Anda di halaman 1dari 22

PART 11: Stroke pada Dewasa

2010 Pedoman American heart Association (AHA) untuk resusitasi


Kardiopulmonal dan Pelayanan Kegawatdaruratan kardiovaskular

Sudah hampir 15 tahun pengetahuan di bidang stroke mengalami kemajuan


dan beberapa organisasi telah menciptakan terobosan yang signifikan dalam
mengembangkan kepedulian terhadap sistem pelayanan stroke. Meskipun begitu,
setiap tahun 795.000 orang menderita stroke, baik serangan baru maupun stroke
berulang, dan stroke masih menjadi penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika
Serikat.1 Banyak kemajuan yang telah diciptakan dalam hal pencegahan, pengobatan
dan rehabilitasi, namun yang paling besar adalah pada area sistem pelayanan stroke.
Edukasi umum yang terintegrasi, pelayananan 911, triase dan deteksi prehospital,
pengembangan sistem stroke di Rumah sakit, dan unit pelayanan stroke secara
signifikan telah memberikan kemajuan dalam pelayanan stroke. Tidak hanya
mengalami peningkatan dalam hal terapi fibrinolitik yang sesuai yang telah
meningkat sejak 5 tahun yang lalu, namun secara keseluruhan pelayanan stroke telah
mengalami kemajuan, melalui dibentuknya pusat pelayanan stroke (stroke centers).2
Untuk memperoleh pengembangan yang lebih lanjut dalam mengurangi beban stroke,
pemberi pelayanan kesehatan, rumah sakit dan komunitas harus melanjutkan sistem
pengembangan untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan dalam pelayanan
kesehatan.3 “D’s Stroke care” masih menjadi langkah mayor dalam mendiagnosa dan
pengobatan stroke dan mengidentifikasi langkah-langkah yang menyebabkan
munculnya keterlambatan(delay)4,5
 Deteksi : pengenalan dini gejala-gejala stroke
 Dispatch: Aktivasi dini dan menjalankan sistem Emergency Medical Services
(EMS) dengan memanggil 911.
 Delivery : identifikasi, penatalaksanaan dan trasnpor EMS yang cepat
 Door : triase yang sesuai terhadap Stroke centre
 Data : triase yang cepat, evaluasi dan penatalaksanaan di IGD
 Decision : Melakukan penilaian teerhadap stroke dan pemilihan terapi
 Drug : Terapi fibrinolitik, strategi intra-arterial
 Disposition : Admisi secepatnya ke Unit pelayanan stroke dan ICU.
Bab ini menyimpulkan mengenai penatalaksanaan dini stroke iskemik pada
pasien dewasa. Juga dijelaskan pelayanan terapi sebelum masuk rumah sakit dan
terapi satu jam pertama saat di rawat di rumah sakit. Untuk informasi tambahan
mengenai stroke iskemik akut, dapat dilihat pedoman American Heart Association
(AHA)/ American Stroke Association (ASA) untuk penatalaksanaan stroke iskemik
akut. 3,6,7

Target Penatalaksanaan
Secara keseluruhan tujuan dari penatalaksanaan stroke adalah untuk
meminimalkan cedera otak akut dan memaksimalkan penyembuhan. Waktu adalah
sesuatu yang sangat penting terhadap suksesnya penangganan stroke dalam sistem
pelayanan stroke, sehingga digunakanlah istilah “Time is Brain”. AHA dan ASA
telah mengembangkan suatu konsep dengan orientasi komunitas “ Stroke Chain of
Survival” yang berkaitan dengan aksi spesifik yang dilakukan oleh pasien atau
anggota keluarga dengan rekomendasi dari pemberi pelayanan kesehatan yang berada
diluar rumah sakit, personel departemen kegawatdaruratan, dan pelayanan spesialis
rawat inap di rumah sakit. Hubungan ini, persis sama dengan pedoman “Adult Chain
of Survival” pada korban henti jantung, termasuk pengenalan dini terhadap tanda-
tanda peringatan stroke dan aktivasi Emergency Response System (Hubungi 911);
pengaktifan secara cepat EMS, transportasi, notifikasi prehospital; triase ke pusat
stroke, diagnosa dini, penatalaksanaan, dan merawat pasien di rumah sakit.
Pedoman stroke AHA ECC fokus terhadap penilaian dan penatalaksanaan
awal pasien rawat jalan dan rawat inap yang mengalami stroke akut seperti yang
tergambar pada algoritma target-target penatalaksanaan pada pasien yang dicurigai
mengalami Stroke (gambar). Target waktu berdasarkan National Institute of
Neurological Disorder and Stroke (NINDS)8 diilustrasikan pada sisi kiri algoritma
sebagai jam. Lambaian tangan mengambarkan target waktu dari tibanya badan
kegawatdaruratan untuk menyempurnakan tugas dalam mengingatkan klinisi
mengenai pentingnya waktu dalam penatalaksanaan stroke iskemik akut.
Bagian di bawah ini menyimpulkan prinsip-prinsip dan target-target dari
pengembangan sistem penangganan dan penilaian stroke serta pokok-pokok
rekomendasi terbaru serta masalah pelatihan. Teks tersebut merujuk terhadap
sejumlah kotak dalam algoritma.

Sistem Pelayanan Stroke


Regionalisasi pelayanan stroke tidak begitu dipertimbangkan pada era
sebelum terapi efektif fase akut tersedia. Dengan uji coba NINDS terhadap rtPA
(Recombinant tissue plasminogen activator), kebutuhan yang krusial antara pusat
akademis medik dan rumah sakit komunitas menjadi realitas. 9Sensitivitas stroke
terhadap waktu membutuhkan beberapa pendekatan, bahkan di pusat metropolitan
dengan populasi yang padat. Ide mengenai “persiapan menghadapi stroke” di Rumah
sakit muncul setelah Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat
menyetujui rtPA untuk pengobatan stroke. Pada tahun 2000 Brain Attack Coalition
menetapkan deskripsi dari “pusat stroke primer ( Primary Stroke Centers), yang mana
akan memastikan bahwa pelaksaan pelayanan kesehatan stroke yang terbaik akan
ditawarkan dalam penangganan yang terorganisir. 7
Orang dewasa yang dicurigai mengalami stroke

