Anda di halaman 1dari 3

TELITI MEMILIH KELOMPOK BERMAIN ANAK

Sumber : Dyah Indriantari (SWARA (no. I/45))

SETIAP orangtua sangat menginginkan anaknya menjadi orang berkualitas. Untuk meraih keberhasilan
tersebut, diperlukan "investasi" cukup besar. Akibatnya orangtua terpacu mencari nafkah dan menyerahkan
kewajiban mengasuh serta pendidikan anaknya pada sekolah. Hal ini didasari atas kekhawatiran akan kemajuan
teknologi di mana arus informasi yang ditayangkan melalui televisi belum menjamin akan mampu memberikan
dampak positif bagi perkembangan anak yang menikmatinya dan pada realitanya justru tayangan televisi ini
paling disukai anak. Kekhawatiran lain, lingkungan di luar rumah dikhawatirkan akan jauh memiliki dampak
lebih buruk lagi. Atas dasar itu, kelompok bermain anak (KBA) menjadi salah satu pilihan mengatasi
kekhawatiran terhadap perkembangan jiwa dan pendidikan anak usia prasekolah. Karena alasan itu, pengelolaan
kelompok bermain harus profesional dan bertanggung jawab secara moral.

Bagaimana seharusnya?

PERKEMBANGAN usaha pendidikan semacam kelompok bermain anak tumbuh pesat, terutama di kota besar.
Setidaknya terdapat 3-20 KBA di kompleks perumahan atau nonperumahan (per kelurahan). Namun, di
lapangan keadaan fenomena yang ditemui, jasa pendidikan yang semula berorientasi pada misi sosial dan
pengabdian bergeser menjadi berorientasi setengah bisnis. Kondisi ini tidak luput dari perilaku konsumen.
Mereka yang membutuhkan KBA bukan lagi masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas, namun juga
masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah.

Banyaknya permintaan terhadap KBA karena banyak sekali orangtua yang sibuk bekerja terutama ibu, sehingga
harus meninggalkan anaknya di rumah. Atas dasar tersebut maka muncul kelompok penitipan anak untuk bayi
dan KBA untuk anak usia prasekolah usia 3-4 tahun. Subtansi kegiatannya dibedakan dengan materi taman
kanak-kanak yaitu lebih dititikberatkan pada bermain sambil belajar.

Kegiatan KBA diawasi dua departemen yaitu Departemen Sosial untuk pengawasan usaha dan kesejahteraan,
sedangkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bertanggung jawab terhadap subtansi materi permainan
yang diajarkan dalam kelompok tersebut. Sasaran kegiatan KBA membantu melatih rangsangan pada syaraf
motorik kasar dan halus serta melatih kedisiplinan anak melalui pembiasaan dalam bentuk permainan.
Sedangkan pembimbing (guru) yang diperlukan minimal satu guru yang menguasai ilmu jiwa anak atau guru
taman kanak-kanak yang sangat berpengalaman dan berdedikasi tinggi.

Menurut Ny Sri Mulyani, salah satu pengelola kelompok bermain dan guru senior taman kanak-kanak di
kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, untuk mengelola sebuah KBA dibutuhkan guru berpengalaman, tempat
bermain yang tidak berbahaya bagi peserta didik, serta jenis permainan bersifat realistis. Sedangkan materi
pengajaran diorientasikan pada latihan pembiasaan pada kegiatan yang bersifat mendidik. Konsekuensinya,
kelompok bermain ini perlu dipersiapkan secara matang dan terencana, bukan sekadar tempat penitipan.
Pengelolaan ini lebih bersifat persiapan latihan memasuki dunia sekolah formal. Hal ini juga didukung oleh
pendapat Ny Chasimar Saleh, salah satu anggota tim penyusun PP No 27 tahun 1990 tentang Pendidikan Pra
Sekolah, bahwa bukan latihan pemahaman materi pelajaran namun lebih pada penekanan latihan persiapan
kematangan jiwa melalui anak dalam kegiatan bermain untuk memasuki dunia sekolah. Berdasarkan Pedoman
Tata Cara Penyelenggaraan dan Pengelolaan Kelompok Bermain Anak di Wilayah Khusus Ibu Kota Jakarta
yang dikeluarkan Departemen Sosial No. 4258/BK-2/1.842.7, sarana dan prasarana yang disarankan untuk
tersedia dan disesuaikan dengan kemampuan bagi pengelola KBA adalah, adanya ruang belajar/serba guna,
ruang kepala sekolah/konsultasi, kamar mandi/WC ruang kesehatan/P3K, ruang perpustakaan, dapur/tempat
mempersiapkan makanan. Sedangkan untuk sarana pendidikan adalah adanya aspek ketuhanan, aspek keluarga,
aspek alam sekitarnya, aspek kebudayaan dan aspek pembangunan. Sarana bermain di dalam ruangan, adalah
jenis alat permainan yang dapat merangsang gerakan halus/motorik, untuk di luar ruangan/jenis alat permainan
yang dapat merangsang gerakan kasar/motorik kasar, contoh ayunan, papan luncur, jungkat-jungkit dan lain.
Ada pun salah satu tujuan fungsi kelompok bermain diadakan adalah sebagai pusat pelayanan kesejahteraan
yang pada intinya adalah pencegahan dari intervensi lingkungan sosial yang bertentangan dengan pola asuh
anak, perlindungan untuk anak sehingga anak memperoleh perlakuan yang wajar; pengembangan yang
dititikberatkan pada kepribadian anak, dan sebagai pengganti sementara peranan ibu dalam hal asuhan anak-
anak balita.

