Perngertian Thaharah-1
Perngertian Thaharah-1
Perngertian Thaharah
Q.S al-Baqarah: 222 َ َ َّللاَ يُ ِحبُّ الت َّ َّوابِينَ َويُ ِحبُّ ْال ُمت
َط ِه ِرين َّ “ إِ َّنSesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.”1 Menurut
istilah lain, thaharah diartikan sebagai menghilangkan hadats, najis dengan air atau tanah
yang bersih. Selain itu ada juga yang mengartikan bahwa thaharah adalah menghilangkan
kotoran-kotoran yang masih melekat dibadan yang membuat tidak sahnya shalat dan ibadah
lainnya.2 Dalam melakukan sholat dan ibadah, seseorang dianjurkan untuk bersuci, sebab
bersuci merupakan sudah menjadi syarat sah untuk menjalankan ibadah seperti sholat,
membaca al-Qur’an, masuk masjid, dan lain sebagainya.
Maka dari itu, thaharah merupakan sebuah cara yang dilakukan untuk menghilangkan
hadas, najis dan kotoran-kotoran yang dapat menghalangi sahnya ibadah seseorang baik itu
dengan air, tanah/debu,maupun sesuatu yang bersih yang bisa digunakan untuk thaharah
(bersuci).
B. Thaharah Hadas
1. Wudhu
Wudhu merupakan salah satu cara thaharah untuk menghilangkan hadas kecil.
Dalam masyarakat, wudhu dikenal sebagai syarat sah sholat dan membaca al-Qur’an.
Dalam istilah lain, wudhu diartikan sebagai menggunakan air untuk membersihkan empat
anggota wudhu yang sesuai dengan tatacara yang sudah ditentukan oleh agama.wudhu
menjadi hal yang sangat penting, sebab wudhu pada hakikatnya tidak hanya membersihkan
najis dari badan, melinkan wudhu juga dapat membersihkan kotoran hati. Maka dari itu,,
1
Lamhudin Nasution, Fiqih 1 (Logos,.).hal. 9
2
Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qathni, Thaharah Nabi (Tuntunan Bersuci Lengkap), terjemah (Yogyakarta: Media
Hidayah, 2004). Hal 15
kita dianjurkan untuk selalu berwudhu dan menjaganya. Berikut hal-hal yang mewajibkan
kita untuk berwudhu ada tiga hal3:
- Ketika hendak shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Ini berdasarkan
firman Allah Ta’ala:
س ُحوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم ِ ِص ََلةِ فَا ْغ ِسلُوا ُو ُجو َه ُك ْم َوأ َ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ْال َم َراف
َ ق َو ْام َّ يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا إِذَا قُ ْمت ُ ْم إِلَى ال
ۚ َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَي ِْن
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan basuh kakimu sampai
kedua mata kaki.”(Q.S. Al-Maidah:6)
3
Ibid. hal 61-63
Seseorang yang berwudhu dengan sempurna, kemudian melaksanakan sholat,
Allah akan mengampuni dosa-dosanya diantara sholaat itu dengan sholat
berikutnya.
D. Syarat-Syarat wudhu
1. Beragama Islam.
2. Tamyiz (bias membedakan yang baik dan buruk)
3. Suci dari haidh dan nifas
4. Tidak adanya sesuatu yang menghalangi sampainya air ke kulit
5. Mengerti fardhunya wudhu
6. Menggunakan air yang boleh digunakan
7. Tidak adanya sesuatu yang mencampuri air
8. Mengtahui dann yakin terhadap fardhunya wudhu
9. Air yang suci
10. Masuknya waktu bagi orang yang terus menerus keluar hadatsnya. 5
4
Ibid., 72.
5
Salim bin Sumair Al-Hadromiy, Safinatun Najah (Surabaya: Pustaka Al-Miftah, n.d.), 4.
F. Sunnahnya wudhu
1. Membasuh kedua telapak tangan
2. Menggosok tiap-tiap anggota wudhu
3. Membasuh tiap-tiap anggota wudhu 3 kali
4. Berdoa setelah wudhu
5. Bersiwak atau gosok gigi
6. Berkumur dan memasukkan air ke hidung
7. Menyelangi jenggot-jenggot yang tebal, jari jemari tangan dan kaki
8. Mendahulukan basuhan pada anggota wudhu yang sebelah kanan6
G. Makruhnya wudhu
1. Berwudhu ditempat yang najis, sebab dikhawatirkan akan terkena najis itu.
2. Membasuh lebih dari 3 kali.
3. Boros dalam menggunakan air, sebab bersikap boros dalam sesuatu sangatlah
dilarang
4. Meniggalkan sunnah-sunnahnya wudhu, sebab meskipun itu sunnah tapi masih
dapat pahala kalau kita kerjakan. Maka dari itu, sebaiknya setiap orang
berusaha untuk menjaga dan tidak menyepelekannya.7
6
Al-Qathni, Thaharah Nabi (Tuntunan Bersuci Lengkap),hal 78.