Identifikasi tanda dan gejala stroke


1
yang mungkin
Aktivasi Emergency Response
Penilaian kritikal EMS dan tindakan
2  Bantuan ABC, beri oksigen jika
diperlukan
 Melakukan penilaian stroke
prehospital (tabel 1)
 Menentukan waktu dari onset gejala
 Triase ke stroke senter (Stroke
Penilaian
center)kritikal EMS dan tindakan
3  Nilai ABC,Rumah
 Hubungi periksasakit
tanda vital
 Beriksan oksigen
Cek Glukosa jikabila hipoksia
mungkin
 Memperoleh akses intravena dan
pemeriksaan laboratorium
 Cek glukosa, tatalaksana jika ada
indikasi
 Melakukan uji tapis penilaian
neurogologis
 Aktivasi tim stroke
Penilaian segera fungsi neurologis
 Melakukan pemeriksaan CT-SCAN
oleh tim stroke
4 
atau MRI kepala emergensi
Me-review riwayat penyakit
 Memeriksa EKG 12 sadapan
pasien
 Menentukan waktu atau onset
gejala, kapan terakhir diketahui
berada dalam kondisi normal
 Melakukan pemeriksaan
neurologis (skala stroke NIH
atau skala Canadian
Neurological)

 Apakah Ct-Scan menunjukkan


5 tanda perdarahan?

Perdarahan Tidak ada Perdarahan


Kemungkinan stroke Konsultasi ke
iskemik akut, ahli saraf atau
pertimbangkan terapi 7 bedah saraf,
fibrinolitik. pertimbangkan
6 Cek kriteria ekslusi transfer jika
fibrinolitik (Tabel 4 dan tidak tersedia.
5)
Lakukan penilaian
neurologis ulang,apakah
defisit neurologis secara
cepat kembali ke
normal?
Bukan 9

8 Pasien masih merupakan Berikan


Kandidat terapi Aspirin
fibrinolitik?
Kandidat
Mulai alur
Meninjau risiko dan penatalaksanaan stroke
keuntungan pada pasien hemoragik,
dan keluarga jika Merawat pasien di Unit
1 memungkinkan: 1 pelayanan stroke atau
0 - Berikan rtPA 1 ruang perawatan intensif
- Tidak ada (ICU).
pengobatan dengan
Antikoagulan atau
antiplatelet dalam
24 jam.

- Mulai alur penalataksanaan


stroke post-rtPA
- Monitor secara agresif
1
- TD per prtokol (Tabel 2 dan
2
3)
- Gangguan neurologis
- Rawat di unit pelayanan
stroke atau ruang perawatan
intensif.

Gambar 1. Target untuk penatalaksaan pada pasien yang dicurigai mengalami stroke

Logika dalam memiliki sistem terarah seperti yang dilakukan pada kasus trauma
merupakan bukti. Oleh sebab itu, tahun 2005 Brain Attack Coalition mengikuti
pernyataan pusat pelayananan stroke primer dengan rekomendasi untuk seluruh pusat
pusat pelayanan stroke yang bersangkutan,6Dengan dibentuknya pusat pelayanan
stroke primer dan pusat pelayanan strok yang komprehensif, konsep baru mengenai
rumah sakit siaga stroke pun muncul. Rumah sakit siaga stroke ini bisa mengakses
keahlian khusus di bidang ini melalui telemedicine. Perbandingan antara sistem
trauma pada pusat pelayanan tingkat 1, 2 dan 3 adalah rasional dan cukup intuitif
untuk pemberi pelayanan kegawatdaruratan dengan susunan tertentu tersebut.
Kemajuan yang nyata telah tercipta terhadap regionalisasi pelayanan stroke.
Beberapa negara bagian telah melewati memenuhi kewajiban perundang-undangan
terhadap pemberi pelayanan prehospital untuk melakukan triase pada pasien yang
dicurigai mengalami stroke dan mengirimkan pasien ke pusat pelayanan stroke yang
dituju. Hal ini tergantung pada akurasi dari pengirim, suatu area dimana
pengembangan lebih lanjut dibutuhkan.10 Integrasi EMS terhadap rancangan stroke
regional penting untuk meningkatkan outcome pasien. 11 Pada beberapa daerah usaha
yang diberikan sudah cukup kuat, khususnya pada daerah dengan populasi kepadatan
yang tinggi dan sejumlah massa yang cukup besar pada pusat pelayanan stroke dalam
12
menciptakan rancangan regionalisasi stroke secara efektif. Meskipun sebagai besar
proporsi dari populasi Amerika serikat memiliki jarak yang dekat dengan pusat
pelayanan stroke, namun belum jelas berapa banyak pasien yang mencapai rumah
sakit siaga stroke.
Pekerjaan tambahan dibutuhkan untuk memperpanjang jangkauan jaringan
stroke regional. Pemberi pelayanan kesehatan yang professional yang bekerja di
EMS, tim kegawatdaruratan medis, perawat emergensi juga dapat membantu dalam
proses ini dengan menentukan rumah sakit mana dalam komunitas mereka yang
menawarkan pelayanan yang telah disetujui oleh Brain Attack Coalition untuk pusat
pelayanan stroke primer. 7,11,13,14

Pengenalan Stroke dan pelayanan EMS (Box 1)


