Anda di halaman 1dari 16

Amy Imanda

Penanganan Permukiman di Kawasan Rawan Bencana Gerakan Tanah Studi Kasus: Permukiman Sekitar Ngarai Sianok di
Kelurahan Belakang Balok, Kota Bukittinggi
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 2, Agustus 2013, hlm.141 – 156

PENANGANAN PERMUKIMAN DI KAWASAN RAWAN BENCANA


GERAKAN TANAH
STUDI KASUS: PERMUKIMAN SEKITAR NGARAI SIANOK DI
KELURAHAN BELAKANG BALOK, KOTA BUKITTINGGI

Amy Imanda

TML Energy
Jalan Gatot Subroto No. 197 Bandung
Email: amyimanda@gmail.com

Abstrak

Kota Bukittinggi berada dipinggir jalur patahan yang dikenal dengan nama Ngarai Sianok.
Selain karena kondisi geologi, Kota Bukittinggi sangat rentan terhadap bencana akibat
aktivitas rumah tangga penduduknya, terutama yang bermukim di pinggiran Ngarai Sianok di
Kelurahan Belakang Balok. Pemerintah telah menetapkan Kawasan Sempadan Ngarai Sianok
yang tidak diperbolehkan untuk dibangun, namun kawasan tersebut sudah sejak dahulu sudah
dibangun dan dihuni. Keterbatasan kajian ilmiah terkait gerakan tanah Ngarai Sianok dan
dampaknya terhadap permukiman di kelurahan tersebut serta kebutuhan mendesak akan
arahan tindakan penanganan permukiman tersebut menjadi dasar peneliti mengangkat topik
ini. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan arahan tindakan penanganan permukiman
yang berada di kawasan rawan bencana gerakan tanah Ngarai Sianok di Kelurahan Belakang
Balok. Hasil penelitian menunjukkan tingkat risiko bencana gerakan tanah di keluraha ini
berbeda-beda menurut tipologi permukimannya. Secara garis besar, arahan tindakan
penanganan tersebut meliputi: relokasi; penguatan tebing melalui rekayasa teknik dan
vegetasi; pembuatan RTH; permukiman dipertahankan dengan rekomendasi khusus.

Kata Kunci: Sempadan Ngarai Sianok, Gerakan Tanah, Tipologi Permukiman

Abstract

Bukittinggi city located alongside the fault lines known as the Sianak Canyon. In addition to
the geological conditions, Bukittinggi is very vulnerable to disasters due to the activity of the
household population, particularly those living on the outer of the Sianak Canyon in the
Belakang Balok Village. The government has set a border Sianak Canyon that are not allowed
to be built, but the area had long ago been built and occupied. Limitations of scientific studies
related to soil movement Sianok canyon and its impact on the urban settlements and the need
for urgent remedial action directives will be the basis of the settlement of researchers raised
this topic. This study aims to formulate remedial action directives settlements located in areas
prone to ground movements in Sub Sianok Canyon Rear Beam. The results showed the level of
risk to ground movements in this keluraha vary depending on the typology of settlement. The
direction of the treatment measures include: relocation; strengthening engineering and
climbing through vegetation; manufacture of green space; settlements maintained with specific
recommendations.

Keywords: Border Sianok Canyon, Land Movement, Settlement Typology

1. Pendahuluan Singgalang dan Gunung Marapi. Kondisi ini


menyebabkan secara alamiah Kota Bukittinggi
Kota Bukittinggi tumbuh dan berkembang di menghadapi bahaya gempa bumi yang dapat
sepanjang jalur patahan aktif Sumatera yang memicu bencana gerakan tanah.
lebih di kenal dengan Ngarai Sianok.
Diperkirakan patahan ini bergeseran 11 Hingga kini, dapati dijumpai permukiman
sentimeter per tahun. Kota ini juga dikelilingi masyarakat kota di pinggir Ngarai Sianok.
oleh dua buah gunun berapi, yaitu Gunung Bahkan, pada beberapa titik, bibir Ngarai
141
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

Sianok berjarak sangat dekat dari rumah-rumah Penelitian ini tergerak dari kondisi kajian ilmiah
penduduk. Keberadaan permukiman penduduk yang masih terbatas dan kebutuhan penanganan
di pinggir Ngarai Sianok turut menyebabkan yang mendesak. Penelitian ini penting untuk
degradasi terhadap fisik ngarai. Aktivitas rumah memberikan gambaran bagaimana
tangga, khususnya pembuangan limbah padat merumuskan penanganan permukiman di
dan cair ke dalam Ngarai Sianok. Beberapa kawasan rawan bencana Ngarai Sianok.
saluran drainase utama di Kota Bukittinggi juga Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan
masih bermuara di Ngarai Sianok. Hal tersebut maupun pertimbangan bagi pemerintah dalam
membuat kestabilan lereng ngarai terganggu menyusun kebijakan-kebijakan penanangan di
sehingga sangat membahayakan permukiman di masa datang.
sekitarnya.
Meskipun fokus utama penanganan adalah
Menyikapi hal tersebut, pemerintah permukiman yang berada di dalam kawasan
menetapkan Kawasan Sempadan Ngarai sempadan, bentuk penanganan yang disusun
Sianok. Sempadan Ngarai Sianok ditetapkan tidak dapat dipandang terpisah. Artinya,
sebesar 100 meter dari bibir ngarai dengan arah penanganan permukiman tidak dapat hanya
menjauhi ngarai. Sempadan Ngarai Sianok diterapkan dan diusahakan pada kawasan
kemudian ditetapkan sebagai RTH fungsi sempadan saja, tetapi juga pada permukiman
khusus dan kawasan strategis untuk lain di sekitarnya. Penanganan permukiman di
kepentingan daya dukung lingkungan hidup di kelurahan ini akan dibedakan pada karakteristik
dalam RTRW Kota Bukittinggi tahun 2010- masing-masing. Karakteristik ini dinilai
2030. Kondisi sebagian kawasan sempadan berdasarkan kondisi keteraturan permukiman
yang telah terbangun oleh permukiman menjadi sehingga bentuk penanganan yang dirumuskan
masalah tersendiri. Kebijakan pemerintah rasional dan lebih bisa diterapkan.
sejauh ini lebih bersifat pengendalian
sedangkan kondisi yang dihadapi tersebut Penelitian ini terdiri dari lima bagian utama.
memerlukan kebijakan penanganan. Bagian pertama membahas latar belakang dan
tujuan penelitian. Bagian kedua membahas
Salah satu kelurahan yang perlu diberikan tinjauan literature terkait bencana gerakan
prioritas penanganan adalah Kelurahan tanah, penanganan permukiman kota terkait
Belakang Balok. Citra satelit menunjukkan tindakan penanganan bencana gerakan tanah,
bahwa keseluruhan wilayah kelurahan sudah dan mitigasi bencana gerakan tanah. Bagian
terbangun. Kawasan permukiman di kelurahan ketiga membahas metodologi penelitian.
ini berkembang hingga mencapai bibir Ngarai Bagian keempat berisi analisis ririko bencana
Sianok. Dengan kondisi tersebut, kebutuhan gerakan tanah Ngarai Sianok pada permukiman
penanganan permukiman di sekitar Ngarai di Kelurahan Belakang Balok. Bagian terakhir
Sianok semakin mendesak, apalagi kelurahan berisi kesimpulan.
ini berperan sebagai pusat pelayanan kota
fungsi sekunder. Karenanya, penelitian ini
mengupayakan terumuskannya arahan
penangan permukiman di sekitar Ngarai
Sianok, khususnya di Kelurahan Belakang
Balok.