7
Shalih bin Ghanim As-Sadlan and Muhammad Shalih Al-Munajjid, Intisari Fiqih Islam (lengkap dengan
jawaban praktis atas permasalahan fiqih sehari-hari) (Surabaya: Pustaka eLBA, 2007), hal 38.
2. Tayyamum
Menurut bahasa, tayyamun artinya menyengaja atau bermaksud kepada sesuatu.
Adapun menurut istilah syar’I, tayamum adalah mengambil tanah yang suci untuk
digunakan mengusap muka dan tangan dengan niat untuk menghilangkan hadats karena
tidak mendapatkan air atau berhalangan menggunakan air.9 Dalam istilah lainnya, tayamum
adalah mengusap wajah dan kedua telapak tangan hingga pergelangan tangan dengan debu
yang suci dan dengan cara-cara tertentu, ia merupakan kekhususan yang diberikan oleh
Allah untuk umat ini sebagai pengganti air ketika bersuci dalam keadaan darurat.10 Dari
perngertian tersebut, maka tayyamum adalah bersuci dengan menggunakan tanah/debu
yang suci sebab dalam keadaan darurat sesuai dengan tatacara yang sudah ditentukan oleh
agama. Dasar hukum tayamum adalah firman Allah Q.S. Al-Maidah : 6
سفَ ٍر أ َ ْو َجا َء أ َ َحدٌ ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط أ َ ْو ََل َم ْست ُ ُم َ علَ ٰى َ ض ٰى أ َ ْو َ اط َّه ُروا ۚ َوإِ ْن ُك ْنت ُ ْم َم ْر َّ ََو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ُجنُبًا ف
علَ ْي ُك ْم ِم ْن
َ َّللاُ ِليَجْ َع َل َّ ُس ُحوا بِ ُو ُجو ِه ُك ْم َوأ َ ْيدِي ُك ْم ِم ْنهُ ۚ َما ي ُِريد َ امْ َط ِيبًا ف َ ص ِعيدًا َ سا َء فَ َل ْم ت َِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا َ ِالن
َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون َ َُح َرجٍ َو ٰلَ ِك ْن ي ُِريدُ ِلي
َ ُط ِه َر ُك ْم َو ِليُتِ َّم نِ ْع َمتَه
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah
tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi dia igin membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya untukmu supaya kamu bersyukur.”
8
Al-Qathni, Thaharah Nabi (Tuntunan Bersuci Lengkap), hal. 82.
9
Ibid., hal. 137.
10
As-Sadlan and Al-Munajjid, Intisari Fiqih Islam (lengkap dengan jawaban praktis atas permasalahan fiqih
sehari-hari), hal. 43.
‘Wahai Nabi Allah,tadi malam saya junub dan tidak mendapatkan air.’ Beliau menjawab,
‘kamu boleh bersuci dengan tanah, dan hal itu sudah cukup bagimu.’ ”
- Ijma’ ulama’ sepakat disyari’atkannya tayamum. Kita kaum muslimin bias bersuci
dengan menggunakan dua cara, yakni dengan air dan dengan debu. Bersuci dengan debu
diperuntukkan bagi mereka yang didaerahnya tidak terdapat air, ada air namun hanya untuk
kebutuhan minum dan juga bagi orang yang berhalangan menggunakan air sebab penyakit
atau luka. Namun bagi siapa yang mendapatkan air dan tidak berhalangan untuk
menggunakan air, maka wajib menggunakan air ketika untuk bersuci. Tayamum tidak
diperbolehkan lagi ketika seseorang menemukan air.11
11
Al-Qathni, Thaharah Nabi (Tuntunan Bersuci Lengkap), hal. 138.
3. Debu tidak tercampur dengan tanah liat ataupun sesuatu yang lain baik disengaja
maupun tidak
4. Baligh
5. Tidak adanya hadats yang membatalkan tayamum
6. Islam
7. Berhentinya haidh dan nifas
8. Berakal12
C. Fardhunya tayamum
1. Mengambil debu
2. Niat
3. Mengusap wajah
4. Mengusap kedua tangan sampai siku-siku
5. Tertib.13
E. Sunnahnya tayamum
1. Membaca basmalah
2. Menghadap qiblat
3. Dilakukan ketika akan sholat.
12
As-Sadlan and Al-Munajjid, Intisari Fiqih Islam (lengkap dengan jawaban praktis atas permasalahan fiqih
sehari-hari), hal. 44.