Tanda-tanda peringatan stroke
Mengidentifikasi tanda-tanda klinis dari gejala stroke penting dikarenakan
strategi rekanalisasi (intravena IV) fibrinolitik dan intra-arterial(dengan menggunakan
9,15,16
kateter) harus dilakukan pada jam-jam pertama dari onset gejala. Kebanyakan
serangan stroke terjadi di rumah, dan hanya sebahagian dari korban yang mengalami
stroke akut yang menggunakan EMS untuk trasnpor ke rumah sakit. 17,21 Pengetahuan
mengenai stroke di khalayak ramai masih kurang.22,23 Faktor ini dapat menunda akses
EMS dan pengobatan, mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
22,24
Komunitas dan edukasi itu penting dan telah sukses meningkatkan jumlah
proporsi pasien stroke yang ditanggani dengan terapi fibrinolitik.25-27
Usaha dalam mengedukasi pasien akan lebih efektif jika pesan yang
disampaikan jelas dan ringkas. Tanda dan gejala dari stroke termasuk kelemahan
yang terjadi tiba-tiba pada wajah, lengan atau kaki, khususnya pada sebelah tubuh,
penurunan kesadaran mendadak, susah berbicara atau memahami pembicaraan,
pusing, kehilangan seimbangan atau keoordinasi, nyeri kepala mendadak tanpa
penyebab yang tidak diketahui. Usaha pemberian edukasi mengenai tanda dan gejala
stroke penting agar mereka segera melakukan tindakan untuk menghubungi 911.
911 dan Mengaktikan EMS
Pelayanan sistem EMS mencakup pusat pengaktifan kegawatdaruratan medis
911 dan respon personel EMS. Pelayanan tersebut penting karena menyediakan
pelatihan dan edukasi terhadap 911 dan personel EMS dapat meminimalisasikan
keterlambatan (delay) saat pengiriman, penialaian dan transpor prehospital.
Telekomunikator kegawatdaruratan medis harus mengidentifikasi dan menyediakan
penolong (dispatch) dengan prioritas tinggi pada pasien dengan gejala stroke.
Literatur saat ini menyatakan bahwa telekomunikator 911 tidak begitu memahami
mengenai stroke dengan baik dan penggunaan tulisan pada layar myang spesifik
stroke selama panggilan 911 mungkin bermanfaat.10,28Penelitian terus menerus
dilakukan untuk menginvestigasi keefektifan seperti perangkat untuk menilai stroke
(stroke assessment tool) bagi telekommunikator 911.29,30
Pada latar dimana trasnpor darat menuju pusat stroke membutuhkan waktu
yang lama, pelayanan medis via udara mungkin bisa digunakan. Pusat pelayanan
stroke bekerja sama dengan agensi EMS untuk menentukan kriteria dalam pengunaan
trasnpor medis via udara pada pasien dengan stroke akut dan menentukan destinasi
yang paling sesuai berdasarkan jarak dan kemampuan rumah sakit dalam
menanggani pasien stroke. Apabila transportasi dilakukan melalui darat,
pemberitahuan terhadap rumah sakit terkait harus dilakukan untuk memastikan
aktivasi yang sesuai dengan sumber stroke.
Stroke Assessment Tools (Perangkat untuk Menilai Stroke)
Penyedia EMS dapat mengidentifikasi pasien dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang layak, menggunakan singkatan perangkat pasien rawat jalan seperti
Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS)31-34 (tabel 1) atau Los Angeles
35,36
Prehospital Stroke Screen (LAPSS). CPSS dinilai hanya berdasarkan
pemeriksaan fisik. Penyedia EMS mengecek 3 hasil pemeriksaan: lumpuhnya saraf
wajah, kelemahan lengan dan gangguan dalam berbicara. Adanya abnormalitas
tunggal pada CPSS memiliki sensitivitas 59% dan spesifisitas 89% saat dinilai oleh
penyedia pelayanan prehospital.33Perangkat penilaian lainnya adalah LAPSS,
mewajibkan penyedia pelayanan kesehatan mencari penyebab lain dari berbagai
tingkat gangguan kesadaran (contohnya riwayat kejang, hipoglikemia) dan kemudian
mengidentifikasi ketidaksimetrisan dalam 3 kategori pemeriksaan: Seringai atau
senyuman pada wajah, genggaman dan kekuatan lengan. Sensitivitas LAPSS adalah
93% dan spesifisitasnya 97%.
Dengan pelatihan standar dalam pengenalan stroke, paramedis memberikan
sensitivitas sebesar 61% sampai 66% dalam mengidentifikasi pasien dengan stroke.34-
37,38
Setelah mendapatkan training dalam penggunaan perangkat penilaian stroke
(stroke assessment tool, sensitivitas paramedis dalam mengidentifikasi pasien dengan
stroke menjadi meningkat menjadi 86% sampai 97%.36,39,40 kami merekomendasikan
bahwa semua paramedic dan emergency medical technicians-basic (EMT-basic)
dilatih sebagai pengenalan stroke menggunakan perangkat screening pasien rawat
jalan yang tervalidasi, seperti CPSS atau LAPSS (Kelas 1, LOE B).

Tabel 1 Skala Stroke Cincinnati Prehospital


Kelumpuhan wajah (Pada saat pasien menunjukkan gigi atau tersenyum)
 Normal – pada sisi kedua wajah bergerak secara simetris
 Abnormal - sisi wajah sebelah tidak bergerak sebagaimana sisi lainnya
Arm drift ( pasien menutup mata dan mengenggam kedua lengan tegak lurus selama 10 detik).
 Normal – kedua lengan bergerak bersamaan atau kedua lengah tidak pergerak sama sekali
(penemuan lainnya seperti pronator drift mungkin bisa membantu)
 Abnormal – satu lengan tidak bergerak atau satu lengan lebih lemah dibandingkan lengan lainnya
Gangguan berbicara (suruh pasien mengatakan “ you can’t teach an old dog new tricks” (kamu
tidak bisa mengajari anjing tua trik yang baru)
 Normal – pasien mampu mengucapkan kata-kata secara terpisah
 Abnormal – kata-kata pasien campur aduk, menggunakan kata-kata yang salah, atau tak mampu
berbicara.

Interpretasi : apabila satu dari 3 tanda tersebut abnormal maka kemungkinan stroke adalah 72%

Penatalaksanaan Prehospital dan triase (Kotak 2)