142
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

2. Tinjauan Literature Tanah longsor merupakan salah satu jenis


gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
2.1 Bencana Gerakan Tanah percampuran keduanya, yang bergerak keluar
atau menuruni lereng akibat terganggunya
UU No. 24 Tahun 2007 tentang kestabilan tanah maupun batuan penyusun
Penanggulangan Bencana mendefinisikan lereng tersebut. Menurut Pedoman Penataan
bencana sebagai peristiwa atau rangkaian Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor
peristiwa mengancam dan mengganggu Tahun 2007, proses yang memicu terjadinya
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang tanah longsor adalah peresapan air ke dalam
disebabkan baik oleh faktor manusia sehingga tanah akan menambah bobot tanah akibat curah
mengakibatkan timbulnya korban jiwa hujan yang tinggi serta tingkat kelerangan yang
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta sangat tinggi. Jika air tersebut menembus
benda, dan dampak psikologis. UN-ISDR sampai tanah kedap air yang berperan sebagai
(2002) menyebutkan bencana sebagai fungsi bidang gelincir, maka tanah menjadi sangat
atas suatu proses risiko. Hal tersebut merupakan licin dan tanah pelapukan di atasnya akan
hasil kombinasi dari bahaya, kondisi bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng
kerentanan, dan tidak cukupnya kapasitas atau tersebut.
ukuran dalam mengurangi kemungkinan negatif
atas hasil suatu risiko. Dalam arti sederhana, Tanah longsor terjadi karena adanya gangguan
bencana (disaster) didefinisikan sebagai hasil terhadap kestabilan lereng tanah/batuan. Pada
dari adanya bahaya, seperti gempa bumi, badai, prinsipnya, gangguan kestabilan ini dapat
banjir, tanah longsor, yang bertemu dengan terjadi karena adanya faktor yang mengontrol
situasi rentan, dan terjadi di dalam suatu atau mengendalikan dan adanya proses-proses
komunitas. Komponen utama terjadinya yang memicu. Keduanya dikenal dengan istilah
bencana adalah terjalinnya interaksi antara faktor pengontrol dan faktor pemicu.
kerentanan (vulnerability) dan bahaya (hazard).
Faktor pengontrol dapat dikatakan sebagai
Salah satu jenis bencana adalah bencana penyebab tidak langsung terjadinya longsor,
gerakan tanah yang merupakan suatu yaitu faktor-faktor yang mengkondisikan suatu
pergerakan suatu massa batuan, tanah, atau lereng rentan atau siap bergerak (Anggrahini,
bahan rombakan material penyusun lereng 2010). Faktor pengontrol terdri dari dua faktor,
bergerak ke bawah atau ke luar lereng di bawah yaitu faktor pengontrol alam dan non alam atau
pengaruh gravitasi. Tanah longsor terjadi bila biasa disebut mekanis atau teknis. Berikut
gaya pendorong pada lereng lebih besar penjabarannya.
daripada gaya penahan. Gaya penahan a. Faktor Pengontrol Alam, berupa kondisi
umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan geologis, kelerengan, dan kondisi vegetasi
dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya yang dapat memicu kerentanan suatu
pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut wilayah terhadap longsor.
lereng, air, beban, serta berat jenis tanah atau b. Faktor Pengontrol Mekanis/Teknis, meliputi
batuan. Selain itu mekanisme pergerakannya pendekatan mekanis atau teknis yang
tidak selalu melalui bidang luncur, bahkan digunakan sebagai pengendali longsor. Ada-
dapat pula dengan mekanisme gerakan jatuh tidaknya faktor pengontrol jenis ini sangat
bebas ataupun sebagai aliran. mempengaruhi kerentanan suatu lereng,
selain juga dipengaruhi faktor alam. Baik-