13
Al-Hadromiy, Safinatun Najah, hal. 8.
F. Tata cara tayamum
1. Membaca basmalah
2. Niat
3. Mengambil debu
4. Menepukkan debu dengan kedua tangannya
5. Mengusapkan pada wajah
6. Mengambil debu lagi dan menepukkannya dengan kedua tangan
7. Mengusapkan kedua tangan secara bergantian
8. Tertib.
3. Mandi
Mandi dalam bahasa arab yaitu al-ghasln yang memiliki arti mengalirkan air kepada
suatu benda. Adapun menurut syara’ mengalirkan air keseluruh anggota badan secara
menyeluruh disertai dengan niat.
14
Ibid, hal. 21-22
َ ت فا َ ْغت َ ِس ِلي َو
صلي ْ صَلَة َ َواِذَا ا َ ْد بَ َر َ ت ا َ ْل َح ْي
َّ ضةُ فَدَ ِعى ال ْ َاِذَا ا َ ْقبَل
“Apabila haid datang, maka tinggalkanlah shalat, dan apabila ia (haid) telah pergi
maka mandilah dan shalat.” (H.R. Bukhari).
b. Fardhunya mandi
Yang pertama kali harus dilakukan ketika akan melaksanakan mandi besar yakni
membersihkan segala najis yang menempel pada anggota badan.
Fardhunya wudhu ada 2 :
1. Niat, tempatnya niat didalam hati bersamaan ketika basuhan pertama pada saat
mandi wajib. Adapun niat yang diucapkan merupakan sunnah.
Niat dikatan sah apabila memenuhi beberapa kriteria15 :
a. Memiliki niat untuk menghilangkan hadats besar yakni hadats dari haid,
nifas, wiladah, dan janabah
b. Memiliki niat diperbolehkannya ia untuk shalat, puasa dan ibadah yang
memang butuh terbebas dari hadats dan najis
2. Meratakan air keseluruh tubuh, rambut, dan segala macam bentuk lipatan yang
terdapat dibadan juga harus di aliri air.
Basuhan air harus diyakini benar-benar sudah masuk ke bagian-bagian yang
sulit dijangkau misalnya rambut yang terlalu tebal wajib disela-selani dengan
jari.
Adapun kewajiban meratakan air sampai rambut yang paling dalam yakni
didasarkan dalam hadits Nabi SAW16 :
“Sesungguhnya dibawah tiap-tiap rambut itu ada janabah, maka basahilah
rambut dan bersihkanlah kulit”. (H.R. Bukhari)
15
Lamhuddin nasution, fiqh 1 (Penerbit: logos) hal. 29
16
Ibid,. hal. 30
Selanjutnya pembahasan mengenai kulit yang dimaksud didalam hadits tersebut
ialah kuku, bagian luar telinga, bagian kemaluan wanita yang nampak ketika ia
berjongkok, dan ujung dzakar yang tak terlihat karena ditutupi oleh kulup.
c. Sunah-sunah mandi
1. Membaca basmallah sebelum basuhan pertama, membaca basmallah ini cukup
didalam hati karena melafadhkan asma Allah didalam kamar mandi hukumnya
haram.
2. Membasuh kedua tangan terlebih dahulu
3. Berwudhu
4. Menggosok anggota badan yang mampu dijangkau oleh tangan, sehingga
mampu untuk memperhatikan mana anggota badan yang sekiranya belum
terjangkau oleh aliran air. Bagian yang sulit dijangkau meliputi ketiak, telinga,
lipatan-lipatan, pusar dan lain sebagainya.
5. Mendahulukan mengaliri air pada bagian anggota kanan badan kemudian
anggota yang kiri
6. Menyiram angggota badan 3 kali basuhan
7. Berturut-turut17
3. Istinja’
Istinja’ adalah menghilangkan najis kencing dan berak yang keluar dari dua jalan yakni
qubul dan dubur. Cara menghilangkannya bisa menggunakan air atau batu hingga hilang
najisnya yang berupa wujud, rasa, dan baunya.18
Cara yang sempurna untuk beristinja’ yaitu menggunakan 3 batu hingga hilang najisnya
lalu dibasuh menggunakan air yang suci mensucikan. Namun tetap bisa dihukumi suci
walaupun menggunakan salah satu diantara batu dan air. Syarat-syarat beristinja’ dengan
batu :
17
K.H. Asnawi, fasholatan, (Surabaya: Penerbit toko kitab),hal.23
18
K.H. Asnawi, fasholatan, (Surabaya: Penerbit toko kitab),hal. 10
1. Airnya najis yang akan disucikan belum berubah kering
2. Najis tetap pada tempatnya tidak berpindah dari tempat asalnya keluar
3. Najis kotoran tidak tercampur dengan najis selainnya19
Apabila salah satu syarat diatas belum terpenuhi maka wajib beristinja’ menggunakan
air. Adapun penggunaaan batu bisa diganti dengan yang semacamnya yakni benda keras
yang dapat menghilangkan najis dan bukanlah makanan.