Sebagaimana layaknya penyakit akut yang peka terhadap waktu, penyedia
pelayanan harus melakukan penilaian awal dan intervensi jika diperlukan untuk
menyediakan bantuan kardiopulmonal. Tambahan, untuk stroke, penyedia layanan
secara jelas harus menentukan onset gejala. Waktu ini mewakili waktu nol untuk
pasien. Jika pasien bangun dari tidur dan ditemukan gejala stroke, maka onset gejala
didefinisikan pada saat terakhir pasien diamati masih normal. Penyedia pelayanan
EMS harus dapat mendukung fungsi kardiopulmonal, melaksanakan penilaian stroke
secara cepat, dan menentukan waktu dari onset gejala (atau saat terakhir pasien
diketahui normal), triase dan trasnpor pasien, dan menyediakan pemberitahuan
keberangkatan pada rumah sakit penerima yang paling sesuai. 31,41-44
Pasien dengan stroke akut berisiko mengalami gangguan respirasi akibat
aspirasi, obstruksi saluran pernapasan atas, hipoventilasi, dan yang jarang adalah
edema neurogenik pulmonal. Kombinasi perfusi yang buruk dan hipoksemia akan
mempeburuk dan memperparahan cedera otak iskemik dan dikaitkan sebagai
outcome yang buruk pada pasien stroke.45 Baik personel medis yang berada di dalam
maupun diluar rumah sakit harus memberikan oksigen tambahan untuk pasien stroke
yang mengalami hipoksemia (contohnya, saturasi oksigen < 94%) (kelas 1, LOE C)
atau mereka dengan saturasi oksigen yang tidak diketahui.
Meskipun penatalaksanaan tekanan darah merupakan salah satu komponen
pelayanan kegawatdaruratan pada pasien stroke, namun tidak ada data yang
mendukung inisiasi intervensi hipertensi pada lingkungan prehospital. Kecuali pasien
mengalami hipotensi (tekanan darah <90 mmHg), intervensi prehospital untuk
tekanan darah tidak direkomendasikan (Kelas III, LOE C).
Transpor dan Tujuan Rumah Sakit
Penyedia pelayanan EMS harus mempertimbangkan transportasi pendamping,
yaotu anggota keluarga, atau penjaga pasien untuk memverifikasi waktu dari onset
gejala stroke. Selama rute menuju tempat dengan fasilitas, penyedia pelayanan harus
meneruskan untuk memberi bantuan terhadap fungsi kardiopulmonal, mengawasi
status neurologis, memeriksa gula darah jika memungkinkan dan menyediakan
notifikasi prehospital. Pemberitahuan sebelum tiba di rumah sakit oleh unit
transportasi EMS diketahui bermanfaat secara signifikan dalam meningkatkan
46-48
persentasi pasien dengan stroke akut yang dapat menerima terapi fibrinolitik .
Komunitas Bypass di rumah sakit dalam melakukan transport pasien secara langsung
ke pusat pelayanan stroke telah melakukan investigasi yang menarik
perhatian.Investigator di New York, Kananda, Italia dan Australia telah melakukan
penelitian sebelum dan sesudah untuk menganalisa perbedaan antara tingkat
penggunaan rtPA setelah implementasi protokol bypass untuk EMS. Didapatkan hasil
secara signifikan bahwa persentase pasien iskemik stroke yang mendapatkan terapi
dengan rtPA jumlahnya lebih besar apabila pasien dibawa secara langsung ke pusat
47,49,50
pelayanan stroke. Baru-baru ini investigator telah memulai untuk menganaisla
hubungan antara aktivasi tim stroke secara langsung oleh EMS.50-51
Peyedia pelayanan EMS harus mengirim pasien secara cepat ke tempat
dengan fasilatas medis yang memadai dalam menyediakan pelayanan stroke akut dan
mengaktifkan pemberitahuan keberangkatan terhadap fasilitas penerima. 41,46,48 Setiap
rumah sakit yang akan menerima pasien harus memberikan penjelasan mengenai
kemampuan yang mereka miliki dalam memberikan penatalaksanaan terhadap pasien
dengan stroke akut dengan menggunakan definisi yang sudah ditetaplan oleh rumah
sakit siaga stroke, pusat pelayanan stroke, dan pusat pelayanan stroke menyeluruh3,6,7
dan harus mengkomunikasikan informasi ini kepada sistem EMS dan komunitas.
Meskipun tidak semua rumah sakit mampu dalam mengatur sumber daya yang
diperlukan untuk memberikan terapi fibrinolitik secara aman, setiap rumah sakit
dengan sistem kegawatdaruratan (Emergency Department) harus memiliki rencanan
tertulis yang telah dikomunikasikan dengan sistem EMS yang menjelaskan
bagaimana pasien dengan stroke akut ditatalaksanan di institusi tersebut. Rencana
tersebut harus merinci peranan petugas kesehatan prodesional dalam memberikan
pelayanan pada pasien dengan stroke akut dan menentukan pasien mana yang akan
diberikan terapi fibrinolitik kesempatan tersebut dan kapan pasien di transfer ke
rumah sakit lain dengan unit pelayanan stroke yang tepat.
Peranan pusat pelayanan stroke pada beberapa unit pelayanan stroke terus
47-49,50,52-58
ditentukan, namun berdasarkan beberapa kejadian didapatkan keuntungan
dalam melakukan triase pada pasien stroke secara langsung untuk pusat pelayanan
stroke yang dituju (KELAS 1, LOE B). sistem EMS harus menetapkan tujuan sroke
yang telah direncanakan sebelumnya untuk memungkinkan penyedia pelayanan EMS
untuk mengarahkan pasien dengan stroke akut ke tempat dengan fasilitas yang sesuai.
Di saat beberapa rumah sakit khusus struk berada dalam jarak transportasi yang sama,
anggota EMS harus mempertimbangkan untuk melakukan triase ke pusat pelayanan
stroke dengan kemampuan paling tinggi dalam melakukan pelayanan stroke.
Beragam penelitian randomize clinical trials (Uji klinis acak) dan meta-
analisis pada dewasa50,59-62 mendokumentasikan peningkatan angka keselamatan
hidup selama satu tahun, outcome fungsional, dan kualitas hidup saat pasien dengan
stroke akut yang dirawat dilayani oleh unit pelayanan stroke berdedikasi oleh tim
multidisiplin yang berpengalaman dalam menanggani stroke. Meskipun penelitian
yang dilaporkan dilakukan diluar Amerika serikat pada unit pelayanan rawat inap
rumah sakit yang menyediakan pelayanan pada fase akut dan rehabilitasi,
peningkatan outcome terjadi sangat dini pada pusat pelayanan stroke. Hasil ini
berhubungan dengan outcome yang didedikasikan oleh para staf unit pelayanan
stroke dengan tim multidisiplin yang berpengalaman di Amerika Serikat. Saat
fasilitas tersedia dengan interval transportasi yang layak, pasien stroke membutuhkan
rawatan di tempat tersebut (Kelas 1, LOE B).
Pelayanan Rumah Sakit rawat Inap
Penilaian awal di IGD dan Stabilisasi (Kotak 3)
Protokol harus digunakan di IGD untuk meminimalkan delay (keterlambatan)
dalam menegakkan diagnosa pasti dan terapi ”Time is Brain”43 Targetnya adalah,
petugas IGD harus menilai pasien yang dicurigai stroke dalam waktu 10 menit saat
pasien tiba di IGD. Penatalaksanaan umum mencakup penilaian, resusitasi
kardiopulmonal (airway, breathing dan circulation) dan evaluasi tanda-tanda vital.
Pemberian oksigen pada pasien stroke yang mengalami hipoksemia (saturasi oksigen
< 94%) direkomendasikan (Kelas I, LOE C).
Pada saat pasien tiba petugas IGD harus memastikan akses IV dan memperoleh
sampel darah untuk penelitian (contohnya hitung darah lengkap, meneliti koagulasi
dan gula darah). Jika belum diperiksa prehospital petugas IGD harus segera
memeriksa dan mengatasi hipoglikemia. Dokter di IGD harus melakukan screening
penilaian dengan melakukan pemeriksaan neurologis, dan memeriksa CT-Scan kepala
emergensi serta mengaktivasi tim stroke atau mengatur konsultasi dengan ahli stroke.
EKG 12 sadapan bukan prioritas utama dibandingkan dengan CT-Scan namun bisa
mengidentifikasi infark miokard akut yang baru terjadi atau aritmia (contohnya atrial
fibrilasi) sebagai penyebab stroke emboli. Jika pasien stabil secara hemodinamik,
penatalaksanaan aritmia lainnya seperti bradikardia, kontraksi atrium atau ventrikel
63
yang premature , atau gangguan konduksi (AV Block), mungkin tidak diperlukan.
Terdapat persetujuan umum dalam merekomendasikan pengawasan jantung selama
24 jam pertama untuk mengevaluasi pasien dengan stroke iskemik akut untuk
mendeteksi atrial fibrilasi dan aritmia yang dapat mengancam nyawa.64