143
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

tidaknya kondisi faktor pengontrol mekanis penanganannya dapat dilakukan dengan


juga seringkali berperan dalam pencegahan beberapa pendekatan, yaitu:
longsor. Kondisi dan bentuk faktor mekanis a. Model Land Sharing atau penataan
biasanya disesuaikan dengan kondisi ulang di atas tanah/lahan dengan
topografi dan besar kecilnya tingkat bahaya tingkat kepemilikan masyarakat cukup
longsor. Contoh faktor pengontrol mekanis tinggi
adalah saluran drainase, bangunan penahan b. Model Land Cnsolidation, penataan
material longsor, bangunan penguat tebing, ulang di atas tanah yang selama ini
dan trap terasering telah dihuni
2. Kawasan Kumuh di Atas Tanah Tidak Legal
Faktor pemicu merupakan penyebab langsung Yang dimaksudkan dengan tanah tidak
terjadinya longsor, yaitu proses-proses yang legal ini adalah kawasan permukiman
menyebabkan bergeraknya lereng tanah/batuan. kumuh yang dalam RUTR berada pada
Faktor-faktor pemicu terjadinya tanah longsor peruntukan yang bukan perumahan.
sebagai berikut (Djamal, 2008): Disamping itu penghuniannya dilakukan
a. Hujan secara tidak sah pada bidang tanah; baik
b. Lereng terjal milik negara, milik perorangan atau Badan
c. Tanah yang kurang padat dan tebal Hukum. Penanganan kawasan
d. Batuan yang kurang kuat permukiman kumuh ini antara lain melalui:
e. Jenis tata lahan a. Resettlement/pemidahan penduduk
f. Getaran b. Konsolidasi lahan
g. Susut muka air danau atau bendungan
h. Adanya beban tambahan Dari batasan serta pemahaman tentang dasar
i. Pengikisan atau erosi penanganan permukiman tersebut di atas,
j. Adanya material timbunan pada tebing diperoleh prinsip-prinsip tindakan yang harus
k. Bekas longsoran lama mendasari seluruh konsepsi penanganan
l. Adanya diskontinuitas permukiman kumuh, adalah:
m. Penggundulan hutan a. Penanganan terpadu multi sektor
n. Daerah pembuangan sampah b. Bertumpu pada masyarakat
c. Asas keterjangkauan
2.2 Penanganan Permukiman Kumuh Kota d. Pembangunan berkelanjutan
Terkait Tindakan Penanganan Bencana e. Membangun tanpa menggusur dengan
Gerakan Tanah preferensi sosio ekonomi
f. Efisiensi dalam redistribusi lahan
Karakteristik kekumuhan permukiman kota g. Public private partnership (kemitraan)
yang perlu dihapuskan atau dikurangi dengan
prinsip didayagunakan adalah sebagai berikut: 2.3 Mitigasi Bencana Gerakan Tanah
1. Kawasan Kumuh di Atas Tanah Legal
Yang dimaksud dengan kawasan kumuh Mitigasi bencana gerakan tanah merupakan
legal adalah permukiman kumuh (dengan upaya-upaya yang dilakukan dengan tujuan
segala ciri sebagaimana disampaikan untuk memperkecil kerugian atau dampak yang
dalam kriteria) yang berlokasi di atas lahan ditimbulkan oleh bencana gerakan tanah
yang dalam RUTR diperuntukkan sebagai (Soehaimi, 2011). Kerugian atau dampak
zona perumahan. Untuk model tersebut dapat berupa kehilangan harta benda,

144
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

kerusakan sarana prasarana vital dan fasilitas atau dapat juga secara langsung kepada
umum, jatuhnya korban manusia, maupun masyarakat dan aparat pemerintah.
rusaknya tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Mitigasi bencana gerakan tanah Pengendalian erosi dan gerakan tanah dengan
seperti halnya mitigasi bencana pada umumnya daur air sering merupakan satu kesatuan
meliputi kegiatan sebelum, saat terjadi, dan kegiatan yang tak terpisahkan. Masyarakat
sesudah terjadi bencana. Soemantri (2008) semakin banyak menopangkan harapan pada
menyebutkan tahapan mitigasi bencana longsor vegetasi untuk mengatasi masalah pengendalian
sebagai berikut: daur air dan longsor lahan. Vegetasi sangat
1. Pemetaan berperan dalam pengendalian longsor lahan.
Menyajikan informasi visual tentang tingkat Keberhasilan peran vegetasi dalam suatu
kerawanan bencana alam geologi di suatu lingkungan dipengaruhi oleh faktor iklim
wilayah, sebagai masukan kepada maupun fisiograsfi. Faktor iklim meliputi sifat-
masyarakat dan atau pemerintah sifat umum iklim wilayah seperti suhu, curah
kabupaten/kota dan provinsi sebagai data hujan, daya penguapan udara dan angin,
dasar untuk melakukan pembangunan maupun lama sinar matahari. Sedangkan faktor
wilayah agar terhindar dari bencana. fisiografi merupakan faktor yang ditimbulkan
2. Penyelidikan oleh susunan dan perilaku permukaan bumi,
Mempelajari penyebab dan dampak dari seperti kemiringan, ketinggian, keadaan
suatu bencana sehingga dapat digunakan geologi, serta proses-proses geodinamika
dalam perencanaan penanggulangan (sedimentasi dan erosi).
bencana dan rencana pengembangan
wilayah. Vegetasi sangat berpengaruh pada kestabilan
3. Pemeriksaan lereng dan hidrologi lereng (Soedjoko, 2008).
Melakukan penyelidikan pada saat dan Pada kestabilan lereng, vegetasi pada lereng
setelah terjadi bencana, sehingga dapat akan menambah beban lereng, tekanan geser,
diketahui penyebab dan cara gaya mendorong atau gaya menahan. Vegetasi
penanggulangannya. akan memodifikasi kandungan air dalam tanah
4. Pemantauan dengan menurunkan muka air tanah akibat
Pemantauan dilakukan di daerah rawan adanya evapotranspirasi sehingga menunda
bencana, pada daerah strategis secara tingkat kejenuhan air. Dengan demikian,
ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini kemantapan lereng akan bertambah. Beban
tingkat bahaya, oleh pengguna dan vegetasi pada dasarnya akan menambah
masyarakat yang bertempat tinggal di daerah kemantapan lereng pada sudut lereng kurang
tersebut. dari 34 derajat. Sedangkan untuk lereng yang
5. Sosialisasi memiliki sudut lebih besar, beban vegetasi
Memberikan pemahaman kepada justru akan mengganggu kestabilan lereng.
pemerintah provinsi /kabupaten /kota atau
masyarakat umum, tentang bencana alam Sementara pada hidrologi lereng, tutupan lahan
tanah longsor dan akibat yang oleh vegetasi akan mempengaruhi aliran air
ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan pada suatu lereng. Tutupan vegetasi dapat
dengan berbagai cara antara lain, berupa hutan alami, vegetasi sebagai tanaman
mengirimkan poster, booklet, dan leaflet pagar, vegetasi yang dibudidayakan, atau
vegetasi monokultur. Vegetasi akan

