Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemerkosaan

Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal kekerasan dan penghinaan terhadap korban
yang dilakukan melalui secara seksual. Pemerkosaan adalah melakukan hubungan seksual
dengan seorang wanita, diluar keinginan dan tanpa persetujuan wanita tersebut, baik secara
paksa atau wanita takut akan paksaan atau karena obat-obatan atau minuman keras. Juga dapat
dianggap pemerkosaan jika wanita tidak mampu melakukan penilaian yang rasional karena
mengalami defisiensi mental, atau jika berusia dibawah usia yang dapat memberi persetujuan
( yang bervariasi antar negara bagian dari usia 14-18 tahun) (Singer et al, 1995)

Pemerkosaan dapat terjadi antara orang yang tidak saling kenal, antar teman, orang yang
sudah menikah, dan sesama jenis, walaupun tujuh negara bagian mendefenisikan kekerasan
dalam rumah tangga tanpa memasukkan korban pemerkosaan sesama jenis (Commision on
Domestic Violence,1999). Sekitar setengah jumlah pemerkosaan dilakukan oleh orang yang
tidak dikenal dan sisanya setengah dari orang yang dikenal korban. Pemerkosaan terhadap
pasangan kencan (pemerkosaan oleh orang yang dikenal) adalah pemerkosaan yang dilakuakan
oleh seseoramg yang dikenal korban atau seseorang yang dikencani.

Pemerkosaaan adalah tindak kriminal dengan angka kealpaan pelaporan yang tinggi :
diperkirakan bahwa hanya satu pemerkosaan dilaporkan untuk setiap empat sampai 10 kasus
pemerkosaan yang terjadi. Korban pemerkosaaan dalam mencakup berbagai usia : korban pada
kasus yang dilaporkan memiliki rentang usia dari 15 bulan sampai 82 tahun. Insiden yang
paling tinggi terjadi pada remaja putri dan wanita berusia 16-24 tahun. Remaja putri berusia
kurang dari 18 tahun adalah korban dalam 61% pemerkosaan yang dilaporkan (American
Medical Association, 1999).

B. Klasifikasi Pemerkosaan
Ditinjau dari motif pelaku melakukan tindak pidana perkosaan dapat digolongkan menjadi
beberapa motif diantaranya :

a. Seductive Rape
Perkosaan yang terjadi karena pelaku merasa terangsang nafsu birahi, dan bersifat
subjektif. Biasanya perkosaan semacam ini karena diantara kedunya sudah saling
mengenal misalnya: pemerkosaan oleh pacar, pemerkosaan oleh anggota keluarga dan
pemerkosaan oleh teman
b. Sadistic Rape
Permerkosaan yang dilakukan secara sadis. Dalam hal ini pelaku mendapat kepuasan
seksual bukan karena hubungan tubuhnya melainkan perbuatan kekerasan yang
dilakukan oleh pelaku terhadap korban.
c. Anger Rape
Perkosaan yang dilakukan sebagai ungkapan marah pelaku. Perkosaan semacam ini
biasanya disertai tindakan brutal pelakunya secara fisik. Kepuasan seksual bukan
merupakan tujuanya melainkan melampiaskan rasa marahnya.
d. Domination Rape
Dalam hal ini pelaku ingin menunjukan dominasinya terhadap korban. Kekerasan fisik
tidak merupakan tujuan utama korban karena tujuan utamanya adalah pelaku ingin
menguasai korban secara seksual dengan demikian pelaku dapat menunjukan bahwa ia
berkuasa atas orang tertuntu. Misalnya : Pemerkosaan pembantu oleh majikan.
e. Exploitasion Rape
Pemerkosaan semacam ini dapt terjadi karena ketergantungan korban terhadap pelaku,
baik secara ekonomi atau social. Dalam hal ini pelaku tanpa menggunakan kekerasan
fisik namun pelaku dapat memaksa keinginanya terhadap korban.