Penilaian (Assessment) (Kotak 4)


Dokter yang menanggani harus meninjau riwayat penyakit pasien dan
memverifikasi waktu dari onset terjadinya gejala.65-67 Hal ini mungkin membutuhkan
wawancara lebih lanjut pada petugas di luar rumah sakit, saksi dan anggota keluarga
untuk menentukan waktu kapan terakhir pasien dalam keadaan normal (tidak
mengalami gejala). Penilaian neurologis dilakukan, dengan menggunakan National
Institutues oof Health Stroke Scale (NIHSS) atau Canadian Neurological Scale (CNS)
(Lihat website ASA : www.strokeassociation.org ).
Penatalaksanaan hipertensi pada pasien stroke tergantung dari syarat
dilakukannya terapi fibrinolitik. Untuk pasien yang memenuhi persyaratan terapi
fibrinolitik, tekanan darah harus ≤ 185 mmHg sistolik dan ≤ 110 mm Hg diastolic
sabagai batas risiko komplikasi mengalami perdarahan. Karena jarak maksimum dari
onset stroke sampai pemgobatan stroke yang efektik dengan rtPA terbatas,
kebanyakan pasien dengan hipertensi menetap di atas angla ini (contohnya tekanan
darah sistolol > 185 mmgHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg) tidak
memenuhi persyaratan untuk pemberian rtPA intravena (IV) (Lihat Tabel 2 dan 3)68

Tabel 2. Pendekatan potensial untuk hipertensi pada pasien stroke iskemik akut yang
merupakan kandidat potensial untuk terapi reperfusi akut.
Pasien yang memenuhi persyaratan untuk menjalani terapi kecuali tekanan darah
>185/110 mmHg
 Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit, bisa diulangi 1 kali atau
 Nicardipine IV 5 mg/jam, titrasi diatas 2.5 mg/jam setiap 5-15 menit,
maksimum 15 mg/jam, ketika tekanan darah yang diinginkan tercapai,
turunkan sampai 3 mg/jam atau
 Agen lainnya (hidralazine, enalapirlat, dan lainnya) dapat dipertimbangkan
saat diperlukan
Jika tekanan darah tidak dijaga agar turun di bawah 185.110, jangan berikan rtPA
Penatalaksanaan tekanan darah selama dan setelah rtPA atau terapi reperfusi akut
lainnya :
 Monitor tekanan darah setiap 15 menit selama 2 jam sejak awal
dimulainya terapi rtPA, kemudia setiap 30 menit selama 6 jam dan setiap
jam selama 16 jam.
 Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg atau tekanan darah diastolic
adalah 105-120 mmHg
 Labetalol 10 mg IV diikuti dengan Infus IV 2-8 mg/menit secara
berkelanjutan
 Atau Nicardipine IV 5 mg/jam , titrasi sampai efek yang diinginkan
menjadi 2.5 mg/jam setiap 5-15 menit, maksimum 15 mg/jam
Jika tekanan darah tidak terkontrol atau tekanan darah diastolic > 140 mm Hg,
pertimbangkan sodium nitropusside.

Pencitraan (Kotak 5)
Idealnya Ct-Scan harus dilakukan 25 menit saat pasien tiba di IGD dan harus
diinterpretasi dalam 45 menit saat tiba di IGD. Pusat pelayanan mungkin
melaksanakan pencitraan neurologis yang lebih muthakir (multimodal magnetic
resonance imaging [MRI], CT-Perfusi dan CT angiografi), namun meskipun hal ini
dilakukan namun inisiasi pemberian rtPA intravena tidak boleh terlambat diberikan.
CT Scan dan MRI emergensi pada pasien yang dicurigai mengalami stroke harus
segera dievaluasi oleh doktere dengan interpretasi ekspertise pada penelitian ini.69
Selama beberapa jam dari stroke iskemik CT Scan non kontras tidak bisa
menggambarkan tanda iskemia otak. Jika CT scan tidak menunjukkan tanda-tanda
perdarahan intraserebral, pasien dapat menjadi kandidat untuk terapi fibrinolitik
(Kotak 6 dan 8). Jika perdarahan ditemukanpada CT-Scan, pasien tidak boleh
mendapatkan terapi fibrinolitik. Konsultasikan ke ahli saraf dan ahli bedah saraf dan
pertimbangkan transfer jika dibutuhkan untuk pelayanan yang tepat (kotak 7).
Jika perdarahan tidak ditemukan pada CT Scan awal dan pasien tidak
memenuhi persyaratan untuk terapi fibrinolitik, maka pertimbangkan pemberian
aspirin (Kotak 9) baik rektal atau oral setelah pasien diskrining terhadap
permasalahan disfagia (lihat di bawah). Rawat pasien ke unit pelayanan stroke (Jika
tersedia) untuk monitoring secara hati-hati (kotak 11).