145
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

menghalangi air hujan sehingga tidak langsung Tabel 1. Kriteria dan Komponen Penanganan
jatuh pada permukaan tanah lereng yang Kriteria Komponen Temuan/Indikator
Karakteristik Tipologi Tipologi diindikasikan dengan
berpotensi menghancurkan lapisan tanah Kawasan Permukiman konsistensi hirarki jalan,
Permukiman kondisi drainase, keteraturan
lereng. Aliran permukaan pun dapat dihambat kavling, kemantapan sempadan
sekaligus memperbanyak air infiltrasi. jalan, kemnatapan sempadan
bangunan
Karakteristik Tipologi Tipe A, tipe B, atau tipe C
Kawasan Kawasan
Rawan Tingkat Bahaya Penilaian dilakukan melalui
3. Metode Penelitian Bencana kajian kelerengan, struktur
geologi, kondisi kegempaan,
kondisi keairan, curah hujan,
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini vegetasi dan guna lahan.
Dapat menggunakan peta yang
adalah single case study dengan memfokuskan telah tersedia
wilayah penelitian pada satu kawasan Kerentanan Kerentanan fisik meliputi
jaringan jalan dan bangunan
permukiman di Kelurahan Belakang Balok saja. yang terdapat di dalam
kawasan
Kebutuhan penanganan permukiman Kerentanan aktivitas manusia
didasarkan pada masing-masing tipologi meliputi jumlah penduduk
Risiko Bencana Risiko bencana tinggi,
permukiman yang dinilai berdasarkan menengah dan rendah
Kemungkinan Kebijakan Peruntukkan fungsi yang
keteraturan yang ditunjukkan dengan lima Bentuk- Terkait Ngarai diperbolehkan di sekitar
kriteria, yaitu: konsistensi hirarki jalan; kondisi Bentuk Sianok Ngarai Sianok adalah fungsi
Penanganan lindung, yaitu Kawasan
drainase; keteraturan kavling; kemantapan Permukiman Sempadan Ngarai Sianok
sempadan jalan; dan kemantapan sempadan Kebijakan Arahan lokasi pengembangan
Terkait permukiman baru yang
bangunan. Kemudian dilakukan tahapan- Pengembangan memungkinkan relokasi
Permukiman permukiman di Kawasan
tahapan analisis isi terhadap peraturan, literatur, Baru Sempadan Ngarai Sianok
maupun penelitian yang relevan untuk Konstruksi yang Arahan konstuksi yang
Diperbolehkan diperbolehkan di dalam
merumuskan kriteria dan komponen kawasan rawan bencana
gerakan tanah
penanganan, serta prinsip-prinsip penanganan.
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Kemudian dilakukan analisis risiko bencana 4. Analisis


dengan terlebih dahulu menganalisis tingkat
bahaya dan kerentanan wilayah studi. Ada empat tahapan besar dalam analisis studi
Penentuan faktor kerentanan dan ini, yaitu: analisis tipologi permukiman; analisis
pembobotannya dilakukan berdasarkan kajian karakteristik kawasan rawan bencana gerakan
terhadap pedoman-pedoman dan penelitian tanah (termasuk di dalamnya adalah penentuan
relevan lainnya. Secara garis besar, perumusan tipologi kawasan rawan bencana gerakan tanah,
arahan penanangan merupakan keluaran akhir analisis tingkat bahaya, analisis kerentanan dan
dari studi ini. risiko); penetapan prinsip penangan; dan
perumusan penanganan permukiman.
Dari hasil kajian literatur, pedoman-pedoman
terkait, maupun penelitian yang relevan, 4.1 Analisis Tipologi Permukiman di
ditetapkan kriteria dan komponen penangan Kelurahan Belakang Balok
permukiman yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Analisis tipologi permukiman dimaksudkan
untuk mengindentifikasi karakteristik
keteraturan permukiman sehingga dapat
dirumuskan bentuk penanganan yang paling

146
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

sesuai dengan kondisi permukiman tersebut. tipologi, yaitu: tipologi teratur; tipologi cukup
Bentuk penanganan permukiman pada masing- teratur; dan tipologi tidak teratur.
masing tipologi dapat berbeda satu dengan
lainnya. Analisis tipologi permukiman Hasil observasi dan analisis terhadap kelima
dilakukan berdasarkan penilaian terhadap lima kriteria yang dinilai akan digunakan sebagai
kategori, yaitu: konsistensi hirarki jalan; satuan unit lingkungan dalam analisis risiko
kondisi drainase; keteraturan kavling; bencana gerakan tanah. Begitu pula dalam
kemantapan sempadan jalan; dan kemantapan proses perumusan penanganan permukiman,
sempadan bangunan. tipologi ini akan menjadi dasar penyusunan
sehingga arahan penanganan yang disusun akan
Penilaian terhadap kelima kategori tersebut menyesuaikan dengan kondisi masing-masing
dilakukan dengan cara observasi lapangan tipologi. Delineasi batas masing-masing
kemudian dilakukan delineasi batas-batas tipologi permukiman dapat dilihat pada Gambar
perubahan ciri keteraturan. Hasil analisis 1.
menunjukkan kawasan permukiman di
Kelurahan Belakang balok memiliki tiga jenis

Gambar 1. Tipologi Permukiman


Sumber: Hasil Analisis, 2012

Penilaian terhadap masing-masing kategori Lebar jalan 3-12 m, lebar jalan


untuk menghasilkan delineasi batas-batas konsisten pada tiap hirarki
tipologi permukiman adalah sebagai berikut. b. Kondisi Drainase
Lebar drainase 30-60 cm, terbuat dari
1. Tipologi Teratur material padat dengan kondisi tidak
a. Konsistensi Hirarki Jalan retak, tidak ada hambatan pada aliran
drainase