Dari sisi konsumen

BERDASARKAN pengamatan di lapangan, konsumen perlu memperhatikan beberapa hal berkaitan dengan
KBA. Pertama, masalah sarana dan prasarana. Sejumlah KBA tidak memiliki fasilitas memadai misalnya
lapangan bermain terlalu sempit, bangunan rumah tinggal menyatu dengan kelas, jenis mainan yang
diperbolehkan tidak terseleksi, ada jenis mainan berbahaya, dll.

Menyangkut kualitas pengajar dan materi yang diberikan, banyak KBA kurang memperhatikan tersedianya
tenaga psikolog untuk memantau perkembangan jiwa anak dan tenaga guru berpengalaman; disatukannya anak
kelompok bermain dengan kelompok usia sekolah; banyaknya materi yang diberikan kepada anak didik;
mekanisme mengajar dan penilaian disamakan dengan materi taman kanak-kanak, dll.

Menyangkut bergesernya fungsi sosial menuju bisnis tercermin dari mahalnya uang sumbangan sekolah,
sekolah menjadi ajang promosi produksi untuk anak. Hal itu memunculkan kesenjangan sosial bagi kelompok
masyarakat tertentu karena besarnya uang sumbangan. Dari paparan di atas, maka menjadi kewajiban orangtua
murid mulai berhati-hati memilih KBA. Jika dibandingkan dengan dengan jasa lainnya, dampak yang
ditimbulkan jika terjadi kesalahan akan sangat fatal karena menyangkut perkembangan jiwa anak.

Mengupas permasalahan di atas, Ka-kandepcam Cilandak, Jakarta Selatan, Gunadi, BA, menyarankan agar
pengelola KBA menyeleksi pengajar, minimal lulusan Sekolah Pendidikan Guru TK dan memahami ilmu
kejiwaan anak.

Instansi pengawas (Departemen Sosial dan Departemen Pendidikan Kebudayaan) harus rutin melakukan
pengawasan mengenai materi pengajaran maupun kesejahteraan KBA; mengawasi kegiatan yang sifatnya
kurang mendidik pada saat kegiatan istimewa seperti acara perpisahan, kenaikan tingkat, dan lain-lain. Kontrol
masyarakat pun sangat perlu, bisa berupa laporan langsung ke kantor Kakandepcam Jakarta Selatan jika
menemukan sesuatu yang sangat merugikan. Instansi yang berwenang dapat menegur atau mencabut izin usaha;
Yang juga penting adalah pengendalian diri orangtua murid untuk tetap melihat kondisi sosial sekitarnya.

Bergesernya fungsi sosial

DALAM hal ini, ikatan hubungan antara pemakai dengan penyedia jasa sebaiknya dijauhkan dari adanya unsur
bisnis. Adalah kenyataan, apa pun bentuk pendidikan tentu saja memerlukan biaya sebagai penopang
kegiatannya, namun pertimbangan biaya tetap harus sesuai batas kewajaran dan transparan sehingga tidak
terkesan KBA mengajukan permintaan yang mengada-ada.

Khususnya terhadap produk yang ditawarkan melalui sekolah, perlu seleksi cukup ketat serta disesuaikan
dengan produk yang mendukung secara positif perkembangan jiwa anak tersebut.

Sebagai konsumen (walau tidak langsung memanfaatkan jasa tersebut), gunakanlah hak Anda sebagaimana
dilindungi UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Mintalah informasi lengkap sebelum mengeluarkan
biaya apa pun. Karena jasa ini menyangkut perkembangan jiwa anak maka perlu berkonsultasi dengan sesama
konsumen apa kekurangan dan kelebihan pengelolaan KBA yang dipilih.

Setelah mengetahui kekurangan dan kelebihannya namun konsumen tetap menentukan pilihan pada KBA
tersebut, persiapkan kekurangan tersebut untuk dilengkapi dengan menggunakan upaya lain sesuai kemampuan
konsumen.
Yang perlu diketahui konsumen adalah pendidikan melalui KBA hanya persiapan mental anak untuk masuk ke
jenjang pendidikan formal, bukan mengisi anak dengan materi pelajaran setara TK.

Laporkan kepada pengawas setempat jika ditemukan hal-hal yang merugikan konsumen. Orangtua sebaiknya
mencek rutin kegiatan tersebut. Mengingat pemanfaatan jasa ini sangat riskan penanganannya bagi anak, maka
sebaiknya konsumen selalu berhati-hati.

Sesuaikan dengan kemampuan. Jangan beranggapan anak yang tidak ikut kelompok bermain menjadi anak yang
kurang pintar, karena kelompok bermain merupakan prioritas ketiga setelah SD dan TK. Seluruh SD di DKI
tidak diharuskan menerima anak yang memiliki ijasah TK atau kelompok bermain.

Kontrol dari departemen terkait terhadap usaha ini sangat diharapkan secara berkesinambungan.

Anda mungkin juga menyukai