Terapi Fibrinolitik (Kotak 6,8 dan 10)


Dokter yang menanggani harus meninjau kriteria inklusi dan ekslusi untuk terapi
fibrinolitik intravena (tabel 4 dan 5) dan melaksanakan pemeriksaan neurologis ulang
berdasarkan NIHSS atau CNS. Jika tanda-tanda neurologis secara spontan membaik (
fungsi secara cepat menjadi normal dan hampir mendekati rata-rata), pemberian
fibrinolitik mungkin tidak diperlukan (Kotak 6)64
Sebagaimana medikasi laiinya, fibrinolitik juga memiliki efek yang
merugikan. Dokter harus memastikan bahwa tidak ada kriteria ekslusi,
mempertimbangkan risiko serta keuntungan bagi pasien, dan menyediakan monitor
untuk menanggani komplikasi yang mungkin terjadi. Komplikasi mayor dari rtPA
intravena untuk pasien stroke adalah perdarahan intrakranial simptomatik.
Komplikasi ini muncul pada 6.4% dari 312 pasien yang diterapi dengan uji coba
NINDS9 dan 4.6% dari 1135 pasien ditanggani pada 40 pusat pelayanan milik
Kanada.70 Meta-analisis dari 15 seri kasus yang dipublikasikan pada label terbuka
yang menggunakan rtPA untuk stroke iskemik akut pada praktek klinik umum
menunjukkan tingkat perdarahan simptomatik adalah 5.2% dari 2639 pasien yang
diterapi.71 komplikasi lainnya mencakup angioderma orolingual (muncul pada sekitar
1.5% pasien, hipotensi akut, dan perdarahan sistemik. Pada salah satu pendataan
prospektif skala besar, perdarahan sistemik mayor jarang terjadi (0,4%) dan biasanya
muncul pada lokasi pungsi untuk angiografi akut. 70,72
Pada pasien yang masih merupakan kandidat untuk terapi fibrinolitik (kotak
8), dokter harus mendiskusikan risiko dan keuntungan potensial untuk terapi dengan
pasien atau keluarga jika tersedia (Kotak 10). Setelah diskusi ini, jika pasien/keluarga
terpilih untuk meneruskan terapi dengan fibrinolitik, mulai rtPA secara bolus dan
infuse secara cepat dan mulai alur pelayanan stroke (lihat di bawah). Perhitungan
dosis secara hati-hati dan menghindari rtPA yang berlebihan dapat membantu
mencegah kelebihan dosis rtPA yang kurang hati-hati. Secara khusus, antikoagulan
atau antiplatelet tidak boleh diberikan selama 24 jam setelah pemberian rtPA hingga
CT Scan ulang setelah 24 jam tidak menunjukkan adanya tanda perdarahan.
Tabel 3. Pendekatan hipertensi arterial pada stroke iskemik akut yang bukan
merupakan kandidat untuk terapi reperfusi akut
Pertimbangkan untuk menurunkan tekanan darah pada pasien dengan stroke iskemik
akut jika tekanan darah > 220 mm Hg atau tekanan diastolik > 120 mmHg
Pertimbangkan untuk mengurangi tekanan darah atas indikasi kerusakan sistem organ
yang bersamaan
 Infark mikard akut
 Gagal jantung kongestif
 Diseksi aorta akut
Target yang tepat untuk menurunkan tekanan darah adalah 15% sampai 25% pada
hari pertama