147
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

c. Keteraturan Kavling Bentuk dan luas kavling cenderung


Bentuk kavling cenderung seragam dan tidak menentu.
memilik luas yang sama atau tidak jauh d. Kemantapan Sempadan Jalan
berbeda satu dengan lainnya Pada berbagai titik dapat ditemukan
d. Kemantapan Sempadan Jalan bangunan tidak permanen
Tidak ada bangunan maupun aktivitas e. Kemantapan Sempadan Bangunan
ekonomi seperti PKL Cenderung tidak mempunyai sempadan
e. Kemantapan Sempadan Bangunan bangunan dan bangunan rumah
Tidak ada penambahan bangunan pada berbatasan langsung dengan jalan.
sempadan bangunan
2. Tipologi Cukup Teratur 4.2 Analisis Karakteristik Kawasan Rawan
a. Konsistensi Hirarki Jalan Bencana Gerakan Tanah Ngarai Sianok
Lebar jalan 3-6 m, lebar jalan konsisten
pada tiap hirarki Analisis karakteristik kawasan rawan bencana
b. Kondisi Drainase gerakan tanah ini berguna untuk mempermudah
Lebar drainase 15-30 cm, drainase ada perumusan bentuk penanangan yang paling
yang terbuat material padat, ada pula sesuai dengan kondisi wilayah studi. Analisis
hanya berupa tanah beralur. Makin ini didahului dengan dengan menetapkan
mendekati ngarai, drainase tanah tipologi kawasaan rawan bencana gerakan
beralur makin banyak ditemui. tanah.
Demkian pula kondisi drainase material
padat, semakin sering ditemukan retak 1. Tipologi Kawasan Rawan Bencana
atau pecah. Gerakan Tanah
c. Keteraturan Kavling Menurut Pedoman Penataan Ruang Kawasan
Bentuk kavling cenderung seragam Rawan Bencana Gerakan Tanah, No. 22 tahun
namun memiliki luas berbeda. 2007 dari Kementerian Pekerjaan Umum,
d. Kemantapan Sempadan Jalan terdapat tiga tipe zona kawasan yang berpotensi
Semakin mendekati ngarai, semakin longsor, sebagai berikut:
banyak ditemukan bangunan pada a. Zona Tipe A
sempadan jalan. Zona berpotensi longsor pada daerah
e. Pemantapan Sempadan Bangunan lereng gunung, lereng pegunungan, lereng
Banyak penambahan bangunan, baik bukit, lereng perbukitan, dan tebing sungai
berupa perluasan rumah maupun dengan kemiringan lereng lebih dari 40%,
penambahan kios. dengan ketinggian di atas 2000 meter di
3. Tipologi Tidak Teratur atas permukaan laut.
a. Konsistensi Hirarki Jalan b. Zona Tipe B
Lebar jalan umumnya < 3 m, lebar jalan Zona berpotensi longsor pada daerah kaki
tidak konsisten. Banyak yang hanya gunung, kaki pegunungan, kaki bukit, kaki
berupa jalan setapak perbukitan, dan tebing sungai dengan
b. Kondisi Drainase kemiringan lereng berkisar antara 21%
Drainase hanya berupa tanah beralur sampai dengan 40%, dengan ketinggian
dengan lebar tidak menentu 500 meter sampai dengan 2000 meter di
c. Keteraturan Kavling atas permukaan laut.

148
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

c. Zona Tipe C kemiringan lereng berkisar antara 0%


Zona berpotensi longsor pada daerah sampai dengan 20%, dengan ketinggian 0
dataran tinggi, dataran rendah, dataran, sampai dengan 500 meter di atas
tebing sungai, atau lembah sungai dengan permukaan laut.

Gambar 2. Zonasi Tipologi Kawasan Rawan Longsor


Sumber: Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor, 2007

Berdasarkan pedoman tersebut, wilayah studi


dapat digolongkan ke dalam zona tipe A.
Penggolongan tersebut dikarenakan kawasan
permukiman berada dipinggir Ngarai Sianok.
Meskipun kawasan permukiman itu sendiri
memiliki kemiringan relatif datar, kemiringan
tebing Ngarai Sianok yang berbatasan dengan
permukiman sebagian besar berada diatas 70%.
Atas pertimbangan itulah kawasan permukiman Gambar 3. Ilustrasi Kemiringan dan
di Kelurahan Belakang Balok digolongkan Ketinggian Wilayah Studi
sebagai kawasan rawan bencana gerakan tanah Sumber: Hasil Analisis, 2012
tipe A.
2. Analisis Tingkat Bahaya Gerakan Tanah
Analisis tingkat bahaya gerakan tanah
diperlukan untuk mengetahui potensi bencana
yang dihadapi suatu kawasan permukiman.
Analisis ini juga merupakan langkah awal untuk
mencapai analisis risiko bencana gerakan tanah.
Peneliti dapat menggunakan peta bahaya
gerakan tanah yang sudah tersedia. Dalam studi
ini peneliti menggunakan peta bahaya gerakan

149
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

tanah dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan


Umum dan telah digunakan di dalam analisis Pengindeksan ini juga dilakukan untuk
RTRW Kota Bukittinggi 2010-2030. melakukan standardisasi satuan antara faktor
bahaya dan faktor kerentanan yang berbeda
Peta bahaya gerakan tanah menunjukkan bahwa satuan agar dapat dijumlahkan. Penjumlahan
kawasan permukiman di kelurahan ini kedua faktor ini dilakukan untuk menghasilkan
menghadapi bahaya gerakan tanah dengan risiko bencana gerakan tanah di permukiman.
tingkat menengah hingga tinggi. Interpretasi Hasil analisis menunjukkan tipologi
dari peta yang telah tersedia merupakan permukiman tidak teratur menghadapi bahaya
interpretasi pengaruh masing-masing tingkat gerakan tanah lebih besar dibandingkan dengan
bahaya tersebut terhadap ketiga tipologi tipologi permukiman lainnya. Hasil analisis ini
permukiman yang ada dalam wilayah memperkuat fakta di lapangan bahwa tipologi
penelitian. Tujuannya adalah untuk mengetahui permukiman tidak teratur yang berada di
sejauh mana bahaya gerakan tanah pada pinggir Ngarai Sianok menghadapi bahaya
masing-masing tingkatannya itu berpengaruh yang lebih besar daripada tipologi lainnya yang
pada tipologi-tipologi permukiman tersebut. menjauhi ngarai. Hasil analisis juga
Dilakukan pembobotan terhadap masing- menunjukkan bahwa pada masing-masing
masing tingkat bahaya, yaitu 60% untuk tingkat tipologi permukiman terdapat bahaya gerakan
bahaya tinggi dan 40% untuk tingkat bahaya tanah tingkat tinggi dan menengah. Kondisi ini
menengah. Kemudian dilakukan perbandingan menyebabkan terbentuknya mikrozonasi
luas zonasi masing-masing tingkat bahaya bahaya gerakan tanah di permukiman Belakang
terhadap luas masing-masing tipologi Balok.
permukiman. Hasil perbandingan kemudian
dijumlahkan dan dilakukan normalisasi hingga Untuk itu, dilakukan proses tumpang-susun
memperoleh indeks kerentanan total di dalam (overlay) GIS antara peta bahaya gerakan tanah
masing-masing tipologi permukiman. dengan peta tipologi permukiman. Hasil
analisis GIS menunjukkan terdapat 6
Tabel 1. Indeks Bahaya Gerakan Tanah Pada mikrozonasi bahaya gerakan tanah di
Masing- Masing Tipologi Permukiman permukiman. Keenam mikrozonasi bahaya
Tipologi Persentase Persentase Indeks gerakan tanah dapat dilihat pada Gambar 4.
Permukiman Zona Bahaya Zona Bahaya Bahaya
Tk. Tinggi Tk. Total
(%) Menengah
(%)
Teratur 21.8765 78.35 0.44465
Cukup Teratur 53.745 46.24 0.50743
Tidak Teratur 67.251 33.2 0.536306
Sumber: Hasil Analisis, 2012

