereka
diberikan sesuatu melalui mulut. Skrining yang sederhana adalah menyuruh pasien
untuk menhisap air dari cangkir. Jika pasien dapat menyesap air dan menelannya
tanpa kesesusahan pasien kemudian diminta untuk meneguk sejumlah besar air dan
menelanya. Jika tidak ada tanda batuk atau aspirasi setelah 30 detik, berarti aman bagi
pasien untuk memperoleh diet yang lebih padat hingga secara formal ditemukan
kelainan berbicara (speech pathology). Medikasi mungkin bisa diberikan dalam saus
apel atau selain. Jika pasien gagal pada tes menelan maka diberikan medikasi seperti
aspirin via rektal, atau memungkinkan dengan medikasi intravena, intramuscular atau
subkutan.
Penangganan stroke lainnya
Pelayanan stroke tambahan mencakup mendukung airway, oksigenasi dan ventilasi
serta dukungan nutrisi. Profilaksis kejang tidak direkomendasikan, namun pada
pasien yang mengalami kejang, pemberian antikonvulsan direkomendasikan untuk
mencegah kejang lanjutan.104 pada pasien dengan stroke berat, atau stroke sirkulasi
posterior, stroke pada pasien muda, petugas kesehatan harus mengobservasi tanda-
tanda dari peningkatan tekanan intrakranial.
KESIMPULAN
Peningkatan pelayanan stroke akan memberikan efek yang terbaik pada outcome
penyakit stroke jika pelayanan dilakukan oleh sistem pelayanan stroke regional untuk
agar menjadi lebih efisien dan efektif. Target utama dari pelayanan stroke adalah
untuk meminimalkan cedera yang sedang berlangsung. Secara darurat merekanaliasi
oklusi vaskular akut, dan mulai mengukur secara sekunder untuk memaksimalkan
penyembuhan fungsional. Usaha ini akan memberikan pasien stroke kesempatan
besar untuk mengembalikan kualitas hidup seperti sebelumnya dan mengurahi beban
dalam masyarakat akibat stroke.