9,15,70
Beberapa penelitian telah mendokumentasikan outcome yang lebih baik
pada saat terapi rtPA diberikan kepada pasien dewasa dengan onset gejala. Hasil
tersebut diperoleh dengan protokol stroke yang dianut secara kaku agar memenuhi
kriteria dan regimen terapetik oleh protokol NINDS. Hasil ini didukung dengan
penelitian lanjutan yang diikuti selama 1 tahun.73 Analisis ulang dari penelitian yang
dilakukan secara acak9,15,74,76 pada dewasa juga mencatat keuntungan yang lebih
besar jika pengobatan dimulai lebih awal. Analisas tambahan pada data NINDS asli
dengan kelompok investigator independen mengkonfrimasi hasil dari validitas.74
Memverifikasi bahwa peningkatan outcome pada wewenang dalam terapi rtPA
berlangsung lama bahkan saat ketidak seimbangan rata-rata tingkat keparahan stroke
diantara grup yang menjalani terapi dikoreksi.77
Penatalaksanaan pasien stroke iskemik akut yang dipilih secara hari-hati
untuk diterapi dengan rtPA intravena antara 3 dan 4.5 jam setelah onset gejala juga
menunjukkan mampu memperbaiki outcome klinis, meskpipun derajat keuntungan
klinisnya lebih kecil dibandingkan penatalaksanaan yang diberikan dalam waktu 3
jam.16,78 data yang mendukung penatalaksanaan ini dalam waktu jendela ini berasal
dari uji ciba acak skala besar (ECASS-3) yang secara spesifik dilakukan pada pasien
antara 3 dan 4.5 jam setelah onset gejala, juga metaanalisis dari uji coba sebelumnya.
Kriteria inklusi pada ECASS-3 mirip dengan kriteria NINDS, kecuali ECASS-3
mengekslusikan pasien yang lebih tua dari 80 tahun, dengan batas NIHSS > 25,
mengkonsumsi obat antikoagulan oral, atau yang menderita diabetes dan stroke
sebelumnya. Pada saat ini penggunaan rtPA IV dalam waktu 3 sampai 4.5 jam belum
disetujui oleh FDA, meskipun direkomendasikan oleh AHA/ASA.78 Pemberian rtPA
IV kepada pasien dengan stroke iskemik akut yang memenuhi kriteria NINDS atau
ECASS-3 kriteria direkomendasikan jika rtPA yang diberikan oleh dokter pada saat
protokol telah ditentukan dengan jelas, tim yang terlatih dan komitmen institusi (kelas
1, LOE B).
Penting untuk dicatat bahwa outcome yang baik dilaporkan pada pelayanan
tersier di rumah sakit dan komunitas pada uji klinis dari rtPA mungkin susah untuk
diaplikasikan pada rumah sakit yang kurang pengalaman dan komitmen institusi
terhadap pelayanan stroke akut70,80 Kegagalan dalam melaksanakan protokol ini
berkaitan dengan meningkatnya angka komplikasi, khususnya risko perdarahan
intrakranial simptomatik.70,81 Tidak terdapat hubungan antara pelanggaran protokol
NINDS dan peningkatan risiko perdarahan intrakranial simptomatik dan kematian.71
Di Jerman terdapat peningkatan risiko kematian setelah pemberian rtPA untuk stroke
iskemik akut di rumah sakit yang mengobati ≤ 5 pasien per tahun, menyarankan
bahwa pengalaman klinis penting sebagai faktor dalam memastikan kepatuhan
terhadap protokol.72 menambahkan dedikasi dari tim stroke terhadap komunitas di
rumah sakit dapat meningkatkan jumlah pasien akut stroke yang ditanggani dengan
terapi fibrinolitik dan menghasilkan outcome klinis yang baik.82 Juga terdapat bukti
kuat untuk mencegah keterlambatan dan menanggani pasien secepat mungkin.
Komitmen ini mungkin penting untuk memastikan outcome pasien yang optimal.
Tabel 4. Karakteristik kriteria inklusi dan ekslusi pada pasien dengan stroke iskemik
yang dapat diterapi dengan rtPA dalam 3 jam setelah onset gejala
Kriteria inklusi
 Diagnosa stroke iskemik menyebabkan defisit neurologis yang terukur
 Onset gejala < 3 jam sebelum terapi dimulai
 Usia ≥ 18 tahun
Kriteria ekslusi
 Cedera kepala atau pernah mengalami stroke 3 bulan sebelumnya
 Gejala menunjukkan perdarahan subarachnoid
 Pungsi arteri pada area yang tak bisa dibebat 7 hari sebelumnya
 Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya
 Peningkatan tekanan darah sistolik > 185 mmHg atau diastolic > 110
mmHg
 Bukti adanya perdarahan aktif pada pemeriksaan
 Perdarahan diarthesis akut, termasuk tetapi tidak terbatas pada
-hitung trombosit < 100.000/mm3
- Menerima heparin dalam jangka waktu 48 jam, mengakibatkan aPTT >
lebih di atas batas normal
- penggunaan antikoagulan dengan INR > 1.7 atau PT > 15 detik
 konsetrasi gula darah < 50 mg/dl (2,7 mmol/L)
 CT menunjukkan infark multilobar (hipodensitas > 1/3 hemisfer
serebri)
Kriteria eksklusi relatif
Berdasarkan pengalaman disarankan pada beberapa kondisi tertentu—
dengan pertimbangan yang hati hati dan mempertimbangkan risiko dan
keuntungam—pasien boleh mendapatkan terapi fibrinolitik meskipun
memiliki 1 atau lebih kontraindikasi relatif. Mempertimbangkan risiko
sampai keuntungan pemberian rtPA secara hari-hati jika salah satu dari
kontraindikasi telatif ini ditemukan
 Hanya stroke minor atau gejala stroke yang mengalami perbaikan
dengan cepat
 Kejang pada onset dengan gangguan neurologis yang tersisa
 Operasi mayor atau trauma serius 14 hari sebelumnya
 Perdarahan saluran cerna dan saluran kemih (21 hari yang lalu)
 Infark miokard akut (3 bulan sebelumnya)

rtPA mengindikasikan recombinant tissue plasminogen activator, aPTT, activated


partial thromboplastin time; INR, international normalized ratio dan Pt prothrombin
time.

Kejadian dari 3 penelitian prospektif acak dan metaanalisis83-87 telah menunjukkan


peningkatan outcome dari fibrinolisis intra arteri. Sehingga , untuk pasien dengan
stroke iskemik akut yang merupakan kandidat untuk standar terapi fibrinolisis
standar, pemberian fibrinolisis intra-arteri layak dilakukan (Kelas I, LOE B). Saat ini,
pemberian terapi fibrinolitik intra arteri belum disetujui FDA. Pasien yang sudah
terpilih secara seksama, akan dilakukan catheter based thrombectomy pada pusat
pelayanan dengan ekspertise yang tersedia. Penundaan pedoman stroke iskemik akut
ASA akan memberkan detail yang lebih baik mengenai strategi intra arteri.

Pelayanan Stroke Umum


Penelitian yang dilakukan baru-baru ini pada unit pelayanan stroke lebih baik
dilakukan pada ruang rawat medis, dan efek positif daru unit pelayanan medis akan
berlangsung selama bertahun-tahun. Keuntungan dari pengobatan di unit pelayanan
stroke dapat dibandingkan dengan efek yang diperoleh dengan terapi rtPA IV. Pasien
harus dirawat di unit pelayanan stroke (Jika tersedia) untuk observasi lebih lanjut
(Kotak 11), termasuk mengawasi tekanan darah dan status neurlohis dan
mengoptimalisasikan kondisi fisiologis. Pelayanan stroke umum, memusatkan
perhatian pada optimalisasi fisiologis, termasuk mencegah hipoksia, penatalaksanaan
hipertensi, mengoptimalkan kontrol gula darah, memelihara kondisi euthermia dan
dukungan nutrisi. Usaha tambahan pusat pelayanan terhadap pencegahan komplikasi
yang berhubungan dengan stroke (contoh aspirasi pneumonia, trombosis vena dalam,
infeksi saluran kemih) dan mengawali pencegahan stroke sekunder.