150
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

Gambar 4. Peta Mikrozonasi Bahaya Gerakan Tanah Permukiman


Sumber: Hasil Analisis, 2012
Hal ini dimungkinkan pula dengan kondisi
wilayah studi yang cenderung hanya digunakan a. Kerentanan Fisik
sebagai tempat tinggal sedangkan tempat Identifikasi kerentanan fisik di wilayah studi
bekerja, aktivtias perekonomian seperti pasar dilakukan dengan menganalisis indikator
tidak ditemukan. Karenanya, aktivitas manusia jaringan jalan dan jumlah bangunan rumah.
yang difokuskan dalam penelitian ini adalah Pada masing-masing indikator tersebut,
aktivitas manusia di dalam permukiman, yaitu dilakukan perbandingan panjang jaringan jalan
aktivitas rumah tangga. Aktivitas rumah tangga pada tiap tipologi permukiman dengan panjang
yang dimaksud adalah aktivitas yang dapat jaringan jalan total kelurahan. Begitu pula
memperngaruhi kestabilan tanah dan tebing di dengan jumlah bangunan rumah pada masing-
wilayah studi, yaitu utamanya pembuangan masing tipologi dibandingkan dengan jumlah
limbah rumah tangga, maupun aktivitas bangunan rumah total kelurahan. Proses analisis
pengolahan tanah berupa kolam dan ini dilakukan dengan bantuan GIS.
permakaman. Kemudian digunakan asumsi
bahwa semakin banyak jumlah penduduk Dari hasil analisis kemudian diperoleh
semakin beragam pula aktivitas yang mungkin persentase masing-masing indikator tersebut
terjadi dalam suatu permukiman. Masing- pada tiap tipologi permukiman. Kemudian,
masing faktor kerentanan kemudian diberikan masing-masing indikator dikalikan dengan
bobot sebagai berikut. bobot indikator yang telah ditentukan
sebelumnya. Hasil dari perkalian masing-
Tabel 2. Karakteristik Bahaya Gerakan Tanah masing indikator kemudian dijumlahkan dan
Pada Tiap Mikrozonasi dinormalisasi hingga mendapat indeks
Faktor Bobot Indikator Bobot kerentanan fisik.
Kerentanan Faktor Indikator
Fisik 50% Jaringan Jalan 40%
Bangunan Rumah 60%
Hasil analisis ini memunculkan rentang nilai
Aktivitas Cukup Jumlah Penduduk 100%
Manusia Teratur indeks kerentanan. Dengan menggunakan
Sumber: Hasil Analisis, 2012 bantuan GIS, ditentukanlah tiga tingkat

151
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

kerentanan, yaitu kerentanan rendah, software GIS. Dengan proses yang sama dengan
kerentanan menengah dan kerentanan tinggi. analisis kerentanan fisik, hasil rentang indeks
kemudian dibagi kedalam tiga tingkatan, yaitu
Tabel 3. Kerentanan Fisik Permukiman di kerentanan rendah, menengah dan tinggi
Kelurahan Belakang Balok dengan bantuan GIS.
Tipologi Persentase Persentase Indeks
Permukiman Jar. Jalan Jumlah Kerentanan
(%) Bangunan Fisik c. Identifikasi Kerentanan Total
dan Rumah
(%)
Hasil analisisi kerentanan fisik dan kerentanan
Teratur 32.57 20.24 0.12586 aktivitas manusia kemudian dijumlahkan
Cukup Teratur 38.3 36.8 0.187
Tidak Teratur 29.12 42.98 0.18718
hingga memperoleh indeks kerentanan total
Sumber: Hasil Analisis, 2012 pada Tabel 5. Kemudian ditetapkan tiga tingkat
kerentanan, yaitu rendah, menengah dan tinggi
Hasil analisis ini juga perlu ditampilkan dalam dengan bantuan GIS.
bentuk peta kerentanan fisik dengan bantuan
software GIS. Tabel 5. Kerentanan Total Kawasan
Permukiman di Kelurahan Belakang Balok
Indeks
b. Kerentanan Aktivitas Manusia Tipologi
Indeks
Kerentanan
Indeks
Kerentanan Kerentanan
Indikator kerentanan aktivitas manusia dalam Permukiman
Fisik
Aktivitas
Total
Manusia
studi ini adalah jumlah penduduk. Asumsi yang Teratur 0.12586 0.10125 0.22711
digunakan adalah jumlah pendudk Cukup
Teratur 0.187 0.1839 0.3709
menggambarkan banyak aktivitas manusia di Tidak
Teratur 0.18718 0.214875 0.402055
dalam suatu kawasan permukiman. Aktivitas
Sumber: Hasil Analisis, 2012
yang dimaksud adalah aktivitas rumah tangga.
Dalam penelitian ini, aktivitas rumah tangga Hasil analisis ini juga perlu ditampilkan dalam
dianggap sangat memperngaruhi kestabilan bentuk peta kerentanan fisik dengan bantuan
tebing Ngarai Sianok. software GIS agar dapat dilakukan proses
overlay dengan peta bahaya gerakan tanah
Selanjutnya dihitung persentase jumlah untuk menghasilkan peta risiko.
penduduk dalam tiap tipologi permukiman
sehingga menghasilkan indeks kerentanan d. Identifikasi Risiko Bencana Gerakan Tanah
aktivitas manusia total. Indeks bahaya gerakan tanah total dan indeks
kerentanan kawasan permukiman total yang
Tabel 4. Kerentanan Fisik Permukiman di telah dihitung pada proses sebelumnya
Kelurahan Belakang Balok dijumlahkan sehingga menghasilkan indeks dan
Persentase Indeks
Jumlah Penduduk tingkat risiko pada masing-masing mikrozona
Tipologi Jumlah Kerentanan
Penduduk Total
Permukiman Penduduk Aktivitas
(Jiwa) (Jiwa)
(%) Manusia
permukiman.
Teratur 490 2420 20.25 0.10125
Cukup
Teratur 890 2420 36.78 0.1839 Penilaian risiko ini juga dilakukan dengan
Tidak bantuan software GIS. Kemudian hasil analisis
Teratur 1040 2420 49.975 0.214875
Sumber: Hasil Analisis, 2012 pada tahap ini juga ditampilkan dalam bentuk
peta risiko bencana gerakan tanah pada Gambar
Hasil analisis ini juga perlu ditampilkan dalam 5. Tabel penilaian risiko bencana gerakan tanah
bentuk peta kerentanan fisik dengan bantuan dapat dilihat pada Tabel 6. berikut.