Air
Air suci adalah air yang turun dari langit dan bersumber dari tanah seperti air hujan,
embun, salju, sungai, sumber yang digali, laut dan lain sebagainya.
1. Air suci yang mensucikan yaitu air yang tidak musta’mal (belum pernah
digunakan untuk mensucikan) dan bukan air mutlak yakni tidak tercampur
dengan barang yang suci.20
2. Air suci mensucikan, tetapi makruh digunakan berwudhu atau mandi wajib,
yaitu air berwadah besi dan tembaga yang panas karena terkena panas matahari.
Namun jika air ini sudah tidak panas maka hukum makruhnya hilang. Dan juga
makruh menggunakan air yang sangat panas dan sangat dingin karena ini
menyebabkan tidak sempurna mensucikan.
3. Air Mustam’mal yaitu air yang kurang dari dua qullah yang sudah digunakan
untuk menghilangkan hadats atau najis. Air musta’mal itu suci tapi tidak
mensucikan barang lain.21
4. Air Najis, yaitu air yang kurang dari dua qullah yang kejatuhan najis walaupun
belum berubah bentuknya. Jika air lebih dari dua qullah kejatuhan najis hingga
berubah warna, bau, dan rasanya maka air ini dihukumi suci mensucikan.22
19
muhammad bin qhasim al-ghazy, fathul qarib.terj. Ahmad sunarto. (Surabaya: Penerbit Al-hidayah),
hal.48-49.
20
K.H. Asnawi, fasholatan, (Surabaya: Penerbit toko kitab),hal. 11
21
Ibid,. hal.12
Hitungan dua qullah
Menurut jumhur ulama’ yang termasuk dalam 2 kullah ialah 216 liter, jika
diaplikasikan dalam bentuk bak mandi yakni ukuran panjang, tinggi, lebar ialah sama 60
cm.
Najis menurut bahasa adalah benda yang kotor. Sedangkan menurut syara’ adalah
semua kotoran yang menghalangi sahnya ; 1) darah, 2) muntahan, 3) arak, 4) nanah, 5)
segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur kecuali mani, 6) bangkai dan seluruh
anggota badan seperti kulit, rambut, dan tulangnya kecuali jenazahnya anak adam
(manusia) dan bangkainya belalang dan ikan, 8) bagian yang terpisah dari hewan yang
masih hidup kecuali bagian anggota manusia, ikan dan belalang.23
22
Ibid,. hal.13
23
Ibis,. hal. 8-9
24
Lamhuddin nasution, fiqh 1 (Penerbit: logos) hal. 46
Najis dibagi menjadi 3 yakni najis mughaladah, muthawassithah, mukhaffafah :
1. Najis Mughaladhah
Najis mughaladhah adalah najis yang termasuk dalam kategori najis berat. Yang
termasuk dalam dalam najis mughaladhah ialah anjing, babi, celeng dan keturunan
yang dihasilkan oleh perkawinan diantara hewan tersebut meskipun yang terlahir
dari hewan yang suci.
Cara menghilangkan najis mughladhah ialah dengan menghilangkan ain najis itu
terlebih dahulu kemudian membasuh tempat yang terkena najis hingga 7 kali dan
salah satu diantaranya menggunakan debu.
2. Najis Muthawassithah
Najis muthawassithah ialah najis dalam kategori ringan. Adapun yang termasuk
dalam najis muthawassithah adalah najis yang selain dari najis mughaladhah dan
najis mukhaffafah.
Cara mensucikan najis mutahawassithah yaitu dengan menghilangkan ainnya najis
terlebih dahulu jika memang termasuk najis ainiyyah setelah itu baru di aliri air
yang dapat suci mensucikan hingga hilang rupa, bau dan rasanya.
3. Najis Mukhaffafah
Najis mukhaffafah ialah najis yang termasuk dalam kategori najis ringan yaitu,
kencingnya bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum makan apa-apa
kecuali asi ibunya.
Cara mensucikan najis mukhaffafah ialah cukup dengan memercikkan air kepada
benda yang terkena najis sampai benda itu
Adapun air kencing bayi laki-laki berumur belum dua tahun namun ia sudah makan
selainnya asi, dan juga air kencing bayi perempuan sesudah satu menit setelah
kelahiran meskipun bayi perempuan belum makan apa-apa maka air kencingnya
termasuk dalam najis muthawassithah.25
25
K.H. Asnawi, fasholatan, (Surabaya: Penerbit toko kitab),hal. 9