Tabel 5 . karakteristik Kriteria inklusi dan eksklusi tambahan pada pasien dengan
stroke iskemik yang dapat diterapi dengan rtPA dari 3 sampai 4.5 jam dari onset
gejala
Kriteria inklusi
 Diagnosa stroke iskemik yang mengakibatkan defisit neurologis yang
diprediksi
 Onset gelaja 3 sampai 4.5 jam sebelum terapi dimulai
Kriteria ekslusi
 Usia > 80 tahun
 Menderita stroke berat (NIHSS > 25)
 Menggunakan obat antikoagulan oral tanpa menghiraukan INR
 Riwayat diabetes dan stroke iskemik sebelumnya
Catatan
 Checklist mencakup beberapa indikasi yang telah disetuji FDA dan
kontraindikasi dalam penggunaan rtPA untuk stroke iskemik akut. Beberapa
pedoman kini telah merevisi dan memodifikasi kriteria FDA asli. Seorang
dokter yang ahli di bidang stroke iskemik akut akan memodifikasi daftar ini.
 Onset waktu diketahui atau tahu kapan terakhir pasien normal
 Pada pasien yang tidak menggunakan obat antikoagulan oral atau heparin,
terapi dengan rtPA bisa diberikan sebelum adanya hasil dari avaibilitas
koagulan namun harus dihentikan jika INR >1,7 atau PT meningkat dari nilai
standar laboratorium lokal
 Pada pasien yang tidak memiliki riwayat trombositopenia, terapi dengan rtPA
bisa diberikan sebelum adanya hasil availibitas hitung platelet namun harus
dihentikan jika hitung trombosit < 100.000

rtpA merupakan recombinant tissue plasminogen activator, NIHSS, National


Institutes of health Stroke Scale; INR International normalized ratio, FDA food and
drug administration dan PT prothrombin Time

Persyaratan yang diberikan untuk penilaian neurologis dan pengukuran tanda


vital, khususnya setelah pemberian rtPA IV, pasien harus dirawat secepatnya,
idealnya 3 saat pasien tiba.8 Jika status neurologis pasien terhanggu, CT Scan
emergensi diperlukan untuk menentukan apakah edema serebri atau perdarahan lah
yang menyebabkan gangguan tersebut. Penatalaksanaan perdarahan atau edema harus
dimulai secepatnya.

Tatalaksana Tekanan Darah


Tatalaksana tekanan darah bervariasi tergantung apakah terapi fibrinolitik
intra –arterial dilakukan atau tidak. Rekomendasi saat ini untuk mengontrol tekanan
darah pada pasien yang menerima rtPA IV atau rekanalisasi intra-arteri ditunjukkan
pada Tabel 2. Pada pasien yang menjalani rekanalisasi tanpa perencanaan,
penerimaan hipertensi lebih bebas direkomendasikan, apabila tidak terdapat kondisi
komorbid lain yang memerlukan intervensi (tabel 3). Normal saline, diberikan
sebanyak 75 sampai 100 ml/jam, digunakan untuk memelihara kondisi euvolemia.
Pada pasien stroke yang mengalami hipovolemik, pemberian normal saline bolus
tepat diberikan namun harus secara hati-hati.

Kontrol Gula
Hiperglikemia berhubungan dengan outcome klinis paling buruk pada pasien
dengan stroke iskemik88-95 namun tidak ada bukti langsung yang menunjukkan
bahwa kontrol gula aktif dapat meningkatkan outcome klinis96,07 Tidak ada kejadian
yang bertentangan dengan keuntungan pemberian insulin untuk mengatasi
hiperglikemia pada pasien kritis98,99 Rekomendasi AHA/ASA saat ini menyarankan
penggunaan insulin saat serum glukosa melebih 185 mg/dl pada pasien dengan stroke
akut (kelas IIa, LOE C); bagaimanapun, utilitas dari pemberian insulin IV atau
subkutan untuk merendahkan gula darah pada pasien dengan stroke iskemik akut saat
serum glukosa ≤ 185 mg/dl masih belum pasti.

Kontrol Suhu
Hipertermia dalam kondisi iskemia serebral akut juga berhubungan dengan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas dan harus diterapi sevata agresif (demam
diterapi jika suhu > 37,5o C [99,5 o
F) 100-108
Hipotermia menunjukkan peningkatan
angka keselamatan dan outcome fungsional pada pasien yang telah menjalani
resusitasi dari fibrilasi ventrikel(VF) atau gagal jantung mendadak, bagaimanapun
terdapat data yang terbatas terhadap peranan hipotermia terhadap stroke iskemik akut.
Pada saat ini terdapat bukti data pengetahuan yang kurang memadai untuk
rekomedasi atau menentang hipotermia dalam penatalaksanaan stroke iskemia akut
(Kelas IIb, LOE C).

Skrining Disfagia
Semua pasien dengan stroke harus di skrining untuk disfagia sebelum mereka
diberikan sesuatu melalui mulut. Skrining yang sederhana adalah menyuruh pasien
untuk menhisap air dari cangkir. Jika pasien dapat menyesap air dan menelannya
tanpa kesesusahan pasien kemudian diminta untuk meneguk sejumlah besar air dan
menelanya. Jika tidak ada tanda batuk atau aspirasi setelah 30 detik, berarti aman bagi
pasien untuk memperoleh diet yang lebih padat hingga secara formal ditemukan
kelainan berbicara (speech pathology). Medikasi mungkin bisa diberikan dalam saus
apel atau selain. Jika pasien gagal pada tes menelan maka diberikan medikasi seperti
aspirin via rektal, atau memungkinkan dengan medikasi intravena, intramuscular atau
subkutan.
Penangganan stroke lainnya
Pelayanan stroke tambahan mencakup mendukung airway, oksigenasi dan ventilasi
serta dukungan nutrisi. Profilaksis kejang tidak direkomendasikan, namun pada
pasien yang mengalami kejang, pemberian antikonvulsan direkomendasikan untuk
mencegah kejang lanjutan.104 pada pasien dengan stroke berat, atau stroke sirkulasi
posterior, stroke pada pasien muda, petugas kesehatan harus mengobservasi tanda-
tanda dari peningkatan tekanan intrakranial.

KESIMPULAN
Peningkatan pelayanan stroke akan memberikan efek yang terbaik pada outcome
penyakit stroke jika pelayanan dilakukan oleh sistem pelayanan stroke regional untuk
agar menjadi lebih efisien dan efektif. Target utama dari pelayanan stroke adalah
untuk meminimalkan cedera yang sedang berlangsung. Secara darurat merekanaliasi
oklusi vaskular akut, dan mulai mengukur secara sekunder untuk memaksimalkan
penyembuhan fungsional. Usaha ini akan memberikan pasien stroke kesempatan
besar untuk mengembalikan kualitas hidup seperti sebelumnya dan mengurahi beban
dalam masyarakat akibat stroke.

Anda mungkin juga menyukai