152
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

Tabel 6. Penilaian Risiko Bencana Gerakan Tanah Kawasan Permukiman


Tipologi Tingkat Indeks Tingkat Indeks Tingkat
Mikrozona Indeks Risiko
Permukiman Bahaya Bahaya Kerentanan Kerentanan Risiko

1 Tinggi 0.13125 0.35836 Tinggi


Teratur Rendah 0.22711
2 Menengah 0.3134 0.54051 Menengah
3 Tinggi 0.32247 0.69337 Tinggi
Cukup Teratur Menengah 0.3709
4 Menengah 0.18496 0.55586 Menengah
5 Tinggi 0.403506 0.805561 Tinggi
Tidak Teratur Tinggi 0.402055
6 Menengah 0.1328 0.534855 Menengah
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Gambar 5. Peran Risiko Bencana Gerakan Tanah Pemukiman


Sumber: Hasil Analisis, 2012

Proses identifikasi risiko bencana gerakan tanah 1. Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan
di permukiman ini akan menjadi dasar Permukiman
penyusunan penanganan permukiman. 2. Melibatkan Masyarakat
Sebelumnya akan ditetapkan prinsip 3. Berkelanjutan
penanganan permukiman terlebih dahulu. 4. Rasional

4.3 Prinsip Penanganan Permukiman di 4.4 Arahan Penanganan Permukiman di


Kawasan Rawan Bencana Gerakan Kawasan Rawan Bencana Gerakan
Tanah Ngarai Sianok Tanah Ngarai Sianok

Empat prinsip dalam penanganan permukiman 1. Matriks Arahan Penanganan Permukiman


di kawasan rawan bencana gerakan tanah Matriks arahan penanganan ini disusun
Ngarai Sianok adalah: dengan menentukan konsep penanganan
terlebih dahulu kemudian menentukan

153
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

rekayasa teknik yang mungkin dilakukan yang juga relevan dengan kondisi wilayah
serta pengaturan vegetasi. Matriks arahan studi yang menghadapi ancaman gempa
penanganan ini dapat dilihat pada Tabel 7. bumi.

2. Relevansi Arahan Penanganan Terhadap Arahan penanganan ini pada akhirnya


Bencana Gempa Bumi memerlukan studi lanjutan yang lebih
Dalam studi ini gempa bumi diposisikan mendalam untuk mengetahui kekuatan dan
sebagai penyebab terjadinya gerakan tanah ketahanan konstruksi yang dianjurkan
di permukiman, selain karena faktor terhadap gempa bumi. Untuk itu diperlukan
aktivitas manusia. Karenanya arahan studi mendalam dari bidang kelimuan
penanganan permukiman disusun dengan geologi dan sipil konstruksi.
mengupayakan bentuk-bentuk penanganan

Tabel 7. Arahan Penanganan Permukiman di Sekitar Ngarai Sianok Kelurahan Belakang Balok
Mikrozo Arahan Penanganan
na Permukiman Rekayasa Teknis Vegetasi
1 Dipertahankan sesuai kondisi saat ini Rekayasa teknik difokuskan pada Bila memungkinkan dilakukan
namun dikendalikan limbah rumah peningkatan kondisi drainase pada titik-titik penanaman pohon dan vegetasi lainnya
tangganya tertentu yang kurang baik untuk menguatkan kestabilan lereng
2 Dipertahankan sesuai kondisi saat ini Dipetahankan sesuai kondisi saat ini Bila memungkinkan dilakukan
penanaman pohon dan vegetasi lainnya
untuk menguatkan kestabilan lereng
3 Diizinkan dengan beberapa Rekayasa teknik difokuskan untuk  Pohon-pohon asli (native) dan
rekomendasi: memperbaiki kondisi drainase yang retak dan pohon-pohon yang berakar
 Tidak diizinkan melakukan masih terbuat dari tanah tunggang,diupayakan untuk
penambahan atau perluasan kavling  Perbaikan kondisi jalan pada titik-titik dipertahankan pada lereng, guna
maupun bangunan, khususnya dengan tertentu yang rusak dan berlubang. memperkuat ikatan antar butir tanah
konstruksi yang dapat menambah  Pembongkaran bangunan, baik permanen pada lereng, dan sekaligus menjaga
beban lereng saat ini, seperti beton, maupun tidak permanen yang terdapat keseimbangan sistem hidrologi
dll. pada badan jalan sehingga tidak kawasan.
4
 Mengurangi konstruksi yang mengganggu sirkulasi.  Melakukan penanaman vegetasi
menyebabkan pembebanan berlebihan yang sesuai untuk memperkuat
pada lereng. Pengurangan konstruksi lereng.
yang membebani lereng utamanya  Pemilihan vegetasi sebaiknya bukan
diarahkan pada rumah-rumah yang merupakan tanaman yang dapat
memiliki kavling besar. memberikan beban berlebihan pada
 Konstruksi yang lebih dianjurkan lereng.
adalah konstruksi dari kayu.  Rumah dengan kavling besar
 Menghentikan kegiatan pengolahan diwajibkan menanam vegetasi yang
tanah berupa pembuatan kolam. sesuai untuk menambah kestabilan
 Melakukan kegiatan penggalian tanah lereng namun tidak memberikan
lereng. beban berlebihan pada lereng.
5  Relokasi ke lokasi yang lebih aman  Rekayasa teknik utamanya dilakukan  Menanam vegetasi dengan kriteria:
dan direncanakan sebagaiperuntukan dengan memperkuat kaki tebing Ngarai o Vegetasi berakar dalam,
permukiman Sianok dari sebelah Bawah. Hal ini pertumbuhan cepat dan tajuk
 Dikonversi menjadi ruang terbuka dilakukan dengan: tidak besar dengan kapasitas
hijau o Membuat bangunan penahan material evapotranspirasi tinggi misalnya
longsor Eucalyptus
o Membuat bangunan penguat tebing. o penanaman vegetasi tanaman
o Melandaikan tebing yang curam keras yang ringan dengan
dengan membuat trap-trap terasering perakaran intersif dan dalam,
 Mengalihkan muara jalur drainase dari seperti sengon, lamtoro
tebing Ngarai Sianok. o di bagian kaki/lereng bawah
 Menggunakan konstruksi yang tidak ditanami jenis pohon berakar
membebani secara berlebihan untuk dan batang kuat seperti jati
pembuatan ruang terbuka hijau setelah o penanaman rumput pada tebing-
proses resettlement. tebing jalan, terutama pada
tebing-tebing baru
6  Relokasi ke lokasi yang lebih aman  Rekayasa teknik utamanya dilakukan  Menanam vegetasi dengan kriteria:
dan direncanakan sebagaiperuntukan dengan memperkuat kaki tebing Ngarai o Vegetasi berakar dalam,
permukiman Sianok dari sebelah Bawah. Hal ini pertumbuhan cepat dan tajuk
dilakukan dengan tidak besar dengan kapasitas