C. Sebab Pemerkosaan
Adapun Factor atau sebab yang menimbulkan terjadinya tindak pidana perkosaan
diantaranya yaitu :
1) Faktor intern yaitu :
a. Faktor lingkungan keluarga
b. Faktor ekonomi keluarga
c. Faktor tingkat pendidikan
d. Faktor agama atau moral.
2) Faktor ekstern yaitu:
a. Faktor lingkungan sosial
b. Faktor perkembangan ilmu tehnologi
c. Faktor kesempatan
D. Hukuman Pemerkosaan

Dalam pasal 423 RUU KUHP tegas disebutkan bahwa batas minimal hukuman terhadap
pelaku perkosaan adalah tiga tahun. Ini berbeda dengan sistem yang dianut pasal 285 KUHP
yang sekarang masih berlaku, yaitu minimal satu hari. Ancaman hukuman maksimumnya tetap
12 tahun. Pasal 285 KUHP hanya mengandung satu ayat dan mengatur tindak pidana perkosaan
secara umum. Disebutkan bahwa "barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena
melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun". "Jadi, seorang hakim
tidak mungkin menjatuhkan hukuman bagi pelaku pemerkosaan lebih rendah dari tiga tahun,"
ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Prof. Loebby Loqman, dalam seminar
di Jakarta (4/11). Tim perumus RUU KUHP melakukan perubahan mendasar dengan
memperluas cakupan tindak pidana perkosaan. Bahkan diperinci tindak pidana apa saja yang
masuk kategori itu. Sebut misalnya, oral seks dan sodomi sudah masuk kategori pemerkosaan

E. Fase Reaksi Psikologi Terhadap Perkosaan


F. Efek Pemerkosaan
G. Trauma Pemerkosaan
Trauma fisik dan psikologis yang diderita korban pemerkosaan sangat berat. Masalah
medis akibat pemerkosaan dapat mencakup cedera akut, resiko penyakit menular seksual,
resiko kehamilan, dan keluhan medis yang lama sembuh. Studi Cross-sextional yang
dilakuakan pada pasien medis menemukan bahwa wanita yang diperkosa menilai diri mereka
sebagai wanita yang sangat kurang sehat, mengunjungi dokter 2x lebih sering, dan biaya
pengobatan yang dikeluarkan lebih dari 2x lipat wanita yang tidak pernah menjadi korban
tindak kriminal. Banyak korban pemerkosan merasa takut, tidak berdaya, syok dan tidak
percaya, merasa bersalah, terhina, dan malu. Mereka juga menghindari tempat atau lingkungan
pemerkosaan, menghindari aktivitas yang menyenangkan sebelumnya, dan mengalami depresi,
disfungsi seksual, insomnia, dan gangguan memori (American Medical Association, 1999).

H. Dampak Pemerkosaan (Sosial, Psikologi)


Berikut adalah dampak psikologis yang dialami para korban pemerkosaan seperti dijelaskan
Psikolog Alissa Wahid.

a. Menyalahkan diri sendiri

Self blaming atau menyalahkan diri sendiri merupakan cara yang dilakukan seseorang
ketika menghadapi sebuah masalah, dengan menyalahkan bahkan menghukum diri
sendiri. Inilah yang kemudian juga menjadi pemicu kemungkinan angka bunuh diri
meningkat.

b. Merasa 'rusak'
bahwa korban pemerkosaan mengalami penurunan rasa percaya diri. "Tak jarang
korban pemerkosaan merasa tak memiliki rasa percaya diri karena merasa dirinya
seperti barang rusak.
Rasa ini berkaitan dengan masa depan korban, khususnya wanita yang lebih
memikirkan pasangan hidup. Ketakutan tidak ada pria yang menginginkannya lagi
karena statusnya sebagai korban pemerkosaan.

c. Menarik diri dari lingkungan

Perubahan perilaku dalam kehidupan sehari-hari, seperti menarik diri dari lingkungan,
pendiam, dapat menjadi tanda yang terlihat secara kasat mata. Korban umumnya
merasa takut untuk mengatakan tentang kejadian (pemerkosaan) yang sebenarnya,
kemudian muncul sebuah gejala depresi. Tak hanya itu, mereka juga takut dihakimi
oleh orang-orang di sekitarnya yang akhirnya menimbulkan trauma

I. Penatalaksaan Korban Pemerkosaan


J. Intervensi Keperawatan Korban Pemerkosaan
K. Implementasi Keperawatan Korban Pemerkosaan
L. Evaluasi Keperawatan Korban Pemerkosaan

Anda mungkin juga menyukai