154
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

Mikrozo Arahan Penanganan


na Permukiman Rekayasa Teknis Vegetasi
 Dikonversi menjadi ruang terbuka o Membuat bangunan penahan material evapotranspirasi tinggi misalnya
hijau longsor Eucalyptus
o Membuat bangunan penguat tebing. o penanaman vegetasi tanaman
o Melandaikan tebing yang curam keras yang ringan dengan
dengan membuat trap-trap terasering. perakaran intersif dan dalam,
 Mengalihkan muara jalur drainase dari seperti sengon, lamtoro
tebing Ngarai Sianok. o di bagian kaki/lereng bawah
 Menggunakan konstruksi yang tidak ditanami jenis pohon berakar
membebani secara berlebihan untuk dan batang kuat seperti jati
pembuatan ruang terbuka hijau setelah o penanaman rumput pada tebing-
proses resettlement. tebing jalan, terutama pada
tebing-tebing baru.
Sumber: Hasil Analisis, 2012

5. Kesimpulan Ucapan Terima Kasih

Berdasarkan hasil penelitian terhadap tindakan Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Petrus Natalivan, ST., MT. untuk arahan dan
penanganan permukiman di kawasan rawan
bimbingan sehingga artikel ini dapat ditulis.
bencana gerakan tanah Ngarai Sianok di Terima kasih juga kepada dua mitra bestari
Kelurahan Belakang Balok, dapat disimpulkan yang telah memberikan komentar yang
beberapa hal sebagai berikut: berharga.
1. Dalam merumuskan arahan tindakan
Daftar Pustaka
penanganan permukiman di kawasan rawan
bencana gerakan tanah Ngarai Sianok, perlu Anggrahini, Rizkita Dian. 2010. Dampak Tidak
ditetapkan kriteria dan komponen terlebih Langsung Bencana Tanah Longsor
dahulu. Penentuan kriteria dan komponen terhadap Kehidupan Masyarakat Desa:
tersebut dilakukan berdasarkan kajian Studi Kasus: Kelurahan Tawangmangu,
Kecamatan Tawangmangu, Provinsi
literatur dan masukan pakar. Kriteria dan Jawa Tengah. Tugas Akhir Perencanaan
komponen tersebut adalah karakteristik Wilayah dan Kota ITB.
kawasan permukiman yang diteliti, Djamal, Hariyadi. 2008. Jurnal Kebencanaan
karakteristik kawasan rawan bencana Indonesia Vol. 1 No. 4: Kajian Longsoran
gerakan tanah, serta kemungkinan bentuk- Tebing Ngarai Sianok dan Pengelolaan
Bencana Pasca Gempa Bumi Padang
bentuk penanganan permukiman yang sesuai Maret. Departemen Pekerjaan Umum.
2. Wilayah studi memiliki dua jenis tingkat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
bahaya yang menyebabkan terbentuknya 21/PRT/M/2007. Pedoman Penataan
mikrozonasi bahaya dalam tiap-tiap tipologi Ruang Kawasan Rawan Bencana Gunung
permukiman yang ada di kawasan ini. Api dan Gempa BUmi. Departemen
Pekerjaan Umum, 2007.
3. Secara umum, bentuk penanganan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
permukiman terdiri dari: 22/PRT/M/2007. Pedoman Penataan
a. relokasi Ruang Kawasan Rawan Bencana
b. penguatan tebing melalui rekayasa teknik Longsor. Departemen Pekerjaan Umum,
c. penguatan tebing melalui pemilihan 2007.
Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis
vegetasi Manajemen Bencana (Disaster
d. pembuatan RTH Management). Jakarta: Dian Rakyat.
Soedjoko, Sri Astuti, Suryatmojo, Hatma. 2008.
Jurnal Kebencanaan Indonesia:
Pemilihan Vegetasi untuk Pengendalian

155
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 21/No. 2 Agustus 2013

Longsor Lahan. Pusat Studi Bencana


Alam UGM.
Soehaimi, Asdani. 2011. Seminar Nasional
Mitigasi Bencana Geologi: Pengalaman
Bencana/Resiko Gempa Bumi Masa Lalu
Cerminan Bencana/Resiko Gempa Bumi
di Masa Mendatang. Jakarta.
Soemantri, Lili. 2008. Kajian Mitigasi Bencana
Longsor Lahan dengan Menggunakan
Teknologi Penginderaan Jauh
UN-ISDR. 2002."Living with Risk : A Global
Review of Disaster Reduction
Initiatives". Preapared as An Inter-
Agency Effort Coordinated by the ISDR
Secretariat with special support from the
Government of Japan, the World
Meteorological Organization and the
Asian Disaster Reduction Center (Kobe,
Japan). Geneva: ISDR Secretariat.
Wisner, Ben et al. 2004. At Risk: Natural
Hazards, People’s Vulnerability and
Disasters Second Edition. London and
New York: Routledge.

156

Anda mungkin juga menyukai